Nyi Raden Matangsari - Индекс потомака

Из пројекта Родовид

Особа:991475
Generation of a large tree takes a lot of resources of our web server. Anonymous users can only see 7 generations of ancestors and 7 - of descendants on the full tree to decrease server loading by search engines. If you wish to see a full tree without registration, add text ?showfulltree=yes directly to the end of URL of this page. Please, don't use direct link to a full tree anywhere else.
11/1 <?> Nyi Raden Matangsari [Sunda-Galuh]

2

21/2 <1+?> 1. Tubagus Angke / Pangeran Jayakarta II [Azmatkhan]
Рођење: 1487изр
Свадба: <1> 5.1.1.1.3. Ratu Ayu Pembayun [Azmatkhan]
== Pangeran Jayakarta II ==

Pangeran Jayakarta II atau Tubagus Angke atau Pangeran Gedeng Angke

Beliau adalah saudara Pangeran Muhammad Pelakaran, putra Pangeran Panjunan Cirebon @ Sayyid Abdurrahman bin Sultan Sulaiman Al-Baghdadi bin Ahmad Syah Jalaluddin Akbar bin Abdullah bin Abdul Malik Azmatkhan. (Selengkapnya lihat tulisan sebelumnya tentang Ilmu Silsilah )

Pangeran Jayakarta II menikahi putri Fatahillah dan juga menikahi puteri Maulana Hasanuddin Banten bin Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati; dikarunai putra bernama Sungerasa Jayawikarta alias Pangeran Jayakarta III (Pangeran Jayakarta III bin Pangeran Jayakarta II sampai saat ini belum diketahui dari Ibu yang puteri Fatahillah atau puteri Maulana Hasanuddin Banten) BAGI ANDA YANG MEMILIKI INFORMASI
32/2 <1+?> 2. Pangeran Muhammad Pelakaran ? (Pangeran Palakaran) [Azmatkhan]

3

                         Sumber : Keraton Sumedang Larang
Sumber : Keraton Sumedang Larang
51/3 <3+?+?> Pangeran Santri / Kusumadinata I (Raden Solih) [Wretikandayun]
Рођење: 29 мај 1505проц
Свадба: <2> Ratu Pucuk UmuN / Nyi Mas Ratu Inten Dewata (Pangeran Istri) [Wretikandayun]
Титуле : од 21 октобар 1530, Sumedang Larang, Raja Sumedang Larang Ke 9
Смрт: 1580изр
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


Sumedang Selatan

Sunan Tuakan digantikan oleh putrinya yang kedua yang bernama Ratu Sintawati alias Nyai Mas Patuakan (1462 – 1530 M) sebagai raja Sumedang Larang ketujuh, Ratu Sintawati menikah dengan Sunan Corenda raja Talaga putera Ratu Simbar Kancana dari Kusumalaya putra Dewa Niskala penguasa Galuh. Dari Ratu Sintawati dan Sunan Corenda mempunyai putri bernama Satyasih atau dikenal sebagai Ratu Inten Dewata setelah menjadi penguasa Sumedang yang kedelapan bergelar Ratu Pucuk Umum (1530 – 1578 M).

Pada masa Ratu Sintawati agama Islam mulai menyebar di Sumedang pada tahun 1529 M. Agama Islam disebarkan oleh Maulana Muhammad alias Pangeran Palakaran putera Maulana Abdurahman alias Pangeran Panjunan. Pangeran Palakaran menikah dengan Nyi Armilah, seorang puteri Sindangkasih Majalengka (versi lainnya dengan Ratu Mertasari puteri Sunan Gunung Jati-Cirebon) dan hasil pernikahan tersebut pada tanggal 6 bagian gelap bulan jesta tahun 1427 saka (+ 29 Mei 1505 M) lahirlah seorang putra bernama Rd. Solih atau Ki Gedeng Sumedang alias Pangeran Santri. Kemudian Pangeran Santri menikah dengan Ratu Pucuk Umum, yang akhirnya Pangeran Santri menggantikan Ratu Pucuk Umum sebagai penguasa Sumedang, Pangeran Santri dinobatkan sebagai raja Sumedang Larang dengan gelar Pangeran Kusumadinata I pada tanggal 13 bagian gelap bulan Asuji tahun 1452 saka (+ 21 Oktober 1530 M), Pangeran Santri merupakan murid Sunan Gunung Jati.

Pangeran Santri merupakan penguasa Sumedang pertama yang menganut agama Islam dan berkedudukan di Kutamaya Padasuka sebagai Ibukota Sumedang Larang yang baru, sampai sekarang di sekitar situs Kutamaya dapat dilihat batu bekas fondasi tajug keraton Kutamaya. Pada tanggal 3 bagian terang bulan srawana tahun 1480 saka (+ 19 Juli 1558 M) lahirlah Pangeran Angkawijaya yang kelak bergelar Prabu Geusan Ulun putera dari Pangeran Santri dan Ratu Pucuk Umum. Pada masa pemerintahan Pangeran Santri kekuasaan Pajajaran sudah menurun di beberapa daerah termasuk Sumedang dan pada tanggal 11 Suklapaksa bulan Wesaka 1501 Sakakala atau tanggal 8 Mei 1579 M Pajajaran “Sirna ing bumi” Ibukota Padjajaran jatuh ke tangan pasukan Kesultanan Surasowan Banten . Pada tahun 1578 tepatnya pada hari Jum’at legi tanggal 22 April 1578 atau bulan syawal bertepatan dengan Idul Fitri di Keraton Kutamaya Sumedang Larang Pangeran Santri menerima empat Kandaga Lante yang dipimpin oleh Sanghiang Hawu atau Jaya Perkosa, Batara Dipati Wiradidjaya (Nganganan), Sangiang Kondanghapa, dan Batara Pancar Buana Terong Peot membawa pusaka Pajajaran dan alas parabon untuk di serahkan kepada penguasa Sumedang Larang dan pada masa itu pula Pangeran Angkawijaya / Pangeran Kusumadinata II dinobatkan sebagai raja Sumedang Larang dengan gelar Prabu Geusan Ulun (1578 – 1610) sebagai nalendra penerus kerajaan Sunda dan mewarisi daerah bekas wilayah Pajajaran, sebagaimana dikemukakan dalam Pustaka Kertabhumi I/2 (h. 69) yang berbunyi; “Ghesan Ulun nyakrawartti mandala ning Pajajaran kangwus pralaya, ya ta sirnz, ing bhumi Parahyangan. Ikang kedatwan ratu Sumedang haneng Kutamaya ri Sumedangmandala” (Geusan Ulun memerintah wilayah Pajajaran yang telah runtuh, yaitu sirna, di bumi Parahiyangan. Keraton raja Sumedang ini terletak di Kutamaya dalam daerah Sumedang) selanjutnya diberitakan “Rakyan Samanteng Parahyangan mangastungkara ring sira Pangeran Ghesan Ulun” (Para penguasa lain di Parahiyangan merestui Pangeran Geusan Ulun). “Anyakrawartti” biasanya digunakan kepada pemerintahan seorang raja yang merdeka dan cukup luas kekuasaannya. Dalam hal ini istilah “nyakrawartti” maupun “samanta” sebagai bawahan, cukup layak dikenakan kepada Prabu Geusan Ulun, hal ini terlihat dari luas daerah yang dikuasainya, dengan wilayahnya meliputi seluruh Padjajaran sesudah 1527 masa Prabu Prabu Surawisesa dengan batas meliputi; Sungai Cipamali (daerah Brebes sekarang) di sebelah timur, Sungai Cisadane di sebelah barat, Samudra Hindia sebelah Selatan dan Laut Jawa sebelah utara. Daerah yang tidak termasuk wilayah Sumedang Larang yaitu Kesultanan Banten, Jayakarta dan Kesultanan Cirebon. Dilihat dari luas wilayah kekuasaannya, wilayah Sumedang Larang dulu hampir sama dengan wilayah Jawa Barat sekarang tidak termasuk wilayah Banten dan Jakarta kecuali wilayah Cirebon sekarang menjadi bagian Jawa Barat.
42/3 <2+1> 5.1.1.1.2.1. Pangeran Jayakarta III / Sungerasa Jayawikarta [Azmatkhan]
Рођење: 1515изр
== Pangeran Jayakarta ==

'Pangeran Jayakarta alias Sungerasa adalah nama seorang penguasa kota pelabuhan Jayakarta, yang menjabat sebagai wakil dari Kesultanan Banten. Kekuasaan Banten atas wilayah ini berhasil direbut oleh Belanda, setelah Pangeran Jayakarta dikalahkan oleh pasukan VOC di bawah pimpinan Jan Pieterszoon Coen pada tanggal 30 Mei 1619.

Asal-usul

Asal-usul Pangeran Jayakarta masih samar. Dalam situs internet Pemerintah Jakarta Timur disebutkan, Pangeran Jayakarta adalah nama lain dari Pangeran Achmad Jakerta, putra Pangeran Sungerasa Jayawikarta dari Kesultanan Banten. Namun ada juga yang menganggap Pangeran Jayakarta adalah Pangeran Jayawikarta. Menurut Hikayat Hasanuddin dan Sajarah Banten Rante-rante yang disusun pada abad ke-17 (yaitu sesudah Sajarah Banten, 1662/3), Pangeran Jayakarta atau Jayawikarta adalah putra Tubagus Angke dan Ratu Pembayun, puteri Hasanuddin, anak Sunan Gunung Jati.

Menurut Adolf Heukeun SJ dalam buku Sumber-sumber Asli Sejarah Jakarta Jilid II, silsilah ini tidak sesuai dengan sumber-sumber sekunder lain karena sumber-sumber yang digunakan oleh hikayat mengandung banyak cerita dongeng.[1]

Peran politik di Banten

Pada tahun 1596 Pangeran Muhammad, penguasa Banten ketiga, gugur waktu menyerang Palembang. Putera satu-satunya ialah Abdul Kadir, yang baru berusia lima bulan. Maka dipilihlah seorang mangkubumi yang sekaligus menjadi wali putera itu. Tetapi mangkubumi ini wafat pada tahun 1602. Maka ibu putra mahkota menjadi wali dan menikah dengan mangkubumi yang ketiga. Karena ayah tiri disayang putera mahkota Banten dan dihormati rakyat, maka para pangeran menjadi iri dan memberontak. Pangeran dari Jayakarta datang dengan banyak bawahannya sehingga pemberontak mengalah dan berdamai.

4

61/4 <4> 5.1.1.1.2.1.1. Pangeran Ahmad Jakerta / Pangeran Jayakarta IV [Azmatkhan]
Рођење: 1543изр
                         Sumber : Keraton Sumedang Larang
Sumber : Keraton Sumedang Larang
82/4 <5+2> 1.1. Prabu Geusan Ulun / Pangeran Kusumadinata II (Pangeran Angkawijaya) [Sumedang Larang]
Рођење: 19 јул 1556проц
Свадба: <3> 3. Nyimas Cukang Gedeng Waru [Pajajaran]
Свадба: <4> Ratu Harisbaya [Cirebon]
Свадба: <5> Nyi Mas Pasarean [Pajajaran]
Титуле : од 1578, Prabu Sumedang Larang Ke 9
Смрт: 1610
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


Generasi ke-1

1 Pangeran Santri KOESOEMADINATA, I , (Ki Gedeng Sumedang)
1X Ratoe Poetjoek Oemoen ., (NM. Ratoe Dewi Ratoe Inten Dewata. NM. Ratu Satyasih)
1.1 Pangeran Geusan Oeloen KOESOEMADINATA, II. 
1.2 Dmg. Rangga Dadji . 
1.3 Dmg. Watang . 
1.4 Santoan Wirakoesoemah . 
1.5 Santoan Tjikeroeh . 
1.6 Santoan Awi Loear .
73/4 <4> 5.1.1.1.2.1.2. Ratu Mertakusuma [Azmatkhan]
 Sumber : Keraton-Sumedanglarang.com
Sumber : Keraton-Sumedanglarang.com
94/4 <5+2> 1.2. Demang Rangga Hadji [Wretikandayun]
yang mengalahkan Aria Kuda Panjalu ti Narimbang, supaya memeluk agama Islam
 Sumber : Keraton-Sumedanglarang.com
Sumber : Keraton-Sumedanglarang.com
105/4 <5+2> 1.3. Kiyai Demang Watang di Walakung [Wretikandayun]
 Sumber : Keraton-Sumedanglarang.com
Sumber : Keraton-Sumedanglarang.com
116/4 <5+2> 1.4. Santowaan Wirakusumah [Wretikandayun]
Keturunannya berada di Pagaden dan Pamanukan, Subang
 Sumber : Keraton-Sumedanglarang.com
Sumber : Keraton-Sumedanglarang.com
127/4 <5+2> 1.5. Santowaan Cikeruh [Wretikandayun]
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


 Sumber : Keraton-Sumedanglarang.com
Sumber : Keraton-Sumedanglarang.com
138/4 <5+2> 1.6. Santowaan Awiluar [Wretikandayun]

5

141/5 <7> 5.1.1.1.2.1.2. Ratu Mertakusumah [Azmatkhan]
Рођење: PENYEIMBANG
162/5 <8+3> 1.1.2. Raden Aria Wirareja I / Ali (Kitab Negara Kertha Bumi Dari Cirebon) [Sumedang Larang]
Одсељавање: di Lemahbeureum, Darmawangi
183/5 <8+3> 1.1.4. Kiyai Rangga Patra Kelana / Kalasa / Pangeran Rangga Permana [Sumedang Larang]
Професија : Raja Galuh Kertabumi Ke 1 (1585 – 1602 M)., Leluhur Galuh dan Karawang
Свадба: <6> 3. Nyi Tanduran Ageung [Talaga]
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


IV. Prabu Munding Surya Ageung ( Raja Maja ) Menurut Sejarah Panjalu Ciamis, Prabu Munding Surya Ageung adalah ayah dari Rd.Ranggamantri/Parunggangsa ( Raja Maja terakhir ). Rd. Ranggamantri selanjutnya menikah dengan Ratu Dewi Sunyalarang ( Ratu Parung - 1500 M ) putra Sunan Parung /Batara Sakawayana ( Raja Talaga – 1450 M ) dan akhirnya merangkap sebagai Raja Talaga terakhir. Diislamkan oleh Syarif Hidayatullah tahun 1529 M, Rd. Ranggamantri/Parunggangsa diberi julukan “ Pucuk Umum “. Rd. Ranggamantri ( + 1530 M ) mempunyai 3 orang putra, yaitu :

  1. Prabu Haurkuning

Prabu Haurkuning adalah Pendiri Kerajaan Galuh Pangauban. Beliau mempunyai 3 orang putra, yaitu  :

    1. Maharaja Upama, menggantikan ayahnya sebagai Raja Galuh Pangauban di Putra Pinggan.
    2. Maharaja Cipta Sanghiang, menjadi raja di Galuh Salawe ( daerah Cmaragas Sekarang ). Maharaja Cipta Sanghiyang, mempunyai 3 orang putra, yaitu :
      1. Nyi Tanduran Ageung, beliau adalah isteri Pangeran Rangga Permana putra Prabu Geusan Ulun yang mendirikan Kerajaan Galuh Kertabumi ( Raja Galuh Kertabumi 1585 – 1602 M ). Menurut catatan Rd. Yusuf Suriadiputra ( Bupati Ciamis 1954 – 1958 M ) salah satu keturunan Rd. Wirasuta ( Bupati Karawang pertama ) bahwa Nyi Tanduran Ageung mendapatkan wilayah sebelah Timur alun-alun Ciamis sekarang meliputi Kec. Ciamis, Cijeungjing (Bojong ), Rancah, distrik Banjar sampai ke sebelah Selatan.

Pangeran Rangga Permana ( Prabu di Muntur ) dengan Nyi Tanduran Ageung berputrakan 2 orang yaitu :

  1. Maraja Cipta ( Adipati Kertabumi II ), beliau adalah mertua Adipati Panaekan ( Bupati Nagara Tengah ).
  2. Rd. Kanduruan Singaperbangsa ( Adipati Kertabumi III ), beliau yang menurunkan para Bupati Galuh Kertabumi/ Ciancang, yaitu sbb :
    1. Rd.Adipati Singaperbangsa II atau Rd. Pagergunung dan disebut Adipati Kertabumi IV ( 1618 – 1641 ). Putra Adipati Kertabumi III.
    2. Kanduruan Singaperbangsa III ( Adipati Kertabumi V ) ( (1641– 1654 ).
    3. Rd. Wirasuta disebut Mas Galak atau Kanduruan Singaperbangsa IV (1654 – 1656 ), Bupati Galuh Kertabumi terakhir, kemudian pindah ke Karawang menjadi Bupati Karawang 1 dengan gelar Dalem Panatayuda I ( 1679 – 1721 ) putra 2
    4. Rd. Candramerta ( 1676 - 1681 ) putra 3
    5. Rd. Jayanagara ( 1681 – 1683 ) putra 4
    6. Rd. Puspanagara ( 1683 – 1685 ) putra 4
    7. Panembahan Wargamala ( 1685 – 1700 )
    8. Dalem Candranagara ( 1700 – 1714 ) putra 4
    9. Nyi Rd. Ayu Rajakusumah ( Bupati Istri ) ( 1714 – 1718 ) putra 8
    10. Dalem Kertayana/ Dalem Wiramantri I ( 1718 – 1736 ) suami Nyi Rd. Ayu Rajakusumah.( menantu 8 )
    11. Dalem Wiramantri II ( 1736 – 1762 ) putra 10
    12. Dalem Wiramantri III ( 1762 – 1787 ) putra 11
    13. Dalem Wiramantri IV ( 1787 – 1803 ) putra 12 ( Kabupaten Utama ).
    14. Rd. Demang Wirantaka ( 1803 – 1811 ) putra 13 Bupati terakhir

Pada tahun 1811 Kabupaten Utama – Ciamis – Banagara disatukan menjadi satu Kabupaten Ciamis, sampai dengan sekarang.

Keterangan : * ).Karena pada tahun 1679 M daerah Karawang dijadikan Kabupaten, maka beliau yang menjadi Bupati Karawang pertama (1679 – 1721 M ) dengan gelar Dalem Panatayuda I. Beliaulah yang menurunkan para Bupati Karawang sebagai berikut :

1.    Dalem Panatayuda II ( 1721 – 1732 ).
2.    Dalem Panatayuda III ( 1732 – 1752 ).
3.    Rd. Apun Balon /Dalem Panatayuda IV ( 1752 – 1783 ).
4.    Rd. Singasari /Dalem Panatayuda V   ( menantu 3 ) ( 1783 – 1809 ).

Dalem Panatayuda V pada tahun 1809 dipindahan menjadi Bupati Brebes dengan gelar Dalem Singasari Panatayuda I, putranya Rd. Sastrapraja ( Demang Karawang ) menjalankan pemerintahan Kab. Karawang sampai kekosongan Bupati diisi oleh Dalem Surialaga II ( 1811 – 1813 M ) putra Dalem Surialaga I ( Bupati Sumedang ).

Sejak tahun 1813 – 1821 M pemerintah tidak mengangkat Bupati di Karawang, dan daerah Karawang dipegang oleh RA Sastradipura. Baru ada tahun 1821 M Kabupaten Karawang didirikan kembali sampai dengan sekarang.
194/5 <8+3> 1.1.5. Kyai Aria Rangga Pati [Sumedang Larang]
Одсељавање: di Haurkuning
225/5 <8+3> 1.1.8. Nyi Mas Ngabehi Martayuda [Sumedang Larang]
Одсељавање: di Ciawi
236/5 <8+3> 1.1.9. Nyi Mas Rangga Wiratama [Sumedang Larang]
Одсељавање: di Cibeureum
267/5 <8+3> 1.1.12. Endén Saribanon [Sumedang Larang] 288/5 <8+3> 1.1.14. Kiyai Demang Cipaku [Sumedang Larang]
Одсељавање: di Dayeuh Luhur
                         Sumber : Keraton Sumedang Larang
Sumber : Keraton Sumedang Larang
159/5 <8+3> 1.1.1. Pangeran Rangga Gede / Kusumadinata IV [Sumedang Larang]
Рођење: 1580изр, Perhitungan Tahun Lahir : 1625-45 = 1580
Свадба: <8> 6. NM. Kokom Ruhada (Nyimas Roro / Buyut Lidah) [Pajajaran]
Свадба: <95!> 1.5.1.1. NM. Romlah [Sumedang Larang]
Титуле : од 1625, memerintah di Canukur, Sukatali - Situraja lalu dipindahkan ke Parumasan, Conggeang, Naik Tahta pada usia 45 tahun, karena didahului oleh Raden Aria Suradiwangsa. Adipati Sumedang II
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


Садржај

PANGERAN RANGGA GEDE

Pasca Prabu Geusan (Rd. Angka Wijaya), bentuk pemerintahan Kerajaan berubah menjadi Kabupatian karena pengaruh dari intervensi dan ekspansi Kesulltanan Mataram. Karena Prabu Geusan Ulun mempunyai dua putra mahkota yaitu Pangeran Rangga Gede dan Pangeran Soeriadiwangsa.

Pangeran Rangga Gede putra pertama dari Prabu Geusan Ulun (Rd. Angka Wijaya) dan Ratu Cukang Gedeng Waru, memerintah di Canukur, Sukatali - Situraja lalu dipindahkan ke Parumasan, Conggeang.

Ratu Harisbaya diperistri oleh Pangeran Geusan Ulun sebagai istri ke 2 dan memiliki 3 orang anak salah satunya bernama Soeriadiwangsa yang kelak bergelar Pangeran Kusumadinata III, sementara dari istri pertama yang bernama Nyai Mas Cukang Gedeng Waru memiliki 12 anak salah satunya bernama Rangga Gede dan diberi gelar Pangeran Kusumadinata IV, untuk tidak menimbulkan pertengkaran di kemudian hari maka pada tahun 1601 wilayah Sumedang Larang dibagi dua yang masing-masing dipimpin oleh ke dua putranya diatas.

Dalam masa tersebut Kesultanan Mataram - Jawa Tengah dibawah pimpinan Sultan Agung mengalami masa keemasan dan merupakan kesultanan yang sangat kuat, dilatarbelakangi kekhawatiran terhadap ekspansi kesultanan Banten ke arah Timur setelah menaklukkan Pakuan Pajajaran, mendorong Soeriadiwangsa berangkat ke Mataram meminta perlindungan.

Setibanya di Mataram beilau menyampaikan maksudnya kepada Sultan Agung, dan mendapat sambutan hangat serta mendapat gelar Rangga Gempol Kusumadinata dari Sultan Agung yang dalam urutan silsilah Sumedang disebut Rangga Gempol I, penghargaan lain dari Sultan Agung menjuluki wialayah kekuasaan Sumedang dengan nama Prayangan artinya daerah yang berasal dari pemberian dibarengi oleh hati yang ikhlas dan tulus, di kemudian hari dengan lafal setempat nama prayangan berubah menjadi Priangan, berbeda dengan kata Parahiangan (Para-Hyang-an) yang artinya identik tempat tinggal para dewa atau orang suci (Hyang).

Latar belakang lainnya yang mendorong Sumedang menempatkan diri dibawah pretensi / proteksi Mataram :

  1. Hanya Kesultanan Mataram dibawah kepemimpinan Sultan Agung yang dianggap dapat mengimbangi kekuatan Banten.
  2. Ratu Harisbaya merupakan kerabat Sultan Mataram, sehingga yang berangkat ke Mataram adalah putranya sendiri (Raden Suriadiwangsa / Rangga Gempol I).
  3. Seperti halnya Sumedang Larang, Kesultanan Mataram memiliki pendahulu yang sama yaitu Kerajaan Galuh, sehingga masih memiliki kekerabatan.
  4. Rasa sakit hati terhadap Banten yang telah menghancurkan Pakuan Pajajaran, dibarengi pula rasa takut menghadapi kemungkinan ekspansi Kesultanan Banten dalam rangka menguasai wilayah bekas Pakuan Pajajaran.
  5. Akibat peristiwa Harisbaya hubungan Sumedang Larang dengan Cirebon menjadi kurang harmonis, timbul pula kekhawatiran terhadap ekspansi Cirebon.
  6. Sementara itu sedang terjadi perang dingin antara Kesultanan Banten dengan Kesultanan Cirebon sementara Sumedang Larang terjepit diantara dua kekuasaan tadi sehingga mengambil jalan keluar dengan mengabdikan diri ke Mataram, yang memiliki kekuatan melebihi kedua Kesultanan tadi.

Catatan : Kesultanan Banten, Cirebon dan Mataram sangat kuat pada masa itu, karena mereka memiliki pantai-pelabuhan tempat berbagai kegiatan bukan hanya perdagangan tetapi juga masuknya persenjataan modern ukuran masa itu, Sumedang baru pertama kali memiliki meriam dan senjata api ± 30 tahun kemudian pada periode pemerintahan Pangeran Rangga Gempol IV (Pangeran Panembahan) itupun dalam jumlah sedikit yang diperoleh dari pemberian Belanda.

Soeriadiwangsa / Kusumadinata III / Rangga Gempol I diangkat sebagai Bupati Wadana Prayangan, jabatan yang setingkat dengan Gubernur masa kini yang membawahi wilayah seluruh Jawa Barat kecuali Cirebon dan Banten (sebelum Banten menjadi propinsi) termasuk membawahi wilayah yang dikuasai Rangga Gede, tidak berapa kemudian beliau mendapat perintah untuk menaklukkan Sampang Madura. Wilayah kekuasaannya dititipkan kepada Rangga Gede karena putra-putranya belum ada yang dewasa.

Beliau berhasil menaklukkan Sampang Madura namun tidak berapa lama sekembalinya ke Mataram malah beliau dijatuhi hukuman mati oleh Sultan Agung akibat fitnah dari Bupati Purbalingga.

Mendengar saudaranya telah dihukum mati. Rangga Gede mengambil-alih dan mempersatukan wilayah titipan dengan wilayah miliknya, berarti Sumedang Larang kembali keluas asalnya, salah satu putra Soeriadiwangsa / Rangga Gempol I yang bernama Kartajiwa menuntut kembali wilayah kekuasaan ayahnya namun tidak ditanggapi, akhirnya ia pergi dan meminta bantuan Sultan Banten.

Mulailah pemerintahan Pangeran Rangga Gede (Pangeran Kusumadinata IV) baik sebagai Bupati Sumedang maupun sebagai Bupati Wadana Prayangan (Priangan) dari tahun 1625 sampai tahun 1633, dibawah pengaruh Mataram dan terdapat berbagai perubahan baik struktur organisasi dan pengenalan nama jabatan antara lain Bupati, Wadana, Kabupaten (dari Ka-Bupati-an), termasuk nama Sumedang Larang menjadi Sumedang saja tanpa Larang, juga berbagai gelar kepangkatan, dalam silsilah dianggap sebagai Bupati Sumedang ke 4.

Beberapa waktu kemudian terjadilah intervensi Kesultanan Banten akibat pengaruh Rd. Kartajiwa (Soeriadiwangsa 2) putra Dipati Aria Soeriadiwangsa (Rangga Gempol 1) yang ingin memperoleh kembali haknya, beberapa wilayah Sumedang ditaklukan dan dikuasai Banten. Karena dianggap tidak mampu menghadapi serangan Banten akhirnya Rangga Gede dipecat oleh Sultan Agung dan dipenjarakan di Mataram.

Jabatan beliau sebagai Bupati Wadana Prayangan dicopot dan diserahkan kepada Dipati Ukur yang memindahkan pusat pemerintahan ke Daerah Ukur (Bandung sekarang) dengan misi pertama mengusir tentara Kesultanan Bamten dari wilayah Priangan. Setelah berhasil mengusir Banten misi kedua adalah menyerang Batavia namun misi kedua ini gagal dan Dipati Ukur tidak berani pulang ke Mataram. Oleh Sultan Agung tindakan Dipati Ukur dianggap desersi dan harus dihukum berat, namun tidak ada yang sanggup menangkap Dipati Ukur yang terkenal gagah berani serta memiliki sisa-sisa pasukan yang kuat.

Akhirnya Sultan Agung membebaskan Rangga Gede dari hukuman dan memberi tugas menangkap Dipati Ukur hidup atau mati, namun tugas tersebut tidak dapat terlaksana karena beliau keburu meninggal dunia sewaktu pusat pemerintahannya di Parumasan - Conggeang dan Pangeran Rangga Gede dimakamkan Jalan Panday Desa Regol Wetan Kecamatan Sumedang Sekatan.

Sedangkan Dipati Ukur sendiri akhirnya dapat ditangkap hidup-hidup oleh Bahureksa salah satu panglima perang Mataram akibat pengkhianatan beberapa pengikutnya, dibawa ke Mataram dan dihukum mati disana.

Tidak ada keterangan siapa dan berapa jumlah istri Rangga Gede hanya tercatat beliau memiliki 29 orang anak, oleh karenanya penulis membahasnya dibawah tulisan ini.

Pemerintahan Kabupaten Sumedang selanjutnya dipegang oleh salah seorang putra Rangga Gede yang bernama Raden Bagus Weruh yang kemudian bergelar Pangeran Rangga Gempol II sebagai Bupati Sumedang ke 5 dari tahun 1633 sampai tahun 1656, dan terjadi lagi pemindahan ibu-kota dari Canukur ke Kampung Sulambitan Kelurahan Regol Wetan Kecamatan Sumedang Selatan, berbeda dengan pendahulunya beliau bukan Bupati Wadana sebagai akibat peristiwa Dipati Ukur karena dalam masa awal pemerintahnya terjadi pemecahan wilayah di Prayangan / Priangan oleh Mataram menjadi empat Kabupaten yang sejajar kedudukannya yaitu Kabupaten Parakan Muncang, Bandung, Sukapura dan Sumedang sendiri, berarti wilayah Kabupaten Sumedang menjadi kecil hanya seperempat dari wilayah semasa Prabu Geusan Ulun, maksud pemecahan ini adalah penghargaan terhadap 3 orang bekas pengikut Dipati Ukur yang membelot dan ikut serta dalam operasi pengejaran serta penangkapan Dipati Ukur oleh Bahureksa dan masing-masing diangkat sebagai Bupati juga dalam rangka persiapan penyerangan ke Batavia untuk yang ketiga kalinya, namun tidak terwujud karena Sultan Agung keburu meninggal dunia.


SEKILAS SEJARAH PEMERINTAHAN PADA MASA RANGGA GEDE

Daerah Galuh yang sudah ditaklukan terlebih dahulu oleh Mataram pada tahun 1595. Selanjutnya Sultan Mataram membagi-bagi wilayah Priangan, yang dalam sumber-sumber Belanda disebut Westerlanden, menjadi kabupaten-kabupaten yang masing-masing dikepalai oleh seorang bupati.

Untuk mengawasi serta mengkoordinasikan para bupati ini, salah seorang bupati yang dianggap terkemuka atau cukup berpengaruh diangkat menjadi wedana bupati. Wedana bupati per-tama adalah Rangga Gempol I (1620 -1625 M), yang kedua adalah Dipati Ukur (1625 - 1629 M), dan yang terakhir adalah Pangeran Rangga Gempol II (1641 - 1656 M).

Setelah yang terakhir ini, jabatan wedana bupati dihapuskan dan selanjutnya para bupati bertanggung jawab langsung kepada Sultan Mataram.

Adapun berpindahnya jabatan Wedana Bupati dari Rangga Gempol I (Rd. Aria Soeriadiwangsa) kepada Dipati Ukur, bermula dari perintah Sultan Mataram kepada Rangga Gempol I untuk membantu menaklukkan daerah Sampang, Madura.

Jabatan sebagai penguasa Sumedang diserahkan kepada kakak tirinya, yaitu Rangga Gede. Oleh karena Rangga Gempol I meninggal, putranya, yaitu Aria Soeriadiwangsa II (Rd. Kartadjiwa), menuntut haknya atas tahta Sumedang. Rangga Gede menolak sehingga Aria Soeriadiwangsa II (Rd. Kartadjiwa) meminta bantuan Sultan Banten untuk merebut kekuasaan dengan janji, ia akan tunduk kepada Kesultanan Banten.

Permintaan ini dipenuhi oleh Sultan Banten karena dukungan Sumedang diperlukan dalam menghadapi persaingan dengan Mataram.

Rangga Gede ternyata tidak mampu menahan serangan Banten. Ia kemudian dipanggil ke Mataram dan ditahan di sana. Jabatan wedana bupati kemudian diserahkan kepada Dipati Ukur dari Tatar Ukur karena ia menyanggupi membantu merebut Batavia dari VOC. Ternyata usaha Dipati Ukur gagal. Ia ditangkap tentara Mataram dan dihukum di Mataram. Jabatan wedana bupati diserahkan kembali kepada Rangga Gede.

Untuk mengembalikan stabilitas politik yang terganggu akibat peristiwa Dipati Ukur, Sultan Mataram melakukan reorganisasi wilayah Priangan antara tahun 1641 dan 1645 M.

Wilayah kekuasaan Dipati Ukur yang meliputi Sumedanglarang dahulu, yaitu Pamanukan, Ciasem, Karawang, Sukapura, Limbangan, Bandung dan mungkin Cianjur dibagi menjadi 4 kabupaten yaitu : Sumedang, Sukapura, Parakanmuncang dan Bandung pada tahun 1641 M.

Daerah Galuh kemudian dipecah-pecah menjadi Bojonglopang, Imbanagara, Utama, Kawasen dan Banyumas. Selain itu, di Krawang dibangun koloni-koloni yang penduduknya didatangkan dari Jawa. Setelah Sultan Agung wafat pada tahun 1645, putranya yaitu Sunan Amangkurat I meneruskan reorganisasi wilayah barat. Daerah itu dibagi menjadi dua belas ajeg yaitu : Sumedang, Parakanmuncang, Bandung, Sukapura, Krawang, Imbanagara, Kawasen, Wirabaya (Galuh), Sekace, Banyumas, Ayah, dan Banjar.

Kekuasaan Mataram atas Priangan berakhir dengan adanya perjanjian 19-20 Oktober 1677 dan 5 Oktober 1705, antara Mataram dengan VOC. Dalam perjanjian pertama disebutkan bah-wa Mataram menyerahkan wilayah Priangan Timur kepada VOC, sedangkan dalam perjanjian kedua Mataram menyerahkan wila-yah Priangan Tengah dan Priangan Barat kepada VOC. Penyerahan wilayah Priangan kepada VOC dilakukan Mataram sebagai balas jasa kepada VOC yang telah membantu menyelesaikan perebutan kekuasaan di Mataram. Pengambilalihan wilayah Priangan tidak berlangsung cepat. Baru pada tanggal 15 Nopember 1684, Komandan Jacob Couper. dan Kapten Joachurn Michiels menangani daerah Priangan atas perintah Gubernur Jenderal Johannes Camphuijs. Bupati pertama yang mendapat surat pengangkatan dari VOC adalah Wangsatanoe yang ditetapkan menjadi Bupati Pamanukan pada tanggal 24 Desember 1701.

Pada tahun 1706 Pangeran Aria Cirebon diangkat sebagai pengawas (overseer) bupati-bupati Priangan, kecuali Krawang dan Cianjur yang sudah dianggap termasuk wilayah Batavia. Kedudukan Pangeran Aria Cirebon dikukuhkan berdasarkan Resolusi 9 Februari 1706. Sebelumnya, Pangeran Sumedang juga mengajukan permohonan untuk menjadi Wedana Bupati. Permohonan ini ditolak karena VOC berpendapat bahwa kedudukan para bupati Priangan semuanya sama dan semuanya mengabdi langsung kepada VOC.

Setelah Pangeran Aria Cirebon meninggal tahun 1723, ternyata tidak diangkat penggantinya. Putra Pangeran Aria Cirebon, Martawijaya, mencoba mengajukan permohonan untuk mengisi jabatan ayahnya, tetapi ditolak karena jabatan wedana bupati tidaklah untuk diwariskan.


ISTERI-ISTERINYA PANGERANG RANGGA GEDE

Dalam Buku Sarsilah tidak tercatat siapa saja istrinya Pangeran Rangga Gede. Adapun Istri-istrinya Pangeran Rangga Gede adalah :

1. Nyimas Romlah, putri dari Arasuda dari istrinya NM. Ngabehi Mertayuda, putra Ratu Cukang Gedeng Waru (NM. Sari Hatin) dan Prb. Geusan Ulun (Rd. Angka Wijaya). NM. Romlah adalah putra dari Santowan Cikeruh dari istrinya Nyimas Sari (Buyut Sedet - Kampung Legok Cijambe Paseh), dan NM. Sari adalah putri dari NM. Romlah Karomah dan Hosto Husma. NM. Romlah Karomah putra dari Rd. Meumeut dan NM. Mala Rokaya. Rd. Meumeut putra dari Prb. Siliwangi (Jaya Dewata) dari ke 4, yaitu Ratu Raja Mantri (Ratu Ratnasih) dari Sumedanglarang putra pertama Prabu Tirta Kusuma (Sunan Tuakan) dan Ratu Nurcahya.

2. Nyimas Asidah, adalah putra ke 4 dari Sutra Bandera (R. Sastra Pura Kusumah) dan NM. Hatimah. Sutra Bandera (Sastra Pura Kusumah adalah putra ke 4 dari Prb. Nusiya Mulya (Prb. Saryoni Nyata) / Panembahan Pulosari dari NM. Oo Imahu. NM. Hatimah adalah adik dari Terong Peot dan Nangganan, putra dari Kusnaedi Kusumah dari NM. Harsari. R. Sutra Bandera (Sastra Pura Kusumah) menikah dengan NM. Hatimah, berputra :

1. Rd. Sutrra Mulut / Eyang Haji Baginda.
2. Rd. Mara Suda
3. Rd. Rohimat
4. NM. Asidah.

Dari Istrinya NM Asidah, Pangeran Rangga Gede berputra salah satunya yaitu Rd. Bagus Weruh atawa digelari Rangga Gempol 2 (1633 - 1656 M).

3. Nyimas Roro atau Nyimas Kokom Ruhada (Buyut Lidah), putra dari Prb. Raga Mulya / Panembahan Pulosari dan NM Oo Imahu (NM Harom Muthida). Makam Nyimas Roro di Kampung Cijambe Legok Paseh Sumedang).

Keterangan dibawah ini : Prabu Nusiya Mulya /Panembahan Pulosari (1567 - 1579 M), menikah dengan Nyimas Oo Imahu (Harom Muthida), berputra :

  1. NM. Harim Hotimah, makam di Bogor.
  2. NM. Sari Atuhu (Buyut Eres), diperisteri oleh Santowan Awiluar (Pangeran Bungsu), putra bungsu dari Pangeran Santri dan Ratu Inten Dewata. Makam NM. Sari Atuhu (Buyut Eres) di Parugpug Paseh Legok.
  3. R. Sastra Pura Kusumah (Sutra Bandera), menikahi NM. Hatimah putranya R. Kusnaedi Kusumah dan NM. Harsari. NM. Hatimah adalah adiknya Terong Peot dan Nangganan. Makamnya Sutra Bandera di Sagara Manik Desa Cipancar Sumedang Selatan.
  4. R. Istihilah Kusumah / Pangeran Sunan Umbar / Sutra Umbar (Embah Ucing), memperistri NM Pamade salah putri Prabu Geusan dan Ratu Cukang Gedeng Waru. Makamnya Istihilah Kusumah (Sutra Umbar) di Makam Tajur Cipancar Sumedang Selatan.
  5. NM. Kokom Ruhada (Nyimas Roro / Buyut Lidah), diperistri menjadi salah salah satu Istri Pangeran Rangga Gede, makamnya di Kampung Cijambe Legok Paseh Sumedang.
  6. NM. Suniasih, diperisteri oleh Jaya Perkasa (Sayang Hawu) Makamnya NM. Suniasih di Tajur Cipancar Sumedang.


PUTRA-PUTRI PANGERAN RANGGA GEDE

1.1.1 Pangeran Rangga Gede (Koesoemahdinata IV), berputra :
1.1.1.1 Dalem Aria Bandayuda 
1.1.1.2 Dalem Djajoeda  
1.1.1.3 Dalem Wargaita  
1.1.1.4 Dalem Wangsa Subaya
1.1.1.5 Dalem Rangga Gempol II (Koesoemahdinata V)
1.1.1.6 Dalem Loerah 
1.1.1.7 Rd. Singamanggala 
1.1.1.8 Ki Wangsaparamadja  
1.1.1.9 Ki Wiratama 
1.1.1.10 Ki Wangsaparadja  
1.1.1.11 Ki Djasinga  
1.1.1.12 Ki Wangsasabadra  
1.1.1.13 Kiyahi Anggatanoe  
1.1.1.14 Ki Martabaja 
1.1.1.15 NM. Anggadasta 
1.1.1.16 NM. Nataparana 
1.1.1.17 NM. Arjapawenang 
1.1.1.18 NM. Martarana 
1.1.1.19 NM. Djagasatroe 
1.1.1.20 NM. Wargakarti  
1.1.1.21 NM. Bajoen 
1.1.1.22 NM. Wangsapatra  
1.1.1.23 NM. Warga Komara  
1.1.1.24 NM. Joedantaka 
1.1.1.25 NM. Toean Soekadana 
1.1.1.26 NM. Oetama  
1.1.1.27 NM. Kawangsa  
1.1.1.28 NM. Wirakarti 
1.1.1.29 NR. Nalawangsa
2410/5 <8+3> 1.1.10. Rd. Rangga Nitinagara [Sumedang Larang]
Рођење: 1587изр, Kalkulasi: (1578+(9x1) = 1587
Одсељавање: di Pagaden dan Pamanukan
1.1.10 Rd. Rangga Nitinagara .
1.1.10.1 Dlm. Panengan . 
1.1.10.2 Dlm. Djajapoespa . 
1.1.10.3 Kiai Parajasoeta . 
1.1.10.4 NM. Gempler .
                         Sumber : Keraton Sumedang Larang
Sumber : Keraton Sumedang Larang
2911/5 <8+4> 1.1.15. Pangeran Rangga Gempol I / Kusumadinata III / Pangeran Aria Soeriadiwangsa [Sumedang Larang]
Титуле : од 1610, Prabu Sumedang Larang II
Титуле : 1620, Adipati Sumedang I, merangkap Bupati Wadana Parahyangan (1610-1624)
Смрт: 1624, Mataram, Dimakamkan di Bembem Yogyakarta
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

RANGGA GEMPOL / PANGERAN SURIADIWANGSA

Pada tahun 1610 Prabu Geusan Ulun wafat dan digantikan oleh putranya Pangeran Aria Soeriadiwangsa I dari Ratu Harisbaya istri kedua Geusan Ulun. Setelah wafatnya Geusan Ulun negeri-negeri bawahan Sumedang Larang dahulu, seperti Karawang, Ciasem, Pamanukan dan Indramayu dan lain-lain melepaskan diri dari Sumedang Larang sehingga wilayah kekuasaan Pangeran Aria Soeriadiwangsa I menjadi lebih kecil meliputi Parakanmuncang, Bandung dan Sukapura (Tasikmalaya). Setelah menjadi Bupati Pangeran Aria Suriadiwangsa memakai gelar Dipati Kusumadinata III dengan Ibukota pemerintahan dipindahkan dari Dayeuh Luhur ke Tegal Kalong, sedangkan putra Geusan Ulun dari Nyai Mas Gedeng Waru, Pangeran Rangga Gede diangkat menjadi bupati Sumedang dan berkedudukan di Canukur, pada masa itu Sumedang di bagi menjadi dua pemerintahan, setelah wafatnya Pangeran Aria Soeriadiwangsa di Mataram, Sumedang disatukan kembali oleh Rangga Gede dengan Ibukota di Parumasan Kecamatan Conggeang Sumedang.

Pada masa Pangeran Aria Soeriadiwangsa, Mataram melakukan perluasan wilayah ke segala penjuru tanah air termasuk ke Sumedang. Pada waktu itu Sumedang Larang sudah tidak mempunyai kekuatan untuk melawan yang akhirnya Pangeran Aria Soeriadiwangsa I pergi ke Mataram untuk menyatakan penyerahan Sumedang Larang menjadi bagian wilayah Mataram pada tahun 1620. Wilayah bekas Sumedang Larang diganti nama menjadi Priangan yang berasal dari kata “Prayangan” yang berarti daerah yang berasal dari pemberian dan tugas yang timbul dari hati yang ikhlas dan Pangeran Aria Soeriadiwangsa I diangkat menjadi Bupati Wadana dan diberi gelar Rangga Gempol atau Pangeran Dipati Rangga Gempol Kusumadinata. Penyerahan Sumedang ke Mataram karena Pangeran Aria Soeriadiwangsa I mengganggap Sumedang sudah lemah dari segi kemiliteran, menghindari serangan dari Mataram karena waktu itu Mataram memperluas wilayah kekuasaannya dari segi kekuatan Mataram lebih kuat daripada Sumedang dan menghindari pula serangan dari Cirebon. Sultan Agung kemudian membagi-bagi wilayah Priangan menjadi beberapa Kabupaten yang masing-masing dikepalai seorang Bupati, untuk koordinasikan para bupati diangkat seorang Bupati Wadana. Pangeran Rangga Gempol adalah Bupati Sumedang yang pertama merangkap Bupati Wadana Prayangan (1620 – 1625). Pada tahun 1614 Sultan Agung mengemukakan pengakuan atas seluruh wilayah Jawa Barat kecuali Banten dan Cirebon kepada VOC . Pada tahun 1624 Rangga Gempol diminta Sultan Agung untuk membantu menaklukan Sampang Madura. Jabatan Bupati di Sumedang sementara dipegang oleh Rangga Gede . Penaklukan Sampang oleh Rangga Gempol tidak melalui peperangan tetapi melalui jalan kekeluargaan karena Bupati Sampang masih berkerabat dengan Rangga Gempol dari garis keturunan ibunya Harisbaya, sehingga Bupati Madura menyatakan taat kepada Pangeran Rangga Gempol. Atas keberhasilnya Rangga Gempol tidak diperkenankan kembali ke Sumedang oleh Sultan Agung, sampai sekarang ada kampung bernama Kasumedangan yang dahulunya merupakan tempat menetap para bekas prajurit Rangga Gempol dari Sumedang. Sejak Rangga Gempol menetap di Mataram, pemerintahan di Sumedang dipegang oleh Pangeran Rangga Gede (1625 – 1633). Pangeran Rangga Gempol wafat di Mataram dimakamkan di Lempuyanganwangi. Pangeran Dipati Rangga Gempol Kusumadinata meninggalkan 5 putera – putri, salah satunya anak pertama Raden Kartajiwa / Raden Soeriadiwangsa II menuntut haknya sebagai putra mahkota akan tetapi Rangga Gede menolaknya sehingga Raden Soeriadiwangsa II meminta bantuan kepada Sultan Banten untuk merebut kabupatian Sumedang dari Pangeran Rangga Gede, meskipun Banten memenuhi permintaan Raden Suriadiwangsa tetapi serangan langsung tentara Banten ke Sumedang pada masa Pangeran Panembahan (1656 – 1706). Pada tahun 1641 wilayah Sumedang Larang meliputi Pamanukan, Ciasem, Karawang, Sukapura, Limbangan, Bandung dan Cianjur dibagi menjadi empat Kabupaten yaitu Sumedang, Sukapura, Parakanmuncang dan Bandung dan pada tahun 1645 dibagi lagi menjadi 12 ajeg (setaraf Kabupaten) yaitu Sumedang, Parakanmuncang, Bandung, Sukapura, Karawang, Imbanagara, Wirabaya, Kawasen, Sekace, Banyumas, Ayah dan Banjar. Pada tahun 1656 jabatan Bupati Wadana dihapuskan dan setiap bupati langsung dibawah Mataram. Sejak wafatnya Rangga Gede digantikan oleh puteranya Raden Bagus Weruh /Rangga Gempol II (1633 – 1656) menjadi Bupati Sumedang sedangkan jabatan Bupati Wadana dipegang oleh Dipati Ukur / Raden Wangsanata Bupati Purbalingga dengan tempat pemerintahan di Bandung. Jabatan Bupati Wadana diberikan ke Dipati Ukur dari Rangga Gede karena Rangga Gede dianggap tidak mampu menjaga wilayah Mataram dari tentara Banten memasuki daerah yang dikuasai Mataram yaitu Pamanukan dan Ciasem (peristiwa Raden Suriadiwangsa II).
1712/5 <8+3> 1.1.3. Kiyai Kadu Rangga Gede [Sumedang Larang]
2013/5 <8+3> 1.1.6. Kyai Ngabehi Watang [Sumedang Larang]
2114/5 <8+5> 1.1.7. Nyi Mas Demang Cipaku [Sumedang Larang]
2515/5 <8+3> 1.1.11. Nyi Mas Rangga Pamade [Sumedang Larang]
2716/5 <8+3> 1.1.13. Pangeran Tumenggung Tegalkalong [Sumedang Larang]
3017/5 <9> 1.2.1. Santoan Anoet Nangga [Sumedang Larang]
3118/5 <9> 1.2.2. Santoan Anoet Paradja [Sumedang Larang]
3219/5 <9> 1.2.3. Santoan Ngabehi [Wretikandayun]
3320/5 <11> 1.4.1. Rd. Anggawangsa [Sumedang Larang]
3421/5 <13+?> 1.6.1. Rd. Iman Hotib [Wretikandayun]
3522/5 <13+?> 1.6.2. NM.Sulhalimah [Wretikandayun]
3623/5 <13+?> 1.6.3. Rd. Abdul Hosibah [Wretikandayun]
3724/5 <12+?> 1.5.1. Rd. Arasuda [Sumedang Larang]

6

391/6 <15> 1.1.1.1. Dlm. Aria Bandajoeda [Sumedang Larang]
Рођење: Baonya jadi Bupati Sumedang ke 12
502/6 <15> 1.1.1.12. Ki Wangsasabadra [Sumedang Larang]
Рођење: 1.1.1.12 Ki Wangsasabadra . 1.1.1.12.1 Mas Anggatjitra . 1.1.1.12.2 Mas Ma'sang Tjitra .
513/6 <15> 1.1.1.13. Kiyahi Anggatanoe [Sumedang Larang]
Рођење: 1.1.1.13 Kiyahi Anggatanoe . 1.1.1.13.1 Mas Masangtjitra
534/6 <15> 1.1.1.15. Nyi Mas Anggadasta [Sumedang Larang]
Рођење: 1.1.1.15 NM. Anggadasta . 1.1.1.15.1 Mas Ngb. Anggadasta . 1.1.1.15.2 Kiai Bagoes Rangin . 1.1.1.15.3 Mas Anggamerta . 1.1.1.15.4 Mas Anggadinata . 1.1.1.15.5 Mas Wangsadinata .
555/6 <15> 1.1.1.17. Nyi Mas Arjapawenang [Sumedang Larang]
Рођење: 1.1.1.17 NM. Arjapawenang . 1.1.1.17.1 Dlm. Tjengkok .
596/6 <15> 1.1.1.21. Nyi Mas Bajoen [Sumedang Larang]
Рођење: 1.1.1.21 NM. Bajoen . 1.1.1.21X Rd. Wangsawidjaja Hariang .. 1.1.1.21.1 Mas Taroenadiwangsa . 1.1.1.21.2 NM. Majar . 1.1.1.21.3 NM. Poena . 1.1.1.21.4 NM. Boengsoe .
677/6 <15> 1.1.1.29. Nyi Rd. Nalawangsa [Sumedang Larang]
Рођење: 1.1.1.29 NR. Nalawangsa . 1.1.1.29X Rd. Ngb. Natawangsa ., I, 1.1.1.29.1 Rd. Ngb. Natawangsa ., II 1.1.1.29.2 Mas Kartasara . 1.1.1.29.3 Mas Koean Bagoes . 1.1.1.29.4 NM. Abdoel Bakin .
918/6 <26+7> Dalem Natadiredja [Pajajaran]
Смрт: di Sentak Dulang.
939/6 <25+?> 1. Duhiman (Iwan Tohidi) [Pajajaran]
Смрт: di Cipancar Sumedang Selatan
9810/6 <18+6> 1.1.4.2. Rd. Kanduruan Singaperbangsa ( Adipati Kertabumi III ) [Galuh]
Рођење: beliau yang menurunkan para Bupati Galuh Kertabumi/ Ciancang
4311/6 <15+?> 1.1.1.5. Dlm. Rangga Gempol II / Kusumadinata V / Raden Bagus Weruh [Sumedang Larang]
Рођење: 1606изр, Kalkulasi:(Th Lhr Ayah)+(5+17+4)= 1580+26 = 1606
Титуле : Bupati Sumedang Ke 3 (1633 – 1656)
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


PANGERAN RANGGA GEMPOL II

Setelah wafatnya Rangga Gede digantikan oleh putranya Raden Bagus Weruh setelah menjadi bupati memakai nama Pangeran Rangga Gempol II / Kusumahdinata V (1633 – 1656), Pangeran Rangga Gempol II tidak diangkat menjadi Bupati Wadana tetapi hanya Dipati Sumedang saja.

Bupati Wadana, sejak Amangkurat I menjadi Sultan Mataram tidak ada lagi, dengan demikian Rangga Gempol II hanya menjadi Bupati Sumedang. Pada tahun 1655 pembagian kabupatian – kabupatian bukanlah pada wilayah kabupatian tetapi cacahnya. Demikian pula batas kekuasaan bukan batas teritorial tetapi batas sosial, tiap kabupaten mendapat + 300 umpi. Sumedang dengan cacah satu perempat dari cacah Sumedang pada masa Rangga Gede. Setelah Rangga Gempol II wafat digantikan oleh putra Pangeran Panembahan.
6912/6 <24> 1.1.10.1. Dalem Panengah [Sumedang Larang]
Рођење: 1607изр, Kalkulasi: 1587+17+3
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


1.1.10.1 Dlm. Panengah . 
1.1.10.1.1 NRA. Sepoeh . 
1.1.10.1.2 Dlm. Wangsatanoe I (Regent Pamanoekan Ke 1, 1692) 
1.1.10.1.3 Rd. Dipakoesoemah . 
1.1.10.1.4 Rd. Sastra . 
1.1.10.1.5 Rd. Anggaredja . 
1.1.10.1.6 NR. Mantri . 
1.1.10.1.7 Rd. Adinagara . 
1.1.10.1.8 NM. Nakilah . 
1.1.10.1.9 Kiai Djawirja . 
1.1.10.1.10 Kiai Poespawirija . 
1.1.10.1.11 Kiai Anggadidjaja . 
1.1.10.1.12 NM. Arsa . 
1.1.10.1.13 NM. Moelja . 
1.1.10.1.14 Kiai Dipanata .
 Makam Raden Mas Tirta Kusuma (Dalem Bayah) di Kec.Bayah Kabupaten Lebak Propinsi Banten
Makam Raden Mas Tirta Kusuma (Dalem Bayah) di Kec.Bayah Kabupaten Lebak Propinsi Banten
4913/6 <15+?> 1.1.1.11. Ki Djasinga / Rd. Mas Tirtakusumah (Dalem Bayah) [Sumedang Larang]
Рођење: 1611изр, Kalkulasi : (Tahun lahir ayah)+(Usia Nikah ayah)+(Anak ke 11 x 1 tahun) = 1580+20+11 = 1611
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

Keberadaan Ki Djasinga di Jasinga

"Ki Djasinga" atau "Dalem Bayah" adalah nama julukan yang diberikan keluarga kepada Raden Mas Tirta Kusumah putra ke sebelas dari Pangeran Rangga Gede / Kusumadinata IV karena menghilang dari Sumedang Larang, mengembara, beraktivitas dan menetap di daerah Djasinga (100 tahun kemudian Jasinga menjadi Kewedanaan Bogor/Buitenzorg). Ki Djasinga dikalkulasi lahir antara tahun 1611 sd 1616 (dihitung dari tahun kelahiran Pengeran Ranggagede tahun 1580 + nikah diusia 20 tahun + anak no 11). Di Djasinga, Ki Djasinga tidak sendirian, karena ada nama lain yang berasal dari Sumedang yaitu Kyai Singa Manggala saudara Kandung Kyai Tanudjiwa yang membuka wilayah Kampung Baru (Bogor) bekas Ibu Kota Kerajaan Pajajaran (Pakuan) pada tahun 1687. Menurut Pleyte dalam bukunya "Soendasche Schetsen", hal 120 :had Tanoedjiwa twee broers, Pralaya (sic) en Singamanggala. Dezen laatsten naam vind in do Tanggerangsche bovenlanden (Tanudjiwa memiliki dua saudara lelaki, Pralaya (sic) dan Singamanggala. Nama-nama tersebut berasal/ditemukan/berdomisili di daerah dataran tinggi Tanggerang). Yang dimaksud dataran tinggi Tangerang adalah wilayah sekitar Rumpin, Jasinga atau Lebak Banten.

Kyai Singa Manggala menurut kalkulasi lahir pada tahun 1612 dan bersama-sama dua saudaranya yaitu Kyai Perlaya dan Kyai Tanudjiwa ikut bergabung dalam rombongan tentara pasukan Dipati Ukur yang menyerang Batavia Ke 2 di tahun 1629. Pada tahun 1629 ini, baik Kyai Singa Manggala, maupun Ki Djasinga baru berusia 17-20 tahunan. (Lihat Koran De Locomotief, tanggal 22 Mei 1905)

"Ki Djasinga" di Jasinga menikah dengan Putri Maulana Yusuf, Sultan Banten ke 2 (1570-1582) yang bernama Ratu Ayu Kusumah / Ratu Wiyos, berputra Rd. Mas Urwa (Buyut Sampang) yang menikah dengan Putri ke 6 Kyai Singa Manggala yang bernama Nyai Enis Raksadikara Uak/Bude_nya MA. Salmun (Sastrawan Sunda yang menetap di Bogor), berputra 5 orang. Mengapa Ki Djasinga menikahkan putranya dengan putri Kyai Singa Manggala? Asumsi saya adalah :

  • Kedatangan Ki Djasinga di Jasinga dimungkinkan berbarengan dengan Kyai Singa Manggala yang tergabung dalam pasukan Dipati Ukur yang menyerang Batavia ke 2 tahun 1629;
  • Kedatangan/keberadaan Ki Djasinga, Kyai Singa Manggala dan Kyai Perlaya ke Jasinga, menempuh jarak yang cukup jauh (Sumedang-Jasinga, 208 km ditempuh 35 hari jalan kaki/7 hari berkuda) dan mengandung resiko besar selama di perjalanan, jadi alasan utama mereka ke Jasinga adalah Napak Tilas / Berziarah / Menelusuri Pusat Pemerintahan Pajajaran pada masa Kakek/Buyutnya Prabu Ragamulya di daerah PULOSARI (nama gunung dan nama tempat) yang dijadikan basis pertahanan Pajajaran dari ancaman Kesultanan Banten. Jadi sebagai pemuda dewasa yang masih keturunan Keluarga Raja Pajajaran terakhir, menyimpan rasa penasaran yang besar untuk mengetahui secara langsung (bukan dari cerita turun temurun) mengenai tempat atau minimal peninggalan leluhurnya yang pernah menjadi Raja di PULOSARI.


Ki Djasinga menjadi Abdi Sultan Ageng Tirtayasa

Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1683) di Banten, terjadi kerusuhan di daerah Bayah, Lebak, Dalem Jasinga atau Ki Jasinga atau Rd. Mas Tirtakusumah diminta oleh Sultan Ageng Tirtayasa untuk mengendalikan situasi di Lebak Banten, maka sampai akhir hayatnya Rm. Tirta Kusuma atau Ki Jasinga beserta sebagian keluarganya menetap di Wilayah Banten

Silsilah Keluarga

Generasi ke-3 Silsilah Pangeran Santri Sumedang Larang

1.1.1 Pangeran Rangga Gede KOESOEMADINATA, IV
1.1.1.1 Dlm. Aria Bandajoeda .
1.1.1.2 Dlm. Djajoeda .
1.1.1.3 Dlm. Wargaita .
1.1.1.4 Dlm. Wangsasoebaja .
1.1.1.5 Dlm. Rangga Gempol II KOESOEMADINATA, V
1.1.1.6 Dlm. Loerah .
1.1.1.7 Rd. Singamanggala .
1.1.1.8 Ki Wangsaparamadja .
1.1.1.9 Ki Wiratama .
1.1.1.10 Ki Wangsaparadja .
1.1.1.11 Ki Djasinga
1.1.1.12 Ki Wangsasabadra .
1.1.1.13 Kiyahi Anggatanoe .
1.1.1.14 Ki Martabaja .
1.1.1.15 NM. Anggadasta .
1.1.1.16 NM. Nataparana .
1.1.1.17 NM. Arjapawenang .
1.1.1.18 NM. Martarana .
1.1.1.19 NM. Djagasatroe .
1.1.1.20 NM. Wargakarti .
1.1.1.21 NM. Bajoen .
1.1.1.22 NM. Wangsapatra .
1.1.1.23 NM. Warga Komara .
1.1.1.24 NM. Joedantaka .
1.1.1.25 NM. Toean Soekadana .
1.1.1.26 NM. Oetama .
1.1.1.27 NM. Kawangsa .
1.1.1.28 NM. Wirakarti .
1.1.1.29 NR. Nalawangsa .

1.1.1.11 Ki Djasinga 1.1.1.11X Ratu Ayu Wiyos / Ratu Ayu Kusuma Putri Panembahan Maulana Yusuf, Banten

  1.1.1.11.1. Rd. Mas Urwa (Buyut Sampang)
  1.1.1.11.1X Nyai Enis Raksadikara Putri Kyai Singa Manggala kakak kandung Kyai Tanujiwa / Ki Mas Tanu (Hoofd Demang Bogor, 1689-1705)
  1.1.1.11.1.1.Rd. Mas Soleman
  1.1.1.11.1.2.Rd. Mas Samaun
  1.1.1.11.1.3.Nyai Sabariyah di Rangkasbitung
  1.1.1.11.1.4.Nyai Sariyah di Ciseeng
1.1.1.11.1.5.Nyai Asih di Karawang
3814/6 <14+?> 1. Sultan Ageng Tirtayasa / Syarif Abul Fath 'Abdul Fattah (Pangeran Ratu) [Kesultanan Banten]
Рођење: 1631, Banten
Свадба: <9> Ratu Adi Kalsum [Kalsum]
Титуле : од 10 март 1651, Banten, Sultan Banten ke VI
Смрт: 11 децембар 1692, Batavia
Сахрана: 12 децембар 1692, Sedakingkin-Banten
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

Садржај

Asal-Usul Sultan Ageng Tirtayasa

Pangeran Adipati Anom Pangeran Surya yang memiliki gelar Sultan Abu Al Fath Abdul Fattah atau lebih dikenal dengan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1684) adalah putra pertama dari 15 bersaudara dari ayah yang bernama Sultan Abul Ma'ali Ahmad Rachmatullah, silsilah ke atasnya sampai ke Rasulullah Nabi Muhammad SAW, adalah sebagai berikut :

0. Sayyidina Muhammad Saw (Rasulallah SAW)
1. Sayyidina Ali bin Abu Thalib >< Fatima Binti Muhammad SAW Az Zahra 
2. Husayn Ibn Ali 
3. Ali Zainal Abidin (Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Hussein bin Ali bin Abi Thalib) / Ali bin Husain
4. Muhammad Al Baqir
5. Ja'afar As-Sodiq
6. Ali Al-’Uraidhi (Al Husaini) / Ali bin Ja'far
7. Muhammad An-Naqib
8. Isa Ar-Rumi
9. Ahmad Al Muhajir ( أحمد المهاجر‎) (Ahmad bin Isa Ar-Rumi bin Muhammad An-Naqib )
10. Ubaidullah
11. Alwi Awwal (Sayidina Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa)
12. Muhammad Sohibus Saumi'ah
13. Alwi Ats-Tsani ( Imam Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah )
14. Ali Kholi' Qosam
15. Muhammad Shohib Mirbath bin Ali Kholi Qosam
16. Alawi Ammil Al Fagih (Sayidina Al-Faqih Al-Muqoddam Muhammad bin Ali bin Muhammad Shohib Mirbath)
17. Sayyid Abdul Malik al-Muhajjir al-Azmatkhan Ba'alawi al-Husaini
18. Al-Amir Abdullah al-Azmatkhan
19. Asy Syaikh Sayyid Ahmad Syah Jalaluddin al-Azmatkhan al-Husaini
20. Asy Syaikh Sayyid Husain Jamaluddin Akbar al-Azmatkhan al-Husaini
21. Sayyid Ali Nurul Alam / Ali Nuruddin (1) / Maulana Malik Israil al-Azmatkhan al-Husaini
22. Syarif Abdullah Mahmud Umdatuddin Sayyid Abdullah al-Azmatkhan al-Husaini 
23. Sunan Gunung Jati (Maulana Syarif Hidayatullah Al Azmatkhan Al Husaini)
24. Panembahan Maulana Hasanuddin (Sayyid Maulana Hasanuddin Al Azmatkhan Al Husaini)
25. Panembahan Maulana Yusuf (Sayyid Maulana Yusuf Al Azmatkhan Al Husaini)
26. Panembahan Maulana Muhammad Nashruddin (Sayyid Muhammad Nashruddin Al Azmatkhan Al Husaini)
27. Sultan Abu Al Mafakhir Mahmud 'Abdul Qadir (Sayyid Mahmud 'Abdul Qadir Al Azmatkhan Al Husaini) 
28. Sultan Abul Ma'ali Ahmad Rachmatullah (Sayyid Abul Ma'ali Ahmad Al Azmatkhan Al Husaini)
29. Sultan Ageng Tirtayasa (Sayyid Abul Fath 'Abdul Fattah Al Azmatkhan Al Husaini)

Keturunan Sultan Ageng Tirtayasa

 1. Sultan Haji
 2. Pangeran Arya ‘abdul ‘Alim
 3. Pangeran Arya Ingayudadipura
 4. Pangeran Arya Purbaya
 5. Pangeran Sugiri
 6. Tubagus Rajasuta
 7. Tubagus Rajaputra
 8. Tubagus Husaen
 9. Raden Mandaraka
 10.Raden Saleh
 11.Raden Rum
 12.Raden Mesir
 13.Raden Muhammad
 14.Raden Muhsin
 15.Tubagus Wetan
 16.Tubagus Muhammad ‘Athif
 17.Tubagus Abdul
 18.Ratu Raja Mirah
 19.Ratu Ayu
 20.Ratu Kidul
 21.Ratu Marta
 22.Ratu Adi
 23.Ratu Ummu
 24.Ratu Hadijah
 25.Ratu Habibah
 26.Ratu Fatimah
 27.Ratu Asyiqoh
 28.Ratu Nasibah
 29.Tubagus Kulon

Masa Raja / Sultan Banten ke-6

Pengadilan militer di Banten, 1596, anonim, 1646 [1]
Pengadilan militer di Banten, 1596, anonim, 1646 [1]

Sepeninggal Sultan Abdul Mufakhir Mahmud Abdul Kadir pada 10 Maret 1651, dan kedudukannya sebagai Sultan Banten digantikan oleh Pangeran Adipati Anom Pangeran Surya, putra Abu al-Ma’ali Ahmad, ketegangan dengan VOC terus berlanjut. Bahkan dapatlah dikatakan bahwa puncak konflik dengan VOC terjadi ketika Kesultanan Banten berada di bawah kekuasaan Pangeran Adipati Anom Pangeran Surya yang memiliki gelar Sultan Abu Al Fath Abdul Fattah atau lebih dikenal dengan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1684) yang diakui negara RI sebagai salah satu Pahlawan Nasional dari Banten.

Sultan Ageng Tirtayasa selain seorang ahli strategi perang, ia pun menaruh perhatian besar terhadap perkembangan pendidikan agama Islam di Banten. Untuk membina mental para prajurit Banten, didatangkan guru-guru agama dari Arab, Aceh, dan daerah lainnya. Salah seorang guru agama tersebut adalah seorang ulama besar dari Makassar yang bernama Syekh Yusuf Taju’l Khalwati, yang kemudian dijadikan mufti agung, sekaligus guru dan menantu Sultan Ageng Tirtayasa.

Usaha Sultan Ageng Tirtayasa baik dalam bidang politik diplomasi maupun di bidang pelayaran dan perdagangan dengan bangsa-bangsa lain semakin meningkat. Pelabuhan Banten makin ramai dikunjungi para pedagang asing dari Persi (Iran), India, Arab, Cina, Jepang, Pilipina, Malayu, Pegu, dan lainnya. Demikian pula dengan bangsa-bangsa dari Eropa yang bersahabat dengan Inggris, Perancis, Denmark, dan Turki. Sultan Ageng Tirtayasa telah membawa Banten ke puncak kemegahannya. Di samping berhasil memajukan pertanian dengan sistem irigasi ia pun berhasil menyusun kekuatan angkatan perangnya, memperluas hubungan diplomatik, dan meningkatkan volume perniagaan Banten sehingga Banten menempatkan diri secara aktif dalam dunia perdagangan internasional di Asia.

Banten menjalankan politik luar negeri yang bebas aktif. Sekitar tahun 1677 Banten mengadakan kerjasama dengan Trunojoyo yang sedang memberontak terhadap Mataram. Dalam pada itu, dengan Makasar, Bangka, Cirebon, dan Indrapura dijalin hubungan baik. Demikian pula hubungannya dengan Cirebon, sejak awal telah terjadi hubungan erat dengan Cirebon melalui pertalian keluarga (kedua keluarga keraton adalah keturunan Syarif Hidayatullah). Banten membantu Cirebon dalam membebaskan dua orang putera Panembahan Girilaya, yaitu Pangeran Martawijaya dan Pangeran Kartawijaya, yang ditahan di ibu kota Mataram dan pasukan Trunojoyo di Kediri tahun 1677, bahkan mengangkatnya menjadi Sultan di Cirebon, sejak 1676 kekuasaan Banten masuk ke dalam keraton Cirebon dan turut mencakupnya.

Selain membawa Banten ke puncak kejayaannya, sayangnya bersamaan dengan itu, Banten mengalami perpecahan dari dalam, putra mahkota Sultan Abu Nasr Abdul Kahar yang dikenal sebagai Sultan Haji diangkat jadi pembantu ayahnya mengurus urusan dalam negeri. Sedangkan urusan luar negeri dipegang oleh Sultan Ageng Tirtayasa dibantu oleh putera lainnya, Pangeran Arya Purbaya. Pemisahan urusan pemerintahan ini tercium oleh wakil Belanda di Banten, W. Caeff yang kemudian dengan siasat devide et impera, mendekati dan menghasut Sultan Haji. Karena termakan hasutan VOC, Sultan Haji menuduh pembagian tugas ini sebagai upaya menyingkirkan dirinya dari pewaris tahta kesultanan. Agar tahta kesultanan tidak jatuh ke tangan Pangeran Arya Purbaya, Sultan Haji kemudian didukung VOC untuk mempertahankan hak tahta kekuasaan atas Banten yang sebenarnya belum saatnya untuk dipegang namun merupakan siasat adu domba Belanda.

Perlawanan Sultan Ageng Tirtayasa

Kala menjadi Raja Banten, Sultan Ageng Tirtayasa telah melakukan beberapa strategi untuk memulihkan kembali Banten sebagai bandar perdagangan internasional. Dalam Modul Sejarah Indonesia (2020:14), Anik Sulistiyowati menjabarkan beberapa strategi tersebut:

  1. Mengundang para pedagang dari Inggris, Perancis, Denmark, dan Portugis berdagang di Banten;
  2. Meluaskan interaksi dagang dengan bangsa Cina, India, dan Persia;
  3. Mengirim beberapa kapal dengan maksud mengganggu pasukan VOC;
  4. Membuat saluran irigasi sepanjang Sungai Ujung Jawa sampai Pontang yang ditujukan sebagai persiapan suplai perang dan pengairan sawah.

Rupanya, segala yang dilakukan Sultan Ageng Tirtayasa tersebut terjadi karena VOC sering menghadang kapal asal Cina yang tengah melakukan perjalanan ke Banten. Dengan semangat mempertahankan kehidupan Banten, Pangeran Surya tidak segan melakukan gangguan balik kepada pihak VOC. Di tengah situasi konflik, pada 1671, Sultan Ageng Tirtayasa menitahkan Sultan Haji menjadi orang yang mengurus masalah dalam negeri Banten.

Terkait masalah dengan luar negeri, merupakan urusan Sultan Ageng sendiri. Akan tetapi, pengangkatan Sultan Haji ini membawa keuntungan kepada VOC. Berkat dukungan VOC, Sultan Haji justru merebut kekuasaan Banten dan menjadi raja di Istana Surosowan pada 1681. Sebagai imbal balik dukungannya VOC, Sultan Haji harus menandatangani perjanjian, yang berisi:

  1. Kesultanan Banten musti memberikan daerah Cirebon kepada VOC;
  2. Monopoli lada di Banten diambil alih VOC;
  3. Pasukan Banten yang ada di pantai Priangan harus ditarik mundur, dan
  4. VOC meminta 600.000 ringgit jika Banten nantinya mengingkari perjanjian yang telah disebutkan.
Kelakuan Sultan Haji ini membuat rakyat Banten tidak mengakuinya sebagai pemimpin. Bahkan, rakyat Banten kala itu lebih ingin melakukan perlawanan terhadap Sultan Haji yang disertai VOC. Sultan Ageng Tirtayasa beserta rakyat yang mengikuti jalurnya berniat mengambil kembali Kesultanan Banten. Pada 1682, Sultan Haji mulai terdesak oleh serangan pasukan Sultan Ageng dan istana Surosowan pun dikepung. Akan tetapi, VOC datang memberikan bantuan kepada Sultan Haji. Pasukan Sultan Ageng pun dipukul mundur kala itu dan pemimpinnya ini dijadikan sebagai buronan. Ia bersama para pengikutnya melarikan diri ke Rangkasbitung dan melakukan perlawanan selama kurang lebih setahun lamanya. Pada 1683, Sultan Ageng Tirtayasa tertangkap karena ditipu oleh VOC. Ia ditahan oleh Belanda di penjara daerah Batavia sampai 1692, tepat ketika dirinya menutup usia.
9715/6 <16> 1.1.2.1. Raden Aria Wangsakara / Rd. Aria Wiaraja II [Sumedang Larang]
Професија : од 1633, Keariaan Tangerang Periode 1, 1.RA.Suriadiwangsa II ( wawakil kabantenan ing parahiyang ) 2.RA.Wangsakara ( Aria lengkong ) 3.RA.Jayasantika ( papageur jaya )
Професија : од 1654, Keariaan Tangerang Periode 2
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

ASAL-OESOEL

Raden Aria Wangsakara, ternyata keturunan dari Kesultanan Banten. Silsilah Gubernur Wahudin Halim dari garis ibu yang menjadi keturunan Raden Aria Wangsakara, adalah pertemuan dua tokoh besar yaitu Sulthan Abul Mafakhir (Sultan Banten keempat ) dan Pangeran Arya Wangsakara (Penguasa Tangerang 1663 di bawah Kesulthanan Banten bergelar Arya Tangerang). Makom arya wangsakara di lengkong ulama kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang.

Dalam sosialisasi tersebut dipaparkan bahwa Pangeran Arya Wangsakara atau dikenal juga dengan nama Kiayi Wangsaraja atau dikenal Raden Lenyep adalah cucu dari Prabu Geusan Ulun, Raja Sumedang Larang dari putra Prabu Geusan Ulun yang bernama Pangeran Arya Wiraraja. Pangeran Arya Wangsakara sebelum menjadi penguasa Tangerang pada zaman Sultan Agung Tirtayasa, sebelumnya adalah tangan kanan Sultan Abul Mafakhir di Kesultanan Banten.

Pangeran Wangsakara dinikahkan dengan cucu sultan Abul Mafakhir yang bernama Ratu Zakiyah binti Ratu Salamah. Dari pernikahan ini mempunyai anak Ratu Ratnasih. Ratu Ratnasih atau Raden Wiratnasih atau Raden Ratna Sukaesih ini. Kemudian menurunkan sosok Gubernur Banten yaitu Wahidin Halim. “Jadi Wahidin Halim adalah dzuriyat dari Sulthan Abul Mafakhir Banten dan Pangeran Arya Wangsakara Tangerang. Pangeran Wangsakara meninggal di usia senja dalam pertempuran sengit antara pasukan Sultan Tirtayasa dan VOC di Ciledug Tangerang.

Selain dengan cucu Sultan Abul Mafakhir, Wangsakara juga mempunyai dua isteri lainnya yaitu Nyaimas Nurmala putri Adipati Karawang mempunyai anak Raden Yudanagara dan Raden Raksanagara. Isteri yang lain adalah putri dari Tubagus Idham yang bernama Ratu Maimunah mempunyai anak Raden Wiranegara atau disebut Syekh Ciliwulung kresek.

Raden Ratna Sukaesih mempunyai anak Raden Tapa Dilaga atau Kiayi Tapa. Kiayi Tapa bersama Tubagus Buang memimpin gerilya melawan kompeni Belanda. Pemberontakan Kyai Tapa berawal dari rakyat Banten yang dikhianati oleh Ratu Syarifah yang bersekutu dengan VOC. Ratu Syarifah adalah istri dari Sultan Muhammad Syifa Zainul Arifin (1733-1750).

SILSILAH RA. WIRARADJA II / RA. WANGSAKARA (Sumber : [Silsilah Pangeran Santri Sumedang|http://silsilah-ernimuthalib.blogspot.com/search/label/651%20Pangeran%20Santri%20%28G01-11%29]

SILSILAH PANGERAN SANTRI KOESOEMADINATA I (Gen.01-11)

Generasi ke-1

1. Pangeran Santri KOESOEMADINATA, I , (Ki Gedeng Sumedang)
1X Ratoe Poetjoek Oemoen, (Ratoe Inten Dewata, Satyasih)
1.1 Pangeran Geusan Oeloen KOESOEMADINATA, II (Angkawijaya)
1.2 Dmg. Rangga Dadji .
1.3 Dmg. Watang .
1.4 Santoan Wirakoesoemah .
1.5 Santoan Tjikeroeh .
1.6 Santoan Awi Loear .

Generasi ke-2

1.1 Pangeran Geusan Oeloen KOESOEMADINATA, II (Angkawijaya)
1.1X1 NM. Gedeng Waru
1.1.1 Pangeran Rangga Gede KOESOEMADINATA IV
1.1.2 Rd. Aria Wiraradja I / Rd. Aria ALI
1.1.3 Kiai Kadoe Rangga Gede .
1.1.4 Kiai Rangga Patra Kelana .
1.1.5 Kiai Aria Rangga Pati .
1.1.6 Kiai Ngb. Watang .
1.1.7 NM. Dmg. Tjipakoe .
1.1.8 NM. Ngb. Martajoeda .
1.1.9 NM. Rangga Wiratama .
1.1.10 Rd. Rg. Nitinagara or Dlm Rg Nitinagara .
1.1.11 NM. Rangga Pamade .
1.1.12 NM. Dipati Oekoer .
1.1.13 Pangeran Tmg. Tegal Kalong .
1.1.14 Kiai Dmg. Tjipakoe .
1.1X2 Ratoe Harisbaya .,
1.1.15 Pangeran Rangga Gempol I KOESOEMADINATA, III
1.1X3 NM. Pasaeran.

Generasi-3

1.1.2 Rd. Aria Wiraradja I / Rd. Aria ALI
1.1.2.1 Rd. Wiraradja II / Rd. Aria Wangsakara
1.1.2.2 NM. Noertedja .

Generasi-4

1.1.2.1 Rd. Wiraradja II / Rd. Aria Wangsakara
1.1.2.1X1 NM Noermala or Sara
1.1.2.1.1 Rd. Joedanegara
1.1.2.1.2 Rd. Raksanegara
1.1.2.1X2 Tatoe Maemoenah
1.1.2.1.3 Rd. Wiranegara (Cili Woeloeng/Syeikh Ciliwung Kresek)
1.1.2.1X3 Ratu Zakiyah
1.1.2.1.4 NR. Ratna Sukaesih
1.1.2.1.5 NR. Wira Sukaesih
1.1.2.1.6 NR. Sukaedah
1.1.2.1.7 NR. Kara Supadmi
1.1.2.2 NM. Noertedja
1.1.2.2.1 Rd. Wiraradja III

PERJUANGAN

Raden Aria Wangsakara adalah seorang ulama, pejuang, dan pendiri Tangerang. Dalam sejumlah literatur yang bercerita tentang Babad Tangerang dan Babad Banten, Wangsakara merupakan keturunan Raja Sumedang Larang, Sultan Syarif Abdulrohman. Bersama dua kerabatnya, yakni Aria Santika dan Aria Yuda Negara, Wangsakara lari ke Tangerang karena tidak setuju dengan saudara kandungnya yang malah berpihak kepada VOC.

Wangsakara yang kemudian memilih menetap di tepian Sungai Cisadane diberi kepercayaan oleh Sultan Maulana Yusuf, pemimpin Kesultanan Banten kala itu, untuk menjaga wilayah yang kini dikenal sebagai Tangerang, khususnya wilayah Lengkong, dari pendudukan VOC. Sehari-hari, Wangsakara yang juga pernah didapuk sebagai penasihat Kerajaan Mataram menyebarkan ajaran Islam. Namun, aktivitas Wangsakara menyebarkan ajaran Islam mulai tercium oleh VOC tahun 1652-1653.

Karena dianggap membahayakan kekuasaan, VOC mendirikan benteng di sebelah timur Sungai Cisadane, persis berseberangan dengan wilayah kekuasaan Wangsakara. VOC pun sampai memprovokasi dan menakuti warga Lengkong Kyai dengan mengarahkan tembakan meriam ke wilayah kekuasaan Wangsakara. Provokasi itulah yang kemudian memicu pertempuran antara penjajah dan rakyat Tangerang. Kegigihan rakyat di bawah kepemimpinan Raden Aria Wangsakara yang melakukan pertempuran selama tujuh bulan berturut-turut itupun membuahkan hasil. VOC gagal merebut wilayah Lengkong yang berhasil dipertahankan oleh Wangsakara dan para pengikutnya. Wangsakara sendiri gugur pada tahun 1720 di Ciledug dan dimakamkan di Lengkong Kyai, Kabupaten Tangerang.

Pada 2021, ia diangkat menjadi Pahlawan Nasional Indonesia bersama dengan Tombolotutu, Aji Muhammad Idris, dan Usmar Ismail oleh Presiden Indonesia Joko Widodo.[1]
4016/6 <15> 1.1.1.2. Dlm. Djajoeda [Sumedang Larang]
4117/6 <15> 1.1.1.3. Dlm. Wargaita [Sumedang Larang]
4218/6 <15> 1.1.1.4. Dlm. Wangsasoebaja [Sumedang Larang]
4419/6 <15> 1.1.1.6. Dlm. Loerah [Sumedang Larang]
4520/6 <15> 1.1.1.7. Rd. Singamanggala [Sumedang Larang]
1.1.1.7 Rd. Singamanggala .
1.1.1.7.1 Rd. Singamanggala ., II . 
1.1.1.7.2 Kiai Singadiwangsa . 
1.1.1.7.3 Kiai Kertamanggala . 
1.1.1.7.4 Kiai Paranamanggala . 
1.1.1.7.5 Kiai Wangsakerta . 
1.1.1.7.6 NM. Adjeng . 
1.1.1.7.7 NM. Ante . 
1.1.1.7.8 NM. Baros . 
1.1.1.7.9 Kiai Abdoel Moetolib .
4621/6 <15> 1.1.1.8. Ki Wangsaparamadja [Sumedang Larang]
4722/6 <15> 1.1.1.9. Ki Wiratama [Sumedang Larang]
4823/6 <15> 1.1.1.10. Ki Wangsaparadja [Sumedang Larang]
5224/6 <15> 1.1.1.14. Ki Martabaja [Sumedang Larang]
5425/6 <15> 1.1.1.16. Nyi Mas Nataparana [Sumedang Larang]
5626/6 <15> 1.1.1.18. Nyi Mas Martarana [Sumedang Larang]
5727/6 <15> 1.1.1.19. Nyi Mas Djagasatroe [Sumedang Larang]
5828/6 <15> 1.1.1.20. Nyi Mas Wargakarti [Sumedang Larang]
6029/6 <15> 1.1.1.22. Nyi Mas Wangsapatra [Sumedang Larang]
6130/6 <15> 1.1.1.23. Nyi Mas Warga Komara [Sumedang Larang]
6231/6 <15> 1.1.1.24. Nyi Mas Joedantaka [Sumedang Larang]
6332/6 <15> 1.1.1.25. Nyi Mas Toean Soekadana [Sumedang Larang]
6433/6 <15> 1.1.1.26. Nyi Mas Oetama [Sumedang Larang]
6534/6 <15> 1.1.1.27. Nyi Mas Kawangsa [Sumedang Larang]
6635/6 <15> 1.1.1.28. Nyi Mas Wirakarti [Sumedang Larang]
6836/6 <16> 1.1.2.2. Nyi Mas Noertedja [Sumedang Larang]
7037/6 <24> 1.1.10.2. Dalem Djajapoespa [Sumedang Larang]
7138/6 <24> 1.1.10.3. Kiai Parajasoeta [Sumedang Larang]
7239/6 <24> 1.1.10.4 Rd. Anggapoespa [Sumedang Larang]
7340/6 <27> 1.1.13.1. Nyi Rd. Radjakoesoemah [Sumedang Larang]
7441/6 <28> 1.1.14.1. Kiai Arjatiron [Sumedang Larang]
7542/6 <28> 1.1.14.2. Kiai Poelangjiwa [Sumedang Larang]
7643/6 <28> 1.1.14.3. Dalem Demang Tjipakoe [Sumedang Larang]
7744/6 <35+29!> 1.1.15.1. Raden Kartadjiwa / Raden Soeriadiwangsa II [Sumedang Larang]
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang Pangeran Rangga Gempol I wafat di Mataram dimakamkan di Lempuyanganwangi. Pangeran Dipati Rangga Gempol Kusumadinata meninggalkan 5 putera – putri, salah satunya anak pertama Raden Kartajiwa / Raden Soeriadiwangsa II menuntut haknya sebagai putra mahkota akan tetapi Rangga Gede menolaknya sehingga Raden Soeriadiwangsa II meminta bantuan kepada Sultan Banten untuk merebut kabupatian Sumedang dari Pangeran Rangga Gede, meskipun Banten memenuhi permintaan Raden Suriadiwangsa tetapi serangan langsung tentara Banten ke Sumedang pada masa Pangeran Panembahan (1656 – 1706). Pada tahun 1641 wilayah Sumedang Larang meliputi Pamanukan, Ciasem, Karawang, Sukapura, Limbangan, Bandung dan Cianjur dibagi menjadi empat Kabupaten yaitu Sumedang, Sukapura, Parakanmuncang dan Bandung dan pada tahun 1645 dibagi lagi menjadi 12 ajeg (setaraf Kabupaten) yaitu Sumedang, Parakanmuncang, Bandung, Sukapura, Karawang, Imbanagara, Wirabaya, Kawasen, Sekace, Banyumas, Ayah dan Banjar. Pada tahun 1656 jabatan Bupati Wadana dihapuskan dan setiap bupati langsung dibawah Mataram. Sejak wafatnya Rangga Gede digantikan oleh puteranya Raden Bagus Weruh /Rangga Gempol II (1633 – 1656) menjadi Bupati Sumedang sedangkan jabatan Bupati Wadana dipegang oleh Dipati Ukur / Raden Wangsanata Bupati Purbalingga dengan tempat pemerintahan di Bandung. Jabatan Bupati Wadana diberikan ke Dipati Ukur dari Rangga Gede karena Rangga Gede dianggap tidak mampu menjaga wilayah Mataram dari tentara Banten memasuki daerah yang dikuasai Mataram yaitu Pamanukan dan Ciasem (peristiwa Raden Suriadiwangsa II).
7845/6 <29+35!> 1.1.15.2. Rd. Mangoenrana [Sumedang Larang]
7946/6 <29+35!> 1.1.15.3. Rd. Tampangkil [Sumedang Larang]
8047/6 <35+29!> 1.1.15.4. Nyi Rd. Soemalintang / NR Ajoemajar / RA Soedarsah [Sumedang Larang]
8148/6 <35+29!> 1.1.15.5. Nyi Rd. Noestawijah / Moestawijah [Sumedang Larang] 8249/6 <30> 1.2.1.1. Nyi Mas Satjagati [Sumedang Larang]
8350/6 <31> 1.2.2.1. Nyi Mas Satjagati [Sumedang Larang]
8451/6 <33> 1.4.1.1. Kiai Angga Poespa [Sumedang Larang]
8552/6 <33> 1.4.1.2. Kiai Paraja Dipa [Sumedang Larang]
8653/6 <33> 1.4.1.3. Nyi Mas Kita [Sumedang Larang]
8754/6 <33> 1.4.1.4. Kiai Waramanggala [Sumedang Larang]
8855/6 <33> 1.4.1.5. Nyi Mas Ayu Keteb [Sumedang Larang]
8956/6 <33> 1.4.1.6. Kiai Naja Poespa [Sumedang Larang]
9057/6 <18+6> 1.1.4.1. Maraja Cipta ( Adipati Kertabumi II ) [Galuh]
9258/6 <24> 1.1.10.5 NM. Gempler or NR Gemblek [Sumedang Larang]
1.1.10 Rd. Rg. Nitinagara or Dlm Rg Nitinagara .
1.1.10.1 Dlm. Panengan or Dlm Rg Panengah .
1.1.10.2 Dlm. Djajapoespa . 
1.1.10.3 Kiai Parajasoeta or Dlm Najapoespa .
1.1.10.4 Rd. Anggapoespa .
1.1.10.5 NM. Gempler or NR Gemblek .
9459/6 <28> 1.1.14.4. NM. Hukmah (nm. Husmaeni) [Sumedang Larang]
9560/6 <22+37!> 1.5.1.1. NM. Romlah [Sumedang Larang] 9661/6 <35+29!> 1.1.15.6. NM. Mariah [Sumedang Larang]

7

1401/7 <68> 1.1.2.2.1. Rd. Wiraradja III [Sumedang Larang]
Рођење: 1.1.2.2.1 Rd. Wiraradja ., III . 1.1.2.2.1.1 NR. Tedjamantri . 1.1.2.2.1.2 Rd. Sanabah . 1.1.2.2.1.3 Rd. Kertaredja .
Lambang Kabupaten Subang
Lambang Kabupaten Subang
1412/7 <69+?> 1.1.10.1.2. Dlm. Wangsatanoe I [Sumedang Larang]
Професија : од, Regent Pamanoekan Ke 1
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


d.1.2.2 NM Nurteja Ia mempunyai anak satu, dalam silsilah Sumedang anaknya, yaitu R. Wiraraja III, mengambil nama yang sama dengan kakeknya, Wiraraja I.

d.1.3. Kiai Kadu Rangga Gede .

d.1.4. Kiai Rangga Patra Kelana .


d.1.5. Kiai Aria Rangga Pati . Kyai Aria Ranggapati, melahirkan keturunan ke Haur Kuning.

d.1.6. Kiai Ngb. Watang .

d.1.7. NM. Dmg. Cipaku

d.1.8. NM. Ngb. Martajoeda .

Nyi Mas Ngabehi Martayuda, melahirkan keturunan ke Ciawi Tasikmalaya.

d.1.9. NM. Rangga Wiratama .

d.1.10. Rd. Rg. Nitinagara Raden Rangga Nitinagara atau Dalem Rangga Nitinagara, melahirkan keturunan ke Pagaden Pamanukan Subang. Karena itu Raden Rangga Nitinagara selalu dikaitkan dengan nama Pagaden Ia mempunyai 5 orang anak, yaitu: Dalem Panengah atau Dalem Rangga Panengah . Dalem Jayapuspa Kiai Parayasuta atau Dalem Nayapuspa. R. Anggapuspa . NM. Gempler atau NR Gemblek d.1.10.1. Dalem Panengah Dalem Panengah atau Dalem Rangga Panengah menikah dengan NR Embah Nyai atau NR Timbanganten, dan mempunyai 14 anak: NRA. Sepoeh .

Dlm. Wangsatanoe ., I . 
Rd. Dipakoesoemah . 
Rd. Sastra . 
Rd. Anggaredja . 

NR. Mantri .

Rd. Adinagara . 
NM. Nakilah . 

Kiai Djawirja . Kiai Poespawirija . Kiai Anggadidjaja . NM. Arsa .

NM. Moelja . 
Kiai Dipanata
1023/7 <43> 1.1.1.5.2. Pangeran Panembahan/Rangga Gempol III [Sumedang Larang]
Рођење: 1625изр, Kalkulasi : (1604+3+17+1)
Титуле : Bupati ke 4 (1656 – 1706)
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


PANGERAN PANEMBAHAN / RANGGA GEMPOL III


Pangeran Rangga Gempol III (1656 – 1706) adalah bupati yang cerdas, lincah, loyal, berani dan perkasa. Pada masa pemerintahannya penuh dengan perjuangan dan patriotisme beringinan mengembalikan kejayaan masa Sumedang Larang. Pangeran Rangga Gempol III / Kusumahdinata VI dikenal juga sebagai Pangeran Panembahan, gelar Panembahan diberikan oleh Susuhunan Amangkurat I Mataram karena atas bakti dan kesetiaannya kepada Mataram. Kekuatan dan kekuasaan Pangeran Panembahan adalah paling besar di seluruh daerah yang dikuasai oleh Mataram di Jawa Barat berdasarkan pretensi Mataram tahun 1614. Pada masa Pangeran Panembahan pula di Sumedang dibuka areal persawahan sehingga waktu itu kebutuhan pangan rakyat tercukupi .

Pada tahun 1614 Mataram mengemukakan pretensi (pengakuan) bawah seluruh Jawa Barat kecuali Banten dan Cirebon dibawah kekuasaan Sultan Agung. Berdasarkan pretensi inilah Mataram menganggap Batavia sebagai perebutan wilayah Mataram. Pangeran Panembahan adalah bupati pertama yang berani menentang dan mampu memperalat kompeni VOC. Pangeran Panembahan berani menentang dan melepaskan diri dari Mataram dan berani dan mampu menghadapi Banten.

Setelah wafatnya Sultan Agung Mataram (1645) digantikan oleh puteranya Susuhunan Amangkurat I (1645 – 1677). Pada tahun 1652 Mataram mengadakan kontrak dengan VOC secara lisan, VOC diberi hak pakai secara penuh oleh Mataram atas daerah sebelah barat Sungai Citarum dengan demikian Sumedang tidak termasuk daerah yang diserahkan kepada kompeni oleh Mataram yang waktu itu Sumedang dibawah pemerintahan Raden Bagus Weruh / Rangga Gempol II, atas perjanjian tersebut VOC tidak puas maka pada tahun 1677 VOC kembali mengadakan perjanjian secara tertulis, perjanjian tersebut disaksikan oleh Pangeran Panembahan. Salah satu butir dalam perjanjian tersebut bahwa batas sebelah barat antara Cisadane dan Cipunagara harus diserahkan mutlak oleh Mataram kepada VOC dan menjadi milik penuh VOC, kemudian dari hulu Cipunagara ditarik garis tegak lurus sampai pantai selatan dan laut Hindia. Permintaan VOC tersebut oleh Susuhunan Amangkurat I ditolak dan Susuhunan Amangkurat I mengatakan bahwa daerah antara Citarum dan Cipunagara bahwa daerah tersebut merupakan kekuasaan kebupatian Sumedang yang dipimpin oleh Pangeran Panembahan bukan daerah kekuasaan Mataram. Daerah antara Citarum dan Cipunagara merupakan bekas daerah kekuasaan Sumedang Larang ketika dipimpin oleh Prabu Geusan Ulun. Penolakan tersebut diterima dengan baik oleh VOC, sedangkan butir perjanjian lain disetujui oleh Mataram. Dengan demikian VOC menyetujui perjanjian tersebut dengan catatan daerah yang diserahkan pada tahun 1652 menjadi milik VOC .

Makam Pangeran Rangga Gempol III / Pangeran Panembahan di Gunung Puyuh Kecamatan Sumedang Selatan.

Cita – cita Pangeran Panembahan untuk menguasai kembali bekas wilayah kerajaan Sumedang Larang bukan perkara yang mudah karena beberapa daerah sudah merupakan wilayah dari Banten, Cirebon, Mataram dan VOC. Sebagai sasaran penaklukan kembali adalah pantai utara Jawa seperti Karawang, Ciasem, Pamanukan dan Indramayu yang merupakan kekuasaan dari Mataram. Pangeran Panembahan meminta bantuan kepada Banten karena waktu itu Banten sedang konflik dengan Mataram tetapi setelah dipertimbangkan langkah tersebut kurang bijaksana karena masalah Raden Suriadiwangsa II, sedangkan permohonan bantuan Pangeran Panembahan tersebut diterima dengan baik oleh Banten dan mengajak Sumedang untuk berpihak kepada Banten dalam menghadapi VOC dan Mataram. Ajakan dari Banten tersebut ditolak oleh Pangeran Panembahan dan menyadari sepenuhnya Sultan Agung akan menyerang Sumedang, yang akhirnya Banten menyerang Sumedang. Oleh karena itu Pangeran Panembahan mengirim surat kepada VOC pada tanggal 25 Oktober 1677 yang isinya memohon kepada VOC menutup muara sungai Cipamanukan dan pantai utara untuk mencegat pasukan Banten sedangkan penjagaan di darat ditangani oleh Sumedang. Sebagai imbalan VOC diberi daerah antara Batavia dan Indramayu, sebenarnya daerah tersebut sudah diberikan oleh Mataram kepada VOC berdasarkan kontrak tahun 1677 kenyataannya Sumedang tidak memberikan apa-apa kepada VOC . Sebenarnya dalam perjanjian kontrak antara Mataram dengan VOC pada 25 Februari 1677 dan 20 Oktober 1677 yang diuntungkan adalah Sumedang karena secara tidak langsung VOC akan menempatkan pasukan untuk menjaga wilayahnya dan akan menghambat pasukan Banten untuk menyerang Sumedang sehingga Pangeran Panembahan dapat memperkuat kedudukan dan pertahanannya di Sumedang. Meskipun demikian VOC bersedia membantu Sumedang dan Kecerdikan Pangeran Panembahan tidak disadari oleh VOC dan VOC menganggap Sumedang sebagai kerajaan yang berdaulat dan merdeka. Pangeran Panembahan juga mengadakan hubungan dengan Kepala Batulajang (sebelah selatan Cianjur) Rangga Gajah Palembang merupakan cucu Dipati Ukur.

Serangan pertama Sumedang di pantai utara adalah daerah Ciasem, Pamanukan dan Ciparagi dengan mudah dikuasai oleh Pangeran Panembahan. Di Ciparigi Sumedang menempatkan pasukannya sebagai persiapan menyerang Karawang. Setelah daerah-daerah tersebut dikuasai oleh Pangeran Panembahan, pasukan Sumedang bersiap untuk menaklukan Indramayu tetapi Indramayu tidak diserang karena keburu mengakui Pangeran Panembahan sebagai pimpinannya. Dengan demikian daerah pantai utara Jawa antara Batavia dan Indramayu merupakan kekuasaan mutlak Sumedang. Ketika Pangeran Panembahan sibuk menaklukan pantai utara, Sultan Banten bersiap untuk menyerang Sumedang .

Pada tahun 10 Maret 1678 pasukan Banten bergerak untuk menyerang Sumedang melalui Muaraberes /Bogor, Tangerang ke Patimun Tanjungpura dan berhasil melalui penjagaan VOC, awal Oktober pasukan Banten telah datang di Sumedang tetapi pasukan Banten tidak bisa masuk ke Ibukota karena Pangeran Panembahan bertahan dengan gigih. Pada serangan pertama ini Banten mengalami kegagalan karena tepat waktu Ibukota Sumedang diserang, di Banten terjadi perselisihan antara Sultan Agung Tirtayasa dan Sultan Haji Surasowan,. Selama sebulan lamanya tentara Banten yang dipimpin oleh Raden Senapati bertempur dan Raden Senapati tewas dalam pertempuran tersebut sehingga pasukan Banten ditarik mundur karena Sultan Agung memerlukan pasukan untuk menghadapi puteranya Sultan Haji. Pangeran Panembahan akhirnya menguasai seluruh daerah pantai utara dan Pangeran Panembahan berkata kepada VOC akan taat dan patuh asalkan terus membantunya terutama pengiriman senjata dan mesiu tetapi Pangeran Panembahan tidak taat bahkan menentang kompeni VOC dan tidak pernah datang ke Batavia dan tidak pernah pula memberi penghormatan atau upeti kepada VOC, yang akhirnya VOC menarik pasukannya dari pantai utara.. Setelah menguasai pantai utara Pangeran Panembahan menguasai daerah kebupatian yang dibentuk oleh Mataram pada tahun 1641 seperti Bandung, Parakan muncang, dan Sukapura . Dengan demikian Pangeran Panembahan menguasai kembali seluruh daerah bekas Sumedang Larang kecuali antara Cisadane dan Cipunagara yang telah diserahkan oleh Mataram kepada VOC tahun 1677. Sehingga Sumedang mencapai puncak kejayaannya kembali setelah pada masa Prabu Geusan Ulun. Penarikan pasukan VOC dari pantai utara membuka peluang bagi Banten dengan mudah untuk masuk wilayah Sumedang. Dalam melakukan penaklukan daerah-daerah di pantai utara dan menghadapi Banten, Pangeran Panembahan dilakukan sendiri berserta pasukan Sumedang tanpa ada bantuan dari VOC sama sekali, bantuan VOC hanya menjaga batas luar wilayah Sumedang dan selama menjaga VOC tidak pernah terlibat perang secara langsung di wilayah kekuasaan Pangeran Panembahan, bantuan lain dari VOC berupa pengiriman beberapa pucuk senjata dan meriam setelah Sumedang pertama kalinya diserang oleh Banten.

Pada awal oktober 1678 pasukan Banten kedua kalinya kembali menyerang Sumedang, serangan pertama pasukan Banten merebut kembali daerah-daerah yang dikuasai oleh Sumedang di pantai utara, Ciparigi, Ciasem dan Pamanukan akhirnya jatuh ke tangan pasukan Banten sedangkan pasukan kompeni yang dahulu menjaga daerah tersebut telah ditarik . Akhirnya pasukan Bali dan Bugis bergabung dengan pasukan Banten bersiap untuk menyerang Sumedang. Pada awal bulan puasa pasukan gabungan tersebut telah mengepung Sumedang, pada tanggal 18 Oktober 1678 hari Jumat pasukan Banten di bawah pimpinan Cilikwidara dan Cakrayuda menyerang Sumedang tepat Hari Raya Idul Fitri dimana ketika Pangeran Panembahan beserta rakyat Sumedang sedang melakukan Sholat Ied di Mesjid Tegalkalong, serangan pasukan Banten ini tidak diduga oleh Pangeran Panembahan karena bertepatan dengan Hari Raya dimana ketika Pangeran Panembahan dan rakyat Sumedang sedang beribadah kepada Allah. Akibat serangan ini banyak anggota kerabat Pangeran Panembahan yang tewas termasuk juga rakyat Sumedang. Pangeran Panembahan sendiri berhasil meloloskan diri ke Indramayu dan tiba pada bulan Oktober 1678. Serangan pasukan Banten ini dianggap pengecut oleh rakyat Sumedang karena pada serangan pertama Banten, Sumedang sanggup memukul mundur dan mengalahkan Banten. Oleh Sultan Banten, Cilikwidara diangkat menjadi wali pemerintahan dengan gelar Sacadiparana sedangkan yang menjadi patihnya adalah Tumenggung Wiraangun-angun dengan gelar Aria Sacadiraja. Selama di Indramayu Pangeran Panembahan menggalang kekuatan kembali dengan bantuan dari Galunggung, pasukan Pangeran Panembahan dapat merebut kembali Sumedang setelah enam bulan berada di Sumedang, pada bulan Mei 1679 Cilikwidara menyerang kembali dengan pasukan lebih besar, yang akhirnya Sumedang jatuh kembali ke tangan Cilikwidara, Pangeran Panembahan terpaksa mundur kembali ke Indramayu. Pendudukan Sumedang oleh Cilikwidara tak berlangsung lama pada bulan Agustus 1680 pasukan Cilikwidara ditarik kembali ke Banten karena terjadi konflik antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan Sultan Haji yang didukung oleh VOC, dalam konflik tersebut dimenangkan Sultan Haji. Sejak itu kejayaan Sultan Banten berakhir. Sultan Haji berkata kepada VOC bahwa Banten tidak akan mengganggu lagi Cirebon dan Sumedang, yang pada akhirnya berakhirlah kekuasaan Banten di Sumedang. Pada tanggal 27 Januari 1681 Pangeran Panembahan kembali ke Sumedang dan bulan Mei 1681 memindahkan pemerintahan dari Tegalkalong ke Regolwetan (Sumedang sekarang) dan membangun gedung kebupatian yang baru Srimanganti sekarang dipakai sebagai Museum Prabu Geusan Ulun Yayasan Pangeran Sumedang, pembangunan Ibukota Sumedang yang baru tidak dapat disaksikan oleh Pangeran Panembahan, pada tahun 1706 Pangeran Panembahan wafat dan dimakamkan di Gunung Puyuh di samping makam ayahnya Pangeran Rangga Gempol II. Pada tahun 1705 seluruh wilayah Jawa Barat dibawah kekuasaan kompeni VOC Setelah wafatnya Pangeran Panembahan digantikan oleh putranya Raden Tanumaja dengan gelar Adipati, bupati pertama kali yang diangkat oleh VOC. Pangeran Rangga Gempol III Panembahan merupakan bupati paling lama masa pemerintahannya hampir 50 tahun dari tahun 1656 sampai tahun 1705 dibandingkan dengan bupati – bupati Sumedang lainnya.

Setelah peristiwa penyerbuan pasukan Banten ke Sumedang, Pangeran Panembahan membentuk sistem keamanan lingkungan yang disebut Pamuk terdiri dari 40 orang pilihan, setiap pamuk mendapatkan sawah dari Pangeran Panembahan, sawah tersebut boleh digarap dan diterima hasilnya oleh pamuk yang bersangkutan selama ia masih bekerja sebagai pamuk. Sawah tersebut dinamakan Carik, suatu sistem gaji yang bekerja untuk kebupatian. Carik disebut juga Bengkok di daerah lain yang akhirnya sistem pemberian gaji ini untuk Pamong Desa.

Pangeran Rangga Gempol III Panembahan menyisihkan sebagaian tanahnya miliknya sebagai sumber penghasilan bupati, agar penghasilan bupati tidak lagi menjadi beban rakyat. Tanah tersebut tidak boleh dibagi waris jika Pangeran Panembahan wafat tetapi diturunkan lagi kepada bupati berikutnya secara utuh dan lengkap.
1304/7 <69+?> 1.1.10.1.1. Nyi Raden Ayu Sepoeh [Sumedang Larang]
Рођење: 1627изр, Kalkulasi: 1607+17+3
LAMBANG           KABUPATEN KARAWANG
LAMBANG KABUPATEN KARAWANG
1545/7 <98> 1. Panembahan Singaperbangsa / Raden Adipati Kertabhumi IV (Kyai Panembahan Singaperbangsa) [Singaperbangsa]
Титуле : од 1633, Karawang, Adipati Karawang I
Титуле : од 1654, Galuh, Bupati Galuh Kertabhumi Terakhir / Kanduruan Singaperbangsa IV
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


RADEN ADIPATI SINGAPERBANGSA (1633-1677)

Raden Adipati Singaperbangsa putra Wiraperbangsa dari Galuh (Wilayah Kerjaaan Sumedanglarang) Bergelar Adipati Kertabumi IV. Pada masa pemerintahan Raden Adipati Singaperbangsa, pusat pemerintahan Kabupaten Karawang berada di Bunut Kertayasa. Sekarang termasuk wilayah Kelurahan Karawang Kulon, Kecamatan Karawang Barat. Dalam melaksanakan tugasnya Raden Adipati Singaperbangsa didampingi oleh Aria Wirasaba, yang pada saat itu oleh kompeni disebut sebagai “ HET TWEEDE REGENT “, sedangkan Raden Adipati Singaperbangsa sebagai “HOOFD REGENT”. Raden Adipati Singaperbangsa, wafat pada tahun 1677, dimakamkan di Manggung Ciparage, Desa Manggung Jaya Kecamatan Cilamaya Kulon. Raden Adipati Singaperbangsa, dikenal pula dengan sebuatn Kiai Panembahan Singaperbangsa, atau Dalem Kalidaon atau disebut juga Eyang Manggung.

Pada tahun 1632, Sultan Agung mengutus kembali Wiraperbangsa dari Galuh dengan membawa 1000 prajurit dan keluarganya menuju Karawang tujuan pasukan yang dipimpin oleh Wiraperbangsa adalah membebaskan Karawang dari pengaruh Banten, mempersiapkan logistik sebagai bahan persiapan melakukan penyerangan kembali terhadap VOC (Belanda) di Batavia, sebagaimana halnya tugas yang diberikan kepada Aria Wirasaba yang telah dianggap gagal. Tugas yang diberikan kepada Wiraperbangsa dapat dilaksanakan dengan baik dan hasilnya dilaporkan kepada Sultan Agung atas keberhasilannya, Wiraperbangsa oleh Sultan Agung dianugerahi jabatan Wedana (setingkat Bupati ) di Karawang dan diberi gelar Adipati Kertabumi III, serta diberi hadiah sebilah keris yang bernama “KAROSINJANG”.Setelah penganugerahan gelar tersebut yang dilakukan di Mataram, Wiraperbangsa bermaksud akan segera kembali ke Karawang, namun sebelumnya beliau singgah dulu ke Galuh, untuk menjenguk keluarganya. Atas takdir Ilahi beliau wafat di Galuh, jabatan Bupati di Karawang, dilanjutkan oleh putranya yang bernama Raden Singaperbangsa dengan gelar Adipati Kertabumi IV yang memerintah pada tahun 1633-1677, Tugas pokok yang diemban Raden Adipati Singaperbangsa, mengusir VOC (Belanda) dengan mendapat tambahan parjurit 2000 dan keluarganya, serta membangun pesawahan untuk mendukung Logistik kebutuhan perang.

Hal itu tersirat dalam piagam Pelat Kuning Kandang Sapi Gede yang bunyi lengkapnya adalah sebagai berikut : “ Panget Ingkang piagem kanjeng ing Ki Rangga gede ing Sumedang kagadehaken ing Si astrawardana. Mulane sun gadehi piagem, Sun Kongkon anggraksa kagengan dalem siti nagara agung, kilen wates Cipamingkis, wetan wates Cilamaya, serta kon anunggoni lumbung isine pun pari limang takes punjul tiga welas jait. Wodening pari sinambut dening Ki Singaperbangsa, basakalatan anggrawahani piagem, lagi lampahipun kiayi yudhabangsa kaping kalih Ki Wangsa Taruna, ingkang potusan kanjeng dalem ambakta tata titi yang kalih ewu; dipunwadanahaken ing manira, Sasangpun katampi dipunprenaharen ing Waringipitu ian ing Tanjungpura, Anggraksa siti gung bongas kilen, Kala nulis piagem ing dina rebo tanggal ping sapuluh sasi mulud tahun alif. Kang anulis piagemmanira anggaprana titi “. Terjemahan dalam Bahasa Indonesia :

“Peringatan piagam raja kepada Ki Ranggagede di Sumedang diserahkan kepada Si Astrawardana. Sebabnya maka saya serahi piagam ialah karena saya berikan tugas menjaga tanah negara agung milik raja. Di sebelah Barat berbatas Cipamingkis, disebelah Timur berbatas Cilamaya, serta saya tugaskan menunggu lumbung berisi padi lima takes lebih tiga belas jahit. Adapun padi tersebut diterima oleh Ki Singaperbangsa. Basakalatan yang menyaksikan piagam dan lagi Kyai Yudhabangsa bersama Ki Wangsataruna yang diutus oleh raja untuk pergi dengan membawa 2000 keluarga. Pimpinannya adalah Kiayi Singaperbangsa serta Ki Wirasaba. Sesudah piagam diterima kemudian mereka ditempatkan di Waringinpitu dan di Tanjungpura. Tugasnya adalah menjaga tanah negara agung di sebelah Barat. Piagan ini ditulis pada hari Rabu tanggal 10 bulan mulud tahun alif. Yang menulis piagam ini ialah anggaprana, selesai. Tanggal yang tercantum dalam piagam pelat kuningan kandang sapi gede ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Karawang berdasarkan hasil penelitian panitia sejarah yang dibentuk dengan Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Karawang nomor : 170/PEM/H/SK/1968 tanggal 1 Juni 1968 yang telah mengadakan penelitian dari pengkajian terhadap tulisan :

  1. Dr. Brandes dalam “ Tyds Taal-land En Volkenkunde “ XXVIII Halaman 352,355, menetapkan tahun 1633;
  2. Dr. R Asikin Wijayakusumah dalam ‘ Tyds Taal-land En Volkenkunde “ XXVIII 1937 AFL, 2 halaman 188-200 (Tyds Batavissc Genot Schap DL.77, 1037 halaman 178-205) menetapkan tahun 1633;
  3. Batu nisan makam panembahan Kiyai Singaperbangsa di Manggungjaya Kecamatan Cilamaya tertulis huruf latin 1633-1677;
  4. Babad Karawang yang ditulis oleh Mas Sutakarya menulis tahun 1633.

Hasil Penelitian dan pengkajian panitia tersebut menetapkan bahwa hari jadi Kabupaten Karawang pada tanggal 10 rabi’ul awal tahun 1043 H, atau bertepatan dengan tanggal 14 September 1633 M atau Rabu tanggak 10 Mulud 1555 tahun jawa/saka.

SILSILAH PANEMBAHAN SINGAPERBANGSA (PECAHAN DARI SILSILAH PANGERAN KUSUMADINATA 1 / PANGERAN SANTRI-SUMEDANG LARANG)


Generasi ke-1

1 Panembahan Singaperbangsa (Kiyai Raden Adipati Kertabumi IV, Dalem Kalidaun, Dalem Ciparage, Eyang Manggu).
1.1 RAA. Panatayuda I 
1.2 NM Noermala or Sara
LAMBANG  KESULTANAN  BANTEN
LAMBANG KESULTANAN BANTEN
996/7 <38+9> 1. Sultan Haji / Syarif Abu Al Nashr 'Abdul Qahar [Kesultanan Banten]
Рођење: 1658изр, (1631+27)
Титуле : од 1683, Sultan Banten Ke VII
Сахрана: Sedakingkin-Banten
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

berputra:

   Sultan Abdul Fadhl
   Sultan Abul Mahasin
   Pangeran Muhammad Thahir
   Pangeran Fadhludin
   Pangeran Ja’farrudin
   Ratu Muhammad Alim
   Ratu Rohimah
   Ratu Hamimah
   Pangeran Ksatrian
   Ratu Mumbay (Ratu Bombay)

Masa Raja / Sultan Banten ke 7

Sultan Haji dinobatkan menjadi Sultan Banten (1682-1687) Dengan gelar Sultan Abu Nashr Muhammad Abdul Kahar. Penobatan ini disertai beberapa persyaratan. Persyaratan tersebut kemudian dituangkan dalam sebuah perjanjian yang ditandatangani pada 17 April 1684 yang meminimalkan kedaulatan Banten karena dengan perjanjian itu segala sesuatu yang berkaitan dengan urusan dalam dan luar negeri harus atas persetujuan VOC. Dengan ditandatanganinya perjanjian itu, selangkah demi selangkah VOC mulai menguasai Kesultanan Banten dan sebagai simbol kekuasaannya, pada tahun 1684-1685 VOC mendirikan sebuah benteng pertahanan di bekas benteng kesultanan yang dihancurkan. Selain itu, didirikan pula benteng Speelwijk sebagai bentuk penghormatan kepada Speelman yang menjadi Gubernur Jenderal VOC dari tahun 1682 sampai dengan 1685. Demikian pula Banten sebagai pusat perniagaan antarbangsa menjadi tertutup karena tidak ada kebebasan melaksanakan politik perdagangan, kecuali atas izin VOC.

Penderitaan rakyat semakin menjadi karena monopoli perdagangan VOC. Dengan kondisi demikian, sangatlah wajar kalau masa pemerintahan Sultan Haji banyak terjadi kerusuhan, pemberontakan, dan kekacauan di segala bidang yang ditimbulkan oleh rakyat. Selain menghadapi penentangan dari rakyatnya sendiri, Sultan Haji pun menghadapi suatu kenyataan tekanan dari VOC yang tuntutannya sesuai perjanjian harus diturut. Karena tekanan-tekanan itu, akhirnya Sultan Haji jatuh sakit hingga meninggal dunia pada tahun 1687.

Sultan Haji

Sultan Haji merupakan salah seorang putera dari Sultan Abulfath Abdulfattah atau Sultan Ageng Tirtayasa pewaris Kesultanan Banten. Namanya Sultan Abunnashri Abdulkahar atau Abdulqohhar namun lebih dikenal dengan sebutan Sultan Haji. Ia mendapatkan tahtanya bekerja sama dengan Belanda setelah menggulingkan ayahnya. Hal ini menimbulkan banyak spekulasi, mengingat jika ia pewaris syah dari Kesultanan Banten seharusnya tanpa melakukan kudeta terhadap ayahnya pun, ia dapat menerima tahta tersebut.

Masalah ini dimungkinkan ketidak sabaran Sultan Haji untuk segera menduduki jabatannya, karena ada putra Sultan Ageng lainnya yang bernama Pangeran Purbaya dianggap mampu menggantikan Sultan Ageng, atau Sultan merasa kurang sreg terhadap perilaku Sultan Haji. Namun dimungkinkan pula ada hasutan Belanda, mengingat hubungan Belanda dengan Sultan Ageng dan para pendahulunya kurang baik. Sedangkan jika mendukung Sultan Haji maka Belanda akan lebih mudah menguasai perdagangan di Banten.

Spekulasi terakhir ini yang mungkin paling mendekati, mengingat ada simbiosa mutualisma antara Belanda yang bertujuan melancarkan kepentingan dagangnya dan Sultan Haji yang mengincar jabatan kesultanan. Ketika terjadi peperangan antara Sultan Ageng Tirtayasa dan Sultan Haji yang dibantu Belanda istana habis terbakar, tidak sedikit pula perkampungan menjadi musnah.

Sejak Sultan Haji bertahta banyak peristiwa-peristiwa yang sangat merugikan Kesultanan Banten, baik masalah perekonomian negara maupun perpolitikannya. Banyak sudah pemberontakan yang dilakukan rakyat termasuk para pendukung setia Sultan Ageng. Tabiat Sultan Haji dalam menghadapi Belanda pun sangat bertolak belakang dengan para pendahulunya. Sultan Haji sangat mengandalkan bantuan militer dan bantuan ekonomi Belanda, berakibat Banten tidak lagi memiliki kedaulatan penuh, bahkan Belanda sangat mempengaruhi struktur pemerintahan Banten.

Kata Untoro (2007) menyebutkan, sejak ditandatanganinya perjanjian pada tanggal 17 april 1684 praktis kukuasaan Kesultanan Banten dapat dianggap runtuh. Lebih lanjut menyebutkan : Perjanjian antara Kesultanan Banten dengan Belanda ditandatangani di Keraton Surasowan, dibuat dalam bahasa Belanda dan Jawa dan Melayu. Penanndatanganan dari pihak Kompeni dilakukan oleh komandan dan presiden komisi Franscois Tack, Kapten Herman Dirkse Wendepoel, Evenhart van der Schuere serta Kapten bangsa Melayu, Wan Abdul Kahar, sedangkan dari pihak Banten dilakukan oleh Sultan Abdul Kahar, pangeran Dipaningrat, Kiyai Suko Tadjudin, pangeran Natanegara, dan pangeran Natawijaya (Tjandrasasmita : 1967 : 54). Sejak perjanjian tersebut Kompeni secara langsung aktif menentukan monopoli perdagangan Banten.

Beberapa diantara peninggalannya yang monumental, ia membangun daerah-daerah yang rusak akibat perang, selain itu ia membangun kembali istana Surosowan. Untuk membangun istana Surasowan iapun meminta bantuan Cardeel, seorang arsitek Belanda. Iapun mengganti cara berpakaian dari berpakaian ala Banten menjadi cara berpakaian Arab, sekalipun pernah ditentang oleh Sultan Ageng ketika ia masih berkuasa.

Sultan Haji meninggal dan dimakamkan di Sedakingkin, sebelah utara mesjid Agung, sejajar dengan makam Sultan Ageng Tirtayasa. Sultan Haji dikarunia beberapa orang anak, antara lain Pengeran Ratu yang kemudian menggantikan tahtanya sebagai Sultan Banten yang dikenal dengan sebutan Sultan Abulfadhl Muhammad Yahya (1687-1690), Raja / Sultan kedelapan di Kesultanan Surasowan Banten.. Namun hanya sebentar dan tidak mempunyai keturunan.

http://gentong-pusaka.blogspot.co.id/2013/01/sultan-haji.html


1007/7 <38+?> 2. Pangeran Purbaya [Kasultanan Banten]
Рођење: 1661
Свадба: <11> Raden Ayu Gusik Kusuma [Kartasura]
Смрт: 18 март 1732, (F. De Haan)
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


Садржај

TIGA TOKOH NAMA PANGERAN "PURBAYA" DI JAWA

Pangeran Purubaya atau Pangeran Purbaya dalam sejarah kerajaan-kerajaan di Pulau Jawa merujuk kepada tiga tokoh:

  1. Pangeran Purbaya Kesultanan Mataram, putra ke 5 Panembahan Senopati Mataram, dikalkulasi lahir pada tahun 1597, hidup sampai zaman pemerintahan Amangkurat I putra Sultan Agung. Ia hampir saja menjadi korban ketika Amangkurat I menumpas tokoh-tokoh senior yang tidak sesuai dengan kebijakan politiknya. Untungnya, Purbaya saat itu mendapat perlindungan dari ibu suri (janda Sultan Agung).Purbaya meninggal dunia bulan Oktober 1676 saat ikut serta menghadapi pemberontakan Trunajaya. Amangkurat I mengirim pasukan besar yang dipimpin Adipati Anom, putranya, untuk menghancurkan desa Demung (dekat Besuki) yang merupakan markas orang-orang Makasar sekutu Trunajaya. Perang besar terjadi di desa Gogodog. Pangeran Purbaya yang sudah lanjut usia gugur akibat dikeroyok orang-orang Makasar dan Madura.
  2. Pangeran Purbaya Kasunanan Kartasura, alias Gusti Panembahan Purbaya (Raden Mas Sasangka), putera Susuhunan Pakubuwono I (Amangkurat I), dikalkulasi lahir sekitar tahun 1665, pernah menjadi Adipati Pajang. Sepeninggal sang ayah, Pangeran Purbaya dan Pangeran Blitar berselisih dengan kakak mereka, yaitu Amangkurat IV (raja baru). Amangkurat IV mencabut hak dan kekayaan kedua adiknya itu. Pangeran Purbaya masih bisa bersabar, namun Pangeran Blitar menyatakan pemberontakan. Perang saudara pun meletus tahun 1719. Perang ini terkenal dengan nama Perang Suksesi Jawa Kedua. Pangeran Purbaya akhirnya bergabung dengan kelompok Pangeran Blitar. Mereka membangun kembali istana lama Mataram di kota Karta, dengan nama Kartasekar. Pangeran Blitar mengangkat diri sebagai raja bergelar Sultan, sedangkan Pangeran Purbaya sebagai penasihat bergelar Panembahan. Setelah Pangeran Blitar meninggal di Malang tahun 1721 karena sakit, perjuangan pun dilanjutkan Panembahan Purbaya. Ia berhasil merebut Lamongan. Namun gabungan pasukan Kartasura dan VOC terlalu kuat. Purbaya akhirnya tertangkap bersama para pemberontak lainnya. Panembahan Purbaya dihukum buang ke Batavia. Ia memiliki putri yang menjadi istri Pakubuwana II putra Amangkurat IV. Dari perkawinan itu lahir Pakubuwana III raja Surakarta yang memerintah tahun 1732-1788.
  3. Pangeran Purbaya Kesultanan Banten, Pangeran Purbaya yang ini adalah putra Sultan Ageng Tirtayasa raja Banten (1651-1683). Ia mendukung perjuangan ayahnya dalam perang melawan VOC tahun 1682-1684. Pangeran Purbaya adalah putera kedua Sultan Ageng Tirtayasa, dikalkulasi lahir pada tahun 1661. Pangeran Purbaya juga diangkat menjadi putra mahkota baru karena Sultan Haji (putra mahkota sebelumnya) memihak VOC. Setelah berperang sekitar 3 tahun, Sultan Ageng Tirtayasa akhirnya tertangkap bulan Maret 1683, dan Banten pun jatuh ke tangan VOC. Pangeran Purbaya dan istrinya yang anti VOC bernama Raden Ayu Gusik Kusuma lalu melarikan diri ke Gunung Gede. Penderitaan Purbaya membuat dirinya memutuskan untuk menyerah. Namun, ia hanya mau dijemput oleh perwira VOC yang berdarah pribumi. Saat itu VOC sedang sibuk menghadapi gerombolan Untung Suropati. Kapten Ruys pemimpin benteng Tanjungpura berhasil membujuk Untung Suropati agar bergabung dengan VOC daripada hidup sebagai buronan. Untung Suropati bersedia. Ia pun dilatih ketentaraan dan diberi pangkat Letnan. Untung Suropati kemudian ditugasi menjemput Pangeran Purbaya di tempat persembunyiannya. Namun datang pula pasukan VOC lain yang dipimpin Vaandrig Kuffeler, yang memperlakukan Purbaya dengan tidak sopan. Sebagai seorang pribumi, Untung Suropati tersinggung dan menyatakan diri keluar dari ketentaraan. Ia bahkan berbalik menghancurkan pasukan Kuffeler. Pangeran Purbaya yang semakin menderita memutuskan tetap menyerah kepada Kapten Ruys di benteng Tanjungpura. Sebelum menjalani pembuangan oleh Belanda pada April 1716, Pangeran Purbaya memberikan surat wasiat yang isinya menghibahkan beberapa rumah dan sejumlah kerbau di Condet kepada anak-anak dan istrinya yang ditinggalkan.[1] Sedangkan istrinya Gusik Kusuma konon pulang ke negeri asalnya di Kartasura dengan diantar Untung Suropati.


PANGERAN PURBAYA BANTEN

Pangeran Arya Purbaya adalah salah satu putra dari istri-istri Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682), yang menjadi penerus mahkota kesultanan yaitu Pangeran Gusti atau Sultan Abu Nasr Abdul Kahar (1672-1687) yang kelak disebut Sultan Haji.

Sultan Ageng Tirtayasa mempunyai beberapa istri diantaranya Ratu Adi Kasum sebagai permaisuri yang melahirkan Abdul Kahar (Sultan Abdul Nasr Abdul Kahar), dari Ratu Ayu Gede, Sultan Ageng dikaruniai 3 orang anak, yaitu P. Arya Abdul Alim, P. Ingayujapura (ingayudipura) dan Pangeran Arya Purbaya. Sedangkan dari istri-istri lainnya mempunyai beberapa anak yaitu P. Sugiri, TB. Raja Suta, TB. Husen, TB. Kulon, dan lain-lain.

Putera mahkota Sultan Abu Nasr Abdul Kahar yang dikenal dengan Sultan Haji diangkat menjadi pembantu ayahnya (Sultan Ageng) untuk mengurus urusan dalam negeri Kesultanan Banten.

Sedangkan Pangeran Arya Purbaya membantu ayahnya untuk mengurus urusan luar negeri dan berkedudukan di Keraton kecil di Tirtayasa.

Pemisahan pengurusan tata pemerintahan itu tercium oleh wakil VOC W. Chaeff yang menghasut Sultan Haji untuk mencurigai posisi adiknya yaitu P. Arya Purbaya, karena dapat mendominasi pemerintahan dan Sultan Haji tidak bisa naik tahta, atas hasutan Itulah terjadi persekongkolan antara Sultan Haji dan VOC.

Pada Bulan Mei 1680 Sultan Haji mengutus perwakilan untuk bertemu dengan Gubernur Jendral VOC di Batavia untuk mengukuhkan dirinya sebagai Sultan.

Pada tanggal 25 November 1680 Sultan Ageng Tirtayasa sangat marah kepada putra mahkota Sultan Haji karena ia memberi ucapan selamat kepada Gubernur baru Speelman yang menggantikan Rijkolf Van Goens padahal Kompeni baru saja menghancurkan gerilya Banten dan Cirebon.

Dengan bantuan VOC, Sultan Haji melakukan kudeta kepada ayahnya dan menguasai Keraton Surosowan pada tahun 1681. Pada tanggal 27 Februari 1682, pecah perang antara Ayah-Anak. Dalam waktu singkat, Sultan Ageng berhasil menguasai Keraton Surosowan. Pasukan Sultan Ageng berkoalisi dengan pasukan gabungan pelarian dari Makassar, Jawa Timur, Lampung, Bengkulu, Melayu. Karena daerah asal mereka dikuasai VOC dan menggabungkan diri dengan Banten, atas kekecewaan mereka terhadap raja-rajanya.

Sultan Haji berlindung di loji Belanda dan dilindungi oleh Jacob de Roy dan dipertahankan oleh Kapten Sloot dan W. Cheaff. Tanggal 7 April 1682 pauskan Kompeni dari Armada Laut mendesak Keraton Tirtayasa dan Keraton Surosowan, pasukan tersebut dipimpin Francois Tack, De Sain Martin dan Jongker.

Sultan Ageng gigih berjuang dibantu Syekh Yusuf dari Makassar dan Pangeran Purbaya, serta Pasukan Makassar, Bali dan Melayu yang bermarkas di Margasana.

Tanggal 8 Desember 1682 Kacarabuan, Angke dan Tangerang dikuasai VOC, Sultan Ageng bertahan di Kademangan, tetapi pertahanan akhirnya jatuh juga setelah terjadi pertempuran sengit, pasukan Kademangan yang dipimpin P. Arya Wangsadiraja akhirnya mengungsi ke Pedalaman Banten yaitu Ciapus, Pagutan dan Jasinga.

Pada tanggal 28 Desember 1682, Pasukan Jongker, Michele dan Tack mendesak Keraton Tirtayasa, Sultan Ageng berhasil menyelamatkan diri dengan terlebih dahulu Pangeran Purbaya membakar Keraton Tirtayasa untuk menyelamatkan Ayahnya, Sultan Ageng, Pangeran Kulon, Syekh Yusuf Makassar mengungsi ke Sajira dan Muncang.

Sementara Pangeran Arya Purbaya dan pasukannya bergerak ke Parijan pedalaman Banten hingga ke Jasinga karena Pasukan Arya Wangsadireja berlebih dahulu mengungsi ke Jasinga.

Sultan Haji mengirimkan utusan ke Sajira untuk berdamai dan akhirnya pada tanggal 14 Maret 1683 Sultan Ageng Tirtayasa dan Pangeran Arya Purbaya mendatangi Surosowan. Akibat akal licik VOC dan Sultan Haji, akhirnya Sultan Ageng Tirtayasa ditangkap dan dibawa ke Batavia untuk diadili. Pangeran Purbaya berhasil meloloskan diri.

Pangeran Perbaya, Pangeran Kulon dan Syekh Yusuf Makassar meneruskan perjuangan melawan Kompeni.

Syekh Yusuf bersama Pangeran Kidul dan pasukan yang berjumlah 5000 orang, 1000 diantaranya Melayu, Bugis, Makassar yang siap mati bersama gurunya bergerak menuju Muncang terus ke Lawang Taji (Jasinga) menyusuri Sungai Cidurian kemudian ke Cikaniki terus ke Ciaruteun melalui Cisarua dan Jampang kemudian meneruskan ke Sukapura dan Mandala dengan tujuan Cirebon.

Pangeran Purbaya kemudian menyusul bersama Pangeran Kulon dan Pangeran Sake beserta pasukannya hingga ke Galunggung dan Singaparna (Tasikmalaya).

Pada tanggal 25 September 1683 pasukan Pangeran Kidul dan Pasukan Banten dan Makassar gugur di Citanduy (Padalarang). Syekh Yusuf Makassar ditangkap oleh Van Happel yang menyamar sebagai orang muslim, dibuagn ke Cape Town (Afrika Selatan).

Pangeran Purbaya sempat mempertahankan pedalaman Banten dna membuat garis batas di Cikeas (antara Banten dan Batavia), Pangeran Purbaya mempertahankan Banten Selatan. Ia meneruskan perjuangan Syekh Yusuf Makassar dan akhirnya Pangeran Purbaya bersama Pangeran Kulon dan Pangeran Sake gugur dalam pemberontakan di Galunggung (Tasikmalaya).

Sekelumit tentang Pangeran Purbaya dalam sejarah autentik sangat berjasa dalam mempertahankan Banten dan dipercaya oleh Sultan Ageng Tirtayasa, Syekh Yusuf Makassar bahkan pasukan koalisi Makassar, Bugis dan Melayu.

SILSILAH PANGERAN POERBAJA

  1. Sultan Ageng Tirtayasa >< Nyai Gede Ayu, berputra
    1. Pangeran Poerbaja >< Ratu Ayoe Gesik Keosoemah, berputra

PROPERTI PANGERAN PURBAJA

Banyak asset-asset peninggalan Pangeran Purbaya di daerah Batavia dan sekitarnya, diantaranya adalah :

  1. Tanah didaerah Kebantenan, Cilincing;
  2. Tanah & Pabrik Gula di daerah Bekasi Selatan;
  3. Tanah & Rumah Tinggal di daerah Condet;
  4. Tanah & Rumah didaerah Kampung Karang Congok, Karang Satria, Tambun Utara, Bekasi;
  5. Tanah & Rumah di Jatingara Kaum;
  6. Tanah & Rumah di Citeureup, Bogor;
  7. Tanah & Rumah di Ciluar (Tanah Baru), Bogor;

Kemungkinan besar, aset sebanyak itu sebagian diwariskan ke Anak Isterinya, sebagian lagi dihibahkan untuk Saudaranya dan dijadikan Wakaf Masjid, Rumah Sakit dan Pesantren.

PETA TANAH MILIK PANGERAN POERBAJA

Persil Tanah Milik P. Poerbaja di Karangtjongok (Sekarang Karangsatria), Bekasi, seluas 35 Ha (5-12-1778).
1968/7 <38> 3. Pangeran Arya Ingayudadipuna [Kasultanan Banten]
Рођење: 1663изр
1559/7 <97+272!> 1.1.2.1.1. Rd. Joedanegara [Sumedang Larang]
Професија : од 1665, Kearian Periode II
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang Raden Aria Wangsakara juga mempunyai isteri lainnya yaitu Nyaimas Nurmala putri Adipati Karawang, mempunyai anak Raden Yudanagara dan Raden Raksanagara.
19710/7 <38> 4. Pangeran Arya Abdul ‘Alim [Kasultanan Banten]
Рођење: 1666
19511/7 <38+?> 5. Pangeran Sugiri/Pangeran Sogiri/Pangeran Shogiry/Pangeran Sageri [Kasultanan Banten]
Рођење: 1668изр, (1631+27+10)
Свадба: <414!> 1.1.2.1.1.1 NR. Ratnakomala [Sumedang Larang]
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

Beberapa Alasan Para Pangeran dan Cucu Buyutnya Hijrah Ke Batavia

Pasca perseteruan antara Sultan Haji dengan Ayahnya Sultan Ageng Tirtayasa, dimana pada akhirnya Sultan Ageng Tirtayasa berikut Putera-puteranya (Pangeran) yang mendukungnya di bawah pengawasan Pemerintah Pusat VOC, dan mereka untuk sementara ditempatkan di Kastil Batavia.
Bukan Lambang Resmi
Bukan Lambang Resmi
23212/7 <96+?> 1. Dalem Aria Anggapraja [Galuh]
Професија : од 1670, Wedana Mataram / Bupati Galuh ke 4
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang Reorganisasi Priangan terulang kembali pada tahun 1645, yaitu ketika Amangkurat I berkuasa di Mataram. Tetapi pada reorganisasi wilayah kali itu, luas wilayah kabupaten Galuh tidak berubah, bahkan ketika diserahkan kepada VOC pun relatif tetap. Mataram menyerahkan Priangan Timur yang terdiri dari kabupaten Limbangan, Sukapura, Galuh, dan Cirebon kepada VOC melalui perjanjian 19-20 Oktober 1677.
20213/7 <38> 10. Pangeran Sake / Raden Syafruddin Shoheh [Kasultanan Banten]
Рођење: 1675изр
Bukan Lambang Resmi
Bukan Lambang Resmi
23314/7 <96+?> 2. Rd.ADIPATI Angganaya [Galuh]
Професија : од 1678, Wedana Mataram / Bupati Galuh ke 5
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


Bupati Galuh yang berkuasa saat itu adalah putra Jayanagara yang bergelar R.A. Angganaya (1678-1693). Angganaya adalah putra kedua Jayanagara, ia diangkat menjadi bupati Galuh karena kakaknya yang bernama R. Anggapraja (nama kecilnya adalah Mas Tumbal) menolak jabatan bupati yang diwariskan ayahnya karena ia tidak mau bekerja sama dengan VOC. Angganaya memiliki empat orang anak dari seorang istri, yaitu R. A. Sutadinata, R. Angganata, R. Ay. Gilang, dan R. Kartadinata.

VOC menetapkan jumlah cacah untuk kabupaten Galuh sebanyak 708 jiwa, Kawasen sebanyak 605 jiwa, sedangkan Bojong Lopang sebanyak 20 jiwa dan 10 desa. Beralihnya kekuasaan dari Mataram kepada VOC telah memberikan keuntungan, yaitu semakin teraturnya sistem pemerintahan kabupaten.[ Selain bupati, ada beberapa kepala daerah di bawahnya yaitu wedana, penghulu, dan kepala cutak. Penghasilan para pejabat pemerintahan kabupaten diatur oleh VOC melalui pembagian tanah jabatan (bengkok) dan wajib kerja (pancen).
15615/7 <97+272!> 1.1.2.1.2. Rd. Raksanegara [Sumedang Larang]
Професија : од 1693, Keariaan Tangerang Periode 2
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang Raden Aria Wangsakara juga mempunyai isteri lainnya yaitu Nyaimas Nurmala putri Adipati Karawang, mempunyai anak Raden Yudanagara dan Raden Raksanagara.
10116/7 <43> 1.1.1.5.1. Rd. Wirakara . [Sumedang Larang]
10317/7 <43> 1.1.1.5.3. Rd. Bagoes [Sumedang Larang]
10418/7 <43> 1.1.1.5.4. Rd. Wanggamanggala [Sumedang Larang]
10519/7 <43> 1.1.1.5.5. Rd. Tanoesoeta [Sumedang Larang]
10620/7 <43> 1.1.1.5.6. Rd. Martajoeda [Sumedang Larang]
10721/7 <43> 1.1.1.5.7. Rd. Soetaningdita . [Sumedang Larang]
10822/7 <43> 1.1.1.5.8. Kiai Moegopar . [Sumedang Larang]
10923/7 <43> 1.1.1.5.9. Kiai Kiras [Sumedang Larang]
11024/7 <43> 1.1.1.5.10. Kiai Soetaredja [Sumedang Larang]
11125/7 <43> 1.1.1.5.11. Rd. Tanoeraga (Raden Martaprana, Raden Ngabehi Djiwaparana I) [Sumedang Larang]
11226/7 <43> 1.1.1.5.12. Rd. Martaparana / Rd. Djiwaprana I [Sumedang Larang]
11327/7 <43> 1.1.1.5.13. Rd. Ardoewangsa [Sumedang Larang]
11428/7 <43> 1.1.1.5.14. Rd. Tanoeredja [Sumedang Larang]
11529/7 <43> 1.1.1.5.15. Rd. Wangsasoeta [Sumedang Larang]
11630/7 <43> 1.1.1.5.16. Rd. Dipa [Sumedang Larang]
11731/7 <43> 1.1.1.5.17. Rd. Patradipa [Sumedang Larang]
11832/7 <43> 1.1.1.5.18. Rd. Soetabadra [Sumedang Larang]
11933/7 <43> 1.1.1.5.19. Rd. Koesoemaardja . [Sumedang Larang]
12034/7 <43> 1.1.1.5.20. Rd. Mekas [Sumedang Larang]
12135/7 <43> 1.1.1.5.21. Rd. Ngb. Sedakerti . [Sumedang Larang]
12236/7 <43> 1.1.1.5.22. Rd. Ngabeni . [Sumedang Larang]
12337/7 <43> 1.1.1.5.23. Rd. Santaparadja [Sumedang Larang]
12438/7 <43> 1.1.1.5.24. Rd. Pani [Sumedang Larang]
12539/7 <43> 1.1.1.5.25. Nyi Mas Djapar [Sumedang Larang]
12640/7 <43> 1.1.1.5.26. Nyi Mas. Arja Pawenang [Sumedang Larang]
12741/7 <43> 1.1.1.5.27. Nyi Mas Kanten [Sumedang Larang]
12842/7 <43> 1.1.1.5.28. Nyi Mas Ajoemajar [Sumedang Larang]
12943/7 <43> 1.1.1.5.29. Nyi Mas Ajoe [Sumedang Larang]
13144/7 <39> 1.1.1.1.1. Rd. Aria Satjapati [Sumedang Larang]
13245/7 <40> 1.1.1.2.1. Mas Sandoerana [Sumedang Larang]
13346/7 <40> 1.1.1.2.2. NM. Goenoeng [Sumedang Larang]
13447/7 <40> 1.1.1.2.3. NM. Kadjaksan [Sumedang Larang]
13548/7 <40> 1.1.1.2.4. NM. Panggoeng [Sumedang Larang]
13649/7 <40> 1.1.1.2.5. Nyai Hideung [Sumedang Larang]
13750/7 <40> 1.1.1.2.6. NM. Tija [Sumedang Larang]
13851/7 <42> 1.1.1.4.1. Rd. Wangsakoesoemah [Sumedang Larang]
13952/7 <42> 1.1.1.4.2. NM. Koesoemawidati [Sumedang Larang]
14253/7 <69> 1.1.10.1.3. Rd. Dipakoesoemah [Sumedang Larang]
14354/7 <69> 1.1.10.1.4. Rd. Sastra [Sumedang Larang]
14455/7 <69> 1.1.10.1.5. Rd. Anggaredja [Sumedang Larang]
14556/7 <69> 1.1.10.1.6. NR. Mantri [Sumedang Larang]
14657/7 <69> 1.1.10.1.7. Rd. Adinagara [Sumedang Larang]
14758/7 <69> 1.1.10.1.8. NM. Nakilah [Sumedang Larang]
14859/7 <69> 1.1.10.1.9. Kiai Djawirja [Sumedang Larang]
14960/7 <69> 1.1.10.1.10. Kiai Poespawirija [Sumedang Larang]
15061/7 <69> 1.1.10.1.11. Kiai Anggadidjaja [Sumedang Larang]
15162/7 <69> 1.1.10.1.12. NM. Arsa [Sumedang Larang]
15263/7 <69> 1.1.10.1.13. NM. Moelja [Sumedang Larang]
15364/7 <69> 1.1.10.1.14. Kiai Dipanata [Sumedang Larang]
15765/7 <70> 1.1.10.2.1 Dlm. Tjilandak [Sumedang Larang]
15866/7 <71> 1.1.10.3.1 Dlm. Istri Garwa Dlm Pnb Pegaden [Sumedang Larang]
15967/7 <71> 1.1.10.3.2 Rd. Najakoesoemah [Sumedang Larang]
16068/7 <71> 1.1.10.3.3 Rd. Wirakoesoekah [Sumedang Larang]
16169/7 <71> 1.1.10.3.4. Rd. Wiradikoesoemah [Sumedang Larang]
16270/7 <71> 1.1.10.3.5. NR. Bandoeng [Sumedang Larang]
16371/7 <83> 1.2.2.1.1. NM. Gede [Sumedang Larang]
16472/7 <83> 1.2.2.1.2. NM. Oetama [Sumedang Larang]
16573/7 <83> 1.2.2.1.3. NM. Limboer [Sumedang Larang]
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
16674/7 <80+?> 1.1.15.4.1 Seureupeun Manangel [Kesultanan Mataram]
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
16775/7 <80+?> 1.1.15.4.2 Seureupeun Cibeuli [Kesultanan Mataram]
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
16876/7 <80+?> 1.1.15.4.3 Seureupeun Cihaurbeuti [Kesultanan Mataram]
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
16977/7 <80+?> 1.1.15.4.4 Seureupeun Dawagung [Kesultanan Mataram]
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
17078/7 <80+?> 1.1.15.4.5 Sareupeun Ciboeni Agoeng [Kesultanan Mataram]
17179/7 <45> 1.1.1.7.1 Rd. Singamanggala II [Sumedang Larang]
17280/7 <45> 1.1.1.7.2 Kiai Singadiwangsa [Sumedang Larang]
17381/7 <45> 1.1.1.7.3 Kiai Kertamanggala [Sumedang Larang]
17482/7 <45> 1.1.1.7.4 Kiai Paranamanggala [Sumedang Larang]
17583/7 <45> 1.1.1.7.5 Kiai Wangsakerta [Sumedang Larang]
17684/7 <45> 1.1.1.7.6 NM. Adjeng [Sumedang Larang]
17785/7 <45> 1.1.1.7.7 NM. Ante [Sumedang Larang]
17886/7 <45> 1.1.1.7.8 NM. Baros [Sumedang Larang]
17987/7 <45> 1.1.1.7.9 Kiai Abdoel Moetolib [Sumedang Larang]
18088/7 <51> 1.1.1.13.1.1 Kiyahi Saca Di Wangsa [Sumedang Larang]
18189/7 <53> 1.1.1.15.1 Mas Ngb. Anggadasta [Sumedang Larang]
18290/7 <53> 1.1.1.15.2 Kiai Bagoes Rangin [Sumedang Larang]
18391/7 <53> 1.1.1.15.3 Mas Anggamerta [Sumedang Larang]
18492/7 <53> 1.1.1.15.4 Mas Anggadinata [Sumedang Larang]
18593/7 <53> 1.1.1.15.5 Mas Wangsadinata [Sumedang Larang]
18694/7 <59> 1.1.1.21.1 Mas Taroenadiwangsa [Sumedang Larang]
18795/7 <59> 1.1.1.21.2 NM. Majar [Sumedang Larang]
18896/7 <59> 1.1.1.21.3 NM. Poena [Sumedang Larang]
18997/7 <59> 1.1.1.21.4 NM. Boengsoe [Sumedang Larang]
19098/7 <67> 1.1.1.29.1 Rd. Ngb. Natawangsa II [Sumedang Larang]
19199/7 <67> 1.1.1.29.2 Mas Kartasara [Sumedang Larang]
192100/7 <67> 1.1.1.29.3 Mas Koean Bagoes [Sumedang Larang]
193101/7 <67> 1.1.1.29.4 NM. Abdoel Bakin [Sumedang Larang]
194102/7 <55> 1.1.1.17.1 Dlm. Tjengkok . (Dalem Tjengkor) [Sumedang Larang]
198103/7 <38> 6. Tubagus Rajasuta [Kasultanan Banten]
199104/7 <38> 7. Tubagus Rajaputera [Kasultanan Banten]
200105/7 <38> 8. Tubagus Husen [Kasultanan Banten]
201106/7 <38> 9. Raden Mandaraka [Kasultanan Banten]
203107/7 <38> 11. Raden Rum [Kasultanan Banten]
204108/7 <38> 12. Raden Mesir [Kasultanan Banten]
205109/7 <38> 13. Reden Muhammad [Kasultanan Banten]
206110/7 <38> 14. Raden Muhsin [Kasultanan Banten]
207111/7 <38> 15. Tubagus Wetan [Kasultanan Banten]
208112/7 <38> 16. Tubagus Muhammad Athif [Kasultanan Banten]
209113/7 <38> 17. Tubagus Abdul [Kasultanan Banten]
210114/7 <38> 18. Ratu Baja Mirah [Kasultanan Banten]
211115/7 <38> 19. Tubagus Kulon [Kasultanan Banten]
212116/7 <38> 20. Ratu Kidul [Kasultanan Banten]
213117/7 <38> 21. Ratu Marta [Kasultanan Banten]
214118/7 <38> 22. Ratu Adi [Kasultanan Banten]
215119/7 <38> 23. Ratu Umuk [Kasultanan Banten]
216120/7 <38> 24. Ratu Hadija [Kasultanan Banten]
217121/7 <38> 25. Ratu Habibah [Kasultanan Banten]
218122/7 <38> 26. Ratu Fatimah [Kasultanan Banten]
219123/7 <38> 27. Ratu Asyiqoh [Kasultanan Banten]
220124/7 <38> 28. Ratu Nasibah [Kasultanan Banten]
221125/7 <38> 29. Ratu Ayu / Siti Khafifah (Karaeng Pane) [Kasultanan Banten] 222126/7 <91> RH. Abdul Manap [Priangan]
223127/7 <92+89!> 1.1.10.5.1 Kiai Angga Poespa [Sumedang Larang]
1.1.10.5 NM. Gempler or NR Gemblek .
1.1.10.5X Kiai Naja Poespa ., (1.4.1.6)
1.1.10.5.1 Kiai Angga Poespa 
1.1.10.5.2 Kiai Angga Koesoemah . 
1.1.10.5.3 Kiai Najakoesoemah . 
1.1.10.5.4 Rd. Wirakoesoemah . 
1.1.10.5.5 Kiai Wirakoesoemah . 
1.1.10.5.6 NM. Natawoelan . 
1.1.10.5.7 Kiai Bangsawiria . 
1.1.10.5.8 Kiai Anggadinata . 
1.1.10.5.9 Kiai Soerakoesoemah .
224128/7 <92+89!> 1.1.10.5.2 Kiai Angga Koesoemah [Sumedang Larang]
225129/7 <92+89!> 1.1.10.5.3 Kiai Najakoesoemah [Sumedang Larang]
226130/7 <92+89!> 1.1.10.5.4 Rd. Wirakoesoemah [Sumedang Larang]
227131/7 <89+92!> 1.1.10.5.5 Kiai Wirakoesoemah [Sumedang Larang]
228132/7 <89+92!> 1.1.10.5.6 NM. Natawoelan [Sumedang Larang]
229133/7 <89+92!> 1.1.10.5.7 Kiai Bangsawiria [Sumedang Larang]
230134/7 <89+92!> 1.1.10.5.8 Kiai Anggadinata [Sumedang Larang]
231135/7 <89+92!> 1.1.10.5.9 Kiai Soerakoesoemah [Sumedang Larang]
234136/7 <76> 1.1.14.3.1. Rd Raksamanggala . [Sumedang Larang]
235137/7 <76> 1.1.14.3. 2. Rd Suradinata . [Sumedang Larang]
236138/7 <76> 1.1.14.3.3. Rd Surataruna . [Sumedang Larang]
237139/7 <94+?> 1.1.14.4.1. NM. Omi Osidah [Sumedang Larang]
238140/7 <96+?> 3. NM. Koerawoet [Galuh]
239141/7 <96+?> 4. NM. Galuh [Galuh]
240142/7 <96+?> 5. Rd. Angganata II [Galuh]
241143/7 <96+?> 6. RA. Anggamadja Bupati Imbanagara ke 3 [Galuh]
242144/7 <49+?> 1.1.1.11.1. Rd. Mas Urwa (Buyut Sampang) [Sumedang Larang]
243145/7 <97+?> 1.1.2.1.3. Rd. Wiranegara / Syeikh Ciliwung Kresek [Sumedang Larang]
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang Pangeran Wangsakara dinikahkan dengan cucu sultan Abul Mafakhir yang bernama Ratu Zakiyah binti Ratu Salamah. Dari pernikahan ini mempunyai anak Ratu Ratnasih. Ratu Ratnasih atau Raden Wiratnasih atau Raden Ratna Sukaesih ini. Kemudian menurunkan sosok Gubernur Banten yaitu Wahidin Halim. “Jadi Wahidin Halim adalah dzuriyat dari Sulthan Abul Mafakhir Banten dan Pangeran Arya Wangsakara Tangerang. Pangeran Wangsakara meninggal di usia senja dalam pertempuran sengit antara pasukan Sultan Tirtayasa dan VOC di Ciledug Tangerang.
244146/7 <97+?> 1.1.2.1.4. Ratu Ratnasih / Raden Wiratnasih / Ratna Sukaesih [Sumedang Larang]
245147/7 <97+?> 1.1.2.1.5. NR. Wira Sukaesih [Sumedang Larang]
246148/7 <97+?> 1.1.2.1.6. NR. Sukaedah [Sumedang Larang]
247149/7 <97+?> 1.1.2.1.7. NR. Kara Supadmi [Sumedang Larang]
248150/7 <98> 1.1.4.2.1. Rd.Adipati Singaperbangsa II Atau Rd. Pagergunung dan Disebut Adipati Kertabumi IV ( 1618 – 1641 ) [Galuh]
249151/7 <98> 1.1.4.2.2. Kanduruan Singaperbangsa III ( Adipati Kertabumi V ) ( (1641– 1654 ) [Galuh]

8

2511/8 <102> 1.1.1.5.2.2. Rd. Soetanata I . [Sumedang Larang]
Рођење: 1.1.1.5.2.2 Rd. Soetanata ., I 1.1.1.5.2.2.1 Rd. Soetanata ., II 1.1.1.5.2.2.2 Rd. Poesparadja . 1.1.1.5.2.2.3 Rd. Natasoera ., I 1.1.1.5.2.2.4 Rd. Soetakoesoemah . 1.1.1.5.2.2.5 Rd. Oemar . 1.1.1.5.2.2.6 Rd. Kertanata . 1.1.1.5.2.2.7 NM. Singadipatra . 1.1.1.5.2.2.8 NM. Wiradipatra . 1.1.1.5.2.2.9 NM. Kasmaran . 1.1.1.5.2.2.10 NM. Gendra . 1.1.1.5.2.2.11 NM. Noerta . 1.1.1.5.2.2.12 NM. Natapradja . 1.1.1.5.2.2.13 NM. Arsapora . 1.1.1.5.2.2.14 NM. Ambra . 1.1.1.5.2.2.15 NM. Soemawajang . 1.1.1.5.2.2.16 NM. Gandakoesoemah . 1.1.1.5.2.2.17 NM. Lengka Asmara .
2522/8 <102+130!> 1.1.1.5.2.3. Rd. Radjasoeta [Sumedang Larang]
Рођење: 1.1.1.5.2.3 Rd. Radjasoeta . 1.1.1.5.2.3.1 Rd. Soetaredja
2543/8 <130+102!> 1.1.1.5.2.5. Rd. Astradjaja [Sumedang Larang]
Рођење: 1.1.1.5.2.5 Rd. Astradjaja . 1.1.1.5.2.5.1 Rd. Astradjaja ., II . 1.1.1.5.2.5.2 Rd. Sekar . 1.1.1.5.2.5.3 Rd. Lumbar .
2554/8 <130+102!> 1.1.1.5.2.6. Rd. Astranata [Sumedang Larang]
Рођење: 1.1.1.5.2.6 Rd. Astranata . 1.1.1.5.2.6.1 Rd. Astranata ., II . 1.1.1.5.2.6.2 Mas Astraredja . 1.1.1.5.2.6.3 NM. Ratna . 1.1.1.5.2.6.4 NM. Panganten . 1.1.1.5.2.6.5 NM. Kasmeri .
2705/8 <102+130!> 1.1.1.5.2.21. Rd. Kartadjiwa [Sumedang Larang]
Рођење: 1.1.1.5.2.21 Rd. Kartadjiwa . 1.1.1.5.2.21.1 Mas Apaloedin . 1.1.1.5.2.21.2 Mas Soerajoedin . 1.1.1.5.2.21.3 Mas Ahsamoedin . 1.1.1.5.2.21.4 Mas Poespadjanggala . 1.1.1.5.2.21.5 Mas Raksadinata . 1.1.1.5.2.21.6 Mas Dipadjanggala . 1.1.1.5.2.21.7 NM. Andikoesoemah . 1.1.1.5.2.21.8 Mas Jahja .
2726/8 <154> 1.2 NM Noermala or Sara [Singaperbangsa]
Рођење: Isteri Ke 1
3087/8 <112> 1.1.1.5.12.1 Rd. Djiwaparana II [Sumedang Larang]
Рођење: 1.1.1.5.12.1X NR. Antrakoesoemah ., (1.1.1.5.2.1.1.15)
3248/8 <177> 1.1.1.7.7.6 Kiai Soerabaja [Sumedang Larang]
Рођење: 1.1.1.7.7.6X RA. Banonagara (R Ajeng) ., (1.1.1.5.2.1.1.1.4)
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
3519/8 <170> 1.1.15.4.5.1. Dalem Wiraha [Kesultanan Mataram]
Титуле : Umbul di Sukakerta
36110/8 <99> 4. Pangeran Fadhludin [Kasultanan Banten]
Рођење: Keraton Surasowan, Banten Lama
Смрт: Jawa Timur
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
40211/8 <169> Dalem Yudakusumah [Mataram]
Рођење: singaparna
Смрт: Singaparna
40312/8 <237> 1.1.14.4.1.1. Usada (Bawuk Samolo), [Pajajaran]
Професија : Senapati Sumedanglarang di jaman Pangeran Soeriadiwangsa (Rangga Gempol)
25013/8 <102+130!> 1.1.1.5.2.1. Tumenggung Tanoemadja [Sumedang Larang]
Рођење: 1644изр, Kalkulasi : (1627+17)
Титуле : Bupati Sumedang Ke 5 Tahun (1706–1709)
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


Profil Rd. Tmg. Tanoemadja

Pengganti Pangeran Panembahan adalah putranya Raden Tanumadja (1706 – 1709), Raden Tanumadja adalah bupati pertama yang diangkat oleh kompeni. Pengangkatannya pun disertai syarat, yaitu harus menempuh masa percobaan, kesetiaan dan ketaatan Raden Tanumadja terhadap pemerintah kompeni dan Raden Tanumadja dibawah Pangeran Aria Cirebon sebagai atasannya karena Pangeran Aria Cirebon diangkat menjadi Gubernur di Priangan.

Seperti di ceritakan di atas pada tahun 1681 Ibukota Sumedang dipindahkan dari Tegal Kalong ke Regolwetan oleh Pangeran Panembahan. Dalam membangun Ibukota sumedang yang baru Pangeran Panembahan tidak sempat menyaksikan karena keburu wafat maka pembangunan dilanjutkan oleh Putranya Raden Tanumadja, pada masa Pangeran Panembahan membangun gedung kabupatian baru bernama Srimanganti yang selanjutnya pembangunan gedung Srimanganti diselesaikan oleh Raden Tanumadja
LAMBANG  KESULTANAN  BANTEN
LAMBANG KESULTANAN BANTEN
35414/8 <99> 2. Sultan Abul Mahasin Zainul Abidin / Pangeran Dipati [Kesultanan Banten]
Рођење: 1671, Keraton Surasowan
Свадба: <13> Ratu Rohimah [Manduraraja]
Титуле : од 1690, Sultan Banten Ke IX
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

berputra 58 orang :

  1. Sultan Muhammad Syifa
  2. Sultan Muhammad Wasi’
  3. Pangeran Yusuf
  4. Pangeran Muhammad Shaleh
  5. Ratu Samiyah
  6. Ratu Komariyah
  7. Pangeran Tumenggung
  8. Pangeran Ardikusuma
  9. Pangeran Anom Mohammad Nuh
  10. Ratu Fatimah Putra
  11. Ratu Badriyah
  12. Pangeran Manduranagara
  13. Pangeran Jaya Sentika
  14. Ratu Jabariyah
  15. Pangeran Abu Hassan
  16. Pangeran Dipati Banten
  17. Pangeran Ariya
  18. Raden Nasut
  19. Raden Maksaruddin
  20. Pangeran Dipakusuma
  21. Ratu Afifah
  22. Ratu Siti Adirah
  23. Ratu Safiqoh
  24. Tubagus Wirakusuma
  25. Tubagus Abdurrahman
  26. Tubagus Mahaim
  27. Raden Rauf
  28. Tubagus Abdul Jalal
  29. Ratu Hayati
  30. Ratu Muhibbah
  31. Raden Putera
  32. Ratu Halimah
  33. Tubagus Sahib
  34. Ratu Sa’idah
  35. Ratu Satijah
  36. Ratu ‘Adawiyah
  37. Tubagus Syarifuddin
  38. Ratu ‘Afiyah Ratnaningrat
  39. Tubagus Jamil
  40. Tubagus Sa’jan
  41. Tubagus Haji
  42. Ratu Thoyibah
  43. Ratu Khairiyah Kumudaningrat
  44. Pangeran Rajaningrat
  45. Tubagus Jahidi
  46. Tubagus Abdul Aziz
  47. Pangeran Rajasantika
  48. Tubagus Kalamudin
  49. Ratu Siti Sa’ban Kusumaningrat
  50. Tubagus Abunasir
  51. Raden Darmakusuma
  52. Raden Hamid
  53. Ratu Sifah
  54. Ratu Minah
  55. Ratu ‘Azizah
  56. Ratu Sehah
  57. Ratu Suba/Ruba
  58. Tubagus Muhammad Said (Pangeran Natabaya)

Masa Raja / Sultan Banten ke 9

Oleh karena Sultan Abu’l Fadhl Muhammad Yahya tidak mempunyai anak, tahta kesultanan diserahkan kepada adiknya Pangeran Adipati dengan gelar Sultan Abu’l Mahasin Muhammad Zainul Abidin juga biasa disebut Kang Sinuhun ing Nagari Banten yang menjadi gelar sultan-sultan Banten berikutnya. Beliau memerintah dari tahun 1690 sampai 1733. Pada masa beliaulah baru kakek beliau yang pahlawan Nasional Sultan Ageng Tirtayasa wafat di tahun 1692 dalam tahanan Kompeni
LAMBANG           KABUPATEN KARAWANG
LAMBANG KABUPATEN KARAWANG
27115/8 <154> 1.1. Raden Anom Wirasuta / Panembahan Manggu (Raden Adipati Arya Panatayuda I) [Singaperbangsa]
Титуле : од 1677, Karawang, Adipati Karawang II
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


RADEN ANOM WIRASUTA (1677-1721)

Raden Anom Wirasuta Putra raden Adipati Singaperbangsa bergelar Adipati Panatayudha I.Beliau dilantik menjadi Bupati di Citaman Pangkalan. Beliau setelah wafat, dimakamkam di Bojongmanggu Pangkalan, Karena beliau dikenal pula dengan sebutan Panembahan Manggu.


SILSILAH PANEMBAHAN SINGAPERBANGSA


Generasi ke-2

1.1 RAA. Panatayuda I (Rd. Anom Wirasuta, Rd. Pager Gunung, RAA Wirasuta)
1.1X1 NM. Galuh 
1.1.1 RAA. Panatayuda II 
1.1X2 Nyi Gurende 
1.1.2 NR. Kertayuda 
1.2 NM Noermala or Sara 
1.2X Rd. Wiraradja II 
1.2.1 Rd. Joedanegara 
1.2.2 Rd. Raksanegara
LAMBANG  KESULTANAN  BANTEN
LAMBANG KESULTANAN BANTEN
35316/8 <99> 1. Sultan Abu'l Fadhl Muhammad Yahya / Pangeran Ratu [Kasultanan Banten]
Титуле : од 1687, Sultan Banten Ke VIII
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

Masa Raja / Sultan Banten ke 8

Sepeninggal Sultan Haji, putra beliau Pangeran Ratu menjadi Sultan Banten dengan gelar Sultan Abu’l Fadhl Muhammad Yahya (1687-1690). Beliau sangat perhatian terhadap bidang budaya dan sejarah. Pada tanggal 15 Juni 1690 beliau menemukan Batu Tulis Bogor.

Ternyata Sultan Abu’l Fadhl termasuk orang yang sangat membenci Belanda. Ditatanya kembali Banten yang sudah porak poranda itu. Akan tetapi baru berjalan tiga tahun, ia jatuh sakit dan kemudian wafat. Jenazahnya dimakamkan di samping kanan makam Sultan Hasanuddin di Pasarean Sabakingkin.
Lambang Kabupaten Subang
Lambang Kabupaten Subang
29317/8 <141> 1.1.10.1.2.4 Dlm. Wangsatanoe II ? (/ Kyai MAS Anggasuta) [Sumedang Larang]
Титуле : од 31 октобар 1692, Regent Pamanoekan ke 2
Bukan Lambang Resmi
Bukan Lambang Resmi
39218/8 <233> 1. Rd.ADIPATI Sutadinata / Mas Pato [Galuh]
Професија : од 1693, Bupati VOC-1 / Bupati Galuh ke 6
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

Bupati Galuh berikutnya adalah putra Angganaya yang bergelar R.A. Sutadinata (1693-1706). Nama kecilnya adalah Mas Pato, ia adalah bupati Galuh pertama yang menyerahkan hasil penanaman kepada VOC. Tahun 1695, ia menyerahkan 90 pikul lada yang ditanam di daerah Kawasen (50 pikul) dan Imbanagara (40 pikul). Selain lada, ia juga menyerahkan 80 pikul tarum dan 55 pikul kapas.

Bertepatan dengan masa pemerintahannya, VOC memberlakukan Prianganstesel sebagai sistem ekonomi dan indirect rule sebagai sistem pemerintahan di seluruh daerah kekuasaannya. Sutadinata adalah bupati Galuh pertama yang diakui sebagai bupati VOC. Kabupaten Galuh resmi diserahkan kepada VOC oleh Mataram melalui perjanjian tanggal 5 Oktober 1705 sebagai imbalan atas jasa VOC membantu Pangeran Puger merebut tahta Mataram dari Amangkurat III.
37719/8 <202+?> 8. Tubagus Muhidin (Citeureup) [Kasultanan Banten]
Рођење: 1700изр
35520/8 <195+?> 1. Raden Entong [Kasultanan Banten]
Рођење: 1703изр
35621/8 <195+?> 2. Raden Tajul/Kanzul Arifin – Dimakamkan di Jatinegara Kaum [Kasultanan Banten]
Рођење: 1707изр
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

berputra 5 orang:

       Raden Jidin
       Raden Koyong*
       Raden Mamak
       Ratu Siti
       Ratu Ada

Raden Koyong berputra 4 orang:

1. Raden Koman Demang Cibinong Tanah baru Bogor/Raden Kan’an – dimakamkan di Astana Gede Tanah Baru Bogor Utara. 2. Raden Habib Demang Cibarusah/Raden Muhyiddin/Raden Iyi – dimakamkan di Astana Gede Tanah Baru Bogor Utara. 3. Raden Panji Demang Cibarusah*

4. Raden Mas Jatinegara – Dimakamkan di Jatinegara Kaum
35922/8 <195+?> 5. Ratu Syarifah [Kasultanan Banten]
Рођење: 1725проц, Cucu Sultan Ageng Tirtajasa Keponakan Sultan Hadji
Свадба: <14> 9. H Rd Muhammad Thohir (Auliya Thohir Al Bughuri) [Wiratanudatar] b. 1765изр bur. 1849
41523/8 <156> 1.1.2.1.2.1 R.Tmg. Tanuwisanta [Sumedang Larang]
Професија : од 1802, Aria Grendeng IV
LAMBANG  KABUPATEN SALATIGA
LAMBANG KABUPATEN SALATIGA
36024/8 <99> 3. Pangeran Sy. Muhammad Thahir / Kanjeng Raden Tumenggung Prawirokusumo [Kesultanan Banten]
Титуле : од 1843, Wedhono Salatiga, Sumber : Buku "Sajarah Bogor" oleh R. Memed Sunardi, November 1966
Титуле : од 1851, Patih Kendal
Титуле : од 1860, Regent/Boepati Salatiga, dengan gelar Raden Toemenggoeng
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

Sumber : Buku "Sajarah Bogor" oleh R. Memed Sunardi, November 1966 (Mengacu kepada referensi Catatan-catatan lainnya seperti : RH. Misbach bin Nuch, R. Jususf Wiranata Negara, R. Atje Atmawidjaja (Djaksa) Menjadi menantu Hoofd Djaksa Salatiga (1846-163) Raden Mas Soemo Dipoero (Almanak 1846-1863)

Menurut Bupati Salatiga Dari Masa Ke Masa, KRT Prawiro Koesoemo terkenal dengan sebutan Bupati Sedo Amuk, yang meninggal karena adanya kemelut.

25325/8 <102> 1.1.1.5.2.4. Rd. Soetadjaja [Sumedang Larang]
25626/8 <102> 1.1.1.5.2.7. Rd. Tjandradinata [Sumedang Larang]
25727/8 <102> 1.1.1.5.2.8. Rd. Soetatjandra [Sumedang Larang]
25828/8 <102> 1.1.1.5.2.9. Rd. Radjataroena [Sumedang Larang]
25929/8 <102> 1.1.1.5.2.10. Rd. Natawiria [Sumedang Larang]
26030/8 <102> 1.1.1.5.2.11. Rd. Moetaram [Sumedang Larang]
26131/8 <102> 1.1.1.5.2.12. Rd. Soerawidjaja [Sumedang Larang]
26232/8 <102> 1.1.1.5.2.13. NR. Halipah [Sumedang Larang]
26333/8 <102> 1.1.1.5.2.14. NR. Tjandrapojang [Sumedang Larang]
26434/8 <102> 1.1.1.5.2.15. NR. Goemarang [Sumedang Larang]
26535/8 <102> 1.1.1.5.2.16. NR. Kartadipa [Sumedang Larang]
26636/8 <102> 1.1.1.5.2.17. NR. Panggoeng [Sumedang Larang]
26737/8 <102> 1.1.1.5.2.18. NR. Astrakoesoemah [Sumedang Larang]
26838/8 <102> 1.1.1.5.2.19. NR. Kartapoera [Sumedang Larang]
26939/8 <102> 1.1.1.5.2.20. NR. Dipawangsa [Sumedang Larang]
27340/8 <140> 1.1.2.2.1.1 NR. Tedjamantri [Sumedang Larang]
27441/8 <131> 1.1.1.1.1.1. Rd. Soetadipa [Sumedang Larang]
27542/8 <137> 1.1.1.2.6.1. Mas Soemadikara [Sumedang Larang]
27643/8 <137> 1.1.1.2.6.2. Mas Soetadrepa [Sumedang Larang]
27744/8 <137> 1.1.1.2.6.3. NM. Mangoe [Sumedang Larang]
27845/8 <137> 1.1.1.2.6.4. NM. Boengsoe [Sumedang Larang]
27946/8 <138> 1.1.1.4.1.1 Kiai Kartadjiwa [Sumedang Larang]
28047/8 <138> 1.1.1.4.1.2 Kiai Mantja [Sumedang Larang]
28148/8 <138> 1.1.1.4.1.3 NM. Narikoeoemah [Sumedang Larang]
28249/8 <138> 1.1.1.4.1.4 NM. Kartakoesoemah [Sumedang Larang]
28350/8 <138> 1.1.1.4.1.5 NM. Lajakoesoemah [Sumedang Larang]
28451/8 <138> 1.1.1.4.1.6 NM. Lingganata [Sumedang Larang]
28552/8 <101> 1.1.1.5.1.1 NM. Lengka [Sumedang Larang]
28653/8 <101> 1.1.1.5.1.2 NM. Rija [Sumedang Larang]
28754/8 <101> 1.1.1.5.1.3 NM. Laja [Sumedang Larang]
28855/8 <101> 1.1.1.5.1.4 Kiai Soemadikara [Sumedang Larang]
28956/8 <101> 1.1.1.5.1.5 NM. Noersian [Sumedang Larang] 29057/8 <141> 1.1.10.1.2.1 NR. Adinagara I [Sumedang Larang]
29158/8 <141> 1.1.10.1.2.2 Dlm. Anom di Pegaden [Sumedang Larang]
29259/8 <141> 1.1.10.1.2.3 Rd. Anggadirdja [Sumedang Larang]
29460/8 <141> 1.1.10.1.2.5 Rd. Ria or Rd Sastrakoesoemah [Sumedang Larang]
29561/8 <141> 1.1.10.1.2.6. NR. Adimatri [Sumedang Larang]
29662/8 <141> 1.1.10.1.2.7 NR. Lengkamoelja [Sumedang Larang]
29763/8 <141> 1.1.10.1.2.8 NR. Naliah [Sumedang Larang]
29864/8 <142> 1.1.10.1.3.1 Rd. Soeradiredja [Sumedang Larang]
29965/8 <143> 1.1.10.1.4.1 Kiai Jasin [Sumedang Larang]
30066/8 <145> 1.1.10.1.6.1 Rd. Djajakoesoemah [Sumedang Larang]
30167/8 <110> 1.1.1.5.10.1 Kiai Ahsanoedin [Sumedang Larang]
30268/8 <110> 1.1.1.5.10.2 Mas Satjadiwangsa [Sumedang Larang]
30369/8 <103> 1.1.1.5.3.1 Rd. Panri [Sumedang Larang]
30470/8 <103> 1.1.1.5.3.2 Mas Wargakoesoemah [Sumedang Larang]
30571/8 <104> 1.1.1.5.4.1 Rd. Wangsadjiwa Sepoeh [Sumedang Larang]
30672/8 <104> 1.1.1.5.4.2 Rd. Wangsadjiwa Anom [Sumedang Larang]
30773/8 <107> 1.1.1.5.7.1 Rd. Soetaningdita II [Sumedang Larang]
30974/8 <113> 1.1.1.5.13.1 NM. Indra Koesoemah [Sumedang Larang]
31075/8 <115> 1.1.1.5.15.1 NM. Rengga [Sumedang Larang]
31176/8 <115> 1.1.1.5.15.2 NM. Poera [Sumedang Larang]
31277/8 <115> 1.1.1.5.15.3 Mas Natatjandra [Sumedang Larang]
31378/8 <171> 1.1.1.7.1.1 Rd. Singamanggala III [Sumedang Larang]
31479/8 <171> 1.1.1.7.1.2 Mas Djajakoesoemah [Sumedang Larang]
31580/8 <171> 1.1.1.7.1.3 Kiai Wangsamerta [Sumedang Larang]
31681/8 <171> 1.1.1.7.1.4 Kiai Singamerta [Sumedang Larang]
31782/8 <171> 1.1.1.7.1.5 Kiai Bagoes [Sumedang Larang]
31883/8 <171> 1.1.1.7.1.6 Kiai Wangsakerta [Sumedang Larang]
31984/8 <177> 1.1.1.7.7.1 NM. Ratna [Sumedang Larang]
32085/8 <177> 1.1.1.7.7.2 NM. Radja [Sumedang Larang]
32186/8 <177> 1.1.1.7.7.3 NM. Boender [Sumedang Larang]
32287/8 <177> 1.1.1.7.7.4 NM. Moelja [Sumedang Larang]
32388/8 <177> 1.1.1.7.7.5 Mas Tjandramanggala [Sumedang Larang]
32589/8 <177> 1.1.1.7.7.7 Kiai Soemadipa [Sumedang Larang]
32690/8 <177> 1.1.1.7.7.8 Kiai Moehamad Sajid [Sumedang Larang]
32791/8 <177> 1.1.1.7.7.9 Kiai Poeradiredja [Sumedang Larang]
32892/8 <177> 1.1.1.7.7.10 NM. Sampan [Sumedang Larang]
32993/8 <177> 1.1.1.7.7.11 NM. Moernata [Sumedang Larang]
33094/8 <177> 1.1.1.7.7.12 NM. Ander [Sumedang Larang]
33195/8 <177> 1.1.1.7.7.13 NM. Taroem [Sumedang Larang]
33296/8 <177> 1.1.1.7.7.14 NM. Gender [Sumedang Larang]
33397/8 <179> 1.1.1.7.9.1 Mas Tjandradipa [Sumedang Larang]
33498/8 <184> 1.1.1.15.4.1 Kiai Moekid [Sumedang Larang]
33599/8 <184> 1.1.1.15.4.2 Mas Anggaderpa [Sumedang Larang]
336100/8 <184> 1.1.1.15.4.3 Mas Anggadiraksa [Sumedang Larang]
337101/8 <184> 1.1.1.15.4.4 Mas Najadita [Sumedang Larang]
338102/8 <184> 1.1.1.15.4.5 NM. Moerdja [Sumedang Larang]
339103/8 <184> 1.1.1.15.4.6 NM. Natamanten [Sumedang Larang]
340104/8 <194> 1.1.1.17.1.1 NM. Ratnawati [Sumedang Larang]
341105/8 <186> 1.1.1.21.1.1 Mas Wangsadirana [Sumedang Larang]
342106/8 <186> 1.1.1.21.1.2 Mas Taroenadipa [Sumedang Larang]
343107/8 <186> 1.1.1.21.1.3 Mas Hasan Moerka [Sumedang Larang]
344108/8 <186> 1.1.1.21.1.4 Mas Soemadiraksa [Sumedang Larang]
345109/8 <186> 1.1.1.21.1.5 Mas Kelar [Sumedang Larang]
346110/8 <186> 1.1.1.21.1.6 Mas Boengsoe [Sumedang Larang]
347111/8 <190> 1.1.1.29.1.1 Rd. Ngb. Tjandra Joeda I [Sumedang Larang]
348112/8 <193> 1.1.1.29.4.1 Mas Nitipradja [Sumedang Larang]
349113/8 <140> 1.1.2.2.1.2 Rd. Sanabah [Sumedang Larang]
350114/8 <140> 1.1.2.2.1.3 Rd. Kertaredja [Sumedang Larang]
352115/8 <180> 1.1.1.13.1.1.1. Mas Naya Di Wangsa [Sumedang Larang]
357116/8 <195+414!> 3. Ratu Talaga / NR. Ungkang [Kasultanan Banten]
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang 1.1.2.1.1.1 NR. Ratnakomala . (wife Pangeran Sageri mother NR Ungkang/Ratu Talaga)
358117/8 <195+?> 4. Ratu Siti Yajar M.d. Tb. Diyun [Kasultanan Banten]
362118/8 <99> 5. Pangeran Ja’farrudin [Kasultanan Banten]
363119/8 <99> 6. Ratu Muhammad Alim [Kasultanan Banten]
364120/8 <99> 7. Ratu Rohimah [Kasultanan Banten]
365121/8 <99> 8. Ratu Hamimah [Kasultanan Banten]
366122/8 <99> 9. Pangeran Ksatrian [Kesultanan Banten]
367123/8 <99> 10. Ratu Mumbay (Ratu Bombay) [Kasultanan Banten]
368124/8 <202+?> 1. Tubagus Yasin (Jatinegara Kaum) [Gunung Jati]
369125/8 <202+?> 2. Tubagus Bujangga (Citeueup) [Gunung Jati]
370126/8 <202+?> 3. Tubagus Abudin Citeureup [Kasultanan Banten]
371127/8 <207> Tubagus Muhammad [Kasultanan Banten]
372128/8 <222+?> Kiyai Raden Saedi [?]
373129/8 <202> 4. Tubagus Komarudin (Jatinegara) [Kasultanan Banten]
374130/8 <202> 5. Tubagus Ali (Citeureup) [Kasultanan Banten]
375131/8 <202> 6. Tubagus Bajagal (Citeureup) [Kasultanan Banten]
376132/8 <202> 7. Tubagus Bayu (Citeureup) [Kasultanan Banten]
378133/8 <202> 9. Tubagus Mustofa (Abdul Hay-Bogor) [Kasultanan Banten]
379134/8 <100+11> 2. Ratu Kawung [Kasultanan Banten]
SUMBER :

1. Catatan Keluarga Sukaraja - Bogor.

2. Buku Nasab Induk : Keluarga P. Jaya Santika (Jakarta)


Ahli Waris: Tb. Dika Syah Bachri
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
380135/8 <170> 1.1.15.4.5.2 Rd. Astrawangsa [Kesultanan Mataram]
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
381136/8 <170> 1.1.15.4.5.3 Rd. Narahita [Kesultanan Mataram]
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
382137/8 <170> 1.1.15.4.5.4 Rd. Pranawangsa [Kesultanan Mataram]
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
383138/8 <170> 1.1.15.4.5.1.5 Rd. Bagus Halipah [Kesultanan Mataram]
384139/8 <223> 1.1.10.5.1.1 Knj. Dlm. Adp. Patrakoesoemah [Sumedang Larang]
1.1.10.5.1 Kiai Angga Poespa .
1.1.10.5.1.1 Knj. Dlm. Adp. Patrakoesoemah . 
1.1.10.5.2 Kiai Angga Koesoemah . 
1.1.10.5.3 Kiai Najakoesoemah . 
1.1.10.5.3X RA. Riyanagara ., 
1.1.10.5.3.1 Rd. Soerianatakoesoemah (Patrakoesoemah II) 
1.1.10.5.3.2 Dlm. Rd. Paranadiredja .
1.1.10.5.4 Rd. Wirakoesoemah . 
1.1.10.5.4.1 Kiai Mas Naja . 
1.1.10.5.4.2 NM. Nakisah . 
1.1.10.5.4.3 Rd. Wiradinata . 
1.1.10.5.5 Kiai Wirakoesoemah . 
1.1.10.5.6 NM. Natawoelan . 
1.1.10.5.7 Kiai Bangsawiria . 
1.1.10.5.8 Kiai Anggadinata . 
1.1.10.5.8.1 Wan Tompel . 
1.1.10.5.8.2 Wan Mili . 
1.1.10.5.9 Kiai Soerakoesoemah .
385140/8 <225+?> 1.1.10.5.3.1 Rd. Soerianatakoesoemah (Patrakoesoemah II) [Sumedang Larang]
386141/8 <225+?> 1.1.10.5.3.2 Dlm. Rd. Paranadiredja [Sumedang Larang]
387142/8 <226> 1.1.10.5.4.1 Kiai Mas Naja [Sumedang Larang]
388143/8 <226> 1.1.10.5.4.2 NM. Nakisah [Sumedang Larang]
389144/8 <226> 1.1.10.5.4.3 Rd. Wiradinata [Sumedang Larang]
390145/8 <230> 1.1.10.5.8.1 Wan Tompel [Sumedang Larang]
391146/8 <230> 1.1.10.5.8.2 Wan Mili [Sumedang Larang]
393147/8 <202+?> 10. Ratubagus Badaruddin Suryapringga [Kasultanan Banten]
Sumber : Catatan Keluarga Sukaraja, Bogor
394148/8 <100+11> 1. Tubagus Muhammad [Purbaya]
SUMBER :

1. Catatan Keluarga Sukaraja - Bogor.

2. Buku Nasab Induk : Keluarga P. Jaya Santika (Jakarta)


Ahli Waris: Tb. Dika Syah Bachri
395149/8 <100+11> 3. Ratu Karantenan [Purbaya]
SUMBER :

1. Catatan Keluarga Sukaraja - Bogor.

2. Buku Nasab Induk : Keluarga P. Jaya Santika (Jakarta)


Ahli Waris: Tb. Dika Syah Bachri
396150/8 <100+11> 4. Ratu Pajajaran [Purbaya]
SUMBER :

1. Catatan Keluarga Sukaraja - Bogor.

2. Buku Nasab Induk : Keluarga P. Jaya Santika (Jakarta)


Ahli Waris: Tb. Dika Syah Bachri
397151/8 <100+11> 5. Ratu Pakuwan [Purbaya]
SUMBER :

1. Catatan Keluarga Sukaraja - Bogor.

2. Buku Nasab Induk : Keluarga P. Jaya Santika (Jakarta)


Ahli Waris: Tb. Dika Syah Bachri
398152/8 <100+11> 6. Ratu Fatimah [Purbaya]
SUMBER :

1. Catatan Keluarga Sukaraja - Bogor.

2. Buku Nasab Induk : Keluarga P. Jaya Santika (Jakarta)


Ahli Waris: Tb. Dika Syah Bachri
399153/8 <234> Rd Enuh / Enoh . [Sumedang Larang]
400154/8 <235> Rd Natawarega / Rd Natawaredja . [Sumedang Larang]
401155/8 <236> Kiyai Rd Inding . [Sumedang Larang]
404156/8 <237+?> 1.1.14.4.1.2. NM. Rohimah [Pajajaran]
405157/8 <233> 2. R. Angganata III [Galuh]
406158/8 <233> 3. R. Ay. Gilang [Pajajaran]
407159/8 <233> 4. R. Kartadinata [Pajajaran]
408160/8 <242+?> 1.1.1.11.1.1. Rd. Mas Soleman [Sumedang Larang]
409161/8 <242+?> 1.1.1.11.1.2. Rd. Mas Samaun [Sumedang Larang]
410162/8 <242+?> 1.1.1.11.1.3. Nyai Sabariyah di Rangkasbitung [Sumedang Larang]
411163/8 <242+?> 1.1.1.11.1.4. Nyai Sariyah di Ciseeng [Sumedang Larang]
412164/8 <242+?> 1.1.1.11.1.5. Nyai Asih di Karawang [Sumedang Larang]
413165/8 <244> 1.1.2.1.4.1. Raden Tapa Dilaga Atau Kiayi Tapa [Sumedang Larang]
414166/8 <155> 1.1.2.1.1.1 NR. Ratnakomala [Sumedang Larang] 416167/8 <243> 1.1.2.1.3.1 Ratu Fatimah [Sumedang Larang]
417168/8 <232> 1. Dlm. R. Soetadiwangsa I [Galuh]