3. Nyimas Cukang Gedeng Waru - Индекс потомака
Из пројекта Родовид
2
31/2 <1+1> ♂ 1.1.2. Raden Aria Wirareja I / Ali (Kitab Negara Kertha Bumi Dari Cirebon) [Sumedang Larang]Свадба: <2> ♀ 3. Nyi Tanduran Ageung [Talaga]
IV. Prabu Munding Surya Ageung ( Raja Maja )
Menurut Sejarah Panjalu Ciamis, Prabu Munding Surya Ageung adalah ayah dari Rd.Ranggamantri/Parunggangsa ( Raja Maja terakhir ). Rd. Ranggamantri selanjutnya menikah dengan Ratu Dewi Sunyalarang ( Ratu Parung - 1500 M ) putra Sunan Parung /Batara Sakawayana ( Raja Talaga – 1450 M ) dan akhirnya merangkap sebagai Raja Talaga terakhir. Diislamkan oleh Syarif Hidayatullah tahun 1529 M, Rd. Ranggamantri/Parunggangsa diberi julukan “ Pucuk Umum “.
Rd. Ranggamantri ( + 1530 M ) mempunyai 3 orang putra, yaitu :
- Prabu Haurkuning
Prabu Haurkuning adalah Pendiri Kerajaan Galuh Pangauban. Beliau mempunyai 3 orang putra, yaitu :
- Maharaja Upama, menggantikan ayahnya sebagai Raja Galuh Pangauban di Putra Pinggan.
- Maharaja Cipta Sanghiang, menjadi raja di Galuh Salawe ( daerah Cmaragas Sekarang ). Maharaja Cipta Sanghiyang, mempunyai 3 orang putra, yaitu :
- Nyi Tanduran Ageung, beliau adalah isteri Pangeran Rangga Permana putra Prabu Geusan Ulun yang mendirikan Kerajaan Galuh Kertabumi ( Raja Galuh Kertabumi 1585 – 1602 M ). Menurut catatan Rd. Yusuf Suriadiputra ( Bupati Ciamis 1954 – 1958 M ) salah satu keturunan Rd. Wirasuta ( Bupati Karawang pertama ) bahwa Nyi Tanduran Ageung mendapatkan wilayah sebelah Timur alun-alun Ciamis sekarang meliputi Kec. Ciamis, Cijeungjing (Bojong ), Rancah, distrik Banjar sampai ke sebelah Selatan.
Pangeran Rangga Permana ( Prabu di Muntur ) dengan Nyi Tanduran Ageung berputrakan 2 orang yaitu :
- Maraja Cipta ( Adipati Kertabumi II ), beliau adalah mertua Adipati Panaekan ( Bupati Nagara Tengah ).
- Rd. Kanduruan Singaperbangsa ( Adipati Kertabumi III ), beliau yang menurunkan para Bupati Galuh Kertabumi/ Ciancang, yaitu sbb :
- Rd.Adipati Singaperbangsa II atau Rd. Pagergunung dan disebut Adipati Kertabumi IV ( 1618 – 1641 ). Putra Adipati Kertabumi III.
- Kanduruan Singaperbangsa III ( Adipati Kertabumi V ) ( (1641– 1654 ).
- Rd. Wirasuta disebut Mas Galak atau Kanduruan Singaperbangsa IV (1654 – 1656 ), Bupati Galuh Kertabumi terakhir, kemudian pindah ke Karawang menjadi Bupati Karawang 1 dengan gelar Dalem Panatayuda I ( 1679 – 1721 ) putra 2
- Rd. Candramerta ( 1676 - 1681 ) putra 3
- Rd. Jayanagara ( 1681 – 1683 ) putra 4
- Rd. Puspanagara ( 1683 – 1685 ) putra 4
- Panembahan Wargamala ( 1685 – 1700 )
- Dalem Candranagara ( 1700 – 1714 ) putra 4
- Nyi Rd. Ayu Rajakusumah ( Bupati Istri ) ( 1714 – 1718 ) putra 8
- Dalem Kertayana/ Dalem Wiramantri I ( 1718 – 1736 ) suami Nyi Rd. Ayu Rajakusumah.( menantu 8 )
- Dalem Wiramantri II ( 1736 – 1762 ) putra 10
- Dalem Wiramantri III ( 1762 – 1787 ) putra 11
- Dalem Wiramantri IV ( 1787 – 1803 ) putra 12 ( Kabupaten Utama ).
- Rd. Demang Wirantaka ( 1803 – 1811 ) putra 13 Bupati terakhir
Pada tahun 1811 Kabupaten Utama – Ciamis – Banagara disatukan menjadi satu Kabupaten Ciamis, sampai dengan sekarang.
Keterangan : * ).Karena pada tahun 1679 M daerah Karawang dijadikan Kabupaten, maka beliau yang menjadi Bupati Karawang pertama (1679 – 1721 M ) dengan gelar Dalem Panatayuda I. Beliaulah yang menurunkan para Bupati Karawang sebagai berikut :
1. Dalem Panatayuda II ( 1721 – 1732 ). 2. Dalem Panatayuda III ( 1732 – 1752 ). 3. Rd. Apun Balon /Dalem Panatayuda IV ( 1752 – 1783 ). 4. Rd. Singasari /Dalem Panatayuda V ( menantu 3 ) ( 1783 – 1809 ).
Dalem Panatayuda V pada tahun 1809 dipindahan menjadi Bupati Brebes dengan gelar Dalem Singasari Panatayuda I, putranya Rd. Sastrapraja ( Demang Karawang ) menjalankan pemerintahan Kab. Karawang sampai kekosongan Bupati diisi oleh Dalem Surialaga II ( 1811 – 1813 M ) putra Dalem Surialaga I ( Bupati Sumedang ).
Sejak tahun 1813 – 1821 M pemerintah tidak mengangkat Bupati di Karawang, dan daerah Karawang dipegang oleh RA Sastradipura. Baru ada tahun 1821 M Kabupaten Karawang didirikan kembali sampai dengan sekarang.Свадба: <3> ♂ Raden Dipati Oekoer / Adipati Wangsanata (Wangsataruna) [Pajajaran]
Свадба: <4> ♀ 6. NM. Kokom Ruhada (Nyimas Roro / Buyut Lidah) [Pajajaran]
Свадба: <58!> ♀ 1.5.1.1. NM. Romlah [Sumedang Larang]
Титуле : од 1625, memerintah di Canukur, Sukatali - Situraja lalu dipindahkan ke Parumasan, Conggeang, Naik Tahta pada usia 45 tahun, karena didahului oleh Raden Aria Suradiwangsa. Adipati Sumedang II
Садржај |
PANGERAN RANGGA GEDE
Pasca Prabu Geusan (Rd. Angka Wijaya), bentuk pemerintahan Kerajaan berubah menjadi Kabupatian karena pengaruh dari intervensi dan ekspansi Kesulltanan Mataram. Karena Prabu Geusan Ulun mempunyai dua putra mahkota yaitu Pangeran Rangga Gede dan Pangeran Soeriadiwangsa.
Pangeran Rangga Gede putra pertama dari Prabu Geusan Ulun (Rd. Angka Wijaya) dan Ratu Cukang Gedeng Waru, memerintah di Canukur, Sukatali - Situraja lalu dipindahkan ke Parumasan, Conggeang.
Ratu Harisbaya diperistri oleh Pangeran Geusan Ulun sebagai istri ke 2 dan memiliki 3 orang anak salah satunya bernama Soeriadiwangsa yang kelak bergelar Pangeran Kusumadinata III, sementara dari istri pertama yang bernama Nyai Mas Cukang Gedeng Waru memiliki 12 anak salah satunya bernama Rangga Gede dan diberi gelar Pangeran Kusumadinata IV, untuk tidak menimbulkan pertengkaran di kemudian hari maka pada tahun 1601 wilayah Sumedang Larang dibagi dua yang masing-masing dipimpin oleh ke dua putranya diatas.
Dalam masa tersebut Kesultanan Mataram - Jawa Tengah dibawah pimpinan Sultan Agung mengalami masa keemasan dan merupakan kesultanan yang sangat kuat, dilatarbelakangi kekhawatiran terhadap ekspansi kesultanan Banten ke arah Timur setelah menaklukkan Pakuan Pajajaran, mendorong Soeriadiwangsa berangkat ke Mataram meminta perlindungan.
Setibanya di Mataram beilau menyampaikan maksudnya kepada Sultan Agung, dan mendapat sambutan hangat serta mendapat gelar Rangga Gempol Kusumadinata dari Sultan Agung yang dalam urutan silsilah Sumedang disebut Rangga Gempol I, penghargaan lain dari Sultan Agung menjuluki wialayah kekuasaan Sumedang dengan nama Prayangan artinya daerah yang berasal dari pemberian dibarengi oleh hati yang ikhlas dan tulus, di kemudian hari dengan lafal setempat nama prayangan berubah menjadi Priangan, berbeda dengan kata Parahiangan (Para-Hyang-an) yang artinya identik tempat tinggal para dewa atau orang suci (Hyang).
Latar belakang lainnya yang mendorong Sumedang menempatkan diri dibawah pretensi / proteksi Mataram :
- Hanya Kesultanan Mataram dibawah kepemimpinan Sultan Agung yang dianggap dapat mengimbangi kekuatan Banten.
- Ratu Harisbaya merupakan kerabat Sultan Mataram, sehingga yang berangkat ke Mataram adalah putranya sendiri (Raden Suriadiwangsa / Rangga Gempol I).
- Seperti halnya Sumedang Larang, Kesultanan Mataram memiliki pendahulu yang sama yaitu Kerajaan Galuh, sehingga masih memiliki kekerabatan.
- Rasa sakit hati terhadap Banten yang telah menghancurkan Pakuan Pajajaran, dibarengi pula rasa takut menghadapi kemungkinan ekspansi Kesultanan Banten dalam rangka menguasai wilayah bekas Pakuan Pajajaran.
- Akibat peristiwa Harisbaya hubungan Sumedang Larang dengan Cirebon menjadi kurang harmonis, timbul pula kekhawatiran terhadap ekspansi Cirebon.
- Sementara itu sedang terjadi perang dingin antara Kesultanan Banten dengan Kesultanan Cirebon sementara Sumedang Larang terjepit diantara dua kekuasaan tadi sehingga mengambil jalan keluar dengan mengabdikan diri ke Mataram, yang memiliki kekuatan melebihi kedua Kesultanan tadi.
Catatan : Kesultanan Banten, Cirebon dan Mataram sangat kuat pada masa itu, karena mereka memiliki pantai-pelabuhan tempat berbagai kegiatan bukan hanya perdagangan tetapi juga masuknya persenjataan modern ukuran masa itu, Sumedang baru pertama kali memiliki meriam dan senjata api ± 30 tahun kemudian pada periode pemerintahan Pangeran Rangga Gempol IV (Pangeran Panembahan) itupun dalam jumlah sedikit yang diperoleh dari pemberian Belanda.
Soeriadiwangsa / Kusumadinata III / Rangga Gempol I diangkat sebagai Bupati Wadana Prayangan, jabatan yang setingkat dengan Gubernur masa kini yang membawahi wilayah seluruh Jawa Barat kecuali Cirebon dan Banten (sebelum Banten menjadi propinsi) termasuk membawahi wilayah yang dikuasai Rangga Gede, tidak berapa kemudian beliau mendapat perintah untuk menaklukkan Sampang Madura. Wilayah kekuasaannya dititipkan kepada Rangga Gede karena putra-putranya belum ada yang dewasa.
Beliau berhasil menaklukkan Sampang Madura namun tidak berapa lama sekembalinya ke Mataram malah beliau dijatuhi hukuman mati oleh Sultan Agung akibat fitnah dari Bupati Purbalingga.
Mendengar saudaranya telah dihukum mati. Rangga Gede mengambil-alih dan mempersatukan wilayah titipan dengan wilayah miliknya, berarti Sumedang Larang kembali keluas asalnya, salah satu putra Soeriadiwangsa / Rangga Gempol I yang bernama Kartajiwa menuntut kembali wilayah kekuasaan ayahnya namun tidak ditanggapi, akhirnya ia pergi dan meminta bantuan Sultan Banten.
Mulailah pemerintahan Pangeran Rangga Gede (Pangeran Kusumadinata IV) baik sebagai Bupati Sumedang maupun sebagai Bupati Wadana Prayangan (Priangan) dari tahun 1625 sampai tahun 1633, dibawah pengaruh Mataram dan terdapat berbagai perubahan baik struktur organisasi dan pengenalan nama jabatan antara lain Bupati, Wadana, Kabupaten (dari Ka-Bupati-an), termasuk nama Sumedang Larang menjadi Sumedang saja tanpa Larang, juga berbagai gelar kepangkatan, dalam silsilah dianggap sebagai Bupati Sumedang ke 4.
Beberapa waktu kemudian terjadilah intervensi Kesultanan Banten akibat pengaruh Rd. Kartajiwa (Soeriadiwangsa 2) putra Dipati Aria Soeriadiwangsa (Rangga Gempol 1) yang ingin memperoleh kembali haknya, beberapa wilayah Sumedang ditaklukan dan dikuasai Banten. Karena dianggap tidak mampu menghadapi serangan Banten akhirnya Rangga Gede dipecat oleh Sultan Agung dan dipenjarakan di Mataram.
Jabatan beliau sebagai Bupati Wadana Prayangan dicopot dan diserahkan kepada Dipati Ukur yang memindahkan pusat pemerintahan ke Daerah Ukur (Bandung sekarang) dengan misi pertama mengusir tentara Kesultanan Bamten dari wilayah Priangan. Setelah berhasil mengusir Banten misi kedua adalah menyerang Batavia namun misi kedua ini gagal dan Dipati Ukur tidak berani pulang ke Mataram. Oleh Sultan Agung tindakan Dipati Ukur dianggap desersi dan harus dihukum berat, namun tidak ada yang sanggup menangkap Dipati Ukur yang terkenal gagah berani serta memiliki sisa-sisa pasukan yang kuat.
Akhirnya Sultan Agung membebaskan Rangga Gede dari hukuman dan memberi tugas menangkap Dipati Ukur hidup atau mati, namun tugas tersebut tidak dapat terlaksana karena beliau keburu meninggal dunia sewaktu pusat pemerintahannya di Parumasan - Conggeang dan Pangeran Rangga Gede dimakamkan Jalan Panday Desa Regol Wetan Kecamatan Sumedang Sekatan.
Sedangkan Dipati Ukur sendiri akhirnya dapat ditangkap hidup-hidup oleh Bahureksa salah satu panglima perang Mataram akibat pengkhianatan beberapa pengikutnya, dibawa ke Mataram dan dihukum mati disana.
Tidak ada keterangan siapa dan berapa jumlah istri Rangga Gede hanya tercatat beliau memiliki 29 orang anak, oleh karenanya penulis membahasnya dibawah tulisan ini.
Pemerintahan Kabupaten Sumedang selanjutnya dipegang oleh salah seorang putra Rangga Gede yang bernama Raden Bagus Weruh yang kemudian bergelar Pangeran Rangga Gempol II sebagai Bupati Sumedang ke 5 dari tahun 1633 sampai tahun 1656, dan terjadi lagi pemindahan ibu-kota dari Canukur ke Kampung Sulambitan Kelurahan Regol Wetan Kecamatan Sumedang Selatan, berbeda dengan pendahulunya beliau bukan Bupati Wadana sebagai akibat peristiwa Dipati Ukur karena dalam masa awal pemerintahnya terjadi pemecahan wilayah di Prayangan / Priangan oleh Mataram menjadi empat Kabupaten yang sejajar kedudukannya yaitu Kabupaten Parakan Muncang, Bandung, Sukapura dan Sumedang sendiri, berarti wilayah Kabupaten Sumedang menjadi kecil hanya seperempat dari wilayah semasa Prabu Geusan Ulun, maksud pemecahan ini adalah penghargaan terhadap 3 orang bekas pengikut Dipati Ukur yang membelot dan ikut serta dalam operasi pengejaran serta penangkapan Dipati Ukur oleh Bahureksa dan masing-masing diangkat sebagai Bupati juga dalam rangka persiapan penyerangan ke Batavia untuk yang ketiga kalinya, namun tidak terwujud karena Sultan Agung keburu meninggal dunia.
SEKILAS SEJARAH PEMERINTAHAN PADA MASA RANGGA GEDE
Daerah Galuh yang sudah ditaklukan terlebih dahulu oleh Mataram pada tahun 1595. Selanjutnya Sultan Mataram membagi-bagi wilayah Priangan, yang dalam sumber-sumber Belanda disebut Westerlanden, menjadi kabupaten-kabupaten yang masing-masing dikepalai oleh seorang bupati.
Untuk mengawasi serta mengkoordinasikan para bupati ini, salah seorang bupati yang dianggap terkemuka atau cukup berpengaruh diangkat menjadi wedana bupati. Wedana bupati per-tama adalah Rangga Gempol I (1620 -1625 M), yang kedua adalah Dipati Ukur (1625 - 1629 M), dan yang terakhir adalah Pangeran Rangga Gempol II (1641 - 1656 M).
Setelah yang terakhir ini, jabatan wedana bupati dihapuskan dan selanjutnya para bupati bertanggung jawab langsung kepada Sultan Mataram.
Adapun berpindahnya jabatan Wedana Bupati dari Rangga Gempol I (Rd. Aria Soeriadiwangsa) kepada Dipati Ukur, bermula dari perintah Sultan Mataram kepada Rangga Gempol I untuk membantu menaklukkan daerah Sampang, Madura.
Jabatan sebagai penguasa Sumedang diserahkan kepada kakak tirinya, yaitu Rangga Gede. Oleh karena Rangga Gempol I meninggal, putranya, yaitu Aria Soeriadiwangsa II (Rd. Kartadjiwa), menuntut haknya atas tahta Sumedang. Rangga Gede menolak sehingga Aria Soeriadiwangsa II (Rd. Kartadjiwa) meminta bantuan Sultan Banten untuk merebut kekuasaan dengan janji, ia akan tunduk kepada Kesultanan Banten.
Permintaan ini dipenuhi oleh Sultan Banten karena dukungan Sumedang diperlukan dalam menghadapi persaingan dengan Mataram.
Rangga Gede ternyata tidak mampu menahan serangan Banten. Ia kemudian dipanggil ke Mataram dan ditahan di sana. Jabatan wedana bupati kemudian diserahkan kepada Dipati Ukur dari Tatar Ukur karena ia menyanggupi membantu merebut Batavia dari VOC. Ternyata usaha Dipati Ukur gagal. Ia ditangkap tentara Mataram dan dihukum di Mataram. Jabatan wedana bupati diserahkan kembali kepada Rangga Gede.
Untuk mengembalikan stabilitas politik yang terganggu akibat peristiwa Dipati Ukur, Sultan Mataram melakukan reorganisasi wilayah Priangan antara tahun 1641 dan 1645 M.
Wilayah kekuasaan Dipati Ukur yang meliputi Sumedanglarang dahulu, yaitu Pamanukan, Ciasem, Karawang, Sukapura, Limbangan, Bandung dan mungkin Cianjur dibagi menjadi 4 kabupaten yaitu : Sumedang, Sukapura, Parakanmuncang dan Bandung pada tahun 1641 M.
Daerah Galuh kemudian dipecah-pecah menjadi Bojonglopang, Imbanagara, Utama, Kawasen dan Banyumas. Selain itu, di Krawang dibangun koloni-koloni yang penduduknya didatangkan dari Jawa. Setelah Sultan Agung wafat pada tahun 1645, putranya yaitu Sunan Amangkurat I meneruskan reorganisasi wilayah barat. Daerah itu dibagi menjadi dua belas ajeg yaitu : Sumedang, Parakanmuncang, Bandung, Sukapura, Krawang, Imbanagara, Kawasen, Wirabaya (Galuh), Sekace, Banyumas, Ayah, dan Banjar.
Kekuasaan Mataram atas Priangan berakhir dengan adanya perjanjian 19-20 Oktober 1677 dan 5 Oktober 1705, antara Mataram dengan VOC. Dalam perjanjian pertama disebutkan bah-wa Mataram menyerahkan wilayah Priangan Timur kepada VOC, sedangkan dalam perjanjian kedua Mataram menyerahkan wila-yah Priangan Tengah dan Priangan Barat kepada VOC. Penyerahan wilayah Priangan kepada VOC dilakukan Mataram sebagai balas jasa kepada VOC yang telah membantu menyelesaikan perebutan kekuasaan di Mataram. Pengambilalihan wilayah Priangan tidak berlangsung cepat. Baru pada tanggal 15 Nopember 1684, Komandan Jacob Couper. dan Kapten Joachurn Michiels menangani daerah Priangan atas perintah Gubernur Jenderal Johannes Camphuijs. Bupati pertama yang mendapat surat pengangkatan dari VOC adalah Wangsatanoe yang ditetapkan menjadi Bupati Pamanukan pada tanggal 24 Desember 1701.
Pada tahun 1706 Pangeran Aria Cirebon diangkat sebagai pengawas (overseer) bupati-bupati Priangan, kecuali Krawang dan Cianjur yang sudah dianggap termasuk wilayah Batavia. Kedudukan Pangeran Aria Cirebon dikukuhkan berdasarkan Resolusi 9 Februari 1706. Sebelumnya, Pangeran Sumedang juga mengajukan permohonan untuk menjadi Wedana Bupati. Permohonan ini ditolak karena VOC berpendapat bahwa kedudukan para bupati Priangan semuanya sama dan semuanya mengabdi langsung kepada VOC.
Setelah Pangeran Aria Cirebon meninggal tahun 1723, ternyata tidak diangkat penggantinya. Putra Pangeran Aria Cirebon, Martawijaya, mencoba mengajukan permohonan untuk mengisi jabatan ayahnya, tetapi ditolak karena jabatan wedana bupati tidaklah untuk diwariskan.
ISTERI-ISTERINYA PANGERANG RANGGA GEDE
Dalam Buku Sarsilah tidak tercatat siapa saja istrinya Pangeran Rangga Gede. Adapun Istri-istrinya Pangeran Rangga Gede adalah :
1. Nyimas Romlah, putri dari Arasuda dari istrinya NM. Ngabehi Mertayuda, putra Ratu Cukang Gedeng Waru (NM. Sari Hatin) dan Prb. Geusan Ulun (Rd. Angka Wijaya). NM. Romlah adalah putra dari Santowan Cikeruh dari istrinya Nyimas Sari (Buyut Sedet - Kampung Legok Cijambe Paseh), dan NM. Sari adalah putri dari NM. Romlah Karomah dan Hosto Husma. NM. Romlah Karomah putra dari Rd. Meumeut dan NM. Mala Rokaya. Rd. Meumeut putra dari Prb. Siliwangi (Jaya Dewata) dari ke 4, yaitu Ratu Raja Mantri (Ratu Ratnasih) dari Sumedanglarang putra pertama Prabu Tirta Kusuma (Sunan Tuakan) dan Ratu Nurcahya.
2. Nyimas Asidah, adalah putra ke 4 dari Sutra Bandera (R. Sastra Pura Kusumah) dan NM. Hatimah. Sutra Bandera (Sastra Pura Kusumah adalah putra ke 4 dari Prb. Nusiya Mulya (Prb. Saryoni Nyata) / Panembahan Pulosari dari NM. Oo Imahu. NM. Hatimah adalah adik dari Terong Peot dan Nangganan, putra dari Kusnaedi Kusumah dari NM. Harsari. R. Sutra Bandera (Sastra Pura Kusumah) menikah dengan NM. Hatimah, berputra :
1. Rd. Sutrra Mulut / Eyang Haji Baginda. 2. Rd. Mara Suda 3. Rd. Rohimat 4. NM. Asidah.
Dari Istrinya NM Asidah, Pangeran Rangga Gede berputra salah satunya yaitu Rd. Bagus Weruh atawa digelari Rangga Gempol 2 (1633 - 1656 M).
3. Nyimas Roro atau Nyimas Kokom Ruhada (Buyut Lidah), putra dari Prb. Raga Mulya / Panembahan Pulosari dan NM Oo Imahu (NM Harom Muthida). Makam Nyimas Roro di Kampung Cijambe Legok Paseh Sumedang).
Keterangan dibawah ini : Prabu Nusiya Mulya /Panembahan Pulosari (1567 - 1579 M), menikah dengan Nyimas Oo Imahu (Harom Muthida), berputra :
- NM. Harim Hotimah, makam di Bogor.
- NM. Sari Atuhu (Buyut Eres), diperisteri oleh Santowan Awiluar (Pangeran Bungsu), putra bungsu dari Pangeran Santri dan Ratu Inten Dewata. Makam NM. Sari Atuhu (Buyut Eres) di Parugpug Paseh Legok.
- R. Sastra Pura Kusumah (Sutra Bandera), menikahi NM. Hatimah putranya R. Kusnaedi Kusumah dan NM. Harsari. NM. Hatimah adalah adiknya Terong Peot dan Nangganan. Makamnya Sutra Bandera di Sagara Manik Desa Cipancar Sumedang Selatan.
- R. Istihilah Kusumah / Pangeran Sunan Umbar / Sutra Umbar (Embah Ucing), memperistri NM Pamade salah putri Prabu Geusan dan Ratu Cukang Gedeng Waru. Makamnya Istihilah Kusumah (Sutra Umbar) di Makam Tajur Cipancar Sumedang Selatan.
- NM. Kokom Ruhada (Nyimas Roro / Buyut Lidah), diperistri menjadi salah salah satu Istri Pangeran Rangga Gede, makamnya di Kampung Cijambe Legok Paseh Sumedang.
- NM. Suniasih, diperisteri oleh Jaya Perkasa (Sayang Hawu) Makamnya NM. Suniasih di Tajur Cipancar Sumedang.
PUTRA-PUTRI PANGERAN RANGGA GEDE
1.1.1 Pangeran Rangga Gede (Koesoemahdinata IV), berputra : 1.1.1.1 Dalem Aria Bandayuda 1.1.1.2 Dalem Djajoeda 1.1.1.3 Dalem Wargaita 1.1.1.4 Dalem Wangsa Subaya 1.1.1.5 Dalem Rangga Gempol II (Koesoemahdinata V) 1.1.1.6 Dalem Loerah 1.1.1.7 Rd. Singamanggala 1.1.1.8 Ki Wangsaparamadja 1.1.1.9 Ki Wiratama 1.1.1.10 Ki Wangsaparadja 1.1.1.11 Ki Djasinga 1.1.1.12 Ki Wangsasabadra 1.1.1.13 Kiyahi Anggatanoe 1.1.1.14 Ki Martabaja 1.1.1.15 NM. Anggadasta 1.1.1.16 NM. Nataparana 1.1.1.17 NM. Arjapawenang 1.1.1.18 NM. Martarana 1.1.1.19 NM. Djagasatroe 1.1.1.20 NM. Wargakarti 1.1.1.21 NM. Bajoen 1.1.1.22 NM. Wangsapatra 1.1.1.23 NM. Warga Komara 1.1.1.24 NM. Joedantaka 1.1.1.25 NM. Toean Soekadana 1.1.1.26 NM. Oetama 1.1.1.27 NM. Kawangsa 1.1.1.28 NM. Wirakarti1.1.1.29 NR. Nalawangsa
Одсељавање: di Pagaden dan Pamanukan
1.1.10.1 Dlm. Panengan . 1.1.10.2 Dlm. Djajapoespa . 1.1.10.3 Kiai Parajasoeta .1.1.10.4 NM. Gempler .
3
Титуле : Bupati Sumedang Ke 3 (1633 – 1656)
PANGERAN RANGGA GEMPOL II
Setelah wafatnya Rangga Gede digantikan oleh putranya Raden Bagus Weruh setelah menjadi bupati memakai nama Pangeran Rangga Gempol II / Kusumahdinata V (1633 – 1656), Pangeran Rangga Gempol II tidak diangkat menjadi Bupati Wadana tetapi hanya Dipati Sumedang saja.
Bupati Wadana, sejak Amangkurat I menjadi Sultan Mataram tidak ada lagi, dengan demikian Rangga Gempol II hanya menjadi Bupati Sumedang. Pada tahun 1655 pembagian kabupatian – kabupatian bukanlah pada wilayah kabupatian tetapi cacahnya. Demikian pula batas kekuasaan bukan batas teritorial tetapi batas sosial, tiap kabupaten mendapat + 300 umpi. Sumedang dengan cacah satu perempat dari cacah Sumedang pada masa Rangga Gede. Setelah Rangga Gempol II wafat digantikan oleh putra Pangeran Panembahan.
1.1.10.1 Dlm. Panengah . 1.1.10.1.1 NRA. Sepoeh . 1.1.10.1.2 Dlm. Wangsatanoe I (Regent Pamanoekan Ke 1, 1692) 1.1.10.1.3 Rd. Dipakoesoemah . 1.1.10.1.4 Rd. Sastra . 1.1.10.1.5 Rd. Anggaredja . 1.1.10.1.6 NR. Mantri . 1.1.10.1.7 Rd. Adinagara . 1.1.10.1.8 NM. Nakilah . 1.1.10.1.9 Kiai Djawirja . 1.1.10.1.10 Kiai Poespawirija . 1.1.10.1.11 Kiai Anggadidjaja . 1.1.10.1.12 NM. Arsa . 1.1.10.1.13 NM. Moelja .1.1.10.1.14 Kiai Dipanata .
Keberadaan Ki Djasinga di Jasinga
"Ki Djasinga" atau "Dalem Bayah" adalah nama julukan yang diberikan keluarga kepada Raden Mas Tirta Kusumah putra ke sebelas dari Pangeran Rangga Gede / Kusumadinata IV karena menghilang dari Sumedang Larang, mengembara, beraktivitas dan menetap di daerah Djasinga (100 tahun kemudian Jasinga menjadi Kewedanaan Bogor/Buitenzorg). Ki Djasinga dikalkulasi lahir antara tahun 1611 sd 1616 (dihitung dari tahun kelahiran Pengeran Ranggagede tahun 1580 + nikah diusia 20 tahun + anak no 11). Di Djasinga, Ki Djasinga tidak sendirian, karena ada nama lain yang berasal dari Sumedang yaitu Kyai Singa Manggala saudara Kandung Kyai Tanudjiwa yang membuka wilayah Kampung Baru (Bogor) bekas Ibu Kota Kerajaan Pajajaran (Pakuan) pada tahun 1687. Menurut Pleyte dalam bukunya "Soendasche Schetsen", hal 120 :had Tanoedjiwa twee broers, Pralaya (sic) en Singamanggala. Dezen laatsten naam vind in do Tanggerangsche bovenlanden (Tanudjiwa memiliki dua saudara lelaki, Pralaya (sic) dan Singamanggala. Nama-nama tersebut berasal/ditemukan/berdomisili di daerah dataran tinggi Tanggerang). Yang dimaksud dataran tinggi Tangerang adalah wilayah sekitar Rumpin, Jasinga atau Lebak Banten.
Kyai Singa Manggala menurut kalkulasi lahir pada tahun 1612 dan bersama-sama dua saudaranya yaitu Kyai Perlaya dan Kyai Tanudjiwa ikut bergabung dalam rombongan tentara pasukan Dipati Ukur yang menyerang Batavia Ke 2 di tahun 1629. Pada tahun 1629 ini, baik Kyai Singa Manggala, maupun Ki Djasinga baru berusia 17-20 tahunan. (Lihat Koran De Locomotief, tanggal 22 Mei 1905)
"Ki Djasinga" di Jasinga menikah dengan Putri Maulana Yusuf, Sultan Banten ke 2 (1570-1582) yang bernama Ratu Ayu Kusumah / Ratu Wiyos, berputra Rd. Mas Urwa (Buyut Sampang) yang menikah dengan Putri ke 6 Kyai Singa Manggala yang bernama Nyai Enis Raksadikara Uak/Bude_nya MA. Salmun (Sastrawan Sunda yang menetap di Bogor), berputra 5 orang. Mengapa Ki Djasinga menikahkan putranya dengan putri Kyai Singa Manggala? Asumsi saya adalah :
- Ibunda Ki Djasinga adalah isteri ke dua Pangeran Rangga Gede yang bernama Nyimas Arsidah (Entien), putri Raden Sastra Pura Kusumah (Sutra Bandera) adik kandung Raden Aji Mantri Cucu Prabu Ragamulya (1567-1569), jadi Nyai Enis Raksadikara masih keponakan Ki Djasinga, sedangkan Ki Djasinga masih saudara Sepupu Kyai Singa Manggala;
- Kedatangan Ki Djasinga di Jasinga dimungkinkan berbarengan dengan Kyai Singa Manggala yang tergabung dalam pasukan Dipati Ukur yang menyerang Batavia ke 2 tahun 1629;
- Kedatangan/keberadaan Ki Djasinga, Kyai Singa Manggala dan Kyai Perlaya ke Jasinga, menempuh jarak yang cukup jauh (Sumedang-Jasinga, 208 km ditempuh 35 hari jalan kaki/7 hari berkuda) dan mengandung resiko besar selama di perjalanan, jadi alasan utama mereka ke Jasinga adalah Napak Tilas / Berziarah / Menelusuri Pusat Pemerintahan Pajajaran pada masa Kakek/Buyutnya Prabu Ragamulya di daerah PULOSARI (nama gunung dan nama tempat) yang dijadikan basis pertahanan Pajajaran dari ancaman Kesultanan Banten. Jadi sebagai pemuda dewasa yang masih keturunan Keluarga Raja Pajajaran terakhir, menyimpan rasa penasaran yang besar untuk mengetahui secara langsung (bukan dari cerita turun temurun) mengenai tempat atau minimal peninggalan leluhurnya yang pernah menjadi Raja di PULOSARI.
Ki Djasinga menjadi Abdi Sultan Ageng Tirtayasa
Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1683) di Banten, terjadi kerusuhan di daerah Bayah, Lebak, Dalem Jasinga atau Ki Jasinga atau Rd. Mas Tirtakusumah diminta oleh Sultan Ageng Tirtayasa untuk mengendalikan situasi di Lebak Banten, maka sampai akhir hayatnya Rm. Tirta Kusuma atau Ki Jasinga beserta sebagian keluarganya menetap di Wilayah Banten
Silsilah Keluarga
Generasi ke-3 Silsilah Pangeran Santri Sumedang Larang
1.1.1 Pangeran Rangga Gede KOESOEMADINATA, IV 1.1.1.1 Dlm. Aria Bandajoeda . 1.1.1.2 Dlm. Djajoeda . 1.1.1.3 Dlm. Wargaita . 1.1.1.4 Dlm. Wangsasoebaja . 1.1.1.5 Dlm. Rangga Gempol II KOESOEMADINATA, V 1.1.1.6 Dlm. Loerah . 1.1.1.7 Rd. Singamanggala . 1.1.1.8 Ki Wangsaparamadja . 1.1.1.9 Ki Wiratama . 1.1.1.10 Ki Wangsaparadja . 1.1.1.11 Ki Djasinga 1.1.1.12 Ki Wangsasabadra . 1.1.1.13 Kiyahi Anggatanoe . 1.1.1.14 Ki Martabaja . 1.1.1.15 NM. Anggadasta . 1.1.1.16 NM. Nataparana . 1.1.1.17 NM. Arjapawenang . 1.1.1.18 NM. Martarana . 1.1.1.19 NM. Djagasatroe . 1.1.1.20 NM. Wargakarti . 1.1.1.21 NM. Bajoen . 1.1.1.22 NM. Wangsapatra . 1.1.1.23 NM. Warga Komara . 1.1.1.24 NM. Joedantaka . 1.1.1.25 NM. Toean Soekadana . 1.1.1.26 NM. Oetama . 1.1.1.27 NM. Kawangsa . 1.1.1.28 NM. Wirakarti . 1.1.1.29 NR. Nalawangsa .
1.1.1.11 Ki Djasinga 1.1.1.11X Ratu Ayu Wiyos / Ratu Ayu Kusuma Putri Panembahan Maulana Yusuf, Banten
1.1.1.11.1. Rd. Mas Urwa (Buyut Sampang) 1.1.1.11.1X Nyai Enis Raksadikara Putri Kyai Singa Manggala kakak kandung Kyai Tanujiwa / Ki Mas Tanu (Hoofd Demang Bogor, 1689-1705) 1.1.1.11.1.1.Rd. Mas Soleman 1.1.1.11.1.2.Rd. Mas Samaun 1.1.1.11.1.3.Nyai Sabariyah di Rangkasbitung 1.1.1.11.1.4.Nyai Sariyah di Ciseeng1.1.1.11.1.5.Nyai Asih di Karawang
Професија : од 1654, Keariaan Tangerang Periode 2
ASAL-OESOEL
Raden Aria Wangsakara, ternyata keturunan dari Kesultanan Banten. Silsilah Gubernur Wahudin Halim dari garis ibu yang menjadi keturunan Raden Aria Wangsakara, adalah pertemuan dua tokoh besar yaitu Sulthan Abul Mafakhir (Sultan Banten keempat ) dan Pangeran Arya Wangsakara (Penguasa Tangerang 1663 di bawah Kesulthanan Banten bergelar Arya Tangerang). Makom arya wangsakara di lengkong ulama kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang.
Dalam sosialisasi tersebut dipaparkan bahwa Pangeran Arya Wangsakara atau dikenal juga dengan nama Kiayi Wangsaraja atau dikenal Raden Lenyep adalah cucu dari Prabu Geusan Ulun, Raja Sumedang Larang dari putra Prabu Geusan Ulun yang bernama Pangeran Arya Wiraraja. Pangeran Arya Wangsakara sebelum menjadi penguasa Tangerang pada zaman Sultan Agung Tirtayasa, sebelumnya adalah tangan kanan Sultan Abul Mafakhir di Kesultanan Banten.
Pangeran Wangsakara dinikahkan dengan cucu sultan Abul Mafakhir yang bernama Ratu Zakiyah binti Ratu Salamah. Dari pernikahan ini mempunyai anak Ratu Ratnasih. Ratu Ratnasih atau Raden Wiratnasih atau Raden Ratna Sukaesih ini. Kemudian menurunkan sosok Gubernur Banten yaitu Wahidin Halim. “Jadi Wahidin Halim adalah dzuriyat dari Sulthan Abul Mafakhir Banten dan Pangeran Arya Wangsakara Tangerang. Pangeran Wangsakara meninggal di usia senja dalam pertempuran sengit antara pasukan Sultan Tirtayasa dan VOC di Ciledug Tangerang.
Selain dengan cucu Sultan Abul Mafakhir, Wangsakara juga mempunyai dua isteri lainnya yaitu Nyaimas Nurmala putri Adipati Karawang mempunyai anak Raden Yudanagara dan Raden Raksanagara. Isteri yang lain adalah putri dari Tubagus Idham yang bernama Ratu Maimunah mempunyai anak Raden Wiranegara atau disebut Syekh Ciliwulung kresek.
Raden Ratna Sukaesih mempunyai anak Raden Tapa Dilaga atau Kiayi Tapa. Kiayi Tapa bersama Tubagus Buang memimpin gerilya melawan kompeni Belanda. Pemberontakan Kyai Tapa berawal dari rakyat Banten yang dikhianati oleh Ratu Syarifah yang bersekutu dengan VOC. Ratu Syarifah adalah istri dari Sultan Muhammad Syifa Zainul Arifin (1733-1750).
SILSILAH RA. WIRARADJA II / RA. WANGSAKARA (Sumber : [Silsilah Pangeran Santri Sumedang|http://silsilah-ernimuthalib.blogspot.com/search/label/651%20Pangeran%20Santri%20%28G01-11%29]
SILSILAH PANGERAN SANTRI KOESOEMADINATA I (Gen.01-11)
Generasi ke-1
1. Pangeran Santri KOESOEMADINATA, I , (Ki Gedeng Sumedang) 1X Ratoe Poetjoek Oemoen, (Ratoe Inten Dewata, Satyasih) 1.1 Pangeran Geusan Oeloen KOESOEMADINATA, II (Angkawijaya) 1.2 Dmg. Rangga Dadji . 1.3 Dmg. Watang . 1.4 Santoan Wirakoesoemah . 1.5 Santoan Tjikeroeh . 1.6 Santoan Awi Loear .
Generasi ke-2
1.1 Pangeran Geusan Oeloen KOESOEMADINATA, II (Angkawijaya) 1.1X1 NM. Gedeng Waru 1.1.1 Pangeran Rangga Gede KOESOEMADINATA IV 1.1.2 Rd. Aria Wiraradja I / Rd. Aria ALI 1.1.3 Kiai Kadoe Rangga Gede . 1.1.4 Kiai Rangga Patra Kelana . 1.1.5 Kiai Aria Rangga Pati . 1.1.6 Kiai Ngb. Watang . 1.1.7 NM. Dmg. Tjipakoe . 1.1.8 NM. Ngb. Martajoeda . 1.1.9 NM. Rangga Wiratama . 1.1.10 Rd. Rg. Nitinagara or Dlm Rg Nitinagara . 1.1.11 NM. Rangga Pamade . 1.1.12 NM. Dipati Oekoer . 1.1.13 Pangeran Tmg. Tegal Kalong . 1.1.14 Kiai Dmg. Tjipakoe . 1.1X2 Ratoe Harisbaya ., 1.1.15 Pangeran Rangga Gempol I KOESOEMADINATA, III 1.1X3 NM. Pasaeran.
Generasi-3
1.1.2 Rd. Aria Wiraradja I / Rd. Aria ALI 1.1.2.1 Rd. Wiraradja II / Rd. Aria Wangsakara 1.1.2.2 NM. Noertedja .
Generasi-4
1.1.2.1 Rd. Wiraradja II / Rd. Aria Wangsakara 1.1.2.1X1 NM Noermala or Sara 1.1.2.1.1 Rd. Joedanegara 1.1.2.1.2 Rd. Raksanegara 1.1.2.1X2 Tatoe Maemoenah 1.1.2.1.3 Rd. Wiranegara (Cili Woeloeng/Syeikh Ciliwung Kresek) 1.1.2.1X3 Ratu Zakiyah 1.1.2.1.4 NR. Ratna Sukaesih 1.1.2.1.5 NR. Wira Sukaesih 1.1.2.1.6 NR. Sukaedah 1.1.2.1.7 NR. Kara Supadmi
1.1.2.2 NM. Noertedja 1.1.2.2.1 Rd. Wiraradja III
PERJUANGAN
Raden Aria Wangsakara adalah seorang ulama, pejuang, dan pendiri Tangerang. Dalam sejumlah literatur yang bercerita tentang Babad Tangerang dan Babad Banten, Wangsakara merupakan keturunan Raja Sumedang Larang, Sultan Syarif Abdulrohman. Bersama dua kerabatnya, yakni Aria Santika dan Aria Yuda Negara, Wangsakara lari ke Tangerang karena tidak setuju dengan saudara kandungnya yang malah berpihak kepada VOC.
Wangsakara yang kemudian memilih menetap di tepian Sungai Cisadane diberi kepercayaan oleh Sultan Maulana Yusuf, pemimpin Kesultanan Banten kala itu, untuk menjaga wilayah yang kini dikenal sebagai Tangerang, khususnya wilayah Lengkong, dari pendudukan VOC. Sehari-hari, Wangsakara yang juga pernah didapuk sebagai penasihat Kerajaan Mataram menyebarkan ajaran Islam. Namun, aktivitas Wangsakara menyebarkan ajaran Islam mulai tercium oleh VOC tahun 1652-1653.
Karena dianggap membahayakan kekuasaan, VOC mendirikan benteng di sebelah timur Sungai Cisadane, persis berseberangan dengan wilayah kekuasaan Wangsakara. VOC pun sampai memprovokasi dan menakuti warga Lengkong Kyai dengan mengarahkan tembakan meriam ke wilayah kekuasaan Wangsakara. Provokasi itulah yang kemudian memicu pertempuran antara penjajah dan rakyat Tangerang. Kegigihan rakyat di bawah kepemimpinan Raden Aria Wangsakara yang melakukan pertempuran selama tujuh bulan berturut-turut itupun membuahkan hasil. VOC gagal merebut wilayah Lengkong yang berhasil dipertahankan oleh Wangsakara dan para pengikutnya. Wangsakara sendiri gugur pada tahun 1720 di Ciledug dan dimakamkan di Lengkong Kyai, Kabupaten Tangerang.
Pada 2021, ia diangkat menjadi Pahlawan Nasional Indonesia bersama dengan Tombolotutu, Aji Muhammad Idris, dan Usmar Ismail oleh Presiden Indonesia Joko Widodo.[1]1.1.1.7.1 Rd. Singamanggala ., II . 1.1.1.7.2 Kiai Singadiwangsa . 1.1.1.7.3 Kiai Kertamanggala . 1.1.1.7.4 Kiai Paranamanggala . 1.1.1.7.5 Kiai Wangsakerta . 1.1.1.7.6 NM. Adjeng . 1.1.1.7.7 NM. Ante . 1.1.1.7.8 NM. Baros .1.1.1.7.9 Kiai Abdoel Moetolib .
1.1.10.1 Dlm. Panengan or Dlm Rg Panengah . 1.1.10.2 Dlm. Djajapoespa . 1.1.10.3 Kiai Parajasoeta or Dlm Najapoespa . 1.1.10.4 Rd. Anggapoespa .1.1.10.5 NM. Gempler or NR Gemblek .
4
1001/4 <44> ♂ 1.1.2.2.1. Rd. Wiraradja III [Sumedang Larang]
d.1.2.2 NM Nurteja
Ia mempunyai anak satu, dalam silsilah Sumedang anaknya, yaitu R. Wiraraja III, mengambil nama yang sama dengan kakeknya, Wiraraja I.
d.1.3. Kiai Kadu Rangga Gede .
d.1.4. Kiai Rangga Patra Kelana .
d.1.5. Kiai Aria Rangga Pati .
Kyai Aria Ranggapati, melahirkan keturunan ke Haur Kuning.
d.1.6. Kiai Ngb. Watang .
d.1.7. NM. Dmg. Cipaku
d.1.8. NM. Ngb. Martajoeda .
Nyi Mas Ngabehi Martayuda, melahirkan keturunan ke Ciawi Tasikmalaya.
d.1.9. NM. Rangga Wiratama .
d.1.10. Rd. Rg. Nitinagara Raden Rangga Nitinagara atau Dalem Rangga Nitinagara, melahirkan keturunan ke Pagaden Pamanukan Subang. Karena itu Raden Rangga Nitinagara selalu dikaitkan dengan nama Pagaden Ia mempunyai 5 orang anak, yaitu: Dalem Panengah atau Dalem Rangga Panengah . Dalem Jayapuspa Kiai Parayasuta atau Dalem Nayapuspa. R. Anggapuspa . NM. Gempler atau NR Gemblek d.1.10.1. Dalem Panengah Dalem Panengah atau Dalem Rangga Panengah menikah dengan NR Embah Nyai atau NR Timbanganten, dan mempunyai 14 anak: NRA. Sepoeh .
Dlm. Wangsatanoe ., I . Rd. Dipakoesoemah . Rd. Sastra . Rd. Anggaredja .
NR. Mantri .
Rd. Adinagara . NM. Nakilah .
Kiai Djawirja . Kiai Poespawirija . Kiai Anggadidjaja . NM. Arsa .
NM. Moelja .Kiai Dipanata
Титуле : Bupati ke 4 (1656 – 1706)
PANGERAN PANEMBAHAN / RANGGA GEMPOL III
Pangeran Rangga Gempol III (1656 – 1706) adalah bupati yang cerdas, lincah, loyal, berani dan perkasa. Pada masa pemerintahannya penuh dengan perjuangan dan patriotisme beringinan mengembalikan kejayaan masa Sumedang Larang. Pangeran Rangga Gempol III / Kusumahdinata VI dikenal juga sebagai Pangeran Panembahan, gelar Panembahan diberikan oleh Susuhunan Amangkurat I Mataram karena atas bakti dan kesetiaannya kepada Mataram. Kekuatan dan kekuasaan Pangeran Panembahan adalah paling besar di seluruh daerah yang dikuasai oleh Mataram di Jawa Barat berdasarkan pretensi Mataram tahun 1614. Pada masa Pangeran Panembahan pula di Sumedang dibuka areal persawahan sehingga waktu itu kebutuhan pangan rakyat tercukupi .
Pada tahun 1614 Mataram mengemukakan pretensi (pengakuan) bawah seluruh Jawa Barat kecuali Banten dan Cirebon dibawah kekuasaan Sultan Agung. Berdasarkan pretensi inilah Mataram menganggap Batavia sebagai perebutan wilayah Mataram. Pangeran Panembahan adalah bupati pertama yang berani menentang dan mampu memperalat kompeni VOC. Pangeran Panembahan berani menentang dan melepaskan diri dari Mataram dan berani dan mampu menghadapi Banten.
Setelah wafatnya Sultan Agung Mataram (1645) digantikan oleh puteranya Susuhunan Amangkurat I (1645 – 1677). Pada tahun 1652 Mataram mengadakan kontrak dengan VOC secara lisan, VOC diberi hak pakai secara penuh oleh Mataram atas daerah sebelah barat Sungai Citarum dengan demikian Sumedang tidak termasuk daerah yang diserahkan kepada kompeni oleh Mataram yang waktu itu Sumedang dibawah pemerintahan Raden Bagus Weruh / Rangga Gempol II, atas perjanjian tersebut VOC tidak puas maka pada tahun 1677 VOC kembali mengadakan perjanjian secara tertulis, perjanjian tersebut disaksikan oleh Pangeran Panembahan. Salah satu butir dalam perjanjian tersebut bahwa batas sebelah barat antara Cisadane dan Cipunagara harus diserahkan mutlak oleh Mataram kepada VOC dan menjadi milik penuh VOC, kemudian dari hulu Cipunagara ditarik garis tegak lurus sampai pantai selatan dan laut Hindia. Permintaan VOC tersebut oleh Susuhunan Amangkurat I ditolak dan Susuhunan Amangkurat I mengatakan bahwa daerah antara Citarum dan Cipunagara bahwa daerah tersebut merupakan kekuasaan kebupatian Sumedang yang dipimpin oleh Pangeran Panembahan bukan daerah kekuasaan Mataram. Daerah antara Citarum dan Cipunagara merupakan bekas daerah kekuasaan Sumedang Larang ketika dipimpin oleh Prabu Geusan Ulun. Penolakan tersebut diterima dengan baik oleh VOC, sedangkan butir perjanjian lain disetujui oleh Mataram. Dengan demikian VOC menyetujui perjanjian tersebut dengan catatan daerah yang diserahkan pada tahun 1652 menjadi milik VOC .
Makam Pangeran Rangga Gempol III / Pangeran Panembahan di Gunung Puyuh Kecamatan Sumedang Selatan.
Cita – cita Pangeran Panembahan untuk menguasai kembali bekas wilayah kerajaan Sumedang Larang bukan perkara yang mudah karena beberapa daerah sudah merupakan wilayah dari Banten, Cirebon, Mataram dan VOC. Sebagai sasaran penaklukan kembali adalah pantai utara Jawa seperti Karawang, Ciasem, Pamanukan dan Indramayu yang merupakan kekuasaan dari Mataram. Pangeran Panembahan meminta bantuan kepada Banten karena waktu itu Banten sedang konflik dengan Mataram tetapi setelah dipertimbangkan langkah tersebut kurang bijaksana karena masalah Raden Suriadiwangsa II, sedangkan permohonan bantuan Pangeran Panembahan tersebut diterima dengan baik oleh Banten dan mengajak Sumedang untuk berpihak kepada Banten dalam menghadapi VOC dan Mataram. Ajakan dari Banten tersebut ditolak oleh Pangeran Panembahan dan menyadari sepenuhnya Sultan Agung akan menyerang Sumedang, yang akhirnya Banten menyerang Sumedang. Oleh karena itu Pangeran Panembahan mengirim surat kepada VOC pada tanggal 25 Oktober 1677 yang isinya memohon kepada VOC menutup muara sungai Cipamanukan dan pantai utara untuk mencegat pasukan Banten sedangkan penjagaan di darat ditangani oleh Sumedang. Sebagai imbalan VOC diberi daerah antara Batavia dan Indramayu, sebenarnya daerah tersebut sudah diberikan oleh Mataram kepada VOC berdasarkan kontrak tahun 1677 kenyataannya Sumedang tidak memberikan apa-apa kepada VOC . Sebenarnya dalam perjanjian kontrak antara Mataram dengan VOC pada 25 Februari 1677 dan 20 Oktober 1677 yang diuntungkan adalah Sumedang karena secara tidak langsung VOC akan menempatkan pasukan untuk menjaga wilayahnya dan akan menghambat pasukan Banten untuk menyerang Sumedang sehingga Pangeran Panembahan dapat memperkuat kedudukan dan pertahanannya di Sumedang. Meskipun demikian VOC bersedia membantu Sumedang dan Kecerdikan Pangeran Panembahan tidak disadari oleh VOC dan VOC menganggap Sumedang sebagai kerajaan yang berdaulat dan merdeka. Pangeran Panembahan juga mengadakan hubungan dengan Kepala Batulajang (sebelah selatan Cianjur) Rangga Gajah Palembang merupakan cucu Dipati Ukur.
Serangan pertama Sumedang di pantai utara adalah daerah Ciasem, Pamanukan dan Ciparagi dengan mudah dikuasai oleh Pangeran Panembahan. Di Ciparigi Sumedang menempatkan pasukannya sebagai persiapan menyerang Karawang. Setelah daerah-daerah tersebut dikuasai oleh Pangeran Panembahan, pasukan Sumedang bersiap untuk menaklukan Indramayu tetapi Indramayu tidak diserang karena keburu mengakui Pangeran Panembahan sebagai pimpinannya. Dengan demikian daerah pantai utara Jawa antara Batavia dan Indramayu merupakan kekuasaan mutlak Sumedang. Ketika Pangeran Panembahan sibuk menaklukan pantai utara, Sultan Banten bersiap untuk menyerang Sumedang .
Pada tahun 10 Maret 1678 pasukan Banten bergerak untuk menyerang Sumedang melalui Muaraberes /Bogor, Tangerang ke Patimun Tanjungpura dan berhasil melalui penjagaan VOC, awal Oktober pasukan Banten telah datang di Sumedang tetapi pasukan Banten tidak bisa masuk ke Ibukota karena Pangeran Panembahan bertahan dengan gigih. Pada serangan pertama ini Banten mengalami kegagalan karena tepat waktu Ibukota Sumedang diserang, di Banten terjadi perselisihan antara Sultan Agung Tirtayasa dan Sultan Haji Surasowan,. Selama sebulan lamanya tentara Banten yang dipimpin oleh Raden Senapati bertempur dan Raden Senapati tewas dalam pertempuran tersebut sehingga pasukan Banten ditarik mundur karena Sultan Agung memerlukan pasukan untuk menghadapi puteranya Sultan Haji. Pangeran Panembahan akhirnya menguasai seluruh daerah pantai utara dan Pangeran Panembahan berkata kepada VOC akan taat dan patuh asalkan terus membantunya terutama pengiriman senjata dan mesiu tetapi Pangeran Panembahan tidak taat bahkan menentang kompeni VOC dan tidak pernah datang ke Batavia dan tidak pernah pula memberi penghormatan atau upeti kepada VOC, yang akhirnya VOC menarik pasukannya dari pantai utara.. Setelah menguasai pantai utara Pangeran Panembahan menguasai daerah kebupatian yang dibentuk oleh Mataram pada tahun 1641 seperti Bandung, Parakan muncang, dan Sukapura . Dengan demikian Pangeran Panembahan menguasai kembali seluruh daerah bekas Sumedang Larang kecuali antara Cisadane dan Cipunagara yang telah diserahkan oleh Mataram kepada VOC tahun 1677. Sehingga Sumedang mencapai puncak kejayaannya kembali setelah pada masa Prabu Geusan Ulun. Penarikan pasukan VOC dari pantai utara membuka peluang bagi Banten dengan mudah untuk masuk wilayah Sumedang. Dalam melakukan penaklukan daerah-daerah di pantai utara dan menghadapi Banten, Pangeran Panembahan dilakukan sendiri berserta pasukan Sumedang tanpa ada bantuan dari VOC sama sekali, bantuan VOC hanya menjaga batas luar wilayah Sumedang dan selama menjaga VOC tidak pernah terlibat perang secara langsung di wilayah kekuasaan Pangeran Panembahan, bantuan lain dari VOC berupa pengiriman beberapa pucuk senjata dan meriam setelah Sumedang pertama kalinya diserang oleh Banten.
Pada awal oktober 1678 pasukan Banten kedua kalinya kembali menyerang Sumedang, serangan pertama pasukan Banten merebut kembali daerah-daerah yang dikuasai oleh Sumedang di pantai utara, Ciparigi, Ciasem dan Pamanukan akhirnya jatuh ke tangan pasukan Banten sedangkan pasukan kompeni yang dahulu menjaga daerah tersebut telah ditarik . Akhirnya pasukan Bali dan Bugis bergabung dengan pasukan Banten bersiap untuk menyerang Sumedang. Pada awal bulan puasa pasukan gabungan tersebut telah mengepung Sumedang, pada tanggal 18 Oktober 1678 hari Jumat pasukan Banten di bawah pimpinan Cilikwidara dan Cakrayuda menyerang Sumedang tepat Hari Raya Idul Fitri dimana ketika Pangeran Panembahan beserta rakyat Sumedang sedang melakukan Sholat Ied di Mesjid Tegalkalong, serangan pasukan Banten ini tidak diduga oleh Pangeran Panembahan karena bertepatan dengan Hari Raya dimana ketika Pangeran Panembahan dan rakyat Sumedang sedang beribadah kepada Allah. Akibat serangan ini banyak anggota kerabat Pangeran Panembahan yang tewas termasuk juga rakyat Sumedang. Pangeran Panembahan sendiri berhasil meloloskan diri ke Indramayu dan tiba pada bulan Oktober 1678. Serangan pasukan Banten ini dianggap pengecut oleh rakyat Sumedang karena pada serangan pertama Banten, Sumedang sanggup memukul mundur dan mengalahkan Banten. Oleh Sultan Banten, Cilikwidara diangkat menjadi wali pemerintahan dengan gelar Sacadiparana sedangkan yang menjadi patihnya adalah Tumenggung Wiraangun-angun dengan gelar Aria Sacadiraja. Selama di Indramayu Pangeran Panembahan menggalang kekuatan kembali dengan bantuan dari Galunggung, pasukan Pangeran Panembahan dapat merebut kembali Sumedang setelah enam bulan berada di Sumedang, pada bulan Mei 1679 Cilikwidara menyerang kembali dengan pasukan lebih besar, yang akhirnya Sumedang jatuh kembali ke tangan Cilikwidara, Pangeran Panembahan terpaksa mundur kembali ke Indramayu. Pendudukan Sumedang oleh Cilikwidara tak berlangsung lama pada bulan Agustus 1680 pasukan Cilikwidara ditarik kembali ke Banten karena terjadi konflik antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan Sultan Haji yang didukung oleh VOC, dalam konflik tersebut dimenangkan Sultan Haji. Sejak itu kejayaan Sultan Banten berakhir. Sultan Haji berkata kepada VOC bahwa Banten tidak akan mengganggu lagi Cirebon dan Sumedang, yang pada akhirnya berakhirlah kekuasaan Banten di Sumedang. Pada tanggal 27 Januari 1681 Pangeran Panembahan kembali ke Sumedang dan bulan Mei 1681 memindahkan pemerintahan dari Tegalkalong ke Regolwetan (Sumedang sekarang) dan membangun gedung kebupatian yang baru Srimanganti sekarang dipakai sebagai Museum Prabu Geusan Ulun Yayasan Pangeran Sumedang, pembangunan Ibukota Sumedang yang baru tidak dapat disaksikan oleh Pangeran Panembahan, pada tahun 1706 Pangeran Panembahan wafat dan dimakamkan di Gunung Puyuh di samping makam ayahnya Pangeran Rangga Gempol II. Pada tahun 1705 seluruh wilayah Jawa Barat dibawah kekuasaan kompeni VOC Setelah wafatnya Pangeran Panembahan digantikan oleh putranya Raden Tanumaja dengan gelar Adipati, bupati pertama kali yang diangkat oleh VOC. Pangeran Rangga Gempol III Panembahan merupakan bupati paling lama masa pemerintahannya hampir 50 tahun dari tahun 1656 sampai tahun 1705 dibandingkan dengan bupati – bupati Sumedang lainnya.
Setelah peristiwa penyerbuan pasukan Banten ke Sumedang, Pangeran Panembahan membentuk sistem keamanan lingkungan yang disebut Pamuk terdiri dari 40 orang pilihan, setiap pamuk mendapatkan sawah dari Pangeran Panembahan, sawah tersebut boleh digarap dan diterima hasilnya oleh pamuk yang bersangkutan selama ia masih bekerja sebagai pamuk. Sawah tersebut dinamakan Carik, suatu sistem gaji yang bekerja untuk kebupatian. Carik disebut juga Bengkok di daerah lain yang akhirnya sistem pemberian gaji ini untuk Pamong Desa.
Pangeran Rangga Gempol III Panembahan menyisihkan sebagaian tanahnya miliknya sebagai sumber penghasilan bupati, agar penghasilan bupati tidak lagi menjadi beban rakyat. Tanah tersebut tidak boleh dibagi waris jika Pangeran Panembahan wafat tetapi diturunkan lagi kepada bupati berikutnya secara utuh dan lengkap.Титуле : од 1654, Galuh, Bupati Galuh Kertabhumi Terakhir / Kanduruan Singaperbangsa IV
RADEN ADIPATI SINGAPERBANGSA (1633-1677)
Raden Adipati Singaperbangsa putra Wiraperbangsa dari Galuh (Wilayah Kerjaaan Sumedanglarang) Bergelar Adipati Kertabumi IV. Pada masa pemerintahan Raden Adipati Singaperbangsa, pusat pemerintahan Kabupaten Karawang berada di Bunut Kertayasa. Sekarang termasuk wilayah Kelurahan Karawang Kulon, Kecamatan Karawang Barat. Dalam melaksanakan tugasnya Raden Adipati Singaperbangsa didampingi oleh Aria Wirasaba, yang pada saat itu oleh kompeni disebut sebagai “ HET TWEEDE REGENT “, sedangkan Raden Adipati Singaperbangsa sebagai “HOOFD REGENT”. Raden Adipati Singaperbangsa, wafat pada tahun 1677, dimakamkan di Manggung Ciparage, Desa Manggung Jaya Kecamatan Cilamaya Kulon. Raden Adipati Singaperbangsa, dikenal pula dengan sebuatn Kiai Panembahan Singaperbangsa, atau Dalem Kalidaon atau disebut juga Eyang Manggung.
Pada tahun 1632, Sultan Agung mengutus kembali Wiraperbangsa dari Galuh dengan membawa 1000 prajurit dan keluarganya menuju Karawang tujuan pasukan yang dipimpin oleh Wiraperbangsa adalah membebaskan Karawang dari pengaruh Banten, mempersiapkan logistik sebagai bahan persiapan melakukan penyerangan kembali terhadap VOC (Belanda) di Batavia, sebagaimana halnya tugas yang diberikan kepada Aria Wirasaba yang telah dianggap gagal. Tugas yang diberikan kepada Wiraperbangsa dapat dilaksanakan dengan baik dan hasilnya dilaporkan kepada Sultan Agung atas keberhasilannya, Wiraperbangsa oleh Sultan Agung dianugerahi jabatan Wedana (setingkat Bupati ) di Karawang dan diberi gelar Adipati Kertabumi III, serta diberi hadiah sebilah keris yang bernama “KAROSINJANG”.Setelah penganugerahan gelar tersebut yang dilakukan di Mataram, Wiraperbangsa bermaksud akan segera kembali ke Karawang, namun sebelumnya beliau singgah dulu ke Galuh, untuk menjenguk keluarganya. Atas takdir Ilahi beliau wafat di Galuh, jabatan Bupati di Karawang, dilanjutkan oleh putranya yang bernama Raden Singaperbangsa dengan gelar Adipati Kertabumi IV yang memerintah pada tahun 1633-1677, Tugas pokok yang diemban Raden Adipati Singaperbangsa, mengusir VOC (Belanda) dengan mendapat tambahan parjurit 2000 dan keluarganya, serta membangun pesawahan untuk mendukung Logistik kebutuhan perang.
Hal itu tersirat dalam piagam Pelat Kuning Kandang Sapi Gede yang bunyi lengkapnya adalah sebagai berikut : “ Panget Ingkang piagem kanjeng ing Ki Rangga gede ing Sumedang kagadehaken ing Si astrawardana. Mulane sun gadehi piagem, Sun Kongkon anggraksa kagengan dalem siti nagara agung, kilen wates Cipamingkis, wetan wates Cilamaya, serta kon anunggoni lumbung isine pun pari limang takes punjul tiga welas jait. Wodening pari sinambut dening Ki Singaperbangsa, basakalatan anggrawahani piagem, lagi lampahipun kiayi yudhabangsa kaping kalih Ki Wangsa Taruna, ingkang potusan kanjeng dalem ambakta tata titi yang kalih ewu; dipunwadanahaken ing manira, Sasangpun katampi dipunprenaharen ing Waringipitu ian ing Tanjungpura, Anggraksa siti gung bongas kilen, Kala nulis piagem ing dina rebo tanggal ping sapuluh sasi mulud tahun alif. Kang anulis piagemmanira anggaprana titi “. Terjemahan dalam Bahasa Indonesia :
“Peringatan piagam raja kepada Ki Ranggagede di Sumedang diserahkan kepada Si Astrawardana. Sebabnya maka saya serahi piagam ialah karena saya berikan tugas menjaga tanah negara agung milik raja. Di sebelah Barat berbatas Cipamingkis, disebelah Timur berbatas Cilamaya, serta saya tugaskan menunggu lumbung berisi padi lima takes lebih tiga belas jahit. Adapun padi tersebut diterima oleh Ki Singaperbangsa. Basakalatan yang menyaksikan piagam dan lagi Kyai Yudhabangsa bersama Ki Wangsataruna yang diutus oleh raja untuk pergi dengan membawa 2000 keluarga. Pimpinannya adalah Kiayi Singaperbangsa serta Ki Wirasaba. Sesudah piagam diterima kemudian mereka ditempatkan di Waringinpitu dan di Tanjungpura. Tugasnya adalah menjaga tanah negara agung di sebelah Barat. Piagan ini ditulis pada hari Rabu tanggal 10 bulan mulud tahun alif. Yang menulis piagam ini ialah anggaprana, selesai. Tanggal yang tercantum dalam piagam pelat kuningan kandang sapi gede ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Karawang berdasarkan hasil penelitian panitia sejarah yang dibentuk dengan Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Karawang nomor : 170/PEM/H/SK/1968 tanggal 1 Juni 1968 yang telah mengadakan penelitian dari pengkajian terhadap tulisan :
- Dr. Brandes dalam “ Tyds Taal-land En Volkenkunde “ XXVIII Halaman 352,355, menetapkan tahun 1633;
- Dr. R Asikin Wijayakusumah dalam ‘ Tyds Taal-land En Volkenkunde “ XXVIII 1937 AFL, 2 halaman 188-200 (Tyds Batavissc Genot Schap DL.77, 1037 halaman 178-205) menetapkan tahun 1633;
- Batu nisan makam panembahan Kiyai Singaperbangsa di Manggungjaya Kecamatan Cilamaya tertulis huruf latin 1633-1677;
- Babad Karawang yang ditulis oleh Mas Sutakarya menulis tahun 1633.
Hasil Penelitian dan pengkajian panitia tersebut menetapkan bahwa hari jadi Kabupaten Karawang pada tanggal 10 rabi’ul awal tahun 1043 H, atau bertepatan dengan tanggal 14 September 1633 M atau Rabu tanggak 10 Mulud 1555 tahun jawa/saka.
SILSILAH PANEMBAHAN SINGAPERBANGSA (PECAHAN DARI SILSILAH PANGERAN KUSUMADINATA 1 / PANGERAN SANTRI-SUMEDANG LARANG)
Generasi ke-1
1 Panembahan Singaperbangsa (Kiyai Raden Adipati Kertabumi IV, Dalem Kalidaun, Dalem Ciparage, Eyang Manggu). 1.1 RAA. Panatayuda I1.2 NM Noermala or Sara
1.1.10.5X Kiai Naja Poespa ., (1.4.1.6) 1.1.10.5.1 Kiai Angga Poespa 1.1.10.5.2 Kiai Angga Koesoemah . 1.1.10.5.3 Kiai Najakoesoemah . 1.1.10.5.4 Rd. Wirakoesoemah . 1.1.10.5.5 Kiai Wirakoesoemah . 1.1.10.5.6 NM. Natawoelan . 1.1.10.5.7 Kiai Bangsawiria . 1.1.10.5.8 Kiai Anggadinata .1.1.10.5.9 Kiai Soerakoesoemah .
5
1701/5 <62> ♂ 1.1.1.5.2.2. Rd. Soetanata I . [Sumedang Larang]Титуле : Bupati Sumedang Ke 5 Tahun (1706–1709)
Profil Rd. Tmg. Tanoemadja
Pengganti Pangeran Panembahan adalah putranya Raden Tanumadja (1706 – 1709), Raden Tanumadja adalah bupati pertama yang diangkat oleh kompeni. Pengangkatannya pun disertai syarat, yaitu harus menempuh masa percobaan, kesetiaan dan ketaatan Raden Tanumadja terhadap pemerintah kompeni dan Raden Tanumadja dibawah Pangeran Aria Cirebon sebagai atasannya karena Pangeran Aria Cirebon diangkat menjadi Gubernur di Priangan.
Seperti di ceritakan di atas pada tahun 1681 Ibukota Sumedang dipindahkan dari Tegal Kalong ke Regolwetan oleh Pangeran Panembahan. Dalam membangun Ibukota sumedang yang baru Pangeran Panembahan tidak sempat menyaksikan karena keburu wafat maka pembangunan dilanjutkan oleh Putranya Raden Tanumadja, pada masa Pangeran Panembahan membangun gedung kabupatian baru bernama Srimanganti yang selanjutnya pembangunan gedung Srimanganti diselesaikan oleh Raden Tanumadja
RADEN ANOM WIRASUTA (1677-1721)
Raden Anom Wirasuta Putra raden Adipati Singaperbangsa bergelar Adipati Panatayudha I.Beliau dilantik menjadi Bupati di Citaman Pangkalan. Beliau setelah wafat, dimakamkam di Bojongmanggu Pangkalan, Karena beliau dikenal pula dengan sebutan Panembahan Manggu.
SILSILAH PANEMBAHAN SINGAPERBANGSA
Generasi ke-2
1.1 RAA. Panatayuda I (Rd. Anom Wirasuta, Rd. Pager Gunung, RAA Wirasuta) 1.1X1 NM. Galuh 1.1.1 RAA. Panatayuda II 1.1X2 Nyi Gurende 1.1.2 NR. Kertayuda
1.2 NM Noermala or Sara 1.2X Rd. Wiraradja II 1.2.1 Rd. Joedanegara1.2.2 Rd. Raksanegara
1.1.10.5.1.1 Knj. Dlm. Adp. Patrakoesoemah . 1.1.10.5.2 Kiai Angga Koesoemah . 1.1.10.5.3 Kiai Najakoesoemah . 1.1.10.5.3X RA. Riyanagara ., 1.1.10.5.3.1 Rd. Soerianatakoesoemah (Patrakoesoemah II) 1.1.10.5.3.2 Dlm. Rd. Paranadiredja . 1.1.10.5.4 Rd. Wirakoesoemah . 1.1.10.5.4.1 Kiai Mas Naja . 1.1.10.5.4.2 NM. Nakisah . 1.1.10.5.4.3 Rd. Wiradinata . 1.1.10.5.5 Kiai Wirakoesoemah . 1.1.10.5.6 NM. Natawoelan . 1.1.10.5.7 Kiai Bangsawiria . 1.1.10.5.8 Kiai Anggadinata . 1.1.10.5.8.1 Wan Tompel . 1.1.10.5.8.2 Wan Mili .1.1.10.5.9 Kiai Soerakoesoemah .
6
3021/6 <169> ♀ 1.1.1.5.2.1.9. NRA Rajanagara [Sumedang Larang]Титуле : Bupati ke 6 (1709-1744)
PANGERAN KARUHUN
Setelah Tumenggung Tanumadja wafat, putranya menggantikannya Raden Kusumahdinata VII (1709 – 1744) diangkat menjadi bupati. Raden Kusumadinata memohon memakai gelar Rangga Gempol IV seperti kakeknya. Pangeran Kusumadinata VII juga memusuhi Pangeran Aria Cirebon karena Kusumadinata tidak ingin dibawah perintahnya. Sebelum wafat Pangeran Kusumadinata menginginkan kabupatian-kabupatian di laut Jawa dan Hindia di bawah kekuasaannya tetapi sebelum keinginannya tercapai keburu wafat, setelah wafat dikenal sebagai Pangeran Karuhun. Pangeran Kusumadinata terkenal sebagai bupati yang memajukan persawahan.
RADEN JAYANEGARA (1721-1731)
Raden Jayanegara adalah putra Anom Wirasuta, bergelar Adipati Panatayudha II. Setela wafat beliau dimakamkan di Waru Tengah Pangkalan. Karena itu beliau dikenal juga sebagai Panembahan Waru Tengah
SILSILAH PANEMBAHAN SINGAPERBANGSA
Generasi ke-3
1.1.1 RAA. Panatayuda II (Rd. Jayanagara, Panembahan Waru Tengah) 1.1.1X Nyi Djadini 1.1.1.1 RAA. Panatayuda III 1.1.1.2 Dlm. Wirabaya 1.1.1.3 Dlm. Wirasuta 1.1.1.4 NR. Panggungnagara 1.1.1.5 NR. Surengrana 1.1.1.6 Rd. Martanagara
1.1.2 NR. Kertayuda 1.1.2X Dlm. Kertayuda 1.1.2.1 Nyi Lor
1.2.1 Rd. Joedanegara1.2.2 Rd. Raksanegara
1.1.10.5.1.1X RA. Dipati Parakanmuncang ., (1.1.1.7.6.1.1) 1.1.10.5.1.1.1 Rd. Aria Anggakoesoemah . 1.1.10.5.1.1.2 Knj. R. Adp. Poeranagara 1.1.10.5.1.1.3 Rd. Rg. Nitipoera . 1.1.10.5.1.1.4 Rd. Wangsa .1.1.10.5.1.1.5 Rd. Anggadiredja .
7
4571/7 <302+?> ♂ 1.1.1.5.2.1.9.2. Kd. Rangga Wangsadireja [Pajajaran]Титуле : Bupati ke 7 (1744-1759)
DALEM ISTRI RADJANINGRAT
Menggantikan Pangeran Karuhun adalah puteri sulungnya Dalem Istri Radjaningrat (1744 – 1759) karena para putera Pangeran Karuhun belum ada yang dewasa. Dalem Istri Radjaningrat menikah dengan Dalem Soerianegara putera Bupati Limbangan. Dalem Istri Radjaningrat mempunyai putera sulung Raden Kusumadinata yang biasa disebut Dalem Anom yang kelak menjadi bupati menggantikan kakeknya . Para putera Pangeran Karuhun oleh kompeni dipandang tidak cukup cakap untuk menjadi bupati.Свадба: <8> ♂ 1.1.1.5.2.1.1.1.3.4. Dalem Raden Soerialaga II / Raden Tumenggung Suryalaga II (Dalem Taloen) [Sumedang Larang] b. 1764изр
- 1.1.1.5.2.1.9.1 Kd. Adipati Soerianagara X Dlm. Istri Radjaningrat, (1.1.1.5.2.1.1.1)
- 1.1.1.5.2.1.9.2 Kd. Rangga Wangsadireja . (Dalem Rangga Wangsareja Sepuh)
- 1.1.1.5.2.1.9.2.1 Rd. Wangsadiraja .
- 1.1.1.5.2.1.9.2.2 NR. Kambang .
- 1.1.1.5.2.1.9.2.3 Rd. Sutapraja .
- 1.1.1.5.2.1.9.2.4 Ni.Rd. Purba .
- 1.1.1.5.2.1.9.2.5 Rd. Wangsadiraja II .
- 1.1.1.5.2.1.9.3 Kd. Surapraja .
- 1.1.1.5.2.1.9.4 Rd. Aria Wiradireja .
- 1.1.1.5.2.1.9.5 Kd. Adipati Wangsareja. (Dalem Rangga Wangsaredja Anom, Dalem Limbangan)
- 1.1.1.5.2.1.9.5.1 NR. Ratnamantri .
- 1.1.1.5.2.1.9.5.2 Dlm. Tmg. Wangsareja .
- 1.1.1.5.2.1.9.5.3 Dlm. Adp. Wangsaraja .
- 1.1.1.5.2.1.9.5.4 Dlm .Adp. Surapraja .
- 1.1.1.5.2.1.9.5.5 Rd. Wirareja .
- 1.1.1.5.2.1.9.6 Rd. Aria H. Kusumah .
- 1.1.1.5.2.1.9.7 RM. Aria Tjakrayuda X NR. Kaler (Daughter of Dalem Singaderpa Krawang)
- 1.1.1.5.2.1.9.7.1 NR. Sutaderpa .
- 1.1.1.5.2.1.9.7.2 Rd. Derpayuda X Another Wife of RM. Aria Tjakrayuda.
- 1.1.1.5.2.1.9.7.3 Rd. Patrayuda .
- 1.1.1.5.2.1.9.8 RM. Natapraja .
- 1.1.1.5.2.1.9.9 NRA. Natakaraton .
- 1.1.1.5.2.1.9.10 NR. Ratnanagara X Dlm. Rd. Soeriadilaga, II, (1.1.1.5.2.1.1.1.3.4)
- 1.1.1.5.2.1.9.11 NR. Rajakaraton .
- 1.1.1.5.2.1.9.12 NRA. Siti Gede .
- 1.1.1.5.2.1.9.13 Dlm. Rangga Bungsu .
RADEN SINGANAGARA (1731-1752)
Raden Singanagara, putra Jayanegara, bergelar Raden Aria Panatyudha III. Raden Singanagara dikenal juga dengan nama Raden Martanegara. Setalh wafat dimakamkan di Waru Hilir, Pangkalan. Karena itu beliau dikenal dengan Panembahan Waru Hilir. Pada tanggal 28 November 1994, makam Raden Anom Wirasuta (Bupati Karawang ke-2), makam Raden Jayanegara (Bupati Karawang ke-3) dan Raden Singanagara (Bupati Karawang ke-4) dipindahkan ke Areal dekat makam Raden Adipati Singaperbangsa di Manggung Ciparage, Desa Manggungjaya, Kecamatan Cilamaya Kulon.
SILSILAH PANEMBAHAN SINGAPERBANGSA
Generasi ke-4
1.1.1.1 RAA. Panatayuda III (Rd. Singanagara alias Rd. Martanagara, Panembahan Waru Hilir) 1.1.1.1.1 RAA. Panatayuda IV 1.1.1.1.2 Rd. Aria Hasan SINGANAGARA 1.1.1.1.3 NR. Sujinah 1.1.1.1.4 Dlm. Judadipura 1.1.1.1.5 Dlm. Sumanagara 1.1.1.1.6 Dlm. Gandaseli 1.1.1.1.7 Rd. Sastrawinata
1.1.1.2 Dlm. Wirabaya 1.1.1.2.1 Nyi Armun
1.1.1.3 Dlm. Wirasuta 1.1.1.3.1 Dlm. Wirajasa 1.1.1.3.2 Dlm. Cakrasedana
1.1.1.4 NR. Panggungnagara
1.1.1.5 NR. Surengrana 1.1.1.5X Dlm. Citrayudamanggala 1.1.1.5.1 Dlm. Mar'i SINGADERPA II
1.1.1.6 Rd. Martanagara 1.1.1.6X Nyi Seda 1.1.1.6.1 Rd. Badrasuta
1.1.2.1 Nyi Lor 1.1.2.1X Singanagara 1.1.2.1.1 Dlm. Anom Sacanapura
Свадба: <9> ♀ NR. Lenggang Kusumah [Wiratanudatar] b. 1768изр
Свадба: <10> ♀ Nyai Raden Tjandra Nagara [?]
Свадба: <11> ♀ Nyi Raden Radja Mira [Parakanmuncang] b. 1765изр
Титуле : од 1791, Sumedang, Bupati ke 14 (1791-1828)
Титуле : од 1805, Pangeran Kornel sebagai Bupati Kerajaan Nederland, dibawah Lodewijk, Adik Kaisar Napoleon Bonaparte
Титуле : од 1810, Pangeran Kornel sebagai Bupati Kerajaan Nederland, dibawah Kaisar Napoleon Bonaparte
Титуле : од 1811, Pangeran Kornel sebagai Bupati Masa Pemerintahan Inggris
Рођење: од 1815, Pangeran Kornel sebagai Bupati Kerajaan Nederland
PANGERAN KORNEL /ADIPATI SURIANAGARA III
Setelah wafatnya Bupati Sumedang Adipati Surialaga I (1765 – 1773), posisi bupati Sumedang diisi oleh bupati penyelang dari Parakanmuncang Adipati Tanubaya (1773 – 1775) yang diangkat oleh kompeni karena putra Adipati Surianagara II, Raden Jamu masih kecil. Setelah wafatnya Adipati Tanubaya digantikan oleh Tumenggung Patrakusuma putranya Setelah menjadi bupati Tumenggung Patrakusuma (1775 – 1789) memakai gelar Adipati Tanubaya II. Setelah menginjak dewasa Raden Djamu dinikahkan dengan putri Adipati Tanubaya II Nyi Raden Radja Mira mempunyai seorang puteri bernama Nyi Raden Kasomi. Adipati Tanubaya II mendapat hasutan dari Demang Dongkol yang berambisi untuk mempunyai anak atau cucu menjadi bupati. Akhirnya Raden Djamu mengetahui niat buruk mertuanya ingin membunuhnya, segera Raden Djamu meloloskan diri ke Limbangan karena bupati Limbangan merupakan saudaranya, di limbangan posisi Raden Djamu tidak aman terus melanjutkan perjalanan ke Cianjur untuk bertemu dengan kerabat ayahnya Bupati Cianjur Adipati Aria Wiratanudatar V Bupati Cianjur ke 5 (1761-1776), dan Raden Djamu diangkat sebagai Kepala Cutak (Wedana) Cikalong dengan nama Raden Surianagara III. Setelah Adipati Tanubaya II diasingkan ke Batavia oleh kompeni ditunjuk sebagai pengganti sementara kepala pemerintahan Sumedang dipegang oleh Patih Sumedang Aria Satjapati (1789 – 1791). Aria Satjapati mengirim surat kepada Adipati Aria Wiratanudatar V memohon agar mengusulkan Raden Djamu atau Surianagara III diangkat menjadi bupati Sumedang kepada kompeni. Usul dari Wiratanudatar VI diterima oleh kompeni dan diangkatlah Raden Djamu / Surianagara III menjadi bupati Sumedang dengan gelar Pangeran Kusumadinata IX (1791 – 1828).
Pada tahun 1811 masa pemerintahan Gubernur Jenderal William Daendels, merintahkan semua bupati di tanah Jawa untuk membantu pembangunan jalan pos antara Anyer dan Banyuwangi. Di Sumedang jalan pos tersebut harus melalui gunung cadas yang keras. Pangeran Kusumadinata menghadapi pekerjaan yang berat mau tidak mau harus dilaksanakan oleh rakyatnya dan tanggung jawabnya sebagai bupati, setelah mengumpulkan rakyatnya Pangeran Kusumadinata menganjurkan dan mengajak rakyatnya untuk membantu pelaksanaan pembuatan jalan pos tersebut, rakyat Sumedang menyatakan kesanggupannya melaksanakan tugas itu.. Pada tanggal 26 November 1811 mulailah pembobokan gunung cadas, rakyat Sumedang pun menjadi korban “kerja paksa” Belanda, banyak rakyat menjadi korban akibat sulitnya medan jalan yang dibuat, rakyat dipaksa untuk menembus bukit cadas dengan peralatan seadanya. Pembangunan jalan pun tidak selesai pada waktunya. Daendels meminta bupati agar rakyat dikerahkan habis-habisan untuk menyelesaikan, Pangeran
Kusumadinata menolak karena tidak tega melihat rakyatnya menderita.
Peristiwa Cadas Pangeran
Ketika Daendels memeriksa pembuatan jalan tersebut, Pangeran Kusumadinata menunggunya. Sewaktu Daendels menyodorkan tangan kanannya untuk mengajak bersalam, Pangeran Kusumadinta menyambutnya dengan tangan kiri sedangkan tangan kanan memegang keris Nagasastra siap menghadapi segala kemungkinan, semula Daendels marah karena sikap bupati dianggap kurang ajar. Akan tetapi setelah mendengar penjelasan dari Pangeran Kusumadinata bahwa ia berani membantah perintahnya (simbolis ditunjukan dengan menyalami memakai tangan kiri) demi membela rakyatnya yang menjadi korban kerja paksa Daendels dan Daendels pun salut atas keberanian Pangeran Kusumadinata. Akhirnya Daendels merintahkan pasukan zeni Belanda untuk membantu menyelesaikan pembuatan jalan dengan mengunakan dinamit membobok gunung cadas, akhirnya 12 Maret 1812 pembangunan jalan pos di Sumedang selesai, sehingga daerah itu disebut “Cadas Pangeran”.
Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal G.A. Baron Van Der Capllen (1826 – 1830) Pangeran Kusumadinata mendapat pangkat militer sebagai Kolonel dari pemerintah Belanda atas jasanya mengamankan daerah perbatasan dengan Cirebon dan menumpas para perampok dan pemberontak terutama yang mencoba masuk ke Sumedang dari Cirebon., sebutan kolonel dalam lidah rakyat berubah menjadi “Kornel” sehingga terkenal sebagai Pangeran Kornel .
Wilayah Sumedang waktu itu hampir sama dengan wilayah pada masa Rangga Gempol III, wilayah Sumedang berbatasan dengan Parakanmuncang, Limbangan, Sukapura, Talaga dan kabupatian – kabupatian Cirebon, kemudian menyusuri kali Cipunagara sampai laut Jawa sepanjang pantai utara sampai Pamanukan.
Selain keberaniannya menentang perintah Daendels dan pemerintah Kerajaan Belanda / Inggris, Pangeran Kusumadinata adalah bupati yang jujur, berani, cerdas, paling pandai dan paling aktif dari semua para bupati di Priangan. Keadilan, kejujuran, kecerdasan, keberanian, kebijaksanaan dan kegagahan Pangeran Kornel dalam melaksanakan kewajibannya penuh rasa tanggung jawab dan mengabdi kepada rakyat sepenuh jiwa raganya. Ia pun tempat meminta nasehat bupati lainnya. Pangeran Kusumadinata sewaktu mulai menjabat bupati membuka lahan hutan menjadi areal perkebunan kopi yang subur dan berhasil, sehingga keadaan Sumedang lebih baik dibandingkan masa bupati-bupati sebelumnya (penyelang). Residen Priangan Van Motman menyatakan Pangeran Kusumadinata adalah bupati pangkatnya paling tinggi antara para bupati di Priangan. Atas jasa dan kesetiaannya pemerintahan Belanda memberi bintang jasa dari mas.8
1.1.1.4.1.6.1.1 Pangeran Kornel Soerianagara III KOESOEMADINATA, IX (Rd Aom, Rd Djamoe) 1.1.1.4.1.6.1.1X1 NR. Lenggang Kusumah ., 1.1.1.4.1.6.1.1.1 Dlm. Adipati Adiwidjaja . 1.1.1.4.1.6.1.1.2 Dlm. Adipati Ageung KOESOEMAJOEDA 1.1.1.4.1.6.1.1.3 RA. Radjaningrat . 1.1.1.4.1.6.1.1X2 NR. Tjandra Nagara ..1.1.1.4.1.6.1.1.4 RA. Radjanagara .
Титуле : Bupati ke 8 (1759-1761), tidak ada keturunan
Титуле : Bupati ke 9 (1761-1765)
Свадба: <310!> ♀ 1.1.1.4.1.6.1 Ni Mas Nagakasih [Sumedang Larang]
Рођење: 1703изр
Титуле : Bupati ke 10 Tahun (1765 – 1773)
ADIPATI SURIALAGA
Setelah Adipati Surianagara wafat tidak digantikan oleh puteranya Raden Djamu karena masih anak-anak maka digantikan oleh saudaranya Raden Surialaga (1765 – 1773) yang bergelar Adipati Kusumadinata. Wafatnya Raden Surialaga meninggalkan 6 orang putera dan puteri,putra sulungnya Raden Ema ketika itu masih berusia 9 tahun. Maka timbullah masalah mengenai penggantian bupati, putera Raden Surianagara yaitu Raden Djamu ketika itu belum dewasa baru berusia 11 tahun. Oleh karena itu kompeni mengangkat Raden Adipati Tanubaya Bupati Parakanmuncang menjadi bupati Sumedang.
Sejak itu Sumedang memasuki masa bupati penyelang selama tiga periode, sampai akhirnya kelak Raden Djamu menjadi bupati.
Silsilahnya adalah :
1.1.1.5.2.1.9 NRA. Radjanagara . 1.1.1.5.2.1.9X Ki Dlm. Rangga Wangsadita ., 1.1.1.5.2.1.9.1 Kd. Adipati Soerianagara 1.1.1.5.2.1.9.2 Kd. Rangga Wangsadireja . 1.1.1.5.2.1.9.3 Kd. Surapraja . 1.1.1.5.2.1.9.4 Rd. Aria Wiradireja . 1.1.1.5.2.1.9.5 Kd. Adipati Wangsareja . 1.1.1.5.2.1.9.6 Rd. Aria H. Kusumah . 1.1.1.5.2.1.9.7 RM. Aria Tjakrayuda . 1.1.1.5.2.1.9.8 RM. Natapraja . 1.1.1.5.2.1.9.9 NRA. Natakaraton . 1.1.1.5.2.1.9.10 NR. Ratnanagara . 1.1.1.5.2.1.9.11 NR. Rajakaraton . 1.1.1.5.2.1.9.12 NRA. Siti Gede . 1.1.1.5.2.1.9.13 Dlm. Rangga Bungsu .
1.1.1.5.2.1.1.1 Dlm. Istri Radjaningrat . 1.1.1.5.2.1.1.1X Kd. Adipati Soerianagara ., (1.1.1.5.2.1.9.1) 1.1.1.5.2.1.1.1.1 Dlm. Rd. Anom KOESOEMADINATA, VIII 1.1.1.5.2.1.1.1.2 Dlm. Rd. Soerianagara II 1.1.1.5.2.1.1.1.3 Dlm. Rd. Soerialaga 1.1.1.5.2.1.1.1.4 RA. Banonagara (R Ajeng) . , 1.1.1.5.2.1.1.1.5 NR. Radjainten .1.1.1.5.2.1.1.1.6 NR. Enang .
RADEN MUHAMMAD SALEH (1752-1786)
Raden Muhammad Saleh, putra Raden Singanagara, bergelar Raden adipati Panatayudha IV. Raden Muhammad Saleh dikenal pula dengan nama Raden Muhammad Zaenal Abidin atau Dalem Balon. Setelah wafat beliau dimakamkan di Serambi Mesjid Agung Karawang. Karena itu Raden Muhammad Saleh dikenal juga dengan sebutan Dalem Serambi. Pada tanggal 5 Januari 1994 Makam Raden Muhammad Saleh dipindahkan juga kea real Manggung dekat dengan makam Raden Adipati Singaperbangsa, di Manggung Ciparage, Desa Manggungjaya, Kecamatan Cilamaya Kulon
SILSILAH PANEMBAHAN SINGAPERBANGSA
Generasi ke-5
1.1.1.1.1 RAA. Panatayuda IV (Rd. Muhamad Saleh alias Rd. Muhamad Zainal Abidin, Rd. Balom, Dalem Balom, Dalem Sorambi, Raden Mas Balon Sastradipoera, RAA. Sastradipura) 1.1.1.1.1.1 NR. Amsiah 1.1.1.1.1.2 NR. Astrayuda 1.1.1.1.1.3 NR. Jawi 1.1.1.1.1.4 NR. Kertijaya 1.1.1.1.1.5 Rd. Suba PANATAYUDA 1.1.1.1.1.6 NR. Neong 1.1.1.1.1.7 Rd. Sumadipura 1.1.1.1.1.8 Rd. Wiradipura 1.1.1.1.1.9 Rd. Kertadipura 1.1.1.1.1.10 NR. Gandanagara 1.1.1.1.1.11 Rd. Aria Sastradipura I 1.1.1.1.1.12 NR. Nasih
1.1.1.1.2 Rd. Aria Hasan SINGANAGARA (Rd. Hasan Aria Singanagara) 1.1.1.1.2X1 Wife 1 of Rd. Aria Hasan Singanagara 1.1.1.1.2.1 Rd. Adipati Aria Singasari PANATAYUDA I 1.1.1.1.2.2 Rd. Satjadipura 1.1.1.1.2.3 Rd. Wiramanggala 1.1.1.1.2.4 Rd. Badramanggala 1.1.1.1.2.5 NRA. Wirasuta 1.1.1.1.2.6 Rd. Nayadipura 1.1.1.1.2.7 Rd. Subadipura 1.1.1.1.2.8 Rd. Raksadipura 1.1.1.1.2.9 Rd. Patradipura 1.1.1.1.2.10 RA. Siti Radjanagara 1.1.1.1.2X2 Nyi Ali .. 1.1.1.1.2X3 Nyi Rajinah ..
1.1.1.1.3 NR. Sujinah
1.1.1.1.4 Dlm. Judadipura (Tambakbaja)/(Dlm Tambagjaya)
1.1.1.1.5 Dlm. Sumanagara (Paracis)/(Dlm Perancis)
1.1.1.1.6 Dlm. Gandaseli (Rd. Krijawedana)
1.1.1.1.7 Rd. Sastrawinata (Dlm Tjibarengkok Kandang sapi) 1.1.1.1.7.1 Rd. Sastrakusumah
1.1.1.2.1 Nyi Armun 1.1.1.2.1X Dlm. Anom Sacanapura, (1.1.2.1.1) 1.1.1.2.1.1 Rd. Armun WIRAKUSUMAH 1.1.1.2.1.2 Rd. Mertalaya
1.1.1.3.1 Dlm. Wirajasa 1.1.1.3.1.1 Dlm. Wirasuta II 1.1.1.3.1.2 Rd. Sutaderpa
1.1.1.3.2 Dlm. Cakrasedana
1.1.1.5.1 Dlm. Mar'i SINGADERPA II 1.1.1.5.1X Nyi Budiman .. 1.1.1.5.1.1 Nyi Kidul
1.1.1.6.1 Rd. Badrasuta 1.1.1.6.1X Nyi Suradipa .. 1.1.1.6.1.1 Dlm. Badrasuta
1.1.2.1.1 Dlm. Anom Sacanapura 1.1.2.1.1X1 Nyi Armun, (1.1.1.2.1) 1.1.2.1.1X2 Wife 2 of Dlm. Anom Sacanapura 1.1.2.1.1.3 Nyi Tanggoh
Свадба:
Свадба: <8!> ♂ 1.1.1.5.2.1.1.1.3.4. Dalem Raden Soerialaga II / Raden Tumenggung Suryalaga II (Dalem Taloen) [Sumedang Larang] b. 1764изр
1.1.1.4.1.6.1.1 Pangeran Kornel Soerianagara III KOESOEMADINATA, IX (Rd Aom, Rd Djamoe) 1.1.1.4.1.6.1.1X1 NR. Lenggang Kusumah ., 1.1.1.4.1.6.1.1.1 Dlm. Adipati Adiwidjaja . 1.1.1.4.1.6.1.1.2 Dlm. Adipati Ageung KOESOEMAJOEDA 1.1.1.4.1.6.1.1.3 RA. Radjaningrat 1.1.1.4.1.6.1.1X2 NR. Tjandra Nagara 1.1.1.4.1.6.1.1.4 RA. Radjanagara
1.1.1.4.1.6.1.1.4 RA. Radjanagara 1.1.1.4.1.6.1.1.4X Dlm. Rd. Soeriadilaga, II, (1.1.1.5.2.1.1.1.3.4) 1.1.1.4.1.6.1.1.4.1 NR. Radjainten 1.1.1.4.1.6.1.1.4.2 NR. Radjamira 1.1.1.4.1.6.1.1.4.3 Rd. Soerianagara 1.1.1.4.1.6.1.1.4.4 Rd. Pangeran Soeriadiningrat1.1.1.4.1.6.1.1.4.5 Rd. Surianingrat