2. Pangeran Purbaya b. 1661 d. 18 март 1732 - Индекс потомака
Из пројекта Родовид
Садржај |
TIGA TOKOH NAMA PANGERAN "PURBAYA" DI JAWA
Pangeran Purubaya atau Pangeran Purbaya dalam sejarah kerajaan-kerajaan di Pulau Jawa merujuk kepada tiga tokoh:
- Pangeran Purbaya Kesultanan Mataram, putra ke 5 Panembahan Senopati Mataram, dikalkulasi lahir pada tahun 1597, hidup sampai zaman pemerintahan Amangkurat I putra Sultan Agung. Ia hampir saja menjadi korban ketika Amangkurat I menumpas tokoh-tokoh senior yang tidak sesuai dengan kebijakan politiknya. Untungnya, Purbaya saat itu mendapat perlindungan dari ibu suri (janda Sultan Agung).Purbaya meninggal dunia bulan Oktober 1676 saat ikut serta menghadapi pemberontakan Trunajaya. Amangkurat I mengirim pasukan besar yang dipimpin Adipati Anom, putranya, untuk menghancurkan desa Demung (dekat Besuki) yang merupakan markas orang-orang Makasar sekutu Trunajaya. Perang besar terjadi di desa Gogodog. Pangeran Purbaya yang sudah lanjut usia gugur akibat dikeroyok orang-orang Makasar dan Madura.
- Pangeran Purbaya Kasunanan Kartasura, alias Gusti Panembahan Purbaya (Raden Mas Sasangka), putera Susuhunan Pakubuwono I (Amangkurat I), dikalkulasi lahir sekitar tahun 1665, pernah menjadi Adipati Pajang. Sepeninggal sang ayah, Pangeran Purbaya dan Pangeran Blitar berselisih dengan kakak mereka, yaitu Amangkurat IV (raja baru). Amangkurat IV mencabut hak dan kekayaan kedua adiknya itu. Pangeran Purbaya masih bisa bersabar, namun Pangeran Blitar menyatakan pemberontakan. Perang saudara pun meletus tahun 1719. Perang ini terkenal dengan nama Perang Suksesi Jawa Kedua. Pangeran Purbaya akhirnya bergabung dengan kelompok Pangeran Blitar. Mereka membangun kembali istana lama Mataram di kota Karta, dengan nama Kartasekar. Pangeran Blitar mengangkat diri sebagai raja bergelar Sultan, sedangkan Pangeran Purbaya sebagai penasihat bergelar Panembahan. Setelah Pangeran Blitar meninggal di Malang tahun 1721 karena sakit, perjuangan pun dilanjutkan Panembahan Purbaya. Ia berhasil merebut Lamongan. Namun gabungan pasukan Kartasura dan VOC terlalu kuat. Purbaya akhirnya tertangkap bersama para pemberontak lainnya. Panembahan Purbaya dihukum buang ke Batavia. Ia memiliki putri yang menjadi istri Pakubuwana II putra Amangkurat IV. Dari perkawinan itu lahir Pakubuwana III raja Surakarta yang memerintah tahun 1732-1788.
- Pangeran Purbaya Kesultanan Banten, Pangeran Purbaya yang ini adalah putra Sultan Ageng Tirtayasa raja Banten (1651-1683). Ia mendukung perjuangan ayahnya dalam perang melawan VOC tahun 1682-1684. Pangeran Purbaya adalah putera kedua Sultan Ageng Tirtayasa, dikalkulasi lahir pada tahun 1661. Pangeran Purbaya juga diangkat menjadi putra mahkota baru karena Sultan Haji (putra mahkota sebelumnya) memihak VOC. Setelah berperang sekitar 3 tahun, Sultan Ageng Tirtayasa akhirnya tertangkap bulan Maret 1683, dan Banten pun jatuh ke tangan VOC. Pangeran Purbaya dan istrinya yang anti VOC bernama Raden Ayu Gusik Kusuma lalu melarikan diri ke Gunung Gede. Penderitaan Purbaya membuat dirinya memutuskan untuk menyerah. Namun, ia hanya mau dijemput oleh perwira VOC yang berdarah pribumi. Saat itu VOC sedang sibuk menghadapi gerombolan Untung Suropati. Kapten Ruys pemimpin benteng Tanjungpura berhasil membujuk Untung Suropati agar bergabung dengan VOC daripada hidup sebagai buronan. Untung Suropati bersedia. Ia pun dilatih ketentaraan dan diberi pangkat Letnan. Untung Suropati kemudian ditugasi menjemput Pangeran Purbaya di tempat persembunyiannya. Namun datang pula pasukan VOC lain yang dipimpin Vaandrig Kuffeler, yang memperlakukan Purbaya dengan tidak sopan. Sebagai seorang pribumi, Untung Suropati tersinggung dan menyatakan diri keluar dari ketentaraan. Ia bahkan berbalik menghancurkan pasukan Kuffeler. Pangeran Purbaya yang semakin menderita memutuskan tetap menyerah kepada Kapten Ruys di benteng Tanjungpura. Sebelum menjalani pembuangan oleh Belanda pada April 1716, Pangeran Purbaya memberikan surat wasiat yang isinya menghibahkan beberapa rumah dan sejumlah kerbau di Condet kepada anak-anak dan istrinya yang ditinggalkan.[1] Sedangkan istrinya Gusik Kusuma konon pulang ke negeri asalnya di Kartasura dengan diantar Untung Suropati.
PANGERAN PURBAYA BANTEN
Pangeran Arya Purbaya adalah salah satu putra dari istri-istri Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682), yang menjadi penerus mahkota kesultanan yaitu Pangeran Gusti atau Sultan Abu Nasr Abdul Kahar (1672-1687) yang kelak disebut Sultan Haji.
Sultan Ageng Tirtayasa mempunyai beberapa istri diantaranya Ratu Adi Kasum sebagai permaisuri yang melahirkan Abdul Kahar (Sultan Abdul Nasr Abdul Kahar), dari Ratu Ayu Gede, Sultan Ageng dikaruniai 3 orang anak, yaitu P. Arya Abdul Alim, P. Ingayujapura (ingayudipura) dan Pangeran Arya Purbaya. Sedangkan dari istri-istri lainnya mempunyai beberapa anak yaitu P. Sugiri, TB. Raja Suta, TB. Husen, TB. Kulon, dan lain-lain.
Putera mahkota Sultan Abu Nasr Abdul Kahar yang dikenal dengan Sultan Haji diangkat menjadi pembantu ayahnya (Sultan Ageng) untuk mengurus urusan dalam negeri Kesultanan Banten.
Sedangkan Pangeran Arya Purbaya membantu ayahnya untuk mengurus urusan luar negeri dan berkedudukan di Keraton kecil di Tirtayasa.
Pemisahan pengurusan tata pemerintahan itu tercium oleh wakil VOC W. Chaeff yang menghasut Sultan Haji untuk mencurigai posisi adiknya yaitu P. Arya Purbaya, karena dapat mendominasi pemerintahan dan Sultan Haji tidak bisa naik tahta, atas hasutan Itulah terjadi persekongkolan antara Sultan Haji dan VOC.
Pada Bulan Mei 1680 Sultan Haji mengutus perwakilan untuk bertemu dengan Gubernur Jendral VOC di Batavia untuk mengukuhkan dirinya sebagai Sultan.
Pada tanggal 25 November 1680 Sultan Ageng Tirtayasa sangat marah kepada putra mahkota Sultan Haji karena ia memberi ucapan selamat kepada Gubernur baru Speelman yang menggantikan Rijkolf Van Goens padahal Kompeni baru saja menghancurkan gerilya Banten dan Cirebon.
Dengan bantuan VOC, Sultan Haji melakukan kudeta kepada ayahnya dan menguasai Keraton Surosowan pada tahun 1681. Pada tanggal 27 Februari 1682, pecah perang antara Ayah-Anak. Dalam waktu singkat, Sultan Ageng berhasil menguasai Keraton Surosowan. Pasukan Sultan Ageng berkoalisi dengan pasukan gabungan pelarian dari Makassar, Jawa Timur, Lampung, Bengkulu, Melayu. Karena daerah asal mereka dikuasai VOC dan menggabungkan diri dengan Banten, atas kekecewaan mereka terhadap raja-rajanya.
Sultan Haji berlindung di loji Belanda dan dilindungi oleh Jacob de Roy dan dipertahankan oleh Kapten Sloot dan W. Cheaff. Tanggal 7 April 1682 pauskan Kompeni dari Armada Laut mendesak Keraton Tirtayasa dan Keraton Surosowan, pasukan tersebut dipimpin Francois Tack, De Sain Martin dan Jongker.
Sultan Ageng gigih berjuang dibantu Syekh Yusuf dari Makassar dan Pangeran Purbaya, serta Pasukan Makassar, Bali dan Melayu yang bermarkas di Margasana.
Tanggal 8 Desember 1682 Kacarabuan, Angke dan Tangerang dikuasai VOC, Sultan Ageng bertahan di Kademangan, tetapi pertahanan akhirnya jatuh juga setelah terjadi pertempuran sengit, pasukan Kademangan yang dipimpin P. Arya Wangsadiraja akhirnya mengungsi ke Pedalaman Banten yaitu Ciapus, Pagutan dan Jasinga.
Pada tanggal 28 Desember 1682, Pasukan Jongker, Michele dan Tack mendesak Keraton Tirtayasa, Sultan Ageng berhasil menyelamatkan diri dengan terlebih dahulu Pangeran Purbaya membakar Keraton Tirtayasa untuk menyelamatkan Ayahnya, Sultan Ageng, Pangeran Kulon, Syekh Yusuf Makassar mengungsi ke Sajira dan Muncang.
Sementara Pangeran Arya Purbaya dan pasukannya bergerak ke Parijan pedalaman Banten hingga ke Jasinga karena Pasukan Arya Wangsadireja berlebih dahulu mengungsi ke Jasinga.
Sultan Haji mengirimkan utusan ke Sajira untuk berdamai dan akhirnya pada tanggal 14 Maret 1683 Sultan Ageng Tirtayasa dan Pangeran Arya Purbaya mendatangi Surosowan. Akibat akal licik VOC dan Sultan Haji, akhirnya Sultan Ageng Tirtayasa ditangkap dan dibawa ke Batavia untuk diadili. Pangeran Purbaya berhasil meloloskan diri.
Pangeran Perbaya, Pangeran Kulon dan Syekh Yusuf Makassar meneruskan perjuangan melawan Kompeni.
Syekh Yusuf bersama Pangeran Kidul dan pasukan yang berjumlah 5000 orang, 1000 diantaranya Melayu, Bugis, Makassar yang siap mati bersama gurunya bergerak menuju Muncang terus ke Lawang Taji (Jasinga) menyusuri Sungai Cidurian kemudian ke Cikaniki terus ke Ciaruteun melalui Cisarua dan Jampang kemudian meneruskan ke Sukapura dan Mandala dengan tujuan Cirebon.
Pangeran Purbaya kemudian menyusul bersama Pangeran Kulon dan Pangeran Sake beserta pasukannya hingga ke Galunggung dan Singaparna (Tasikmalaya).
Pada tanggal 25 September 1683 pasukan Pangeran Kidul dan Pasukan Banten dan Makassar gugur di Citanduy (Padalarang). Syekh Yusuf Makassar ditangkap oleh Van Happel yang menyamar sebagai orang muslim, dibuagn ke Cape Town (Afrika Selatan).
Pangeran Purbaya sempat mempertahankan pedalaman Banten dna membuat garis batas di Cikeas (antara Banten dan Batavia), Pangeran Purbaya mempertahankan Banten Selatan. Ia meneruskan perjuangan Syekh Yusuf Makassar dan akhirnya Pangeran Purbaya bersama Pangeran Kulon dan Pangeran Sake gugur dalam pemberontakan di Galunggung (Tasikmalaya).
Sekelumit tentang Pangeran Purbaya dalam sejarah autentik sangat berjasa dalam mempertahankan Banten dan dipercaya oleh Sultan Ageng Tirtayasa, Syekh Yusuf Makassar bahkan pasukan koalisi Makassar, Bugis dan Melayu.
SILSILAH PANGERAN POERBAJA
- Sultan Ageng Tirtayasa >< Nyai Gede Ayu, berputra
- Pangeran Poerbaja >< Ratu Ayoe Gesik Keosoemah, berputra
PROPERTI PANGERAN PURBAJA
Banyak asset-asset peninggalan Pangeran Purbaya di daerah Batavia dan sekitarnya, diantaranya adalah :
- Tanah didaerah Kebantenan, Cilincing;
- Tanah & Pabrik Gula di daerah Bekasi Selatan;
- Tanah & Rumah Tinggal di daerah Condet;
- Tanah & Rumah didaerah Kampung Karang Congok, Karang Satria, Tambun Utara, Bekasi;
- Tanah & Rumah di Jatingara Kaum;
- Tanah & Rumah di Citeureup, Bogor;
- Tanah & Rumah di Ciluar (Tanah Baru), Bogor;
Kemungkinan besar, aset sebanyak itu sebagian diwariskan ke Anak Isterinya, sebagian lagi dihibahkan untuk Saudaranya dan dijadikan Wakaf Masjid, Rumah Sakit dan Pesantren.
PETA TANAH MILIK PANGERAN POERBAJA
Persil Tanah Milik P. Poerbaja di Karangtjongok (Sekarang Karangsatria), Bekasi, seluas 35 Ha (5-12-1778).2
21/2 <1+1> ♀ 2. Ratu Kawung [Kasultanan Banten]1. Catatan Keluarga Sukaraja - Bogor.
2. Buku Nasab Induk : Keluarga P. Jaya Santika (Jakarta)
1. Catatan Keluarga Sukaraja - Bogor.
2. Buku Nasab Induk : Keluarga P. Jaya Santika (Jakarta)
1. Catatan Keluarga Sukaraja - Bogor.
2. Buku Nasab Induk : Keluarga P. Jaya Santika (Jakarta)
1. Catatan Keluarga Sukaraja - Bogor.
2. Buku Nasab Induk : Keluarga P. Jaya Santika (Jakarta)
1. Catatan Keluarga Sukaraja - Bogor.
2. Buku Nasab Induk : Keluarga P. Jaya Santika (Jakarta)
1. Catatan Keluarga Sukaraja - Bogor.
2. Buku Nasab Induk : Keluarga P. Jaya Santika (Jakarta)
3
81/3 <2> ♀ Ratu Dewi [Kasultanan Banten] 92/3 <6+?> ♂ 4. Raden Entji [Kasultanan Banten] 103/3 <3> ♂ 1. Raden Arief [Muhammad]1. Catatan Keluarga Sukaraja - Bogor.
2. Buku Nasab Induk : Keluarga P. Jaya Santika (Jakarta)
1. Catatan Keluarga Sukaraja - Bogor.
2. Buku Nasab Induk : Keluarga P. Jaya Santika (Jakarta)
1. Catatan Keluarga Sukaraja - Bogor.
2. Buku Nasab Induk : Keluarga P. Jaya Santika (Jakarta)
1. Catatan Keluarga Sukaraja - Bogor.
2. Buku Nasab Induk : Keluarga P. Jaya Santika (Jakarta)
1. Catatan Keluarga Sukaraja - Bogor.
2. Buku Nasab Induk : Keluarga P. Jaya Santika (Jakarta)
1. Catatan Keluarga Sukaraja - Bogor.
2. Buku Nasab Induk : Keluarga P. Jaya Santika (Jakarta)
4
261/4 <16+?> ♀ 10. Nyi Raden Siti Fatimah/Ratu Mantria/Ratu Mutiara [Kasultanan Banten]5
311/5 <27+?> ♂ Raden Haji Abdul Halim [Kasultanan Banten]6
651/6 <32> ♀ Ratu Aeni [R. Sake]Смрт: Cibarusah, Bogor, Jawa Barat
7
991/7 <65+?> ♀ Nyi Raden Siti Jama' [Jama'] 672/7 <41+42!> ♂ 1.1.1.1.1.11.2.2.1 Rd. Akung Kartawiraja Sulaeman [Singaperbangsa] 683/7 <41+42!> ♂ 1.1.1.1.1.11.2.2.2 Rd. Enggang Isa Kartawiraja Sulaeman [Singaperbangsa] 694/7 <41+42!> ♂ 1.1.1.1.1.11.2.2.3 Rd. Enggang Dodong Kartawiraja Sulaeman [Singaperbangsa] 705/7 <41+42!> ♂ 1.1.1.1.1.11.2.2.4 Rd. Enggang Endek Kartawiraja Sulaeman [Singaperbangsa] 716/7 <42+?> ♀ 1.1.1.1.1.11.2.3.1 NR Aisyah Habsah Padmanagara [Singaperbangsa] 727/7 <42+?> ♀ 1.1.1.1.1.11.2.3.2 NR Siti Rahmat Padmanagara [Singaperbangsa] 738/7 <42+?> ♀ 1.1.1.1.1.11.2.3.3 NR T. Humaerah Padmanagara [Singaperbangsa] 749/7 <42+?> ♀ 1.1.1.1.1.11.2.3.4 NR Julaeha Padmanagara [Singaperbangsa] 7510/7 <42+?> ♂ 1.1.1.1.1.11.2.3.5 Rd. Banteng Natanagara Padmanagara [Singaperbangsa] 7611/7 <42+?> ♂ 1.1.1.1.1.11.2.3.6 Rd. Ace Padmanagara [Singaperbangsa] 7712/7 <42+?> ♀ 1.1.1.1.1.11.2.3.7 NR Kuraesin Padmanagara [Singaperbangsa] 7813/7 <42+?> ♀ 1.1.1.1.1.11.2.3.8 NR Kulsum P. Padmanagara [Singaperbangsa] 7914/7 <45+?> ♀ 5. Nji R. Ule Djulaeha [Kasultanan Banten] 8015/7 <45+?> ♂ 6. R. Hair Surja [Kasultanan Banten] 8116/7 <46> ♂ 1. R. Emad [Wiratanudatar] 8217/7 <46> ♂ 2. R. Abu [Wiratanudatar] 8318/7 <46> ♂ 3. R. Padma [Wiratanudatar] 8419/7 <46> ♂ 4. R. Ibrahim [Wiratanudatar] 8520/7 <46> ♂ 5. R. Ismail [Wiratanudatar] 8621/7 <46> ♂ 6. Rd Ba'i [Wiratanudatar]
- Rd. Ba'i,,
Bin
- Rd. Kusumahnagara (Habib Kusumah),,
Bin
- Rd. Kusumahdilaga,,
Bin
- H. Rd. Adipati Aria Wiranata / Mbah Dalem Seupuh / Bupati Bogor X jaman Hindia Belanda, Kantor Pemerintahan di Sukaraja Bogor (1815-1849 M),,
Bin
- H. Rd. Muhammad Thohir / Auliya Thohir Al Bughuri (1826-1849 M) >(+)< Ratu Syarifah binti Pangeran Ash Shoghiri bin Sulthon Ageng Tirtayasa Kasulthonan Banten,,
Bin
- H. Rd. Tumenggung Wiradiredja / Bupati Bogor II jaman Hindia Belanda, Kantor Pemerintahan di Sukaraja Bogor (1758-1769 M),,
Bin
- H. Rd. Tumenggung Wiradinata / Bupati Bogor I jaman Hindia Belanda, Kantor Pemerintahan di Sukaraja Bogor (1749-1754 M),,
Bin
- Pangeran Wiramanggala / H. Rd. Aria Wira Tanu Datar II / Mbah Dalem Tarikolot Cianjur / Bupati Cianjur II (1691-1707 M),,
Bin
- Pangeran Ngabehi Jayasasana / Jayalalana / Raja Gagang / H. Rd. Aria Wira Tanu Datar I / Mbah Dalem Cikundul Cianjur / Bupati Cianjur I (1677-1691 M),,
Bin
- Pangeran Aria Wangsa Goparana / Sunan Sagalaherang,,
Bin
- Pangeran Aria Kikis / Sunan Wanaperih / Sunan Ciburang,,
Bin
- H. Rd. Rangga Mantri / Prabu Pucuk Umum Talaga / Raja Maja (1529 M) <+> Hj. Ratu Dewi Sunyalarang / Ratu Parung binti Sunan Parung / Batara Sukawayana bin Rd Kusumalaya Ajar Kutamangu / Rd Palinggih bin Rakryan Ningratkancana / Prabu Dewa Niskala / Raja Sunda Galuh,,
Bin
- Munding Laya Dikusumah / Munding Sari Ageung / Munding II / Prabu Munding Suria Ageung / Prabu Munding Wangi,,
Bin
- H. Rd. Pamanah Rasa / Prabu Guru Dewataprana Sri Baduga Maharaja / Ratu Jayadewata / Hyang Prabu Silih Wangi / Raja Pakuan Pajajaran (1482–1521 M) <+> Ratu Ratnasih / Nyi Rajamatri / Ratu Istri Rajamantri binti Sunan Pagulingan / Prabu Wirajaya bin Prabu Gajah Agung / Atmabrata / Bagawan Batara Wirayuda bin Pangeran Cinde Kancana Wulung / Hyang Prabu Tajimalela / Prabu Agung Resi Cakrabuana / Batara Tungtang Buana / Batara Kusuma,,
- Rakryan Ningratkancana / Prabu Dewa Niskala / Raja Galuh XXXI (1475-1482 M),,
- Prabu Anggalarang / Prabu Niskala Wastu Kancana / Prabu Wangisutah / Prabu Linggawastu / Raja Sunda Galuh XXX (1371-1475 M),,
- Prabu Lingga Buana / Prabu Ragamulya Luhurprabawa / Prabu Maharaja / Prabu Wangi / Sang Mokteng Ing Bubat / Raja Sunda Galuh Kawali XXVIII (1350-1357 M),,
- Prabu Ajiguna Linggawisesa / Sanglumahing Kiding / Raja Sunda Galuh Kawali XXVI (1333-1340 M) <+> Dewi Uma Lestari / Ratu Santika binti Prabu Lingga Dewata / Raja Sunda Galuh Kawali,,
- Guruminda / Sang Manisri Raja Galuh VIII (783-799 M) <+> Sri Ratu Dewi Purbasari binti Prabu Ciung Wanara,,
- Prabu Ciung Wanara / Sang Manarah / Prabu Jaya Prakosa Mandaleswara Salakabuana / Rd. Suratama Kusumah / Raja Galuh VII (739-783 M),,
- Prabu Permanadikusumah / Maha Raja Adi Mulya / Bagawat Sajalajala / Raja Galuh VI (724-725 M),,
- Rd. Wijaya Kusuma / Mahapatih Saunggalah,,
- Rahyang Purbasora / Raja Galuh IV (716-723 M),,
- Rahyang Sempakwaja / Batara Danghyang Guru Sempakwaja / Pendiri Kerajaan Galunggung (Galuh Hyang Agung),,
- Raja Wretikandayun / Maharaja Suradarma Jayaprakosa / Raja Kendan IV / Raja Galuh I (612-702 M),,
- Raja Kandiawan / Rajaresi Dewaraja Sang Layuwatang / Raja Kendan III (597-612 M),,
- Raja Putra Suraliman / Rajaresi Dewaraja Sang Luyu Tawang Rahyang Tari Medang Jati / Raja Kendan II (568-597 M),,
- Raja Maha Guru Manikmaya / Sanghyang Resiguru Manikmaya / Raja Kendan I (526 - 568 M) <+> Dewi Tirtakancana binti Raja Suryawarman / Raja Tarumanagara VII,,
- Raja Suryawarman / Prabu Tarumanagara VII (535-561 M),,
- Raja Candrawarman / Prabu Tarumanagara VI (515-535 M),,
- Raja Indrawarman / Prabu Tarumanagara V (455-525 M),,
- Raja Wisnuwarman / Prabu Tarumanagara IV (434-455 M),,
- Raja Purnawarman / Sri Maharaja Purnawarman Sang Iswara Digwijaya / Wyagraha Ning Tarumanagara / Harimau Tarumanagara Sang Purandara Saktipurusa Bhimaparakrama Suryamahapurusa Jagatpati / Prabu Tarumanagara III (395-434 M),,
- Raja Dharmayawarman / Sang Lumahing Candrabaga / Prabu Tarumanagara II (382-395 M),,
- Raja Jayasinghawarman / Rajadirajaguru / Jayasinghawarman Gurudarmapurusa / Prabu Tarumanagara I (358-382 M) >(+)< Dewi Minawati / Iswari Tunggal Pertiwi Warmandewi binti Raja Dewawarman VIII / Prabu Darmawirya Dewawarman / Prabu Salakanagara XI,,
- Raja Dewawarman VIII / Prabu Darmawirya Dewawarman / Prabu Salakanagara XI (356-363 M),,
- Mahapatih Pallawa (Menteri Angkatan Laut Kerajaan Pallawa) <+> Sri Gandari Lengkaradewi binti Raja Dewawarman VI / Prabu Ganayanadewa Linggabumi / Prabu Salakanagara VII,,
- Raja Dewawarman VI / Prabu Ganayanadewa Linggabumi / Prabu Salakanagara VII (289-308 M),,
- Raja Dewawarman V / Prabu Darmasatyajaya / Sang Mokteng Samudera / Senapati Sarwajala / Prabu Salakanagara V (252-289 M) <+> Ratu Mahisa Suramardini Warmandewi / Ratu Salakanagara VI (276-289 M) binti Raja Dewawarman IV / Prabu Darma Satyanagara / Raja Ujung Kulon / Prabu Salakanagara IV,,
- Raja Dewawarman IV / Prabu Darma Satyanagara / Raja Ujung Kulon / Prabu Salakanagara IV (238-252 M) <+> Dewi Tirta Lengkara binti Raja Dewawarman III / Prabu Singasagara Bimayasawirya / Prabu Salakanagara III,,
- Raja Dewawarman III / Prabu Singasagara Bimayasawirya / Prabu Salakanagara III (195-238 M),,
- Raja Dewawarman II / Prabu Digwijayakasa Dewawarmanputra / Prabu Salakanagara II (168-195 M),,
- Raja Dewawarman I / Prabu Darmalokapala Dewawarman Aji Raksa Gapura Sagara / Prabu Salakanagara I (130-168 M) <+> Dewi Pohaci Larasati / Dwi Dwani Rahayu binti Sanghyang Aki Tirem / Sanghyang Kiluhung Mulya Purwasalakanagara,,
- Sanghyang Aki Tirem / Sanghyang Kiluhung Mulya Purwasalakanagara,,
- Sanghyang Aki Srengga / Sanghyang Swarnabhumi Kidul,,
- Sanghyang Nyai Sariti Warawiri / Sanghyang Swarnabhumi Kidul,,
- Sanghyang Aki Bajulpakel / Sanghyang Swarnabhumi Kidul,,
- Sanghyang Aki Dungkul / Sanghyang Swarnabhumi Kulon,,
- Sanghyang Aki Pawang Sawer / Sanghyang Swarnabhumi Kulon,,
- Sanghyang Datuk Pawang Marga / Sanghyang Swarnabhumi Kaler,,
- Sanghyang Aki Bagang / Sanghyang Pulo Hujung Mendini,,
- Sanghyang Datuk Waling / Sanghyang Dukuh Bangawan,,
- Sanghyang Datuk Banda / Sanghyang Langkha Sukkha,,
- Sanghyang Nesan / Mas / Mesekh / Misikh / Jo C Tah / Sanghyang Yawana Syangka,,
- Arom (Aram),,
- Sam,,
- Nabi Nuh AS,,
- Mihlil,,
- Mattu Syalakh,,
- Qinan,,
- Sayyid Anwas (Anwar),,
- Nabi Syits AS / Sanghyang Sita <+> Sayyidah 'Azuro RA / Sanghyang Dewi Mulat,,
- Nabi Adam AS / Sanghyang Janmawalijaya / Sanghyang Adhama <+> Siti Hawa RA / Sanghyang Dewi Janmawanujawa / Sanghyang Dewi Kawahnya,,
- Alam,,
>> NUR ALAM >> NUR MUHAMMAD >> NUR ALLAH...!!!
Catatan :
H. Rd. Tumenggung Wiradinata adalah salah satu Cucu dari Pangeran Ngabehi Jayasasana / Jayalalana / Raja Gagang / H. Rd. Aria Wira Tanu Datar I / Mbah Dalem Cikundul Cianjur, Keturunan (Nasab) Asli dari Hyang Prabu Silih Wangi (Raja Pakuan Pajajaran) hasil dari pernikahan dengan salah seorang Istri yang bernama Ratu Ratnasih,,
Ratu Ratnasih adalah Putu (keturunan ke 3) dari Hyang Prabu Tajimalela (Raja Sumedang Larang), jadi Hyang Prabu Tajimalela adalah Uyut Mertua dari Hyang Prabu Silih Wangi,,
Artinya H. Rd. Tumenggung Wiradinata nasabnya dari Raja Pakuan Pajajaran dan keturunan dari Raja Sumedang Larang,,
- H. Rd. Tumenggung Wiradinata seorang Umaro Pejabat Pemerintah, Bupati Bogor Pertama jaman Hindia Belanda pada tahun 1749-1754 M, Kantor Pemerintahan di Sukaraja Bogor,,
Bupati pada jaman itu setingkat dengan Gubernur pada saat ini NKRI, namun bedanya Bupati pada jaman sebelum NKRI memiliki kekuasaan dan kewenangan penuh yang tidak bisa di ikut campuri (ditekan) oleh siapapun sebab masih menganut sistem Monarki (Kerajaan) yang tidak dijajah oleh pihak manapun, dan yang dimaksud jaman Hindia Belanda disini ialah hubungan Perniagaan antara Kepulauan Laut Hindia dengan VOC (Ikatan para Pedagang dari Negara Belanda),,
Beliau memiliki salah satu Cucu yang bernama H. Rd. Muhammad Thohir / Auliya Thohir Al Bughuri,,
- H. Rd. Muhammad Thohir / Auliya Thohir Al Bughuri adalah seorang Waliullah dan Pemuka Agama Islam dan Pendiri Masjid Agung Ath Thohiriyah Empang, Masjid Pertama Tertua di Bogor Raya,,
Beliau menikah dengan salah seorang Istri yang bernama Ratu Syarifah binti Pangeran Ash Shoghiri bin Sulthon Ageng Tirtayasa (Kasulthonan Banten), hasil dari pernikahannya itu memiliki salah satu Putra yang bernama H. Rd. Adipati Aria Wiranata / Mbah Dalem Seupuh,,
- H. Rd. Adipati Aria Wiranata / Mbah Dalem Seupuh seorang Umaro Pejabat Pemerintah, Bupati Bogor X jaman Hindia Belanda, Kantor Pemerintahan di Sukaraja Bogor (1815-1849 M),,
Wallahu a'lam bishowab...!!!
8
1511/8 <104+?> ♀ Nyi. R. Yoyoh Yohanah [Wiratanudatar]Смрт: 20 март 1966, Cianjur
Bismillaahirrahmaanirrahiim,
Садржај |
Riwayat Jumenengna : R.H.MUHAMMAD NUH Bin R.H. IDRIS (Kaum, Cianjur)
R.H.Muh Nuh dilahirkeun di Kaum, Kota Cianjur, kalebet ulama jumhur sa-jawa barat; parantos mulih ka Rahmatul1ah di-Cianjur, dina wengi Senen jam 19.30 WIB, 28 Hapit 1385/20 Maret 1966. waktu aya lini gede di Cianjur anjeunna murangkalih keneh, nembe nangkuban yuswana 7 sasih.
Didikan sareng Pangajaran Anjeuna
Dina waktu jumeneungna ngawitan nyandak pangajaran ti pasantren2 anu maraju di Cianjur, nyata Pasantren Gayam jeung Bunikasih, anjeuna ngaos Qur'an sareng Fardu A'in di Baing HoliL di Kampung Sayang Heulang, Kota Cianjur. Anjeuna saterasna masantren di Gudang, Tasikmalaya. Samemeh Ajengan Gudang H. Suja'i pupus, anjeunna kungsi angkat ka Gudang (Tasikmalaya), nepangan Guru Anjeuna.
Waktos angkat ka Mekah, anjeunna neraskeun aosanana di Juragan Guru Muchtar (Muhammad Mukhtar bin Atharid al-Bughuri) anu ramana ti Bogor (Rd. Aria Natanagara (Dalem Rd. Moh. Tobri Bogor), ari ibuna teureuh Cianjur, masih keneh wargi R.H. Muh Nuh. Lamina mukim di Mekkah 5 taun. Saur guru R.H. Muchtar, "Noh, anjeun mah ngaji teh geus bae di Ama, lantaran bisi matak riweuh".
Samulihna ti Mekkah, anjeunna ngawuruk ngaos, bari nyeueurkeun motola'ah kitab-kitab; anu diaos teh lain kitab-kitab agama bae, tapi kitab-kitab sareng buku-buku anu patali sareng elmu panemu umum deuih, seperti : elmu bumi, elmu alam, elmu falaq, majalah basa Arab Jst. Kantos anjeunna ngaos di Sykh Ali Madani, babakuna tina bab elmu Tarekat Tijaniyah. Santri anjeunna anu kadeuheus nyaeta Ajengan Haji Abdurrahman Al-Marhum Purwakarta, kalbet santri anu tiasa nuturkeun lacak anjunna.
Cepengan sareng Pamadeganana
Anjeunna hafal Qur'an, wiridan anu salamina diamalkeun ngaos Qur'an. Cepengan sareng pamadeganana tina perkara torekat, kalintang saena, ngan susah diamalkeunana, malah sok aya nu nyeleweng, lantaran nampana (atawa ngalampahkunana) henteu tamat. Kira-kira sataun deui ka pupus, anjeunna maparin dua Kitab ka putrana (KHR Abdullah bin Nuh), nu kahiji Kitab Tarekat, asal-usulna aulia, nu hiji deui Al-Ibris, alam pawalian, sarta naon anu matak heneng tina eta kitab ku anjeunna diterangkeun. Dina urusan masalah furu', seperti talafuz-binniat, talqiea, jst. kapungkur anjunna sok munadsarah, naha ku lisan atawa ku tulisan (karangan-karangan), tapi kadieunakeun rupina ngaraos kuraag penting ngadegkeun munadsarah urusan furui'. Kana urusan kanagaraan (politik) anjeunna ngabanduagan sering anjeunna naroskeun ka nu ziarah ka anjeuuna oge tina urusan Gestapu PKI. jst.
Nasabna
Ari nasabna (katurunanana), R.H. Muh Nuh putra R.H. Idris, putra R.H. Munji, anu pupus katinggang tihang masjid, nuju orad ba'da Ashar. Masjid Jami Kota Cianjur runtuh kulantaran lini gede tea. R.H. Husen, anu katelah ajengan Ciajag oge kapi eyang anjeunna.
Padamelan sareng Amal-Amalna
Sajaba tinu kasebut bieu, anjeunna sok ngawuruk ngaos di Madrasah Kaum saban minggu, di Pabuaran, di Masjid R.H. Saleh saban Kemis. Anjeunna jadi Majlis Konstituante, samemeh anjeunna nampi kaanggotaan, anjeunna kungsi angkat heula ka K.H. Abdulhalim Majalengka, saja musyawarah ieu perkara. Anjeunna nu ngadegkeun Jum'ah I'anah, kagungan cita-cita ngadamel paguron jeung tempat pndidikan ka-islaman, kalayan dorongan kapi eyangna R.H. Tolhah Al-Holidi. Ngadegna I'anah dina taun 1912, nepi ka ayeuna leuwih ti setengah abad. Jaba ti eta anjeunna ngiring ngadegkeun Madrasah Mu'awanah sareng syd Abdulkadir Al-Jufri.
Kitab-kitab anu diwurukkeun, nyaeta : Tafsir Jalalin, Ihya Ulumuddin, Sabilal Muhtadin, sareng Bughiyatul-Nusytarsyidin. Sareng sok ngadamel pamandangan-pamandangan kenging nukil rupa-rupa kitab, nyaeta anu dikumpulkeun ku anu nulis, anu mangrupa ieu buku... "LENYEPANEUN". Ari ngaosna tafsir sakaemut nu nulis, saparantos puluhan taun, malah saurna teh "Tafsir Jalalain" teh ringkes, sagala aya, aya Nahuna, aya Balagahna, jst. Anjeunna kungsi jadi Advisor (Juru Nasehat) Syarikat Islam (SI), anu disesepuhan ku Almarhum HOS Tjokroaminoto, malah dina nalika aya kajadian "SI Afdeeling B", anjeunna kenging tekanan berat ti pamarentah jajahan hindia walanda.
Dikutif/Diketik ulang tina buku "LENYEPANEUN", YAYASAN PERGURUAN ISLAM I'ANAH CIANJUR (20-10-1983)Свадба: <5> ♀ 3. Nyi Rd. Kasmeri [Kasmeri] b. 1898
Смрт: 1955, Lemah Abang, Cikarang Utara
Tb. Ujang Bachri (Riwayat lain :Bakri) merupakan anak dari Kiai Tb. Muntari, Sukaraja - Bogor (asal Kenari - Banten). "Ujang" adalah panggilan sayang atau ningrat yang lazim digunakan diwilayah priangan /masyarakat Sunda. Meskipun leluhurnya berasal dari Kenari - Banten, namun ia lahir dan besar di Sukaraja - Bogor. Menurut kesaksian keluarga, Abah Ujang diceritakan perawakannya gagah, berbadan tegap dan berkumis. Dalam kesehariannya selalu berpakaian menggunakan iket /udeng dan baju pangsi hitam, tetapi sangat santun dalam laku lampahnya. Masa kecil dan mudanya banyak dihabiskan untuk menimba ilmu, mulai dari Agama, hingga kanuragan. Beliau pun ahli dalam beladiri, mengingat secara garis nasab masih cicit dari jalur Ibunya yang merupakan puteri dari Rd. Sena bin Rd. Zaed peletak dasar jurus Cibarusahan. diceritakan bahwa beliau ikut dalam Laskar Hizbullah dan memimpin pasukan kelompok Cibarusah, bersama - sama dengan (alm) Kiai H. Rd. Ma'mun Nawawi, Cibogo; (alm) Kiai Haji Noer Ali, Bekasi dan tokoh - tokoh lainnya. Memang usianya kala itu sudah tidak lagi muda tapi ke cintaannya pada tanah air dan Agama tidak sedikit pun mengendurkan semangatnya, meski harus bertaruh harta dan nyawa. Hingga hal itu membuatnya sering berpindah - pindah tempat dan membawa serta anak - anaknya, dari Sukaraja, Cibarusah, Karawang, Rengasdengklok, Cileungsi, hingga balik ke Cibarusah. Atas izin Allah SWT. hingga akhir hayatnya beliau tidak pernah tertangkap. Dan beliau menghembuskan nafas terakhirnya karena sakit dalam usia yang sudah sepuh di Lemah Abang, Cikarang. Jenazahnya dipusarakan di makam pahlawan Pejuang Lemah Abang. Lokasinya dipojok, mepet tembok bangunan SD.
Wallahu A'lam bish-showab.