2. Sultan Abul Mahasin Zainul Abidin / Pangeran Dipati b. 1671 - Индекс потомака

Из пројекта Родовид

Особа:973788
Generation of a large tree takes a lot of resources of our web server. Anonymous users can only see 7 generations of ancestors and 7 - of descendants on the full tree to decrease server loading by search engines. If you wish to see a full tree without registration, add text ?showfulltree=yes directly to the end of URL of this page. Please, don't use direct link to a full tree anywhere else.
LAMBANG  KESULTANAN  BANTEN
LAMBANG KESULTANAN BANTEN
11/1 <?> 2. Sultan Abul Mahasin Zainul Abidin / Pangeran Dipati [Kesultanan Banten]
Рођење: 1671, Keraton Surasowan
Свадба: <1> Ratu Rohimah [Manduraraja]
Титуле : од 1690, Sultan Banten Ke IX
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

berputra 58 orang :

  1. Sultan Muhammad Syifa
  2. Sultan Muhammad Wasi’
  3. Pangeran Yusuf
  4. Pangeran Muhammad Shaleh
  5. Ratu Samiyah
  6. Ratu Komariyah
  7. Pangeran Tumenggung
  8. Pangeran Ardikusuma
  9. Pangeran Anom Mohammad Nuh
  10. Ratu Fatimah Putra
  11. Ratu Badriyah
  12. Pangeran Manduranagara
  13. Pangeran Jaya Sentika
  14. Ratu Jabariyah
  15. Pangeran Abu Hassan
  16. Pangeran Dipati Banten
  17. Pangeran Ariya
  18. Raden Nasut
  19. Raden Maksaruddin
  20. Pangeran Dipakusuma
  21. Ratu Afifah
  22. Ratu Siti Adirah
  23. Ratu Safiqoh
  24. Tubagus Wirakusuma
  25. Tubagus Abdurrahman
  26. Tubagus Mahaim
  27. Raden Rauf
  28. Tubagus Abdul Jalal
  29. Ratu Hayati
  30. Ratu Muhibbah
  31. Raden Putera
  32. Ratu Halimah
  33. Tubagus Sahib
  34. Ratu Sa’idah
  35. Ratu Satijah
  36. Ratu ‘Adawiyah
  37. Tubagus Syarifuddin
  38. Ratu ‘Afiyah Ratnaningrat
  39. Tubagus Jamil
  40. Tubagus Sa’jan
  41. Tubagus Haji
  42. Ratu Thoyibah
  43. Ratu Khairiyah Kumudaningrat
  44. Pangeran Rajaningrat
  45. Tubagus Jahidi
  46. Tubagus Abdul Aziz
  47. Pangeran Rajasantika
  48. Tubagus Kalamudin
  49. Ratu Siti Sa’ban Kusumaningrat
  50. Tubagus Abunasir
  51. Raden Darmakusuma
  52. Raden Hamid
  53. Ratu Sifah
  54. Ratu Minah
  55. Ratu ‘Azizah
  56. Ratu Sehah
  57. Ratu Suba/Ruba
  58. Tubagus Muhammad Said (Pangeran Natabaya)

Masa Raja / Sultan Banten ke 9

Oleh karena Sultan Abu’l Fadhl Muhammad Yahya tidak mempunyai anak, tahta kesultanan diserahkan kepada adiknya Pangeran Adipati dengan gelar Sultan Abu’l Mahasin Muhammad Zainul Abidin juga biasa disebut Kang Sinuhun ing Nagari Banten yang menjadi gelar sultan-sultan Banten berikutnya. Beliau memerintah dari tahun 1690 sampai 1733. Pada masa beliaulah baru kakek beliau yang pahlawan Nasional Sultan Ageng Tirtayasa wafat di tahun 1692 dalam tahanan Kompeni

2

41/2 <1> Pangeran Darma Kusuma [Darmakusuma]
Рођење: Kroya Lama, Kasunyatan, Banten
Смрт: Kroya Lama, Kasunyatan, Banten
52/2 <1> 13. Pangeran Jaya Sentika [Al Mahasin]
Рођење: 1710, Kasunyatan, Banten
Свадба: <2> 2. Nyi Hj. Ummu Salamah [Al Mansyur]
Сахрана: Kenari, Banten
SUMBER :


1. BABAD Banten (Primbon)

2. Catatan Keluarga Drs. Rd. H. Achmad Arslan Jayasentika, M. Sc (Juru Sejarah Bani Jayasentika).

3. Catatan Keluarga Tb. Safaruddin Jayasentika (Ketua Umum/Kasepuhan Dzurriyyat Panembahan Maulana Yusuf Pekalangan Gede, Banten 1570 - 1580).

4. Catatan Keluarga Abah H. Tb. A. Halim Syah Jayasentika (Dewan Penasehat/Kasepuhan Dzurriyyat Panembahan Maulana Yusuf Halim, Jakarta Timur 1570-1580).

5. Buku Nasab Induk : Keluarga Pangeran Jaya Sentika (Halim, Jakarta Timur)


Ahli Waris Tulisan dan segala yang dibagi disini: R (Tb). Dika Syah Bachri, S. ikom Bin R (Tb) H. Agus Halim Syah Jayasentika, SE, MH Bin R (Tb) H. Sa'aman


== PENINGGALAN PUSAKA ==

(Menyusul)



== SEJARAH SINGKAT ==


Kisahnya di Kesultanan Banten memang tidak banyak yang tahu karena data - data informasi yang sedikit dan hanya anak keturunannya saja yang mengetahui berdasarkan cerita (oral) turun temurun serta sedikit catatan keluarga yang ada.


Pangeran Jaya Sentika memiliki nama kecil Raden Abdul, lahir pada tahun 1710 Masehi di Kasunyatan (Banten) dari seorang ibu Garwa Padmi Sultan Abul Mahasin Zainul Abidin yang bernama Ratu Rochimah binti Ratubagus Jaya Haji bin Patih Mangkubumi/Pangeran Arya Mandura Raja bin Sultan Abul Mafakhir Mahmud Abdul Kadir (Sultan Banten ke – IV)


Menurut folklore, Pangeran Jaya Sentika berperawakan tinggi (lebih tinggi diantara lelaki seusianya), berbadan tegap, berdada bidang, berkulit kuning Langsat (bersih), berhidung mancung, berambut lurus seleher sedikit bergelombang dan berwajah seperti orang (keturunan) Arab dan bicaranya lugas penuh wibawa.


Pangeran Jaya Sentika kecil dibesarkan dilingkungan Keraton, seperti anak - anak Sultan yang lainnya, beliau dididik Ilmu Agama, Ilmu Tata Negara dan Ilmu Beladiri sejak belia. Hingga tumbuh menjadi remaja yang cakap dan tangguh. Keberanian dan ketegasan sudah nampak dari kecil, sehingga ia tak pernah takut menyuarakan kebenaran. Tutur katanya lugas , terarah dan tak pandai basa - basi, maka tidak seorang pun yang tidak memahami ucapannya. Wataknya pendiam tak banyak bicara namun tegas ketika menegakkan amar ma'ruf nahi munkar. Inilah bibit awal yang membuatnya tidak disukai oleh banyak pihak, VOC atau bangsawan Istana kala itu.


Semenjak kecil ia telah dibekali Ilmu Beladiri yang mumpuni, mulai dari teknik berpedang (golok sabet), memanah, berkuda, serta lelaku batin pun sudah menjadi makanan pokok sehari - hari. Beliau pun dikenal piawai memainkan beragam senjata perang. Meski demikian, pondasi agama yang baik membuat dirinya tetap menjunjung tinggi nilai – nilai adat dan norma – norma kemanusiaan. Dimata rakyatnya, ia dikenal sebagai seorang pangeran yang suka menolong. Kepribadiannya yang tak mau dikenal membuat dirinya seakan tak punya peran sehingga jasanya terasa sukar tuk dikenang.


Dimasa hidupnya, kondisi Istana kala itu memang sudah tidak sehat. Korupsi merajalela, Keselewengan terjadi didepan mata dan itu dilakukan bukan hanya oleh Belanda namun juga dari keluarga Istana. Rakyat dibebani aturan - aturan yang menyiksa dan tak ada yang bisa menghentikannya. Rakyat tak lagi percaya kepada pemerintah, Kesultanan Banten kehilangan marwah, rakyat memberontak, tingkat kejahatan menjulang tinggi, walaupun masih dapat dipadamkan namun situasi ini sangat memilukan. Seperti halnya api yang senantiasa siap berkobar hanya tinggal menunggu pemantiknya saja.


Kira - kira pada tahun 1730 H saat usia sang Pangeran menginjak (-+) 20 tahun, ia meminta izin kepada ayahandanya untuk pergi mendalami agama ke negeri Arab, namun tidak di izinkan karena usianya yang masih terbilang muda, singkat cerita dipertemukanlah ia dengan Syeikh Haji Mansyur, seorang ulama Thariqah di Banten kala itu, beliau seorang Mursyid Thariqah Syattariyah yang masyhur akan kewaliannya. Meski sikapnya terkadang Khawariqul ‘Adat (diluar kebiasaan). Konon ceritanya, ketika pertama kali ingin berguru, sang Pangeran diminta untuk berkhalwat serta berpuasa sebelumnya disebuah gua yang letaknya dipinggir pantai (masih wilayah banten). Selama 100 Hari, namun ketika perutnya terasa lapar tiba - tiba datang seekor harimau yang membawa persediaan makanan. Jika persediaan telah habis, ia akan kembali datang. Kemudian setelah selesai berkhalwat 100 Hari, bertemulah sang Pangeran dengan sesosok Kakek - kakek berjubah putih, bersurban Hijau dan bertongkat. Menurut cerita senyap, harimau yang selalu datang membawakan makanan adalah Santri Syeikh Haji Mansyur dari Bangsa Jin. Sementara kakek - kakek itu adalah Nabiyullah Khidir a.s.


Jika ada cerita turun temurun yang menyebutkan bahwa Pangeran Jaya Sentika merupakan pengamal Thariqah, itu tidak salah. Karena memang Syaikh Haji Mansyur adalah salah seorang gurunya. Kedekatannya bahkan bukan hanya sebagai murid dan guru, melainkan sudah seperti ayah dan anak. Hingga kemudian dinikahkan dengan salah seorang putrinya yang bernama Nyi Hj. Umi Salamah / Nyai Umi. Tidak banyak cerita mengenai istrinya, akan tetapi dari pernikahan ini ia memiliki keturunan.


Kiprahnya dalam keraton dimulai ketika usianya (-+) genap 24 tahun, ia memegang jabatan sebagai juru tengah, dan komandan pasukan khusus tugasnya antara lain sebagai pengawal pribadi sultan dan kepala keamanan Istana/Keraton Surosowan dan menjadi benteng paling depan tatkala berhadapan dengan musuh membawahi 60 Pasukan Elit Kerajaan yang siap bertaruh nyawa demi kejayaan Kesultanan Banten.


Pada saat Kesultanan Banten kisruh di zaman Sultan Muhammad Syifa Zainul Arifin yang disebabkan oleh kesewenang - wenangan yang dilakukan sang Permaisuri Syarifah Fathimah (Wanita Keturunan Arab) Janda seorang Letnan Melayu di Batavia. Beliau merupakan Pioneer dari kalangan Istana yang pertama melakukan pemberontakan terhadap kezaliman yang dilakukan sang Permaisuri yang bersekutu dengan VOC untuk merampas kekuasaan dengan cara menyingkirkan Sultan Muhammad Syifa’ Zainul Arifin dan Pangeran Gusti selaku putra mahkota. Kondisi semakin memburuk tatkala Kompeni mengangkat Pangeran Arya Adisentika bin Sultan Abul Mahasin menjadi Sultan sepihak dengan gelar Sultan Abul Ma’ali Muhammad Wase’ Zainul ‘Alimin pada tahun 1752


Puncaknya, Pangeran Jaya Sentika mengambil komando, diawali dengan membentuk pemerintahan darurat bersama saudara dari beda ibu yakni Pangeran Arya Adi Sentika, bersama para ponggawa kerajaan serta beberapa keluarga Istana memberi perlawanan demi menyelamatkan marwah sang Sultan dan negaranya dengan membuat kekacauan dari dalam Istana dan kekacauan didaerah Caringin dan Kota Surasowan. Namun pasukan VOC dan sekutu terlalu kuat sehingga membuat para ponggawa banyak meregang nyawa. Kemudian, dengan sisa pasukan serta keluarga yang ada dalam barisan, mencoba keluar dari kota pergi menuju pedalaman dan bergabung dengan Laskar Rakyat Banten yang dipimpin oleh Ratu Bagus Buang dan Ratu Bagus Mustofa (Ki Tapa) /Pangeran Temanggung yang sebelumnya telah memulai pertempuran diluar Keraton. Basis perjuangan awal didaerah Gunung Sari, Serang, Banten. Kemudian bergerak ke Batavia, Bogor, Sukabumi, Cianjur, Jasinga, Anyer hingga Ujung Kulon. Pangeran Jaya Sentika pun seperti Ratubagus Buang dan Ki Tapa yang menjadi buruan musuh, pasukan Belanda dan sekutu dibuat geram dan kewalahan. Pasalnya, ketiganya begitu cerdik dan sulit dihentikan langkahnya. Strategi perang "Petjah Seribu" pun dilancarkan, satu nama sesungguhnya berbeda - beda orangnya. Ditambah, setiap kali berpindah - pindah tempat mereka mengganti nama dan nyamar menjadi rakyat jelata, hal itu tentu membuat jejak langkahnya tak mudah dibaca oleh pihak musuh.


Pertempuran terus menerus terjadi, korban pun semakin banyak berjatuhan, mulai dari kalangan Rakyat hingga Bangsawan keluarga Kesultanan pun tak luput menjadi sasaran. Sungguh Belanda dan sekutu biadab! Akhirnya, Pangeran Jaya Sentika tak mampu lagi melihat kerabat dan keluarganya menjadi korban. Istri pertamanya wafat dalam pelarian dikarenakan sakit dan dimakamkan di daerah Ciomas, dekat gunung sari. Beliau pun menitipkan anak dari istri pertamanya ini kepada Pangeran Darmakusuma, Adik dari lain ibu (Dikemudian hari anaknya saling dinikahkan) sementara ia melanjutkan perjuangan.


Pangeran Jaya Sentika kembali mengatur siasat agar sisa pasukan yang ada bisa selamat, dengan perbekalan yang terkuras dan tak ada jalan lain selain menerobos pasukan lawan yang telah mengepung dari segala arah, akhirnya beliau berpencar dengan barisan yang lain mencoba mengecoh musuh. Karna kecerdasannya dimedan perang beliau berhasil memecah pasukan lawan dan lolos dalam kejaran.


Menurut riwayat Drs. R (Tb) H. Achmad Arslan, M. Sc (Mang Entus Mamay), "Pangeran Jayasentika itu licin dan lihai, ia cerdas dalam mengecoh lawan dan selalu berhasil meloloskan diri dari kepungan dan kejaran Belanda/Sekutu",


Didalam pelariannya sampailah ia di Pamijahan, Tasik, Jawa Barat. Disana ia berniat menemui sahabat gurunya yaitu Syeikh Abdul Muhyi bin Lebe Warta Kusuma (Syaikh Abdul Jalil), disana ia pun sempat berguru kepada sang Syeikh dan dinikahkan dengan putri gurunya yang bernama Nyi Rd. Ayu Chatisah, kemudian setelah itu dibawalah sang istri ke Gunung Sari, Ciomas, Banten. Menurut cerita Mang Entus Mamay, Dimasa tuanya, Pangeran Jaya Sentika menghabiskan sisa usianya sebagai guru Thoriqot Syattariyah dan dikenal dengan nama Syeikh Abdul Wakhid, beliau pun tinggal dan wafat (dimakamkan) di Gunung Kupak, Ciomas, Banten. Namun menurut riwayat keluarga penulis, menjelang akhir hayatnya beliau balik ke Banten kemudian wafat dimakamkan bersebelahan dengan pasaréan Sultan Muhammad Waseh Zainul Alimin, saudaranya, dikomplek pemakaman Sultan, Cikoplok, Kenari, Banten.


Wallahu A'lam bish-Shawab.


Riwayat keluarga Gunung Sari dan Keluarga Halim.

(Bersambung...)


Noted : Sumber Catatan dan Riwayat Keluarga Besar yang tidak disebarluaskan. Hanya untuk menambah pengetahuan saja, jika ada yang menyadurnya apalagi sampai merubah-rubah tanpa persetujuan keluarga, atau izin terlebih dahulu kepada Person:1197198 KAMI TIDAK MENGIZINKAN dan sungguh KURANG DALAM ADAB serta tidak menghargai kami sebagai salah satu Keturunannya.
LAMBANG  KESULTANAN  BANTEN
LAMBANG KESULTANAN BANTEN
23/2 <1> 1. Sultan Muhammad Syifa’ Zainul Arifin (1733-1747) [Kasultanan Banten]
Титуле : од 1733, Sultan Banten Ke 10
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

SILSILAH,berputra 11 orang :

   Sultan Muhammad ‘Arif
   Ratu Ayu
   Tubagus Hasannudin
   Raden Raja Pangeran Rajasantika
   Pangeran Muhammad Rajasantika
   Ratu ‘Afiyah
   Ratu Sa’diyah
   Ratu Halimah
   Tubagus Abu Khaer
   Ratu Hayati
   Tubagus Muhammad Shaleh

Masa Raja / Sultan Banten ke 10

Pengganti tahta kesultanan Sultan Abu’l Mahasin pada tahun 1733 adalah putra beliau yang bergelar Sultan Abulfathi Muhammad Shifa Zainul Arifin yang memimpin hingga tahun 1747.

Pada masa pemerintahan Sultan Zainul Arifin ini sering terjadi pemberontakan rakyat yang tidak senang dengan perlakuan VOC yang sudah di luar batas kemanusiaan. Memang pada awal abad ke-18 terjadi perubahan politik VOC dalam pengelolaan daerah yang dikuasainya. Monopoli rempah-rempah dianggapnya sudah tidak menguntungkan lagi karena Inggris sudah berhasil menanam cengkeh di India sehingga harga cengkeh di Eropa pun turun. Oleh karena itu, VOC mengalihkan usahanya dengan menanam tebu dan kopi di samping rempah-rempah yang kemudian hasilnya harus dijual kepada VOC dengan harga yang telah ditetapkan secara sepihak oleh VOC yang merugikan masyarakat.

Sementara itu, di keraton pun terjadi keributan dan kekacauan pemerintahan. Sultan Zainul Arifin tidak mampu melepaskan diri dari pengaruh Ratu Syarifah Fatimah, seorang janda seorang letnan Melayu di Batavia yang dinikahi dan dijadikan permaisurinya. Ketidakberdayaan itu terlihat dari keputusan Sultan Zainul Arifin yang membatalkan penunjukan Pangeran Gusti sebagai putra mahkota. Atas pengaruh Ratu Syarifah Fatimah dan persetujuan VOC, Sultan Zainul Arifin mengangkat Pangeran Syarif Abdullah, menantu Ratu Fatimah dari suaminya yang terdahulu, menjadi putra mahkota. Setelah dibatalkan sebagai putra mahkota, atas suruhan Ratu Syarifah Fatimah, Pangeran Gusti disuruh pergi ke Batavia dan di tengah perjalanan ditangkap tentara VOC dan diasingkan ke Sailan pada tahun 1747. Tidak lama setelah menantunya diangkat menjadi putra mahkota, Ratu Syarifah Fatimah memfitnah suaminya gila sehingga sultan ditangkap oleh VOC dan diasingkan ke Ambon sampai meninggal. Sebagai gantinya Pangeran Syarif Abdullah dinobatkan sebagai Sultan Banten pada tahun 1750 dengan gelar Sultan Syarifuddin Ratu Wakil. Meskipun demikian, Ratu Fatimah-lah yang memegang kuasa atas pemerintahan di Kesultanan Banten.

Dalam beberapa penulisan sejarah Kesultanan Banten Sultan Syarifuddin Ratu Wakil biasa ditulis sebagai Sultan Banten ke 11, sedangkan bagi Keluarga Besar Kesultanan Banten tidak mengakui beliau Sebagai Sultan Banten yang sah, sehingga hal ini menimbulkan perbedaan dalam penulisan pengurutan para Sultan Banten. Sehingga untuk membedakan antara Sultan Banten Penuh dan Sultan Wakil dalam tulisan ini digunakan pula tulisan Sultan Penuh.

Kecurangan yang dilakukan Ratu Fatimah ini bagi rakyat dan sebagian pembesar negeri merupakan suatu penghinaan besar dan penghianatan yang sudah tidak bisa diampuni lagi sehingga terjadi perlawanan bersenjata. Di bawah pimpinan Ki Tapa dan Ratu Bagus Buang, mereka menyerbu Surosowan. Strategi yang diterapkan oleh Ki Tapa dan Ratu Bagus Buang adalah membagi pasukannya menjadi dua kelompok. Kelompok pertama yang dipimpin oleh Ratu Bagus Buang diberi tugas untuk melakukan penyerangan ke Kota Surasowan. Sementara itu, Ki Tapa memimpin kelompok kedua dengan tugas mencegat bantuan pasukan VOC dari Batavia. Hanya dengan bantuan tambahan yang didatangkan langsung dari Negeri Belanda, VOC dapat memukul mundur pasukan pejuang. Untuk melanjutkan perjuangannya, Ki Tapa menyingkir ke daerah pedalaman Banten dan menjadikan Sajira yang terletak di Lebak sebagai salah satu pusat pertahanannya.

Untuk menenangkan rakyat Banten, Gubernur Jenderal VOC Jacob Mossel, memerintahkan wakilnya di Banten untuk menangkap Ratu Syarifah Fatimah dan Sultan Syarifuddin yang dianggapnya sebagai sumber kekacauan. Keduanya kemudian diasingkan ke daerah Maluku, Ratu Fatimah ke Saparua dan Sultan Syarifuddin ke Banda.
LAMBANG  KESULTANAN  BANTEN
LAMBANG KESULTANAN BANTEN
34/2 <1+1> 2. Sultan Muhammad Wasi’ Zainul ‘alimin (1752-1753) [Kasultanan Banten]
Титуле : од 1752, Sultan Banten Ke XI
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

Masa Raja / Sultan Penuh Banten ke 11

Pada tahun 1752, VOC mengangkat Pangeran Arya Adisantika, adik Sultan Zainul Arifin, menjadi Sultan Banten dengan gelar Sultan Abulma’ali Muhammad Wasi’ Zainal ‘Alimin. Selain itu, Jacob Mossel pun segera mengembalikan Pangeran Gusti dari tempat pengasingannya dan ditetapkan sebagai putra mahkota. Akan tetapi dengan pengangkatan itu, Sultan Abulma’ali harus menandatangani perjanjian dengan VOC yang isinya semakin memperkuat dan mempertegas kekuasaan VOC atas Banten.

Perjanjian itu sangat merugikan Banten sehingga Pangeran Gusti, beberapa pangeran, dan pembesar keraton lainnya menjadi gusar. Rakyat kembali mengadakan hubungan dengan Ki Tapa di Sajira, Lebak. Di bawah kepemimpinan Ki Tapa dan Ratu Bagus Buang kembali mengangkat senjata menentang VOC.

Sementara itu, para pangeran dan pembesar keraton melakukan pengacauan di dalam kota. Dengan susah payah VOC akhirnya dapat melumpuhkan serangan-serangan tersebut. Perlawanan rakyat yang dipimpin oleh Ki Tapa dan Ratu Bagus Buang, mengakibatkan Sultan Abulma’ali Muhammad Wasi’zainul ‘Alamin menyerahkan kekuasaannya kepada Pangeran Gusti.
65/2 <1> 8. Pangeran Ardi Kusuma [Al Mahasin]
76/2 <1> 58. Tubagus Muhammad Said (Pangeran Natabaya) [Al Mahasin]
87/2 <1+1> 3. Pangeran Yusuf [Kesultanan Banten]
98/2 <1+1> 4. Pangeran Muhammad Shaleh [Kesultanan Banten]
109/2 <1+1> 5. Ratu Samiyah [Kesultanan Banten]

3

141/3 <4> 2. Pangeran Achmad Darmabrata [Al Mahasin]
Рођење: Kroya Lama, Kasunyatan, Banten
Сахрана: Kroya Lama, Kasunyatan, Banten
132/3 <5+2> 1. Pangeran Jaya (Tubagus Safiuddin Jaya) [Jaya Sentika]
Рођење: 1752, Kasunyatan Banten
Свадба: <3> 1. Ratu Ayu [?]
Смрт: Cikoplok, Kenari, Banten
LAMBANG  KESULTANAN  BANTEN
LAMBANG KESULTANAN BANTEN
123/3 <2> 1. Sultan Muhammad ‘arif Zainul Asyikin (1753-1773) [Kasultanan Banten]
Титуле : од 1753, Sultan Banten Ke XII
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang
   Sultan Abul Mafakhir Muhammad Aliyudin
   Sultan Muhyiddin Zainusholiohin
   Pangeran Manggala
   Pangeran Suralaya
   Pangeran Suramanggala

Masa Raja / Sultan Penuh Banten ke 12

Pada tahun 1753 Pangeran Gusti putra Sultan Banten ke-10 keponakan Sultan Banten ke-11, dinobatkan menjadi sultan dengan gelar Abu’l Nasr Muhammad ‘Arif Zainul ‘Asiqin (1753-1773). Beliau Wafat pada tahun 1773.
154/3 <5+?> 2. Raden Sura Jaya [Jaya Sentika]
Рођење: 1756, Barugbug, Ciomas, Banten
LAMBANG  KESULTANAN  BANTEN
LAMBANG KESULTANAN BANTEN
115/3 <2+?> Sultan Syarifuddin Artu Wakil (1750-1752 ) [Kasultanan Banten]
166/3 <6> Ratubagus Musthofa [Al Mahasin]
177/3 <7> Tubagus Siyay [Mahasin]
188/3 <2> Ratu Ayu [?]
199/3 <2> Tubagus Hasannudin [?]
2010/3 <2> Raden Raja Pangeran Rajasantika [Pangeran Rajasantika]

4

261/4 <13+3> 2. Ratu Afifah [Jaya Sentika]
Рођење: Kamasan, Banten
Смрт: Cikoplok, Kenari, Banten
LAMBANG  KESULTANAN  BANTEN
LAMBANG KESULTANAN BANTEN
212/4 <12> 1. Sultan Abul Mafakhir Muhammad Aliyuddin I (1773-1799) [Kasultanan Banten]
Титуле : од 1773, Sultan Banten Ke XIII
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


   Sultan Muhammad Ishaq Zainul Muttaqin
   Sultan Agilludin (Sultan Aliyuddin II)
   Pangeran Darma
   Pangeran Muhammad Abbas
   Pangeran Musa
   Pangeran Yali
   Pangeran Ahmad

Masa Raja / Sultan Penuh Banten ke 13

Pada tahun 1773 Sultan Abu Nasr Muhammad Syifa’ Zainul Asyikin wafat dan digantikan oleh putra beliau bergelar Sultan Abul Mufakhir Muhammad Aliyuddin I yang memimpin dari tahun 1773-1799. Sultan Aliyuddin I beralias Sultan Gemuk merupakan pula ulama dan berkarya mengarang wawasan-wawasan tentang agama, perjuangan Islam dan menulis kisah para Ambia dan Aulia.
233/4 <13+3> 1. Pangeran H. Chusen [Jaya Santika]
Рођење: 1789, Kamasan, Banten
Смрт: Cikoplok, Kenari, Banten
SUMBER :

1. Catatan Keluarga Kasunyatan - Banten.

2. Buku Nasab Induk : Keluarga P. Jaya Santika (Jakarta)


Milik Keluarga: Tb. Dika Syah Bachri
LAMBANG  KESULTANAN  BANTEN
LAMBANG KESULTANAN BANTEN
224/4 <12> 2. Sultan Abdul Fath Muhammad Muhyiddin Zainusholihin [Kasultanan Banten]
Титуле : од 1799, Sultan Banten Ke XIV
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


Masa Raja / Sultan Penuh Banten ke 14

Pada tahun 1799, Sulthan Aliyuddin I wafat dan digantikan dengan adik beliau Pangeran Muhyiddin yang bergelar Sultan Abdul Fath Muhammad Muhyiddin Zainussolikhin. Perpindahan tahta kepada adik bukannya putra dikarenakan putra-putra Sultan Aliyuddin I, meskipun ada namun tidak ada yang berasal dari ibu permaisuri melainkan dari selir sehingga sesuai pakem pewarisan tahta kesultanan Banten yang mensyaratkan diutamakannya keturunan pewaris tahta dari ibu yang permaisuri, kepewarisan tahta lantas berpindah kepada adik Sultan Sebelumnya yang satu ayah dan satu ibu yang permaisuri.

Beliau Tidak lama menjabat dikarenakan wafat pada tahun 1801 dan meninggalkan putra yang masih bayi, yang kelak beberapa tahun kemudian akan naik tahta denga gelar Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin (Sultan Penuh Banten ke-17).

Salah satu saat bersejarah pada masa kekuasaan Sultan Banten Zainussolikhin adalah saat pembubaran VOC tahun 1799 sehingga mulai di masa ini hubungan politik dan ekonomi maupun perselisihan antara Kesultanan Banten tidak lagi dengan pihak VOC / Kompeni namun langsung dengan pemerintah Kerajaan Belanda.
245/4 <13> 4. Syaikh Tubagus Abdul Latief [Jaya Sentika] 256/4 <13> 3. Pangeran H. Mulafar [Jaya Sentika]
277/4 <15> Raden Irfan [Jaya Sentika]
288/4 <17+?> Raden Suta Arya Kusuma (Diparana) [Mahasin]
299/4 <13> 5. Ratu Afiyah [Jaya Santika]

5

381/5 <24> Tubagus Abdul Khaer [Tubagus]
Место становања : изм и, Di kasunyatan, banten
Pendiri TTKKDH
302/5 <21> 1. Sultan Abu Nashr Muhammad Ishaq Zainal Muttaqin (1801-1802) [Kasultanan Banten]
Титуле : од 1801, Sultan Banten ke XV
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


Masa Raja / Sultan Penuh Banten ke 15

Pasca wafatnya Sultan Penuh Banten ke-14, tahta Kesultanan Banten kembali berpindah kepada keturunan Sultan Aliyuddin I (Sultan Penuh Banten ke-13) yakni kepada putranya yang bergelar Sultan Abu Nashr Muhammad Ishaq Zainal Muttaqin atau keponakan dari Sultan Penuh Banten ke 14.

Beliau menentang tindakan-tindakan Kompeni Belanda yang melukai hati jiwa Kebantenan. Beliau bertahta hanya satu tahun dari tahun 1801-1802, kemudian pada tahun 1802-1803 administrasi Kesultanan Banten dipegang oleh care taker Sultan Wakil Pangeran Natawijaya.

Dalam sebagian tulisan menegenai sejarah Kesultanan Banten, yang menyerakan para care taker sultan wakil sebagai Sultan Banten. Care taker Sultan Wakil Pangeran Natawijaya biasa disebut sebagai Sultan Banten ke-17. Sedangkan Sultan Penuh Banten ke 15 diurutkan sebagai Sultan Banten ke-16 dan Sultan Penuh Banten ke-16 diurutkan sebagai Sultan Banten ke-18.
313/5 <21> 2. Sultan Abul Mufakhir Muhammad Aqiluddin / Aliyuddin II Yang Memimpin Dari Tahun 1803 – 1808. [Kasultanan Banten]
Титуле : од 1803, Sultan Banten Ke XVI
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


Masa Raja / Sultan Penuh Banten ke 16

Tahun 1803 kesultanan kembali kepada dipegang oleh pewaris tahta Putra Sultan Penuh Banten ke 13, keponakan Sultan Penuh Banten ke 14, adik Sultan Penuh Banten ke 15; yakni Sultan Abul Mufakhir Muhammad Aqiluddin / Aliyuddin II yang memimpin dari tahun 1803 – 1808.

Mulai tahun 1807, Belanda dikuasai oleh Perancis. Louis Napoleon adik Kaisar Napoleon Bonaparte Perancis diberi kekuasaan atas Belanda dan mengangkat Herman Williams Daendels sebagai Gubernur di Kepulauan Nusantara atau Gubernur Hindia Belanda.

Daendels datang ke Batavia tahun 1808 dengan tugas utama mempertahankan pulau Jawa dari serangan tentara Inggris di India, untuk tugas tersebut Daendels berencana membuat pangkalan angkatan laut di Ujung Kulon dengan mempekerjakan masyarakat Banten dengan sistem Kerja Paksa atau Rodi.

Sultan Aqiluddin / Aliyuddin II sempat menentang tuntutan Belanda atas sistem kerja paksa. Lantas Daendels mengutus Komandeur Philip Pieter Du Puy dan pasukannya ke Istana Surasowan untuk mendorong Sultan menyetujui tuntutan Belanda, hal ini mendorong kemarahan rakyat Banten sehingga Du Puy dibunuh di depan pintu gerbang Surasowan.

Daendels membalas menyerang Surasowan pada hari itu juga yakni tanggal 22 November 1808 dengan serangan kejutan yang berhasil merebut Surasowan. Sultan dibuang ke Ambon, Patih Mangkubumi dihukum pancung dan jasadnya dibuang ke laut.
LAMBANG  KESULTANAN  BANTEN
LAMBANG KESULTANAN BANTEN
324/5 <22+?> Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin [Kasultanan Banten]
Титуле : од 1808, Sultan Banten Ke XVII
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


Masa Raja / Sultan Penuh Banten ke-17

Dengan dibuangnya Sultan Banten Aliyuddin II, maka dari keluarga besar Trah Kesultanan Banten dilantiklah pewaris tahta putra Sultan Penuh Banten ke-14 sebagai Sultan Penuh Banten ke-17 dari garis ibu yang permaisuri (Ratu Aisiyah), kembali sesuai keutamaan pakem pewaris tahta kesultanan Banten, dengan gelar Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin. Beliau adalah saudara sepupu Sultan Penuh Banten ke-15 dan ke-16. Beliaulah yang merupakan Sultan Penuh Terakhir Banten Berdaulat dari garis keturunan pewaris tahta resmi Kesultanan Banten.

Dikarenakan dianggap belum dewasa dan masih dalam tahap pendidikan dan persiapan kepemimpinan sebagai Sultan maka secara administratif diangkatlah care take Sultan Wakil Pangeran Suramenggala yang menjabat tahun 1808-1809.

Dalam sebagian penulisan sejarah Kesultanan Banten yang menyertakan para care taker Sultan Wakil sebagai Sultan Banten; care taker Sultan Wakil Pangeran Suramenggala kerap ditulis sebagai Sultan Banten ke-19, sebelumnya Sultan Penuh Banten ke-16 diurutkan sebagai Sultan Banten ke-18 dan Sultan Penuh Banten ke-17 kerap ditulis sebagai Sultan Banten ke-20.

Ketika telah dewasa Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin menikah dengan Ratu Putri Fatimah binti Pangeran Ahmad bin Sultan Aliyuddin I (Sultan Penuh Banten ke-13) sebagai penanda pengakuan keluarga dari keturunan Sultan Aliyuddin I atas hak dan sahnya Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin sebagai pewaris tunggal Kesultanan Banten.

Dikarenakan ketidak puasan rakyat terhadap Belanda yang menindas, sering terjadi perlawanan kepada Belanda, untuk melemahkan perlawanan rakyat, Banten dibagi kedalam tiga daerah yang statusnya sama dengan kabupaten yakni : Banten Hulu, Banten Hilir, dan Anyer. Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin kala itu ditunjuk Belanda untuk memimpin Banten Hulu. Sedangkan untuk kepentingan politis, Belanda juga menunjuk suami dari bibi Sultan Shafiuddin, yakni Joyo Miharjo dari Rembang suami Ratu Arsiyah bibi Sultan Shafiuddin sebagai, sebagai Bupati Banten Hilir dengan gelar Sultan Tituler Bupati Muhammad Rafiuddin.

Hal ini membuat beberapa kesalahan dalam penulisan sejarah Kesultanan Banten bahwa Sultan Terakhir Kesultanan Banten adalah Sultan Rafiuddin yang disalah kira sebagai anak Sultan Shafiuddin. Padahal Rafiuddin bukan pewaris sah keturunan para Sultan Banten melainkan orang Rembang yang diberikan pangkat (Tituler) oleh Belanda sebagai Bupati dengan Gelar Sultan Bupati.

Adapun anak-anak dari Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin adalah :

a. Pangeran Surya Kumolo

b. Pangeran Surya Kusumo

c. Ratu Ayu Kunthi

d. Pangeran Timoer Soerjaatmadja

Anak-anak Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin sempat disalah kira dalam beberapa penulisan sebagai anak dari Sultan Tituler Bupati Rafiuddin. Hal ini dikarenakan masyhur dikenal bahwa merekalah anak-anak Sultan Terakhir Banten namun terjadi kesalah fahaman mengenai Sultan Terakhir Banten yang resmi dari trah Kesultanan Banten yang semestinya pada Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin, bukan pada nama Rafiuddin dari Rembang yang sekedar Sultan Tituler Bupati diangkat Belanda dan bukan dari keturunan para Sultan Banten.

Semenjak tahun 1809, Wilayah Banten sudah banyak diotak-atik penjajah Asing dengan pembagian-pembagian wilayah yang meminimalisir kekuatan pengaruh Kesultanan Banten dan untuk memperlemah perlawanan Rakyat Banten yang seringkali terus melawan. Pada saat terjadi peralihan kekuasaan di Nusantara dari Belanda kepada Inggris, diakibatkan kekalahan Napoleon Perancis kepada Inggris. Gubernur Thomas Stanford Rafles dari pemerintahan Inggris tahun 1813 membagi wilayah Banten menjadi 4 Kabupaten yakni Banten Lor (Banten Utara kelak menjadi Kabupaten Serang), Banten Kidul (Banten Selatan kelak menjadi Kabupaten Caringin yang pada tahun 1907 masuk kedalam Kabupaten Pandeglang), Banten Tengah (Kelak menjadi Kabupaten Pandeglang) dan Banten Kulon (Banten Barat kelak menjadi Kabupaten Lebak). Pada tahun 1816 kekuasaan dikembalikan dari Inggris kepada Belanda.

Pada tahun 1832 dikarenakan adanya perlawanan dari rakyat Banten yang terus menerus kepada pemerintah Hindia Belanda, terutama dengan adanya Bajak Laut Selat Sunda. Pemerintah Belanda menganggap adanya bantuan Kesultanan Banten dalam perlawanan tersebut, sehingga pada tahun tersebut Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin dan keluarga dibuang Belanda ke Surabaya hingga wafatnya di tahun 1899 dan dimakamkan di Pemakaman Boto Putih Surabaya di seberang pemakaman Sunan Ampel.

Masa awal Kevakuman Kesultanan Banten

Pada masa Kevakuman Kesultan Banten, rakyat Banten di bawah pimpinan para Ulama Banten secara seporadis kerap melakukan perlawanan kepada pemerintah Hindia Belanda. Banyak perjuangan yang menyuarakan spirit perjuangan kembali memperjuangkan spirit perjuangan kesultanan Banten dan keislaman, yang paling menonjol adalah peristiwa Geger Cilegon tahun 1888.

Sultan Penuh Terakhir Banten yang dibuang ke Surabaya, yakni Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin merasa kecewa terhadap perlakuan pihak penjaja asing dari Eropa serta melarang keturunannya untuk menikah dengan kalangan bule, hal ini dilanggar oleh Pangeran Surya Kumala sehingga hak pewarisan tahta Kesultanan Banten dialihkan kepada Pangeran Timur Soerjaatmadja.
335/5 <23> KH Tubagus Abdul Mu'in (Buya Mu'in Kamasan) [Chusaeni]
Рођење: 1830, Kamasan; Banten
Свадба: <4> Nyi Gede Kamasan [Kamasan]
Смрт: Kenari, Kasunyatan, Banten
346/5 <27> Raden Chidir [?]
357/5 <24> Ψ Dalam Pendataan [Pendataan]
368/5 <26> Ψ Dalam Pendataan [Pendataan]
379/5 <28> Tubagus Siriakancana Batang [Mahasin]

6

LAMBANG  KESULTANAN  BANTEN
LAMBANG KESULTANAN BANTEN
391/6 <32> 1. Pangeran Surya Kumolo [Kasultanan Banten]
Титуле : од 1832, Sultan Banten Ke XVIII
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang Sultan Penuh Terakhir Banten yang dibuang ke Surabaya, yakni Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin merasa kecewa terhadap perlakuan pihak penjaja asing dari Eropa serta melarang keturunannya untuk menikah dengan kalangan bule, hal ini dilanggar oleh Pangeran Surya Kumala sehingga hak pewarisan tahta Kesultanan Banten dialihkan kepada Pangeran Timur Soerjaatmadja.
432/6 <33+4> 1. Kiyai Tubagus Achmad Muntari (Mbah Mun) [Chusaeni]
Рођење: 1862, Kenari, Banten, Jawa Barat
Свадба: <5> Nyi Raden Siti Jama' [Jama'] b. 1878
Смрт: 1940, Sukaraja - Cimahpar, Bogor, Jawa Barat
LAMBANG  KESULTANAN  BANTEN
LAMBANG KESULTANAN BANTEN
423/6 <32> 4. Pangeran Timoer Soerjaatmadja [Kasultanan Banten]
Титуле : од 1888, Sultan Banten Ke XIX
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


Masa awal Kevakuman Kesultanan Banten

Pada masa Kevakuman Kesultan Banten, rakyat Banten di bawah pimpinan para Ulama Banten secara seporadis kerap melakukan perlawanan kepada pemerintah Hindia Belanda. Banyak perjuangan yang menyuarakan spirit perjuangan kembali memperjuangkan spirit perjuangan kesultanan Banten dan keislaman, yang paling menonjol adalah peristiwa Geger Cilegon tahun 1888.

Sultan Penuh Terakhir Banten yang dibuang ke Surabaya, yakni Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin merasa kecewa terhadap perlakuan pihak penjaja asing dari Eropa serta melarang keturunannya untuk menikah dengan kalangan bule, hal ini dilanggar oleh Pangeran Surya Kumala sehingga hak pewarisan tahta Kesultanan Banten dialihkan kepada Pangeran Timur Soerjaatmadja.
404/6 <32> 2. Pangeran Surya Kusumo [Kasultanan Banten]
415/6 <32> 3. Ratu Ayu Kunthi [Gunung Jati]
446/6 <34> Rd. H. Moch. Adam [Chidir]
457/6 <34> Rd. H. Suta Asria [Chidir]
468/6 <37> Tubagus Pudian [Mahasin]
479/6 <33+4> 2. KH. Tubagus Achmad Muntadhor [Muntadhor]
4810/6 <33> 3. KH. Tubagus Achmad Muntaqo' [Chusaeni]
4911/6 <38> Ratu Khadariyah [Ratu]

7

511/7 <43+5> Tubagus Udjang Bachri [Chusaeni]
Рођење: 1895, Sukaraja, Cimahpar, Bogor, Jawa Barat
Свадба: <6> 3. Nyi Rd. Kasmeri [Kasmeri] b. 1898
Смрт: 1955, Lemah Abang, Cikarang Utara
PEJUANG HIZBULLAH YANG LUPUT DARI SEJARAH

Tb. Ujang Bachri (Riwayat lain :Bakri) merupakan anak dari Kiai Tb. Muntari, Sukaraja - Bogor (asal Kenari - Banten). "Ujang" adalah panggilan sayang atau ningrat yang lazim digunakan diwilayah priangan /masyarakat Sunda. Meskipun leluhurnya berasal dari Kenari - Banten, namun ia lahir dan besar di Sukaraja - Bogor. Menurut kesaksian keluarga, Abah Ujang diceritakan perawakannya gagah, berbadan tegap dan berkumis. Dalam kesehariannya selalu berpakaian menggunakan iket /udeng dan baju pangsi hitam, tetapi sangat santun dalam laku lampahnya. Masa kecil dan mudanya banyak dihabiskan untuk menimba ilmu, mulai dari Agama, hingga kanuragan. Beliau pun ahli dalam beladiri, mengingat secara garis nasab masih cicit dari jalur Ibunya yang merupakan puteri dari Rd. Sena bin Rd. Zaed peletak dasar jurus Cibarusahan. diceritakan bahwa beliau ikut dalam Laskar Hizbullah dan memimpin pasukan kelompok Cibarusah, bersama - sama dengan (alm) Kiai H. Rd. Ma'mun Nawawi, Cibogo; (alm) Kiai Haji Noer Ali, Bekasi dan tokoh - tokoh lainnya. Memang usianya kala itu sudah tidak lagi muda tapi ke cintaannya pada tanah air dan Agama tidak sedikit pun mengendurkan semangatnya, meski harus bertaruh harta dan nyawa. Hingga hal itu membuatnya sering berpindah - pindah tempat dan membawa serta anak - anaknya, dari Sukaraja, Cibarusah, Karawang, Rengasdengklok, Cileungsi, hingga balik ke Cibarusah. Atas izin Allah SWT. hingga akhir hayatnya beliau tidak pernah tertangkap. Dan beliau menghembuskan nafas terakhirnya karena sakit dalam usia yang sudah sepuh di Lemah Abang, Cikarang. Jenazahnya dipusarakan di makam pahlawan Pejuang Lemah Abang. Lokasinya dipojok, mepet tembok bangunan SD.

Wallahu A'lam bish-showab.
LAMBANG  KESULTANAN  BANTEN
LAMBANG KESULTANAN BANTEN
502/7 <42> 1. Rtb Marjono Soerjaatmadja [Kasultanan Banten]
Титуле : 1946, Sultan Banten Ke XX
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


Masa Awal Kemerdekaan Republik Indonesia

Pada masa awal kemerdekaan RI sekitar tahun 1946-1948, di Yogyakarta terjadi pertemuan antara pewaris tahta Kesultanan Banten Rtb Marjono Soerjaatmadja bin Pangeran Timur Soerjaatmadja bin Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin, Presiden Sukarno, Sultan Hamengkubuwono 9, resident Banten KH.Tb. Ahmad Chotib ayah ulama Banten KH Tb Fathu Adzim. Pada pertemuan tersebut selepas Belanda meninggalkan Indonesia, Sukarno mempersilahkan pewaris tahta kesultanan Banten untuk memimpin wilayah Banten kembali, namun pewaris tahta dikarenakan tanggung jawab mengurusi perekonomian rakyat sebagi Direktur BRI (kini setingkat Gubernur BI) menitipkan kepemimpinan Banten termasuk penjagaan dan mengurus aset keluarga besar Kesultanan Banten kepada KH. TB Achmad Chotib selaku Resident Banten sampai saat bilamana anak atau cucu beliau kembali ke Banten. Adapun cucu beliau lah Bapak RTB Hendra Bambang Wisanggeni bin RTB Abdul Mughni bin Rtb Marjono pada masa kini kembali ke Banten untuk membawa kemaslahatan bagi Banten.

Mulai dari saat penitipan tersebut kepengurusan aset Keluarga Besar Kesultanan Banten mencakup kepengurusan masjid dan makam, secara turun temurun sampai sekarang diurus oleh keluarga Besar dan kerabat KH Tb Achmad Chotib dari Bani Wasi’ keturunan Sultan Banten ke-4 Sultan Abul Mufakhir Mahmud Abdul Qodir. (Para pengurus makam dan masjid agung Banten lama, bergantian adalah dari pihak keponakan, cucu keponakan dan anak KH Tb Achmad Chotib).
553/7 <49> (Tubagus) Tb. Ahmad Akbarudin Hatta [Tubagus]
Рођење: 16 септембар 1974
KETURUNAN TUBAGUS ABDUL KHAER
524/7 <44> Raden Mochammad Hasan [Hasan]
535/7 <45> Rd. H. Marhasan [Suta Asria]
546/7 <46> H. Muhammad Sirojudin [Mahasin]

8

581/8 <51+6> 1. Ratu Juhariyah (Juha) [Juhariyah]
Рођење: 1916, Sukaraja - Cimahpar, Bogor, Jawa Barat
Свадба: <8> Engeh [?]
592/8 <51+6> 2. Ratu Sukaesih (Encih) [Sukaesih]
Рођење: 1918, Sukaraja - Cimahpar, Bogor, Jawa Barat
Свадба: <9> R. Dadang Asmara [Asmara]
603/8 <51+6> 3. Ratu Chafsah (Acah) [Chafsah]
Рођење: 1920, Sukaraja - Cimahpar, Bogor, Jawa Barat
614/8 <51+6> 4. Ratu Komala [Komala]
Рођење: 1923, Sukaraja - Cimahpar, Bogor, Jawa Barat
Смрт: Sukaraja - Cimahpar, Bogor, Jawa Barat, Wafat diusia muda (tidak berketurunan)
625/8 <51+6> 5. Tubagus Maksum [Bachri]
Рођење: 1925, Sukaraja - Cimahpar, Bogor, Jawa Barat
Смрт: Sukaraja - Cimahpar, Bogor, Jawa Barat, Wafat saat kecil (tidak berketurunan)
636/8 <51+6> 6. Ratu Rukmini [Al Bachri]
Рођење: 1928, Sukaraja - Cimahpar, Bogor, Jawa Barat
Свадба: <10> Keturunan Arab Betawi [Betawi]
Свадба: <11> Sutikno [?]
647/8 <51+6> 7. Ratu Khadijah (Ijah) [Al Bachri]
Рођење: 1930, Sukaraja - Cimahpar, Bogor, Jawa Barat
Свадба: <12> Muhammad Totong [Totong]
Сахрана: Cipinang, Jakarta Timur, Makamnya berada dekat ibunya yakni Ratu Kasmeri.
658/8 <51+6> 8. Tubagus Agus [Bachri]
Рођење: 1932, Sukaraja - Cimahpar, Bogor, Jawa Barat
Смрт: Sukaraja - Cimahpar, Bogor, Jawa Barat, Wafat saat kecil (tidak berketurunan)
579/8 <51+6> 9. (Alm) H. Tubagus Saaman [Bachri]
Рођење: 6 јун 1933, [https://id.wikipedia.org/wiki/Cimahpar,_Bogor_Utara,_Bogor Cimahpar Tanah Baru, Bogor]
Свадба: <13> Hj. Mariyah [Gobang] b. 1940
Смрт: 2003, [https://id.wikipedia.org/wiki/Daerah_Khusus_Ibukota_Jakarta Jakarta]
6610/8 <51+6> 10. Ratu Salbiyah [Al Bachri]
Рођење: Sukaraja - Cimahpar, Bogor, Jawa Barat, Wafat saat kecil (tidak berketurunan)
Рођење: 1935, Sukaraja - Cimahpar, Bogor, Jawa Barat
6711/8 <51+6> 11. Ratu Radhiyah (Iyot) [Al Bachri]
Рођење: 1938, Sukaraja - Cimahpar, Bogor, Jawa Barat
LAMBANG  KESULTANAN  BANTEN
LAMBANG KESULTANAN BANTEN
5612/8 <50> 1. RTB Hendra Bambang Wisanggeni [Kasultanan Banten]
Титуле : од 1948, Sultan Banten Ke XXI
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


Masa Awal Kemerdekaan Republik Indonesia

Pada masa awal kemerdekaan RI sekitar tahun 1946-1948, di Yogyakarta terjadi pertemuan antara pewaris tahta Kesultanan Banten Rtb Marjono Soerjaatmadja bin Pangeran Timur Soerjaatmadja bin Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin, Presiden Sukarno, Sultan Hamengkubuwono 9, resident Banten KH.Tb. Ahmad Chotib ayah ulama Banten KH Tb Fathu Adzim. Pada pertemuan tersebut selepas Belanda meninggalkan Indonesia, Sukarno mempersilahkan pewaris tahta kesultanan Banten untuk memimpin wilayah Banten kembali, namun pewaris tahta dikarenakan tanggung jawab mengurusi perekonomian rakyat sebagi Direktur BRI (kini setingkat Gubernur BI) menitipkan kepemimpinan Banten termasuk penjagaan dan mengurus aset keluarga besar Kesultanan Banten kepada KH. TB Achmad Chotib selaku Resident Banten sampai saat bilamana anak atau cucu beliau kembali ke Banten. Adapun cucu beliau lah Bapak RTB Hendra Bambang Wisanggeni bin RTB Abdul Mughni bin Rtb Marjono pada masa kini kembali ke Banten untuk membawa kemaslahatan bagi Banten.

Mulai dari saat penitipan tersebut kepengurusan aset Keluarga Besar Kesultanan Banten mencakup kepengurusan masjid dan makam, secara turun temurun sampai sekarang diurus oleh keluarga Besar dan kerabat KH Tb Achmad Chotib dari Bani Wasi’ keturunan Sultan Banten ke-4 Sultan Abul Mufakhir Mahmud Abdul Qodir. (Para pengurus makam dan masjid agung Banten lama, bergantian adalah dari pihak keponakan, cucu keponakan dan anak KH Tb Achmad Chotib).
6813/8 <52> Raden H. Mochammad Syadeli [Syadeli]
6914/8 <53> Rd. H. Abdul Karim [Marhasan]
7015/8 <54+7> H. Syafei [Mahasin] 7116/8 <54+7> Ki Tohir [Mahasin]
7217/8 <54+7> Nyi Khadijah [Mahasin]