1. Tubagus Angke / Pangeran Jayakarta II b. 1487изр - Индекс потомака

Из пројекта Родовид

Особа:850654
Generation of a large tree takes a lot of resources of our web server. Anonymous users can only see 7 generations of ancestors and 7 - of descendants on the full tree to decrease server loading by search engines. If you wish to see a full tree without registration, add text ?showfulltree=yes directly to the end of URL of this page. Please, don't use direct link to a full tree anywhere else.
11/1 <?+?> 1. Tubagus Angke / Pangeran Jayakarta II [Azmatkhan]
Рођење: 1487изр
Свадба: <1> 5.1.1.1.3. Ratu Ayu Pembayun [Azmatkhan]
== Pangeran Jayakarta II ==

Pangeran Jayakarta II atau Tubagus Angke atau Pangeran Gedeng Angke

Beliau adalah saudara Pangeran Muhammad Pelakaran, putra Pangeran Panjunan Cirebon @ Sayyid Abdurrahman bin Sultan Sulaiman Al-Baghdadi bin Ahmad Syah Jalaluddin Akbar bin Abdullah bin Abdul Malik Azmatkhan. (Selengkapnya lihat tulisan sebelumnya tentang Ilmu Silsilah )

Pangeran Jayakarta II menikahi putri Fatahillah dan juga menikahi puteri Maulana Hasanuddin Banten bin Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati; dikarunai putra bernama Sungerasa Jayawikarta alias Pangeran Jayakarta III (Pangeran Jayakarta III bin Pangeran Jayakarta II sampai saat ini belum diketahui dari Ibu yang puteri Fatahillah atau puteri Maulana Hasanuddin Banten) BAGI ANDA YANG MEMILIKI INFORMASI

2

21/2 <1+1> 5.1.1.1.2.1. Pangeran Jayakarta III / Sungerasa Jayawikarta [Azmatkhan]
Рођење: 1515изр
== Pangeran Jayakarta ==

'Pangeran Jayakarta alias Sungerasa adalah nama seorang penguasa kota pelabuhan Jayakarta, yang menjabat sebagai wakil dari Kesultanan Banten. Kekuasaan Banten atas wilayah ini berhasil direbut oleh Belanda, setelah Pangeran Jayakarta dikalahkan oleh pasukan VOC di bawah pimpinan Jan Pieterszoon Coen pada tanggal 30 Mei 1619.

Asal-usul

Asal-usul Pangeran Jayakarta masih samar. Dalam situs internet Pemerintah Jakarta Timur disebutkan, Pangeran Jayakarta adalah nama lain dari Pangeran Achmad Jakerta, putra Pangeran Sungerasa Jayawikarta dari Kesultanan Banten. Namun ada juga yang menganggap Pangeran Jayakarta adalah Pangeran Jayawikarta. Menurut Hikayat Hasanuddin dan Sajarah Banten Rante-rante yang disusun pada abad ke-17 (yaitu sesudah Sajarah Banten, 1662/3), Pangeran Jayakarta atau Jayawikarta adalah putra Tubagus Angke dan Ratu Pembayun, puteri Hasanuddin, anak Sunan Gunung Jati.

Menurut Adolf Heukeun SJ dalam buku Sumber-sumber Asli Sejarah Jakarta Jilid II, silsilah ini tidak sesuai dengan sumber-sumber sekunder lain karena sumber-sumber yang digunakan oleh hikayat mengandung banyak cerita dongeng.[1]

Peran politik di Banten

Pada tahun 1596 Pangeran Muhammad, penguasa Banten ketiga, gugur waktu menyerang Palembang. Putera satu-satunya ialah Abdul Kadir, yang baru berusia lima bulan. Maka dipilihlah seorang mangkubumi yang sekaligus menjadi wali putera itu. Tetapi mangkubumi ini wafat pada tahun 1602. Maka ibu putra mahkota menjadi wali dan menikah dengan mangkubumi yang ketiga. Karena ayah tiri disayang putera mahkota Banten dan dihormati rakyat, maka para pangeran menjadi iri dan memberontak. Pangeran dari Jayakarta datang dengan banyak bawahannya sehingga pemberontak mengalah dan berdamai.

3

31/3 <2> 5.1.1.1.2.1.1. Pangeran Ahmad Jakerta / Pangeran Jayakarta IV [Azmatkhan]
Рођење: 1543изр
42/3 <2> 5.1.1.1.2.1.2. Ratu Mertakusuma [Azmatkhan]

4

51/4 <4> 5.1.1.1.2.1.2. Ratu Mertakusumah [Azmatkhan]
Рођење: PENYEIMBANG

5

61/5 <5+?> 1. Sultan Ageng Tirtayasa / Syarif Abul Fath 'Abdul Fattah (Pangeran Ratu) [Kesultanan Banten]
Рођење: 1631, Banten
Свадба: <2> Ratu Adi Kalsum [Kalsum]
Титуле : од 10 март 1651, Banten, Sultan Banten ke VI
Смрт: 11 децембар 1692, Batavia
Сахрана: 12 децембар 1692, Sedakingkin-Banten
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

Садржај

Asal-Usul Sultan Ageng Tirtayasa

Pangeran Adipati Anom Pangeran Surya yang memiliki gelar Sultan Abu Al Fath Abdul Fattah atau lebih dikenal dengan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1684) adalah putra pertama dari 15 bersaudara dari ayah yang bernama Sultan Abul Ma'ali Ahmad Rachmatullah, silsilah ke atasnya sampai ke Rasulullah Nabi Muhammad SAW, adalah sebagai berikut :

0. Sayyidina Muhammad Saw (Rasulallah SAW)
1. Sayyidina Ali bin Abu Thalib >< Fatima Binti Muhammad SAW Az Zahra 
2. Husayn Ibn Ali 
3. Ali Zainal Abidin (Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Hussein bin Ali bin Abi Thalib) / Ali bin Husain
4. Muhammad Al Baqir
5. Ja'afar As-Sodiq
6. Ali Al-’Uraidhi (Al Husaini) / Ali bin Ja'far
7. Muhammad An-Naqib
8. Isa Ar-Rumi
9. Ahmad Al Muhajir ( أحمد المهاجر‎) (Ahmad bin Isa Ar-Rumi bin Muhammad An-Naqib )
10. Ubaidullah
11. Alwi Awwal (Sayidina Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa)
12. Muhammad Sohibus Saumi'ah
13. Alwi Ats-Tsani ( Imam Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah )
14. Ali Kholi' Qosam
15. Muhammad Shohib Mirbath bin Ali Kholi Qosam
16. Alawi Ammil Al Fagih (Sayidina Al-Faqih Al-Muqoddam Muhammad bin Ali bin Muhammad Shohib Mirbath)
17. Sayyid Abdul Malik al-Muhajjir al-Azmatkhan Ba'alawi al-Husaini
18. Al-Amir Abdullah al-Azmatkhan
19. Asy Syaikh Sayyid Ahmad Syah Jalaluddin al-Azmatkhan al-Husaini
20. Asy Syaikh Sayyid Husain Jamaluddin Akbar al-Azmatkhan al-Husaini
21. Sayyid Ali Nurul Alam / Ali Nuruddin (1) / Maulana Malik Israil al-Azmatkhan al-Husaini
22. Syarif Abdullah Mahmud Umdatuddin Sayyid Abdullah al-Azmatkhan al-Husaini 
23. Sunan Gunung Jati (Maulana Syarif Hidayatullah Al Azmatkhan Al Husaini)
24. Panembahan Maulana Hasanuddin (Sayyid Maulana Hasanuddin Al Azmatkhan Al Husaini)
25. Panembahan Maulana Yusuf (Sayyid Maulana Yusuf Al Azmatkhan Al Husaini)
26. Panembahan Maulana Muhammad Nashruddin (Sayyid Muhammad Nashruddin Al Azmatkhan Al Husaini)
27. Sultan Abu Al Mafakhir Mahmud 'Abdul Qadir (Sayyid Mahmud 'Abdul Qadir Al Azmatkhan Al Husaini) 
28. Sultan Abul Ma'ali Ahmad Rachmatullah (Sayyid Abul Ma'ali Ahmad Al Azmatkhan Al Husaini)
29. Sultan Ageng Tirtayasa (Sayyid Abul Fath 'Abdul Fattah Al Azmatkhan Al Husaini)

Keturunan Sultan Ageng Tirtayasa

 1. Sultan Haji
 2. Pangeran Arya ‘abdul ‘Alim
 3. Pangeran Arya Ingayudadipura
 4. Pangeran Arya Purbaya
 5. Pangeran Sugiri
 6. Tubagus Rajasuta
 7. Tubagus Rajaputra
 8. Tubagus Husaen
 9. Raden Mandaraka
 10.Raden Saleh
 11.Raden Rum
 12.Raden Mesir
 13.Raden Muhammad
 14.Raden Muhsin
 15.Tubagus Wetan
 16.Tubagus Muhammad ‘Athif
 17.Tubagus Abdul
 18.Ratu Raja Mirah
 19.Ratu Ayu
 20.Ratu Kidul
 21.Ratu Marta
 22.Ratu Adi
 23.Ratu Ummu
 24.Ratu Hadijah
 25.Ratu Habibah
 26.Ratu Fatimah
 27.Ratu Asyiqoh
 28.Ratu Nasibah
 29.Tubagus Kulon

Masa Raja / Sultan Banten ke-6

Pengadilan militer di Banten, 1596, anonim, 1646 [1]
Pengadilan militer di Banten, 1596, anonim, 1646 [1]

Sepeninggal Sultan Abdul Mufakhir Mahmud Abdul Kadir pada 10 Maret 1651, dan kedudukannya sebagai Sultan Banten digantikan oleh Pangeran Adipati Anom Pangeran Surya, putra Abu al-Ma’ali Ahmad, ketegangan dengan VOC terus berlanjut. Bahkan dapatlah dikatakan bahwa puncak konflik dengan VOC terjadi ketika Kesultanan Banten berada di bawah kekuasaan Pangeran Adipati Anom Pangeran Surya yang memiliki gelar Sultan Abu Al Fath Abdul Fattah atau lebih dikenal dengan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1684) yang diakui negara RI sebagai salah satu Pahlawan Nasional dari Banten.

Sultan Ageng Tirtayasa selain seorang ahli strategi perang, ia pun menaruh perhatian besar terhadap perkembangan pendidikan agama Islam di Banten. Untuk membina mental para prajurit Banten, didatangkan guru-guru agama dari Arab, Aceh, dan daerah lainnya. Salah seorang guru agama tersebut adalah seorang ulama besar dari Makassar yang bernama Syekh Yusuf Taju’l Khalwati, yang kemudian dijadikan mufti agung, sekaligus guru dan menantu Sultan Ageng Tirtayasa.

Usaha Sultan Ageng Tirtayasa baik dalam bidang politik diplomasi maupun di bidang pelayaran dan perdagangan dengan bangsa-bangsa lain semakin meningkat. Pelabuhan Banten makin ramai dikunjungi para pedagang asing dari Persi (Iran), India, Arab, Cina, Jepang, Pilipina, Malayu, Pegu, dan lainnya. Demikian pula dengan bangsa-bangsa dari Eropa yang bersahabat dengan Inggris, Perancis, Denmark, dan Turki. Sultan Ageng Tirtayasa telah membawa Banten ke puncak kemegahannya. Di samping berhasil memajukan pertanian dengan sistem irigasi ia pun berhasil menyusun kekuatan angkatan perangnya, memperluas hubungan diplomatik, dan meningkatkan volume perniagaan Banten sehingga Banten menempatkan diri secara aktif dalam dunia perdagangan internasional di Asia.

Banten menjalankan politik luar negeri yang bebas aktif. Sekitar tahun 1677 Banten mengadakan kerjasama dengan Trunojoyo yang sedang memberontak terhadap Mataram. Dalam pada itu, dengan Makasar, Bangka, Cirebon, dan Indrapura dijalin hubungan baik. Demikian pula hubungannya dengan Cirebon, sejak awal telah terjadi hubungan erat dengan Cirebon melalui pertalian keluarga (kedua keluarga keraton adalah keturunan Syarif Hidayatullah). Banten membantu Cirebon dalam membebaskan dua orang putera Panembahan Girilaya, yaitu Pangeran Martawijaya dan Pangeran Kartawijaya, yang ditahan di ibu kota Mataram dan pasukan Trunojoyo di Kediri tahun 1677, bahkan mengangkatnya menjadi Sultan di Cirebon, sejak 1676 kekuasaan Banten masuk ke dalam keraton Cirebon dan turut mencakupnya.

Selain membawa Banten ke puncak kejayaannya, sayangnya bersamaan dengan itu, Banten mengalami perpecahan dari dalam, putra mahkota Sultan Abu Nasr Abdul Kahar yang dikenal sebagai Sultan Haji diangkat jadi pembantu ayahnya mengurus urusan dalam negeri. Sedangkan urusan luar negeri dipegang oleh Sultan Ageng Tirtayasa dibantu oleh putera lainnya, Pangeran Arya Purbaya. Pemisahan urusan pemerintahan ini tercium oleh wakil Belanda di Banten, W. Caeff yang kemudian dengan siasat devide et impera, mendekati dan menghasut Sultan Haji. Karena termakan hasutan VOC, Sultan Haji menuduh pembagian tugas ini sebagai upaya menyingkirkan dirinya dari pewaris tahta kesultanan. Agar tahta kesultanan tidak jatuh ke tangan Pangeran Arya Purbaya, Sultan Haji kemudian didukung VOC untuk mempertahankan hak tahta kekuasaan atas Banten yang sebenarnya belum saatnya untuk dipegang namun merupakan siasat adu domba Belanda.

Perlawanan Sultan Ageng Tirtayasa

Kala menjadi Raja Banten, Sultan Ageng Tirtayasa telah melakukan beberapa strategi untuk memulihkan kembali Banten sebagai bandar perdagangan internasional. Dalam Modul Sejarah Indonesia (2020:14), Anik Sulistiyowati menjabarkan beberapa strategi tersebut:

  1. Mengundang para pedagang dari Inggris, Perancis, Denmark, dan Portugis berdagang di Banten;
  2. Meluaskan interaksi dagang dengan bangsa Cina, India, dan Persia;
  3. Mengirim beberapa kapal dengan maksud mengganggu pasukan VOC;
  4. Membuat saluran irigasi sepanjang Sungai Ujung Jawa sampai Pontang yang ditujukan sebagai persiapan suplai perang dan pengairan sawah.

Rupanya, segala yang dilakukan Sultan Ageng Tirtayasa tersebut terjadi karena VOC sering menghadang kapal asal Cina yang tengah melakukan perjalanan ke Banten. Dengan semangat mempertahankan kehidupan Banten, Pangeran Surya tidak segan melakukan gangguan balik kepada pihak VOC. Di tengah situasi konflik, pada 1671, Sultan Ageng Tirtayasa menitahkan Sultan Haji menjadi orang yang mengurus masalah dalam negeri Banten.

Terkait masalah dengan luar negeri, merupakan urusan Sultan Ageng sendiri. Akan tetapi, pengangkatan Sultan Haji ini membawa keuntungan kepada VOC. Berkat dukungan VOC, Sultan Haji justru merebut kekuasaan Banten dan menjadi raja di Istana Surosowan pada 1681. Sebagai imbal balik dukungannya VOC, Sultan Haji harus menandatangani perjanjian, yang berisi:

  1. Kesultanan Banten musti memberikan daerah Cirebon kepada VOC;
  2. Monopoli lada di Banten diambil alih VOC;
  3. Pasukan Banten yang ada di pantai Priangan harus ditarik mundur, dan
  4. VOC meminta 600.000 ringgit jika Banten nantinya mengingkari perjanjian yang telah disebutkan.
Kelakuan Sultan Haji ini membuat rakyat Banten tidak mengakuinya sebagai pemimpin. Bahkan, rakyat Banten kala itu lebih ingin melakukan perlawanan terhadap Sultan Haji yang disertai VOC. Sultan Ageng Tirtayasa beserta rakyat yang mengikuti jalurnya berniat mengambil kembali Kesultanan Banten. Pada 1682, Sultan Haji mulai terdesak oleh serangan pasukan Sultan Ageng dan istana Surosowan pun dikepung. Akan tetapi, VOC datang memberikan bantuan kepada Sultan Haji. Pasukan Sultan Ageng pun dipukul mundur kala itu dan pemimpinnya ini dijadikan sebagai buronan. Ia bersama para pengikutnya melarikan diri ke Rangkasbitung dan melakukan perlawanan selama kurang lebih setahun lamanya. Pada 1683, Sultan Ageng Tirtayasa tertangkap karena ditipu oleh VOC. Ia ditahan oleh Belanda di penjara daerah Batavia sampai 1692, tepat ketika dirinya menutup usia.

6

LAMBANG  KESULTANAN  BANTEN
LAMBANG KESULTANAN BANTEN
71/6 <6+2> 1. Sultan Haji / Syarif Abu Al Nashr 'Abdul Qahar [Kesultanan Banten]
Рођење: 1658изр, (1631+27)
Титуле : од 1683, Sultan Banten Ke VII
Сахрана: Sedakingkin-Banten
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

berputra:

   Sultan Abdul Fadhl
   Sultan Abul Mahasin
   Pangeran Muhammad Thahir
   Pangeran Fadhludin
   Pangeran Ja’farrudin
   Ratu Muhammad Alim
   Ratu Rohimah
   Ratu Hamimah
   Pangeran Ksatrian
   Ratu Mumbay (Ratu Bombay)

Masa Raja / Sultan Banten ke 7

Sultan Haji dinobatkan menjadi Sultan Banten (1682-1687) Dengan gelar Sultan Abu Nashr Muhammad Abdul Kahar. Penobatan ini disertai beberapa persyaratan. Persyaratan tersebut kemudian dituangkan dalam sebuah perjanjian yang ditandatangani pada 17 April 1684 yang meminimalkan kedaulatan Banten karena dengan perjanjian itu segala sesuatu yang berkaitan dengan urusan dalam dan luar negeri harus atas persetujuan VOC. Dengan ditandatanganinya perjanjian itu, selangkah demi selangkah VOC mulai menguasai Kesultanan Banten dan sebagai simbol kekuasaannya, pada tahun 1684-1685 VOC mendirikan sebuah benteng pertahanan di bekas benteng kesultanan yang dihancurkan. Selain itu, didirikan pula benteng Speelwijk sebagai bentuk penghormatan kepada Speelman yang menjadi Gubernur Jenderal VOC dari tahun 1682 sampai dengan 1685. Demikian pula Banten sebagai pusat perniagaan antarbangsa menjadi tertutup karena tidak ada kebebasan melaksanakan politik perdagangan, kecuali atas izin VOC.

Penderitaan rakyat semakin menjadi karena monopoli perdagangan VOC. Dengan kondisi demikian, sangatlah wajar kalau masa pemerintahan Sultan Haji banyak terjadi kerusuhan, pemberontakan, dan kekacauan di segala bidang yang ditimbulkan oleh rakyat. Selain menghadapi penentangan dari rakyatnya sendiri, Sultan Haji pun menghadapi suatu kenyataan tekanan dari VOC yang tuntutannya sesuai perjanjian harus diturut. Karena tekanan-tekanan itu, akhirnya Sultan Haji jatuh sakit hingga meninggal dunia pada tahun 1687.

Sultan Haji

Sultan Haji merupakan salah seorang putera dari Sultan Abulfath Abdulfattah atau Sultan Ageng Tirtayasa pewaris Kesultanan Banten. Namanya Sultan Abunnashri Abdulkahar atau Abdulqohhar namun lebih dikenal dengan sebutan Sultan Haji. Ia mendapatkan tahtanya bekerja sama dengan Belanda setelah menggulingkan ayahnya. Hal ini menimbulkan banyak spekulasi, mengingat jika ia pewaris syah dari Kesultanan Banten seharusnya tanpa melakukan kudeta terhadap ayahnya pun, ia dapat menerima tahta tersebut.

Masalah ini dimungkinkan ketidak sabaran Sultan Haji untuk segera menduduki jabatannya, karena ada putra Sultan Ageng lainnya yang bernama Pangeran Purbaya dianggap mampu menggantikan Sultan Ageng, atau Sultan merasa kurang sreg terhadap perilaku Sultan Haji. Namun dimungkinkan pula ada hasutan Belanda, mengingat hubungan Belanda dengan Sultan Ageng dan para pendahulunya kurang baik. Sedangkan jika mendukung Sultan Haji maka Belanda akan lebih mudah menguasai perdagangan di Banten.

Spekulasi terakhir ini yang mungkin paling mendekati, mengingat ada simbiosa mutualisma antara Belanda yang bertujuan melancarkan kepentingan dagangnya dan Sultan Haji yang mengincar jabatan kesultanan. Ketika terjadi peperangan antara Sultan Ageng Tirtayasa dan Sultan Haji yang dibantu Belanda istana habis terbakar, tidak sedikit pula perkampungan menjadi musnah.

Sejak Sultan Haji bertahta banyak peristiwa-peristiwa yang sangat merugikan Kesultanan Banten, baik masalah perekonomian negara maupun perpolitikannya. Banyak sudah pemberontakan yang dilakukan rakyat termasuk para pendukung setia Sultan Ageng. Tabiat Sultan Haji dalam menghadapi Belanda pun sangat bertolak belakang dengan para pendahulunya. Sultan Haji sangat mengandalkan bantuan militer dan bantuan ekonomi Belanda, berakibat Banten tidak lagi memiliki kedaulatan penuh, bahkan Belanda sangat mempengaruhi struktur pemerintahan Banten.

Kata Untoro (2007) menyebutkan, sejak ditandatanganinya perjanjian pada tanggal 17 april 1684 praktis kukuasaan Kesultanan Banten dapat dianggap runtuh. Lebih lanjut menyebutkan : Perjanjian antara Kesultanan Banten dengan Belanda ditandatangani di Keraton Surasowan, dibuat dalam bahasa Belanda dan Jawa dan Melayu. Penanndatanganan dari pihak Kompeni dilakukan oleh komandan dan presiden komisi Franscois Tack, Kapten Herman Dirkse Wendepoel, Evenhart van der Schuere serta Kapten bangsa Melayu, Wan Abdul Kahar, sedangkan dari pihak Banten dilakukan oleh Sultan Abdul Kahar, pangeran Dipaningrat, Kiyai Suko Tadjudin, pangeran Natanegara, dan pangeran Natawijaya (Tjandrasasmita : 1967 : 54). Sejak perjanjian tersebut Kompeni secara langsung aktif menentukan monopoli perdagangan Banten.

Beberapa diantara peninggalannya yang monumental, ia membangun daerah-daerah yang rusak akibat perang, selain itu ia membangun kembali istana Surosowan. Untuk membangun istana Surasowan iapun meminta bantuan Cardeel, seorang arsitek Belanda. Iapun mengganti cara berpakaian dari berpakaian ala Banten menjadi cara berpakaian Arab, sekalipun pernah ditentang oleh Sultan Ageng ketika ia masih berkuasa.

Sultan Haji meninggal dan dimakamkan di Sedakingkin, sebelah utara mesjid Agung, sejajar dengan makam Sultan Ageng Tirtayasa. Sultan Haji dikarunia beberapa orang anak, antara lain Pengeran Ratu yang kemudian menggantikan tahtanya sebagai Sultan Banten yang dikenal dengan sebutan Sultan Abulfadhl Muhammad Yahya (1687-1690), Raja / Sultan kedelapan di Kesultanan Surasowan Banten.. Namun hanya sebentar dan tidak mempunyai keturunan.

http://gentong-pusaka.blogspot.co.id/2013/01/sultan-haji.html


82/6 <6+?> 2. Pangeran Purbaya [Kasultanan Banten]
Рођење: 1661
Свадба: <3> Raden Ayu Gusik Kusuma [Kartasura]
Смрт: 18 март 1732, (F. De Haan)
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


Садржај

TIGA TOKOH NAMA PANGERAN "PURBAYA" DI JAWA

Pangeran Purubaya atau Pangeran Purbaya dalam sejarah kerajaan-kerajaan di Pulau Jawa merujuk kepada tiga tokoh:

  1. Pangeran Purbaya Kesultanan Mataram, putra ke 5 Panembahan Senopati Mataram, dikalkulasi lahir pada tahun 1597, hidup sampai zaman pemerintahan Amangkurat I putra Sultan Agung. Ia hampir saja menjadi korban ketika Amangkurat I menumpas tokoh-tokoh senior yang tidak sesuai dengan kebijakan politiknya. Untungnya, Purbaya saat itu mendapat perlindungan dari ibu suri (janda Sultan Agung).Purbaya meninggal dunia bulan Oktober 1676 saat ikut serta menghadapi pemberontakan Trunajaya. Amangkurat I mengirim pasukan besar yang dipimpin Adipati Anom, putranya, untuk menghancurkan desa Demung (dekat Besuki) yang merupakan markas orang-orang Makasar sekutu Trunajaya. Perang besar terjadi di desa Gogodog. Pangeran Purbaya yang sudah lanjut usia gugur akibat dikeroyok orang-orang Makasar dan Madura.
  2. Pangeran Purbaya Kasunanan Kartasura, alias Gusti Panembahan Purbaya (Raden Mas Sasangka), putera Susuhunan Pakubuwono I (Amangkurat I), dikalkulasi lahir sekitar tahun 1665, pernah menjadi Adipati Pajang. Sepeninggal sang ayah, Pangeran Purbaya dan Pangeran Blitar berselisih dengan kakak mereka, yaitu Amangkurat IV (raja baru). Amangkurat IV mencabut hak dan kekayaan kedua adiknya itu. Pangeran Purbaya masih bisa bersabar, namun Pangeran Blitar menyatakan pemberontakan. Perang saudara pun meletus tahun 1719. Perang ini terkenal dengan nama Perang Suksesi Jawa Kedua. Pangeran Purbaya akhirnya bergabung dengan kelompok Pangeran Blitar. Mereka membangun kembali istana lama Mataram di kota Karta, dengan nama Kartasekar. Pangeran Blitar mengangkat diri sebagai raja bergelar Sultan, sedangkan Pangeran Purbaya sebagai penasihat bergelar Panembahan. Setelah Pangeran Blitar meninggal di Malang tahun 1721 karena sakit, perjuangan pun dilanjutkan Panembahan Purbaya. Ia berhasil merebut Lamongan. Namun gabungan pasukan Kartasura dan VOC terlalu kuat. Purbaya akhirnya tertangkap bersama para pemberontak lainnya. Panembahan Purbaya dihukum buang ke Batavia. Ia memiliki putri yang menjadi istri Pakubuwana II putra Amangkurat IV. Dari perkawinan itu lahir Pakubuwana III raja Surakarta yang memerintah tahun 1732-1788.
  3. Pangeran Purbaya Kesultanan Banten, Pangeran Purbaya yang ini adalah putra Sultan Ageng Tirtayasa raja Banten (1651-1683). Ia mendukung perjuangan ayahnya dalam perang melawan VOC tahun 1682-1684. Pangeran Purbaya adalah putera kedua Sultan Ageng Tirtayasa, dikalkulasi lahir pada tahun 1661. Pangeran Purbaya juga diangkat menjadi putra mahkota baru karena Sultan Haji (putra mahkota sebelumnya) memihak VOC. Setelah berperang sekitar 3 tahun, Sultan Ageng Tirtayasa akhirnya tertangkap bulan Maret 1683, dan Banten pun jatuh ke tangan VOC. Pangeran Purbaya dan istrinya yang anti VOC bernama Raden Ayu Gusik Kusuma lalu melarikan diri ke Gunung Gede. Penderitaan Purbaya membuat dirinya memutuskan untuk menyerah. Namun, ia hanya mau dijemput oleh perwira VOC yang berdarah pribumi. Saat itu VOC sedang sibuk menghadapi gerombolan Untung Suropati. Kapten Ruys pemimpin benteng Tanjungpura berhasil membujuk Untung Suropati agar bergabung dengan VOC daripada hidup sebagai buronan. Untung Suropati bersedia. Ia pun dilatih ketentaraan dan diberi pangkat Letnan. Untung Suropati kemudian ditugasi menjemput Pangeran Purbaya di tempat persembunyiannya. Namun datang pula pasukan VOC lain yang dipimpin Vaandrig Kuffeler, yang memperlakukan Purbaya dengan tidak sopan. Sebagai seorang pribumi, Untung Suropati tersinggung dan menyatakan diri keluar dari ketentaraan. Ia bahkan berbalik menghancurkan pasukan Kuffeler. Pangeran Purbaya yang semakin menderita memutuskan tetap menyerah kepada Kapten Ruys di benteng Tanjungpura. Sebelum menjalani pembuangan oleh Belanda pada April 1716, Pangeran Purbaya memberikan surat wasiat yang isinya menghibahkan beberapa rumah dan sejumlah kerbau di Condet kepada anak-anak dan istrinya yang ditinggalkan.[1] Sedangkan istrinya Gusik Kusuma konon pulang ke negeri asalnya di Kartasura dengan diantar Untung Suropati.


PANGERAN PURBAYA BANTEN

Pangeran Arya Purbaya adalah salah satu putra dari istri-istri Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682), yang menjadi penerus mahkota kesultanan yaitu Pangeran Gusti atau Sultan Abu Nasr Abdul Kahar (1672-1687) yang kelak disebut Sultan Haji.

Sultan Ageng Tirtayasa mempunyai beberapa istri diantaranya Ratu Adi Kasum sebagai permaisuri yang melahirkan Abdul Kahar (Sultan Abdul Nasr Abdul Kahar), dari Ratu Ayu Gede, Sultan Ageng dikaruniai 3 orang anak, yaitu P. Arya Abdul Alim, P. Ingayujapura (ingayudipura) dan Pangeran Arya Purbaya. Sedangkan dari istri-istri lainnya mempunyai beberapa anak yaitu P. Sugiri, TB. Raja Suta, TB. Husen, TB. Kulon, dan lain-lain.

Putera mahkota Sultan Abu Nasr Abdul Kahar yang dikenal dengan Sultan Haji diangkat menjadi pembantu ayahnya (Sultan Ageng) untuk mengurus urusan dalam negeri Kesultanan Banten.

Sedangkan Pangeran Arya Purbaya membantu ayahnya untuk mengurus urusan luar negeri dan berkedudukan di Keraton kecil di Tirtayasa.

Pemisahan pengurusan tata pemerintahan itu tercium oleh wakil VOC W. Chaeff yang menghasut Sultan Haji untuk mencurigai posisi adiknya yaitu P. Arya Purbaya, karena dapat mendominasi pemerintahan dan Sultan Haji tidak bisa naik tahta, atas hasutan Itulah terjadi persekongkolan antara Sultan Haji dan VOC.

Pada Bulan Mei 1680 Sultan Haji mengutus perwakilan untuk bertemu dengan Gubernur Jendral VOC di Batavia untuk mengukuhkan dirinya sebagai Sultan.

Pada tanggal 25 November 1680 Sultan Ageng Tirtayasa sangat marah kepada putra mahkota Sultan Haji karena ia memberi ucapan selamat kepada Gubernur baru Speelman yang menggantikan Rijkolf Van Goens padahal Kompeni baru saja menghancurkan gerilya Banten dan Cirebon.

Dengan bantuan VOC, Sultan Haji melakukan kudeta kepada ayahnya dan menguasai Keraton Surosowan pada tahun 1681. Pada tanggal 27 Februari 1682, pecah perang antara Ayah-Anak. Dalam waktu singkat, Sultan Ageng berhasil menguasai Keraton Surosowan. Pasukan Sultan Ageng berkoalisi dengan pasukan gabungan pelarian dari Makassar, Jawa Timur, Lampung, Bengkulu, Melayu. Karena daerah asal mereka dikuasai VOC dan menggabungkan diri dengan Banten, atas kekecewaan mereka terhadap raja-rajanya.

Sultan Haji berlindung di loji Belanda dan dilindungi oleh Jacob de Roy dan dipertahankan oleh Kapten Sloot dan W. Cheaff. Tanggal 7 April 1682 pauskan Kompeni dari Armada Laut mendesak Keraton Tirtayasa dan Keraton Surosowan, pasukan tersebut dipimpin Francois Tack, De Sain Martin dan Jongker.

Sultan Ageng gigih berjuang dibantu Syekh Yusuf dari Makassar dan Pangeran Purbaya, serta Pasukan Makassar, Bali dan Melayu yang bermarkas di Margasana.

Tanggal 8 Desember 1682 Kacarabuan, Angke dan Tangerang dikuasai VOC, Sultan Ageng bertahan di Kademangan, tetapi pertahanan akhirnya jatuh juga setelah terjadi pertempuran sengit, pasukan Kademangan yang dipimpin P. Arya Wangsadiraja akhirnya mengungsi ke Pedalaman Banten yaitu Ciapus, Pagutan dan Jasinga.

Pada tanggal 28 Desember 1682, Pasukan Jongker, Michele dan Tack mendesak Keraton Tirtayasa, Sultan Ageng berhasil menyelamatkan diri dengan terlebih dahulu Pangeran Purbaya membakar Keraton Tirtayasa untuk menyelamatkan Ayahnya, Sultan Ageng, Pangeran Kulon, Syekh Yusuf Makassar mengungsi ke Sajira dan Muncang.

Sementara Pangeran Arya Purbaya dan pasukannya bergerak ke Parijan pedalaman Banten hingga ke Jasinga karena Pasukan Arya Wangsadireja berlebih dahulu mengungsi ke Jasinga.

Sultan Haji mengirimkan utusan ke Sajira untuk berdamai dan akhirnya pada tanggal 14 Maret 1683 Sultan Ageng Tirtayasa dan Pangeran Arya Purbaya mendatangi Surosowan. Akibat akal licik VOC dan Sultan Haji, akhirnya Sultan Ageng Tirtayasa ditangkap dan dibawa ke Batavia untuk diadili. Pangeran Purbaya berhasil meloloskan diri.

Pangeran Perbaya, Pangeran Kulon dan Syekh Yusuf Makassar meneruskan perjuangan melawan Kompeni.

Syekh Yusuf bersama Pangeran Kidul dan pasukan yang berjumlah 5000 orang, 1000 diantaranya Melayu, Bugis, Makassar yang siap mati bersama gurunya bergerak menuju Muncang terus ke Lawang Taji (Jasinga) menyusuri Sungai Cidurian kemudian ke Cikaniki terus ke Ciaruteun melalui Cisarua dan Jampang kemudian meneruskan ke Sukapura dan Mandala dengan tujuan Cirebon.

Pangeran Purbaya kemudian menyusul bersama Pangeran Kulon dan Pangeran Sake beserta pasukannya hingga ke Galunggung dan Singaparna (Tasikmalaya).

Pada tanggal 25 September 1683 pasukan Pangeran Kidul dan Pasukan Banten dan Makassar gugur di Citanduy (Padalarang). Syekh Yusuf Makassar ditangkap oleh Van Happel yang menyamar sebagai orang muslim, dibuagn ke Cape Town (Afrika Selatan).

Pangeran Purbaya sempat mempertahankan pedalaman Banten dna membuat garis batas di Cikeas (antara Banten dan Batavia), Pangeran Purbaya mempertahankan Banten Selatan. Ia meneruskan perjuangan Syekh Yusuf Makassar dan akhirnya Pangeran Purbaya bersama Pangeran Kulon dan Pangeran Sake gugur dalam pemberontakan di Galunggung (Tasikmalaya).

Sekelumit tentang Pangeran Purbaya dalam sejarah autentik sangat berjasa dalam mempertahankan Banten dan dipercaya oleh Sultan Ageng Tirtayasa, Syekh Yusuf Makassar bahkan pasukan koalisi Makassar, Bugis dan Melayu.

SILSILAH PANGERAN POERBAJA

  1. Sultan Ageng Tirtayasa >< Nyai Gede Ayu, berputra
    1. Pangeran Poerbaja >< Ratu Ayoe Gesik Keosoemah, berputra

PROPERTI PANGERAN PURBAJA

Banyak asset-asset peninggalan Pangeran Purbaya di daerah Batavia dan sekitarnya, diantaranya adalah :

  1. Tanah didaerah Kebantenan, Cilincing;
  2. Tanah & Pabrik Gula di daerah Bekasi Selatan;
  3. Tanah & Rumah Tinggal di daerah Condet;
  4. Tanah & Rumah didaerah Kampung Karang Congok, Karang Satria, Tambun Utara, Bekasi;
  5. Tanah & Rumah di Jatingara Kaum;
  6. Tanah & Rumah di Citeureup, Bogor;
  7. Tanah & Rumah di Ciluar (Tanah Baru), Bogor;

Kemungkinan besar, aset sebanyak itu sebagian diwariskan ke Anak Isterinya, sebagian lagi dihibahkan untuk Saudaranya dan dijadikan Wakaf Masjid, Rumah Sakit dan Pesantren.

PETA TANAH MILIK PANGERAN POERBAJA

Persil Tanah Milik P. Poerbaja di Karangtjongok (Sekarang Karangsatria), Bekasi, seluas 35 Ha (5-12-1778).
103/6 <6> 3. Pangeran Arya Ingayudadipuna [Kasultanan Banten]
Рођење: 1663изр
114/6 <6> 4. Pangeran Arya Abdul ‘Alim [Kasultanan Banten]
Рођење: 1666
95/6 <6+?> 5. Pangeran Sugiri/Pangeran Sogiri/Pangeran Shogiry/Pangeran Sageri [Kasultanan Banten]
Рођење: 1668изр, (1631+27+10)
Свадба: <4> 1.1.2.1.1.1 NR. Ratnakomala [Sumedang Larang]
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

Beberapa Alasan Para Pangeran dan Cucu Buyutnya Hijrah Ke Batavia

Pasca perseteruan antara Sultan Haji dengan Ayahnya Sultan Ageng Tirtayasa, dimana pada akhirnya Sultan Ageng Tirtayasa berikut Putera-puteranya (Pangeran) yang mendukungnya di bawah pengawasan Pemerintah Pusat VOC, dan mereka untuk sementara ditempatkan di Kastil Batavia.
166/6 <6> 10. Pangeran Sake / Raden Syafruddin Shoheh [Kasultanan Banten]
Рођење: 1675изр
127/6 <6> 6. Tubagus Rajasuta [Kasultanan Banten]
138/6 <6> 7. Tubagus Rajaputera [Kasultanan Banten]
149/6 <6> 8. Tubagus Husen [Kasultanan Banten]
1510/6 <6> 9. Raden Mandaraka [Kasultanan Banten]
1711/6 <6> 11. Raden Rum [Kasultanan Banten]
1812/6 <6> 12. Raden Mesir [Kasultanan Banten]
1913/6 <6> 13. Reden Muhammad [Kasultanan Banten]
2014/6 <6> 14. Raden Muhsin [Kasultanan Banten]
2115/6 <6> 15. Tubagus Wetan [Kasultanan Banten]
2216/6 <6> 16. Tubagus Muhammad Athif [Kasultanan Banten]
2317/6 <6> 17. Tubagus Abdul [Kasultanan Banten]
2418/6 <6> 18. Ratu Baja Mirah [Kasultanan Banten]
2519/6 <6> 19. Tubagus Kulon [Kasultanan Banten]
2620/6 <6> 20. Ratu Kidul [Kasultanan Banten]
2721/6 <6> 21. Ratu Marta [Kasultanan Banten]
2822/6 <6> 22. Ratu Adi [Kasultanan Banten]
2923/6 <6> 23. Ratu Umuk [Kasultanan Banten]
3024/6 <6> 24. Ratu Hadija [Kasultanan Banten]
3125/6 <6> 25. Ratu Habibah [Kasultanan Banten]
3226/6 <6> 26. Ratu Fatimah [Kasultanan Banten]
3327/6 <6> 27. Ratu Asyiqoh [Kasultanan Banten]
3428/6 <6> 28. Ratu Nasibah [Kasultanan Banten]
3529/6 <6> 29. Ratu Ayu / Siti Khafifah (Karaeng Pane) [Kasultanan Banten]

7

441/7 <7> 4. Pangeran Fadhludin [Kasultanan Banten]
Рођење: Keraton Surasowan, Banten Lama
Смрт: Jawa Timur
LAMBANG  KESULTANAN  BANTEN
LAMBANG KESULTANAN BANTEN
372/7 <7> 2. Sultan Abul Mahasin Zainul Abidin / Pangeran Dipati [Kesultanan Banten]
Рођење: 1671, Keraton Surasowan
Свадба: <6> Ratu Rohimah [Manduraraja]
Титуле : од 1690, Sultan Banten Ke IX
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

berputra 58 orang :

  1. Sultan Muhammad Syifa
  2. Sultan Muhammad Wasi’
  3. Pangeran Yusuf
  4. Pangeran Muhammad Shaleh
  5. Ratu Samiyah
  6. Ratu Komariyah
  7. Pangeran Tumenggung
  8. Pangeran Ardikusuma
  9. Pangeran Anom Mohammad Nuh
  10. Ratu Fatimah Putra
  11. Ratu Badriyah
  12. Pangeran Manduranagara
  13. Pangeran Jaya Sentika
  14. Ratu Jabariyah
  15. Pangeran Abu Hassan
  16. Pangeran Dipati Banten
  17. Pangeran Ariya
  18. Raden Nasut
  19. Raden Maksaruddin
  20. Pangeran Dipakusuma
  21. Ratu Afifah
  22. Ratu Siti Adirah
  23. Ratu Safiqoh
  24. Tubagus Wirakusuma
  25. Tubagus Abdurrahman
  26. Tubagus Mahaim
  27. Raden Rauf
  28. Tubagus Abdul Jalal
  29. Ratu Hayati
  30. Ratu Muhibbah
  31. Raden Putera
  32. Ratu Halimah
  33. Tubagus Sahib
  34. Ratu Sa’idah
  35. Ratu Satijah
  36. Ratu ‘Adawiyah
  37. Tubagus Syarifuddin
  38. Ratu ‘Afiyah Ratnaningrat
  39. Tubagus Jamil
  40. Tubagus Sa’jan
  41. Tubagus Haji
  42. Ratu Thoyibah
  43. Ratu Khairiyah Kumudaningrat
  44. Pangeran Rajaningrat
  45. Tubagus Jahidi
  46. Tubagus Abdul Aziz
  47. Pangeran Rajasantika
  48. Tubagus Kalamudin
  49. Ratu Siti Sa’ban Kusumaningrat
  50. Tubagus Abunasir
  51. Raden Darmakusuma
  52. Raden Hamid
  53. Ratu Sifah
  54. Ratu Minah
  55. Ratu ‘Azizah
  56. Ratu Sehah
  57. Ratu Suba/Ruba
  58. Tubagus Muhammad Said (Pangeran Natabaya)

Masa Raja / Sultan Banten ke 9

Oleh karena Sultan Abu’l Fadhl Muhammad Yahya tidak mempunyai anak, tahta kesultanan diserahkan kepada adiknya Pangeran Adipati dengan gelar Sultan Abu’l Mahasin Muhammad Zainul Abidin juga biasa disebut Kang Sinuhun ing Nagari Banten yang menjadi gelar sultan-sultan Banten berikutnya. Beliau memerintah dari tahun 1690 sampai 1733. Pada masa beliaulah baru kakek beliau yang pahlawan Nasional Sultan Ageng Tirtayasa wafat di tahun 1692 dalam tahanan Kompeni
LAMBANG  KESULTANAN  BANTEN
LAMBANG KESULTANAN BANTEN
363/7 <7> 1. Sultan Abu'l Fadhl Muhammad Yahya / Pangeran Ratu [Kasultanan Banten]
Титуле : од 1687, Sultan Banten Ke VIII
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

Masa Raja / Sultan Banten ke 8

Sepeninggal Sultan Haji, putra beliau Pangeran Ratu menjadi Sultan Banten dengan gelar Sultan Abu’l Fadhl Muhammad Yahya (1687-1690). Beliau sangat perhatian terhadap bidang budaya dan sejarah. Pada tanggal 15 Juni 1690 beliau menemukan Batu Tulis Bogor.

Ternyata Sultan Abu’l Fadhl termasuk orang yang sangat membenci Belanda. Ditatanya kembali Banten yang sudah porak poranda itu. Akan tetapi baru berjalan tiga tahun, ia jatuh sakit dan kemudian wafat. Jenazahnya dimakamkan di samping kanan makam Sultan Hasanuddin di Pasarean Sabakingkin.
594/7 <16+?> 8. Tubagus Muhidin (Citeureup) [Kasultanan Banten]
Рођење: 1700изр
385/7 <9+?> 1. Raden Entong [Kasultanan Banten]
Рођење: 1703изр
396/7 <9+?> 2. Raden Tajul/Kanzul Arifin – Dimakamkan di Jatinegara Kaum [Kasultanan Banten]
Рођење: 1707изр
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

berputra 5 orang:

       Raden Jidin
       Raden Koyong*
       Raden Mamak
       Ratu Siti
       Ratu Ada

Raden Koyong berputra 4 orang:

1. Raden Koman Demang Cibinong Tanah baru Bogor/Raden Kan’an – dimakamkan di Astana Gede Tanah Baru Bogor Utara. 2. Raden Habib Demang Cibarusah/Raden Muhyiddin/Raden Iyi – dimakamkan di Astana Gede Tanah Baru Bogor Utara. 3. Raden Panji Demang Cibarusah*

4. Raden Mas Jatinegara – Dimakamkan di Jatinegara Kaum
427/7 <9+?> 5. Ratu Syarifah [Kasultanan Banten]
Рођење: 1725проц, Cucu Sultan Ageng Tirtajasa Keponakan Sultan Hadji
Свадба: <7> 9. H Rd Muhammad Thohir (Auliya Thohir Al Bughuri) [Wiratanudatar] b. 1765изр bur. 1849
LAMBANG  KABUPATEN SALATIGA
LAMBANG KABUPATEN SALATIGA
438/7 <7> 3. Pangeran Sy. Muhammad Thahir / Kanjeng Raden Tumenggung Prawirokusumo [Kesultanan Banten]
Титуле : од 1843, Wedhono Salatiga, Sumber : Buku "Sajarah Bogor" oleh R. Memed Sunardi, November 1966
Титуле : од 1851, Patih Kendal
Титуле : од 1860, Regent/Boepati Salatiga, dengan gelar Raden Toemenggoeng
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

Sumber : Buku "Sajarah Bogor" oleh R. Memed Sunardi, November 1966 (Mengacu kepada referensi Catatan-catatan lainnya seperti : RH. Misbach bin Nuch, R. Jususf Wiranata Negara, R. Atje Atmawidjaja (Djaksa) Menjadi menantu Hoofd Djaksa Salatiga (1846-163) Raden Mas Soemo Dipoero (Almanak 1846-1863)

Menurut Bupati Salatiga Dari Masa Ke Masa, KRT Prawiro Koesoemo terkenal dengan sebutan Bupati Sedo Amuk, yang meninggal karena adanya kemelut.

409/7 <9+4> 3. Ratu Talaga / NR. Ungkang [Kasultanan Banten]
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang 1.1.2.1.1.1 NR. Ratnakomala . (wife Pangeran Sageri mother NR Ungkang/Ratu Talaga)
4110/7 <9+?> 4. Ratu Siti Yajar M.d. Tb. Diyun [Kasultanan Banten]
4511/7 <7> 5. Pangeran Ja’farrudin [Kasultanan Banten]
4612/7 <7> 6. Ratu Muhammad Alim [Kasultanan Banten]
4713/7 <7> 7. Ratu Rohimah [Kasultanan Banten]
4814/7 <7> 8. Ratu Hamimah [Kasultanan Banten]
4915/7 <7> 9. Pangeran Ksatrian [Kesultanan Banten]
5016/7 <7> 10. Ratu Mumbay (Ratu Bombay) [Kasultanan Banten]
5117/7 <16+?> 1. Tubagus Yasin (Jatinegara Kaum) [Gunung Jati]
5218/7 <16+?> 2. Tubagus Bujangga (Citeueup) [Gunung Jati]
5319/7 <16+?> 3. Tubagus Abudin Citeureup [Kasultanan Banten]
5420/7 <21> Tubagus Muhammad [Kasultanan Banten]
5521/7 <16> 4. Tubagus Komarudin (Jatinegara) [Kasultanan Banten]
5622/7 <16> 5. Tubagus Ali (Citeureup) [Kasultanan Banten]
5723/7 <16> 6. Tubagus Bajagal (Citeureup) [Kasultanan Banten]
5824/7 <16> 7. Tubagus Bayu (Citeureup) [Kasultanan Banten]
6025/7 <16> 9. Tubagus Mustofa (Abdul Hay-Bogor) [Kasultanan Banten]
6126/7 <8+3> 2. Ratu Kawung [Kasultanan Banten]
SUMBER :

1. Catatan Keluarga Sukaraja - Bogor.

2. Buku Nasab Induk : Keluarga P. Jaya Santika (Jakarta)


Ahli Waris: Tb. Dika Syah Bachri
6227/7 <16+?> 10. Ratubagus Badaruddin Suryapringga [Kasultanan Banten]
Sumber : Catatan Keluarga Sukaraja, Bogor
6328/7 <8+3> 1. Tubagus Muhammad [Purbaya]
SUMBER :

1. Catatan Keluarga Sukaraja - Bogor.

2. Buku Nasab Induk : Keluarga P. Jaya Santika (Jakarta)


Ahli Waris: Tb. Dika Syah Bachri
6429/7 <8+3> 3. Ratu Karantenan [Purbaya]
SUMBER :

1. Catatan Keluarga Sukaraja - Bogor.

2. Buku Nasab Induk : Keluarga P. Jaya Santika (Jakarta)


Ahli Waris: Tb. Dika Syah Bachri
6530/7 <8+3> 4. Ratu Pajajaran [Purbaya]
SUMBER :

1. Catatan Keluarga Sukaraja - Bogor.

2. Buku Nasab Induk : Keluarga P. Jaya Santika (Jakarta)


Ahli Waris: Tb. Dika Syah Bachri
6631/7 <8+3> 5. Ratu Pakuwan [Purbaya]
SUMBER :

1. Catatan Keluarga Sukaraja - Bogor.

2. Buku Nasab Induk : Keluarga P. Jaya Santika (Jakarta)


Ahli Waris: Tb. Dika Syah Bachri
6732/7 <8+3> 6. Ratu Fatimah [Purbaya]
SUMBER :

1. Catatan Keluarga Sukaraja - Bogor.

2. Buku Nasab Induk : Keluarga P. Jaya Santika (Jakarta)


Ahli Waris: Tb. Dika Syah Bachri

8

911/8 <37> Pangeran Darma Kusuma [Darmakusuma]
Рођење: Kroya Lama, Kasunyatan, Banten
Смрт: Kroya Lama, Kasunyatan, Banten
942/8 <44> Pangeran Soleman [?]
Смрт: Bogor
923/8 <37> 13. Pangeran Jaya Sentika [Al Mahasin]
Рођење: 1710, Kasunyatan, Banten
Свадба: <8> 2. Nyi Hj. Ummu Salamah [Al Mansyur]
Сахрана: Kenari, Banten
SUMBER :


1. BABAD Banten (Primbon)

2. Catatan Keluarga Drs. Rd. H. Achmad Arslan Jayasentika, M. Sc (Juru Sejarah Bani Jayasentika).

3. Catatan Keluarga Tb. Safaruddin Jayasentika (Ketua Umum/Kasepuhan Dzurriyyat Panembahan Maulana Yusuf Pekalangan Gede, Banten 1570 - 1580).

4. Catatan Keluarga Abah H. Tb. A. Halim Syah Jayasentika (Dewan Penasehat/Kasepuhan Dzurriyyat Panembahan Maulana Yusuf Halim, Jakarta Timur 1570-1580).

5. Buku Nasab Induk : Keluarga Pangeran Jaya Sentika (Halim, Jakarta Timur)


Ahli Waris Tulisan dan segala yang dibagi disini: R (Tb). Dika Syah Bachri, S. ikom Bin R (Tb) H. Agus Halim Syah Jayasentika, SE, MH Bin R (Tb) H. Sa'aman


== PENINGGALAN PUSAKA ==

(Menyusul)



== SEJARAH SINGKAT ==


Kisahnya di Kesultanan Banten memang tidak banyak yang tahu karena data - data informasi yang sedikit dan hanya anak keturunannya saja yang mengetahui berdasarkan cerita (oral) turun temurun serta sedikit catatan keluarga yang ada.


Pangeran Jaya Sentika memiliki nama kecil Raden Abdul, lahir pada tahun 1710 Masehi di Kasunyatan (Banten) dari seorang ibu Garwa Padmi Sultan Abul Mahasin Zainul Abidin yang bernama Ratu Rochimah binti Ratubagus Jaya Haji bin Patih Mangkubumi/Pangeran Arya Mandura Raja bin Sultan Abul Mafakhir Mahmud Abdul Kadir (Sultan Banten ke – IV)


Menurut folklore, Pangeran Jaya Sentika berperawakan tinggi (lebih tinggi diantara lelaki seusianya), berbadan tegap, berdada bidang, berkulit kuning Langsat (bersih), berhidung mancung, berambut lurus seleher sedikit bergelombang dan berwajah seperti orang (keturunan) Arab dan bicaranya lugas penuh wibawa.


Pangeran Jaya Sentika kecil dibesarkan dilingkungan Keraton, seperti anak - anak Sultan yang lainnya, beliau dididik Ilmu Agama, Ilmu Tata Negara dan Ilmu Beladiri sejak belia. Hingga tumbuh menjadi remaja yang cakap dan tangguh. Keberanian dan ketegasan sudah nampak dari kecil, sehingga ia tak pernah takut menyuarakan kebenaran. Tutur katanya lugas , terarah dan tak pandai basa - basi, maka tidak seorang pun yang tidak memahami ucapannya. Wataknya pendiam tak banyak bicara namun tegas ketika menegakkan amar ma'ruf nahi munkar. Inilah bibit awal yang membuatnya tidak disukai oleh banyak pihak, VOC atau bangsawan Istana kala itu.


Semenjak kecil ia telah dibekali Ilmu Beladiri yang mumpuni, mulai dari teknik berpedang (golok sabet), memanah, berkuda, serta lelaku batin pun sudah menjadi makanan pokok sehari - hari. Beliau pun dikenal piawai memainkan beragam senjata perang. Meski demikian, pondasi agama yang baik membuat dirinya tetap menjunjung tinggi nilai – nilai adat dan norma – norma kemanusiaan. Dimata rakyatnya, ia dikenal sebagai seorang pangeran yang suka menolong. Kepribadiannya yang tak mau dikenal membuat dirinya seakan tak punya peran sehingga jasanya terasa sukar tuk dikenang.


Dimasa hidupnya, kondisi Istana kala itu memang sudah tidak sehat. Korupsi merajalela, Keselewengan terjadi didepan mata dan itu dilakukan bukan hanya oleh Belanda namun juga dari keluarga Istana. Rakyat dibebani aturan - aturan yang menyiksa dan tak ada yang bisa menghentikannya. Rakyat tak lagi percaya kepada pemerintah, Kesultanan Banten kehilangan marwah, rakyat memberontak, tingkat kejahatan menjulang tinggi, walaupun masih dapat dipadamkan namun situasi ini sangat memilukan. Seperti halnya api yang senantiasa siap berkobar hanya tinggal menunggu pemantiknya saja.


Kira - kira pada tahun 1730 H saat usia sang Pangeran menginjak (-+) 20 tahun, ia meminta izin kepada ayahandanya untuk pergi mendalami agama ke negeri Arab, namun tidak di izinkan karena usianya yang masih terbilang muda, singkat cerita dipertemukanlah ia dengan Syeikh Haji Mansyur, seorang ulama Thariqah di Banten kala itu, beliau seorang Mursyid Thariqah Syattariyah yang masyhur akan kewaliannya. Meski sikapnya terkadang Khawariqul ‘Adat (diluar kebiasaan). Konon ceritanya, ketika pertama kali ingin berguru, sang Pangeran diminta untuk berkhalwat serta berpuasa sebelumnya disebuah gua yang letaknya dipinggir pantai (masih wilayah banten). Selama 100 Hari, namun ketika perutnya terasa lapar tiba - tiba datang seekor harimau yang membawa persediaan makanan. Jika persediaan telah habis, ia akan kembali datang. Kemudian setelah selesai berkhalwat 100 Hari, bertemulah sang Pangeran dengan sesosok Kakek - kakek berjubah putih, bersurban Hijau dan bertongkat. Menurut cerita senyap, harimau yang selalu datang membawakan makanan adalah Santri Syeikh Haji Mansyur dari Bangsa Jin. Sementara kakek - kakek itu adalah Nabiyullah Khidir a.s.


Jika ada cerita turun temurun yang menyebutkan bahwa Pangeran Jaya Sentika merupakan pengamal Thariqah, itu tidak salah. Karena memang Syaikh Haji Mansyur adalah salah seorang gurunya. Kedekatannya bahkan bukan hanya sebagai murid dan guru, melainkan sudah seperti ayah dan anak. Hingga kemudian dinikahkan dengan salah seorang putrinya yang bernama Nyi Hj. Umi Salamah / Nyai Umi. Tidak banyak cerita mengenai istrinya, akan tetapi dari pernikahan ini ia memiliki keturunan.


Kiprahnya dalam keraton dimulai ketika usianya (-+) genap 24 tahun, ia memegang jabatan sebagai juru tengah, dan komandan pasukan khusus tugasnya antara lain sebagai pengawal pribadi sultan dan kepala keamanan Istana/Keraton Surosowan dan menjadi benteng paling depan tatkala berhadapan dengan musuh membawahi 60 Pasukan Elit Kerajaan yang siap bertaruh nyawa demi kejayaan Kesultanan Banten.


Pada saat Kesultanan Banten kisruh di zaman Sultan Muhammad Syifa Zainul Arifin yang disebabkan oleh kesewenang - wenangan yang dilakukan sang Permaisuri Syarifah Fathimah (Wanita Keturunan Arab) Janda seorang Letnan Melayu di Batavia. Beliau merupakan Pioneer dari kalangan Istana yang pertama melakukan pemberontakan terhadap kezaliman yang dilakukan sang Permaisuri yang bersekutu dengan VOC untuk merampas kekuasaan dengan cara menyingkirkan Sultan Muhammad Syifa’ Zainul Arifin dan Pangeran Gusti selaku putra mahkota. Kondisi semakin memburuk tatkala Kompeni mengangkat Pangeran Arya Adisentika bin Sultan Abul Mahasin menjadi Sultan sepihak dengan gelar Sultan Abul Ma’ali Muhammad Wase’ Zainul ‘Alimin pada tahun 1752


Puncaknya, Pangeran Jaya Sentika mengambil komando, diawali dengan membentuk pemerintahan darurat bersama saudara dari beda ibu yakni Pangeran Arya Adi Sentika, bersama para ponggawa kerajaan serta beberapa keluarga Istana memberi perlawanan demi menyelamatkan marwah sang Sultan dan negaranya dengan membuat kekacauan dari dalam Istana dan kekacauan didaerah Caringin dan Kota Surasowan. Namun pasukan VOC dan sekutu terlalu kuat sehingga membuat para ponggawa banyak meregang nyawa. Kemudian, dengan sisa pasukan serta keluarga yang ada dalam barisan, mencoba keluar dari kota pergi menuju pedalaman dan bergabung dengan Laskar Rakyat Banten yang dipimpin oleh Ratu Bagus Buang dan Ratu Bagus Mustofa (Ki Tapa) /Pangeran Temanggung yang sebelumnya telah memulai pertempuran diluar Keraton. Basis perjuangan awal didaerah Gunung Sari, Serang, Banten. Kemudian bergerak ke Batavia, Bogor, Sukabumi, Cianjur, Jasinga, Anyer hingga Ujung Kulon. Pangeran Jaya Sentika pun seperti Ratubagus Buang dan Ki Tapa yang menjadi buruan musuh, pasukan Belanda dan sekutu dibuat geram dan kewalahan. Pasalnya, ketiganya begitu cerdik dan sulit dihentikan langkahnya. Strategi perang "Petjah Seribu" pun dilancarkan, satu nama sesungguhnya berbeda - beda orangnya. Ditambah, setiap kali berpindah - pindah tempat mereka mengganti nama dan nyamar menjadi rakyat jelata, hal itu tentu membuat jejak langkahnya tak mudah dibaca oleh pihak musuh.


Pertempuran terus menerus terjadi, korban pun semakin banyak berjatuhan, mulai dari kalangan Rakyat hingga Bangsawan keluarga Kesultanan pun tak luput menjadi sasaran. Sungguh Belanda dan sekutu biadab! Akhirnya, Pangeran Jaya Sentika tak mampu lagi melihat kerabat dan keluarganya menjadi korban. Istri pertamanya wafat dalam pelarian dikarenakan sakit dan dimakamkan di daerah Ciomas, dekat gunung sari. Beliau pun menitipkan anak dari istri pertamanya ini kepada Pangeran Darmakusuma, Adik dari lain ibu (Dikemudian hari anaknya saling dinikahkan) sementara ia melanjutkan perjuangan.


Pangeran Jaya Sentika kembali mengatur siasat agar sisa pasukan yang ada bisa selamat, dengan perbekalan yang terkuras dan tak ada jalan lain selain menerobos pasukan lawan yang telah mengepung dari segala arah, akhirnya beliau berpencar dengan barisan yang lain mencoba mengecoh musuh. Karna kecerdasannya dimedan perang beliau berhasil memecah pasukan lawan dan lolos dalam kejaran.


Menurut riwayat Drs. R (Tb) H. Achmad Arslan, M. Sc (Mang Entus Mamay), "Pangeran Jayasentika itu licin dan lihai, ia cerdas dalam mengecoh lawan dan selalu berhasil meloloskan diri dari kepungan dan kejaran Belanda/Sekutu",


Didalam pelariannya sampailah ia di Pamijahan, Tasik, Jawa Barat. Disana ia berniat menemui sahabat gurunya yaitu Syeikh Abdul Muhyi bin Lebe Warta Kusuma (Syaikh Abdul Jalil), disana ia pun sempat berguru kepada sang Syeikh dan dinikahkan dengan putri gurunya yang bernama Nyi Rd. Ayu Chatisah, kemudian setelah itu dibawalah sang istri ke Gunung Sari, Ciomas, Banten. Menurut cerita Mang Entus Mamay, Dimasa tuanya, Pangeran Jaya Sentika menghabiskan sisa usianya sebagai guru Thoriqot Syattariyah dan dikenal dengan nama Syeikh Abdul Wakhid, beliau pun tinggal dan wafat (dimakamkan) di Gunung Kupak, Ciomas, Banten. Namun menurut riwayat keluarga penulis, menjelang akhir hayatnya beliau balik ke Banten kemudian wafat dimakamkan bersebelahan dengan pasaréan Sultan Muhammad Waseh Zainul Alimin, saudaranya, dikomplek pemakaman Sultan, Cikoplok, Kenari, Banten.


Wallahu A'lam bish-Shawab.


Riwayat keluarga Gunung Sari dan Keluarga Halim.

(Bersambung...)


Noted : Sumber Catatan dan Riwayat Keluarga Besar yang tidak disebarluaskan. Hanya untuk menambah pengetahuan saja, jika ada yang menyadurnya apalagi sampai merubah-rubah tanpa persetujuan keluarga, atau izin terlebih dahulu kepada Person:1197198 KAMI TIDAK MENGIZINKAN dan sungguh KURANG DALAM ADAB serta tidak menghargai kami sebagai salah satu Keturunannya.
LAMBANG  KESULTANAN  BANTEN
LAMBANG KESULTANAN BANTEN
694/8 <37> 1. Sultan Muhammad Syifa’ Zainul Arifin (1733-1747) [Kasultanan Banten]
Титуле : од 1733, Sultan Banten Ke 10
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

SILSILAH,berputra 11 orang :

   Sultan Muhammad ‘Arif
   Ratu Ayu
   Tubagus Hasannudin
   Raden Raja Pangeran Rajasantika
   Pangeran Muhammad Rajasantika
   Ratu ‘Afiyah
   Ratu Sa’diyah
   Ratu Halimah
   Tubagus Abu Khaer
   Ratu Hayati
   Tubagus Muhammad Shaleh

Masa Raja / Sultan Banten ke 10

Pengganti tahta kesultanan Sultan Abu’l Mahasin pada tahun 1733 adalah putra beliau yang bergelar Sultan Abulfathi Muhammad Shifa Zainul Arifin yang memimpin hingga tahun 1747.

Pada masa pemerintahan Sultan Zainul Arifin ini sering terjadi pemberontakan rakyat yang tidak senang dengan perlakuan VOC yang sudah di luar batas kemanusiaan. Memang pada awal abad ke-18 terjadi perubahan politik VOC dalam pengelolaan daerah yang dikuasainya. Monopoli rempah-rempah dianggapnya sudah tidak menguntungkan lagi karena Inggris sudah berhasil menanam cengkeh di India sehingga harga cengkeh di Eropa pun turun. Oleh karena itu, VOC mengalihkan usahanya dengan menanam tebu dan kopi di samping rempah-rempah yang kemudian hasilnya harus dijual kepada VOC dengan harga yang telah ditetapkan secara sepihak oleh VOC yang merugikan masyarakat.

Sementara itu, di keraton pun terjadi keributan dan kekacauan pemerintahan. Sultan Zainul Arifin tidak mampu melepaskan diri dari pengaruh Ratu Syarifah Fatimah, seorang janda seorang letnan Melayu di Batavia yang dinikahi dan dijadikan permaisurinya. Ketidakberdayaan itu terlihat dari keputusan Sultan Zainul Arifin yang membatalkan penunjukan Pangeran Gusti sebagai putra mahkota. Atas pengaruh Ratu Syarifah Fatimah dan persetujuan VOC, Sultan Zainul Arifin mengangkat Pangeran Syarif Abdullah, menantu Ratu Fatimah dari suaminya yang terdahulu, menjadi putra mahkota. Setelah dibatalkan sebagai putra mahkota, atas suruhan Ratu Syarifah Fatimah, Pangeran Gusti disuruh pergi ke Batavia dan di tengah perjalanan ditangkap tentara VOC dan diasingkan ke Sailan pada tahun 1747. Tidak lama setelah menantunya diangkat menjadi putra mahkota, Ratu Syarifah Fatimah memfitnah suaminya gila sehingga sultan ditangkap oleh VOC dan diasingkan ke Ambon sampai meninggal. Sebagai gantinya Pangeran Syarif Abdullah dinobatkan sebagai Sultan Banten pada tahun 1750 dengan gelar Sultan Syarifuddin Ratu Wakil. Meskipun demikian, Ratu Fatimah-lah yang memegang kuasa atas pemerintahan di Kesultanan Banten.

Dalam beberapa penulisan sejarah Kesultanan Banten Sultan Syarifuddin Ratu Wakil biasa ditulis sebagai Sultan Banten ke 11, sedangkan bagi Keluarga Besar Kesultanan Banten tidak mengakui beliau Sebagai Sultan Banten yang sah, sehingga hal ini menimbulkan perbedaan dalam penulisan pengurutan para Sultan Banten. Sehingga untuk membedakan antara Sultan Banten Penuh dan Sultan Wakil dalam tulisan ini digunakan pula tulisan Sultan Penuh.

Kecurangan yang dilakukan Ratu Fatimah ini bagi rakyat dan sebagian pembesar negeri merupakan suatu penghinaan besar dan penghianatan yang sudah tidak bisa diampuni lagi sehingga terjadi perlawanan bersenjata. Di bawah pimpinan Ki Tapa dan Ratu Bagus Buang, mereka menyerbu Surosowan. Strategi yang diterapkan oleh Ki Tapa dan Ratu Bagus Buang adalah membagi pasukannya menjadi dua kelompok. Kelompok pertama yang dipimpin oleh Ratu Bagus Buang diberi tugas untuk melakukan penyerangan ke Kota Surasowan. Sementara itu, Ki Tapa memimpin kelompok kedua dengan tugas mencegat bantuan pasukan VOC dari Batavia. Hanya dengan bantuan tambahan yang didatangkan langsung dari Negeri Belanda, VOC dapat memukul mundur pasukan pejuang. Untuk melanjutkan perjuangannya, Ki Tapa menyingkir ke daerah pedalaman Banten dan menjadikan Sajira yang terletak di Lebak sebagai salah satu pusat pertahanannya.

Untuk menenangkan rakyat Banten, Gubernur Jenderal VOC Jacob Mossel, memerintahkan wakilnya di Banten untuk menangkap Ratu Syarifah Fatimah dan Sultan Syarifuddin yang dianggapnya sebagai sumber kekacauan. Keduanya kemudian diasingkan ke daerah Maluku, Ratu Fatimah ke Saparua dan Sultan Syarifuddin ke Banda.
715/8 <39> 1. Raden Jidin [Gunung Jati]
Рођење: 1736изр
Anak:
2.1.1. Raden Ayas
2.1.2. Raden Icis Abdul Idris
2.1.3. Raden Dayon
2.1.4. Ratu Apun
2.1.5. Raden Abdu
2.1.6. Raden Arsyad
2.1.7. Ratu Piyah
2.1.8. R. Emang
2.1.9. Rt. Sarah
2.1.10. Rt. Taerah
2.1.11. Rt. Tarim
726/8 <39> 2. Raden Koyong [Kasultanan Banten]
Рођење: 1739изр
Sumber : Radhent Ariev Sabranglor (Facebook : https://www.facebook.com/profile.php?id=100007015454290), susunan putra 1 sd 5

Putra-putri Raden Koyong:

  1. Raden Koman Demang Cibinong Tanah baru Bogor/Raden Kan’an – dimakamkan di Astana Gede Tanah Baru Bogor Utara.
  2. Raden Mas Jatinegara – Dimakamkan di Jatinegara Kaum
  3. Raden Muhidin / Raden Iyyi
  4. Raden Habib Demang Cibarusah – dimakamkan di Astana Gede Tanah Baru Bogor Utara.
  5. Raden Panji Demang Cibarusah*
  6. Ratu Tipah
LAMBANG  KESULTANAN  BANTEN
LAMBANG KESULTANAN BANTEN
707/8 <37+6> 2. Sultan Muhammad Wasi’ Zainul ‘alimin (1752-1753) [Kasultanan Banten]
Титуле : од 1752, Sultan Banten Ke XI
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

Masa Raja / Sultan Penuh Banten ke 11

Pada tahun 1752, VOC mengangkat Pangeran Arya Adisantika, adik Sultan Zainul Arifin, menjadi Sultan Banten dengan gelar Sultan Abulma’ali Muhammad Wasi’ Zainal ‘Alimin. Selain itu, Jacob Mossel pun segera mengembalikan Pangeran Gusti dari tempat pengasingannya dan ditetapkan sebagai putra mahkota. Akan tetapi dengan pengangkatan itu, Sultan Abulma’ali harus menandatangani perjanjian dengan VOC yang isinya semakin memperkuat dan mempertegas kekuasaan VOC atas Banten.

Perjanjian itu sangat merugikan Banten sehingga Pangeran Gusti, beberapa pangeran, dan pembesar keraton lainnya menjadi gusar. Rakyat kembali mengadakan hubungan dengan Ki Tapa di Sajira, Lebak. Di bawah kepemimpinan Ki Tapa dan Ratu Bagus Buang kembali mengangkat senjata menentang VOC.

Sementara itu, para pangeran dan pembesar keraton melakukan pengacauan di dalam kota. Dengan susah payah VOC akhirnya dapat melumpuhkan serangan-serangan tersebut. Perlawanan rakyat yang dipimpin oleh Ki Tapa dan Ratu Bagus Buang, mengakibatkan Sultan Abulma’ali Muhammad Wasi’zainul ‘Alamin menyerahkan kekuasaannya kepada Pangeran Gusti.
LAMBANG           KABUPATEN  BOGOR
LAMBANG KABUPATEN BOGOR
688/8 <42+7> 2. Raden Adipati Wiranata [Wiratanudatar]
Титуле : 17 април 1813, Raden Toemenggoeng
Титуле : 1 септембар 1815, Adipati
Професија : од 1 новембар 1815, Bupati Bogor
LAMBANG           KABUPATEN  LEBAK
LAMBANG KABUPATEN LEBAK
849/8 <42+7> 6. RA. Karta Nata Negara (Aom Entjan) [Wiratanudatar]
Свадба: <9> 4. Nyi Rd. Mojanagara (Dalem Istri Lebak) [Wiratanudatar]
Титуле : од 1 новембар 1837, Bupati Lebak (Rangkasbitung) ke 2
Catatan Admin : Endang Suhendar


Садржај

SILSILAH RINGKAS dan PROFIL RA. KARTANAGARA

RA. KARTANEGARA, HOOFD REGENT LEBAK (1862-1870)

RADEN ADIPATI KARTANEGARA / KARTANATA NAGARA bin R.H. MUH TOHIR (Aulia Kampung Baru/Bogor)bin RA. Wiradiredja (Regent Bogor) bin RA. Wiradinata (Regent Bogor) bin Dalem Wiratanu II (Regent Tjiandjur ke II), Tarikolot Cianjur

RA. KARTANATANAGARA lahir dari pasangan Raden Haji Tohir, Penghulu Buitenzorg 1826-1849, buyut Raden Aria Wiramangala (Wiratanu II) dan Nyi Hj. Ratu Syarifah puteri bungsu Pangeran Sogiri bin Sultan Ageng Tirtayasa (Sultan Banten : 1651-1683). Ia lahir dan dibesarkan di Soekahati (Empang) Bogor bersama dengan 19 kakak beradik lainnya diantaranya adalah RA. Wiranata/Dalem Sepuh Bogor Bupati Buitenzorg 1815-1849, RH. Puradiredja, Demang Tjibinong (1841-1858), RTmg. Sastranegara, Bupati Purwakarta 1849-1854, RA. Prawiranata, Aria Patjet.

Ia dibesarkan keluarga dengan didikan agama Islam yang taat dan adat istiadat ningrat Sunda Pajajaran yang santun. Ia hidup bersama keluarga besar ningrat Cianjur (Wiratanu II) dan ningrat Banten (Pangeran Sogiri) yang menjadi pemimpin di wilayah bekas kerajaan Pajajaran yang bernama Kampung Baru alias Buitenzorg alias Bogor.

KARIER & PRESTASI

Raden Tumenggung (RT) Adipati Kartanata Nagara adalah Bupati Lebak kedua. Kartanata Nagara menjabat tahun 1830 hingga 1865. Sebelum menjadi bupati, pada 1829 Kartanata Nagara menjabat Demang di Jasinga, Kabupaten Bogor. Saat menjadi Demang, Kartanata Nagara mengalahkan pasukan Nyimas Gamparan yang menurut versi Pemerintah Hindia Belanda merupakan pengacau keamanan. Saat itu, pasukan Nyimas Gamparan mau masuk Lebak melalui jalur Cikande, Serang. Usaha Nyimas Gamparan berhasil dihadang oleh Kartanata Nagara. Berawal dari keberhasilan mengalahkan Nyimas Gamparan akhirnya Pemerintah Hindia Belanda menganugerahi Kartanata untuk menjadi Bupati Lebak menggantikan Pangeran Senjaya di tahun 1830. Menurut cerita dari keturunan ke lima Kartanata Nagara, Raden Sari Wulan Kartanata Nagara, yang ditemui Radar Banten, Selasa (19/8), di kediamannya, Kartanata adalah bupati pertama yang membuka Rangkasbitung menjadi wilayah permukiman. Agar pusat pemerintahan Lebak dekat dengan karesidenan Banten di Serang, Kartanata membangun pendopo di daerah setempat. “Saat itu, Rangkasbitung adalah sebuah hutan belantara. Di tengah hutan belantara terdapat sekumpulan pohon bambu bitung liar dikelilingi rawa yang luas. Setelah daerah tersebut ditempati Kartanata Nagara, banyak warga yang turut bermukim di daerah tersebut,” ujar Sari Wulan yang menetap di Jalan Jalan Sunan Giri, Kampung Pasir Sukarayat, Kelurahaan Muara Ciujung Timur, Kecamatan Rangkasbitung. Menurut Sari Wulan, Kartanata Nagara menaruh perhatian besar terhadap kehidupan rakyat. Saat melihat rakyat mengalami kesusahan, Kartanata Nagara segera membantu. “Yang saya tahu, buyut saya itu (Kartanata Nagara, red) sangat dekat dengan rakyat,” ujarnya. Memasuki 1856 saat Kartanata Nagara masih menjadi bupati, Gubernur Jenderal Duymaer Van Twist menunjuk Edward Douwes Deker (Multatuli) sebagai Asisten Residen di Lebak. Menurut sumber yang didapatkan Radar Banten dari Iman Solehudin (cucu tiri) Raden Sari Wulan Kartanata Nagara, serta Hikmat Syadeli Budayawan Lebak, saat itu sempat terjadi kesalahpahaman antara Kartanata Nagara dan Multatuli. Kesalahpahaman dipicu saat Bupati Kartanata Nagara kedatangan tamu Bupati Cianjur, Jawa Barat. Untuk menjamu tamu, Kartanata Nagara memerintahkan rakyat gotong royong membersihkan lingkungan pendopo dan jalan setapak yang akan dilalui rombongan Bupati Cianjur. “Perintah gotong royong diartikan oleh Multatuli sebagai kerja paksa. Akhirnya Kartanata Nagara dilaporkan ke Residen Brest Van Kempen. Namun tuduhan kerja paksa tidak terbukti sehingga Kartanata Nagara tidak disanksi,” kata Iman yang diamini Hikmat. Lebak di bawah kepemimpinan Kartanata Nagara mengalami kemajuan. Meski sudah berbuat banyak untuk Lebak, namun nama Kartanata Nagara seperti dilupakan. (day/dilengkapi dari berbagai sumber)

DEWAN KOTA BANTAM 1836 (Almanak 1836)

DEWAN KOTA BANTAM 1836




DEWAN KOTA BANTAM 1865 (Almanak 1865)

DEWAN KOTA BANTAM 1865




LAMBANG           KABUPATEN  BOGOR
LAMBANG KABUPATEN BOGOR
7610/8 <43> 1. RA. Soeta Widjaja [Kasultanan Banten]
Свадба:
Свадба:
Свадба:
Свадба:
Титуле : од 1840, Hoofd Djaksa Buitenzorg (lihat Almanak 1840, hal 70)
Титуле : од 1847, Hoofd Demang Paroeng (Almanak 1847-1855)
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


Садржај

RIWAYAT KELUARGA

"Raden Aria Soetawidjaja putra dari Pangeran Muhammad Thahir alias Raden Tumenggoeng Prawiro Kusumo (Bupati Salatiga tahun 1862-1863) dengan Ibu (Putra Raden Mas Soemo Dipoero, Hoofd Djaksa Salatiga tahun 1846 sd 1860) Sumber : Almanak 1843 sd 1863

SILSILAH RINGKAS

RADEN ARIA DEMANG SUTAWIDJAJA bin Pangeran Muhammad Thahir bin Sultan Haji / Sultan Abu Nashr Muhammad Abdul Kahar (Sultan Ke 7 Kesultanan Banten), mempunyai adik kandung 3 orang, yaitu : 1. Raden Ronokusumo, 2. Nji Raden Sumirah, 3. Raden Surodiwirjo.

KARIER

Berdasarkan Almanak_van_Nederlandsch_Indië_voor_het tahun 1840 s/d tahun 1855, Karier Raden Aria Soetawidjaja adalah sebagai berikut :

  • 1840-1841 Hoofd Djaksa pada Afdelling Buitenzorg, dibawah Regent RADEAN ADIPATTIE WIERA NATTA (1829-1849), Penghoeloe : Radin Mochamad Hassan, Kapitein : TAN OEKO (Bapaknya Abun Nioh isteri Pangeran Djonet);
  • 1847-1855 Menjadi Demang Paroeng

SILSILAH KETURUNAN

Raden Aria Soetawidjaja menikah dengan 3 orang istri, isteri pertama NYI Rd. HABIBAH (Tjiandjoer) memiliki putra 3 orang :

  1. Raden Aria Mangkeowidjaja (Hoofd Djaksa merangkap Hoofd Demang Buitenzorg)
  2. Raden Kartawidjaja alias Ijas, Demang Djasinga
  3. Raden Bratawidjaja, Asisten Demang Parung

Isteri ke 2 bernama NYI MAS KALIBAH, dikarunia putra :

  1. Raden Demang Mangoenkoesoemah (Demang Tjibarusah, 4 Maret 1861 sd ?)
  2. Raden Kartawidjaja (tidak punya keturunan)
  3. Raden Hadji Daud, Panaragan, Bogor;

Isteri ke 3 bernama NYI Rd URI (Soekapoera)

  1. Raden Hadji Koesoemawidjaja menikah dengan NYI Rd Empok bt Aon berputra : R. Basah dan R. Ahmad
  2. R. Sintawidjaja (ejang Endeh Patimah)
  3. NYI Raden Tjenang, berputra R. Oesman
  4. NYI Raden Bahra menikah dengan R. Sama'oen (tidak berputra)
  5. NYI Raden Hadidjah menikah dengan R.H. Habib (Pulo Empang)
  6. NYI Raden Eulis menikah dengan R.H. Oemar (Tjamat Tjisaroea) berputra : R. Surjaningrat, berputra : R. Djali, R. Dodong, dll)
  7. ................................., Demang Mauk, berputra RH. Halir Tjisaat.

Semasa berkarier sebagai Djaksa dan Demang Paroeng, Raden Aria Soetawidjaj menetap di Buitenzorg (kota Bogor sekarang), keturunannya banyak tersebar di daerah Bondongan, Layungsari, Lolongok, Empang dan Pantjasan, dimakamkan di Pemakaman Empang

(Sumber : Sajarah Bogor, Memed Sunardi, 1966, berdasarkan Catatan Raden Jusuf Wiranata Nagara)


LAMBANG           KABUPATEN  BOGOR
LAMBANG KABUPATEN BOGOR
8211/8 <42+7> 4. RH. Puradiredja/Suradiredja [Wiratanudatar]
Професија : од 1841, Demang Tjibinong
LAMBANG KABUPATEN  PURWAKARTA
LAMBANG KABUPATEN PURWAKARTA
8612/8 <42+7> 8. H Rd Tumenggung Sastranegara [Wiratanudatar]
Титуле : од 1849, Bupati Purwakarta
7713/8 <43> 2. R. Rono Koesoemo [Kasultanan Banten]
Титуле : од 13 јул 1861, Patih Afdeeling Grobogan
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


7314/8 <39> 3. Raden Mamak [Kasultanan Banten]
7415/8 <39> 4. Ratu Siti [Gunung Jati]
7516/8 <39> 5. Ratu Ada [Gunung Jati]
7817/8 <43> 3. Roro Sumirah [Kasultanan Banten]
7918/8 <43> 4. R. Soerodiwirjo [Kasultanan Banten]
8019/8 <42+7> 1. R.Ay. Asmara/Amsyah [Wiratanudatar]
8120/8 <42+7> 3. R. Muharram [Wiratanudatar]
8321/8 <42+7> 5. R. Rafiki / R. Rafi'i [Wiratanudatar]
8522/8 <42+7> 7. RA. Prawiranata (Aria Patjet) [Wiratanudatar]
8723/8 <42+7> 9. R.Ay. Adjeng [Wiratanudatar]
8824/8 <54> Ratu Rija [Kasultanan Banten]
8925/8 <51> 1. Tubagus Badaruddin Tanah Koja Bp [Kasultanan Banten]
9026/8 <61> Ratu Dewi [Kasultanan Banten]
9327/8 <62+66!> 4. Raden Entji [Kasultanan Banten]
9528/8 <63> 1. Raden Arief [Muhammad]
SUMBER :

1. Catatan Keluarga Sukaraja - Bogor.

2. Buku Nasab Induk : Keluarga P. Jaya Santika (Jakarta)


Ahli Waris: Tb. Dika Syah Bachri
9629/8 <63> 2. Raden Syahid [Muhammad]
SUMBER :

1. Catatan Keluarga Sukaraja - Bogor.

2. Buku Nasab Induk : Keluarga P. Jaya Santika (Jakarta)


Ahli Waris: Tb. Dika Syah Bachri
9730/8 <63> 3. Raden Kohir [Muhammad]
SUMBER :

1. Catatan Keluarga Sukaraja - Bogor.

2. Buku Nasab Induk : Keluarga P. Jaya Santika (Jakarta)


Ahli Waris: Tb. Dika Syah Bachri
9831/8 <63> 4. Raden Jamil [Jamil]
SUMBER :

1. Catatan Keluarga Sukaraja - Bogor.

2. Buku Nasab Induk : Keluarga P. Jaya Santika (Jakarta)


Ahli Waris: Tb. Dika Syah Bachri
9932/8 <63> 5. Raden Wahyu [Muhammad]
SUMBER :

1. Catatan Keluarga Sukaraja - Bogor.

2. Buku Nasab Induk : Keluarga P. Jaya Santika (Jakarta)


Ahli Waris: Tb. Dika Syah Bachri
10033/8 <63> 6. Ratu Beruk [Muhammad]
SUMBER :

1. Catatan Keluarga Sukaraja - Bogor.

2. Buku Nasab Induk : Keluarga P. Jaya Santika (Jakarta)


Ahli Waris: Tb. Dika Syah Bachri
10134/8 <37> 8. Pangeran Ardi Kusuma [Al Mahasin]
10235/8 <43> Sy. Rd. Parto Sentono [Kesultanan Banten]
10336/8 <37> 58. Tubagus Muhammad Said (Pangeran Natabaya) [Al Mahasin]
10437/8 <62+66!> 2. Rd. H. Muhammad Kamil [Kasultanan Banten]
10538/8 <49> Pangeran Burhan (Tubagus Buang) [Kesultanan Banten]
10639/8 <62+66!> 1. Raden Muhammad Soleh [Kasultanan Banten]
10740/8 <62+66!> 3. Raden Sulaeman [Kasultanan Banten]
10841/8 <62+66!> 5. Raden Sa'id [Kasultanan Banten]
10942/8 <62+66!> 6. Raden Bada [Kasultanan Banten]
11043/8 <62+66!> 7. Ratu Iyah [Kasultanan Banten]
11144/8 <62+66!> 8. Ratu Apyah [Kasultanan Banten]
11245/8 <62+66!> 9. Ratu Sopiah [Kasultanan Banten]
11346/8 <62+66!> 10. Ratu Majidah [Kasultanan Banten]
11447/8 <62+66!> 11. Raden Putra [Kasultanan Banten]
11548/8 <59> Ratu Desiah [Kasultanan Banten]
11649/8 <37+6> 3. Pangeran Yusuf [Kesultanan Banten]
11750/8 <37+6> 4. Pangeran Muhammad Shaleh [Kesultanan Banten]
11851/8 <37+6> 5. Ratu Samiyah [Kesultanan Banten]