Ratu Galuh Ajar Sukaresi / Maharaja Sakti Adimulya - Индекс потомака

Из пројекта Родовид

Особа:851716
Generation of a large tree takes a lot of resources of our web server. Anonymous users can only see 7 generations of ancestors and 7 - of descendants on the full tree to decrease server loading by search engines. If you wish to see a full tree without registration, add text ?showfulltree=yes directly to the end of URL of this page. Please, don't use direct link to a full tree anywhere else.
11/1 Ratu Galuh Ajar Sukaresi / Maharaja Sakti Adimulya [Galuh]
Професија : Raja Galuh : 1252-1287 M

2

21/2 <1> 1. Prabu Hariangbanga [Ciptapermana II]
Рођење: Menurunkan para raja di daerah Jawa Timur, seperti Prabu Brawijaya II sampai Prabu Brawijaya V;
32/2 <1> 2. Maharajasakti [?]
Рођење: Menurunkan para raja di tanah Pajawan;
43/2 <1> 3. Prabu Ciungwanara [Galuh]
Професија : 1287-1303 M
64/2 <1> 5. Prabu Haurkuning / Maharaja Ciptapermana I [Ciptapermana I]
Професија : Maharaja Ciptapermana I (1580 – 1595 M)
75/2 <1> 6. Batara Gunung Picung / Ciptapermana II [Talaga]
Професија : Maharaja Ciptapermana II (1595 – 1618 M), Menurunkan Raja-Raja Talaga Raja Talagamanggung Ke 1
96/2 <1> 8. Bleg Tamblek [Raja Kuningan]
Титуле : Raja Kuningan
57/2 <1> 4. Ratu Ragedangan [?]
88/2 <1> 7. Ratu Permana Dewa [?]

3

101/3 <7> 1. Sunan Cungkilak [Talagamanggung]
112/3 <7> 2. Sunan Benda [Talagamanggung]
123/3 <7> 3. Sunan Gombang [Talagamanggung]
134/3 <7> 4. Ratu Panggongsong Ramahiyang / Pagongsong Romahiyang [Talagamanggung]
145/3 <7> 5. Prabu Darmasuci I [Talaga]
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


Pemerintahan Prabu Darma Suci I

Prabu Darmasuci I disebut juga Pandita Perabu Darma Suci. Dalam masa pemerintahannya (abad XIII) agama Hindu berkembang dengan pesat. Nama beliau dikenal di Kerajaan Pajajaran, Jawa Tengah, Jayakarta sampai daerah Sumatera. Dalam seni pantun banyak diceritakan tentang kunjungan tamu-tamu tersebut dari kerajaan tetangga ke Talaga. Apakah kunjungan tamu-tamu tersebut merupakan hubungan kekeluargaan saja, ataukah ada hubungan perdagangan atau politik, tidak banyak diketahui.

Peninggalan yang masih ada dari Kerajaan Talaga masa pemerintahan Prabu Darmasuci I ini antara lain benda-benda perunggu, gong, dan harnas atau baju besi.

Pada abad XIV Masehi beliau wafat dengan meninggalkan 2 orang putera yakni: (1) Bagawan Garasiang, dan (2) Sunan Talaga Manggung.
156/3 <7> 6. Ratu Mayang Karuna [Talagamanggung]

4

161/4 <14> 1. Bagawan Garasiang [Talagamanggung]
==Pemerintahan Sunan Talaga Manggung [Sic.: Bagawan Garasiang]==

Sepeninggal Prabu Darmasuci I, tahta kerajaan dipangku oleh Begawan Garasiang, tetapi hanya sebenatar saja. Beliau sangat mementingkan kehidupan keagamaan sehingga akhirnya tahta Kerajaan Talaga diserahkan kepada adiknya yang beranama Sunan Talaga Manggung.

Tak banyak yang diketahui dari masa pemerintahan Bagawan Garasiang selain kepindahan beliau dari Talaga [baca: Sangiang Talaga–Pen.] ke daerah Cihaur Maja. [Catatan: Menurut sumber lain Raja ini dimakamkan di Pasir (bukit) Garasiang di atas “situ” Sangiang Talaga].
Prabu Talagamanggung/Darmasuci II
Prabu Talagamanggung/Darmasuci II
172/4 <14> Prabu Darmasuci II / Prabu Talagamanggung [Talaga]
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


Prabu Darmasuci II (Prabu Talagamanggung)

Prabu Darmasuci II (Prabu Talagamanggung) bersemayam di Talaga, keraton beliau terletak di Sangiang, dengan panorama situ keraton yang indah yang disebut Situ Sangiang. Menurut catur para sepuh Talagamanggung adalah seorang Narpati yang sakti mandraguna dan weduk (tidak tembus senjata). Beliau mempunyai sebuah senjata pusaka yang diberi nama "cis", bentuknya seperti tombak kecil atau sekin. Konon, bahwa beliau ketika lahir tidak memiliki pusar seperti halnya orang pada umumnya. Menurut ceritera pula Prabu Talagamanggung hanya mempan ditembus senjata oleh senjata CIS-nya itu.

Pada masa pemerintahan Prabu Talagamanggung Kerajaan Talaga mengalami kemajuan yang gilang-gemilang dan kondisi sosial masyarakatnya semakian tentram dan mapan. Dengan demikian banyak orang yang berasal dari negara dan daerah lain ikut menetap di Talaga.

Prabu Talagamanggung mempunyai seorang menantu yang berasal dari Bangsawan Palembang yang bernama Palembangunung (suami Putri Dewi Simbarkancana), pada suatu kesempatan Palembanggunung mengadakan gerakan bawah tanah untuk merebut kekuasaan dari mertuanya. Akhirnya Palembanggunung dengan komplotannya, melalui oleh seorang pengawal pribadi Sang Prabu, Centrangbarang (yang ditugaskan mengurus senjata) ia berhasil mencuri senjata CIS tersebut dan memberikannya kepada Palembanggunung yang kemudian digunakan untuk menusuk tubuh Sang Prabu. Dalam peristiwa itu Prabu Talagamanggung terluka dan kemudian tubuhnya menjadi lemas dan akhirnya meninggal. Jenazah beliau diurus sesuai ajaran Agama Hindu Kahiyangan, abu jenazahnya di larung di Situ Sangiang[3].

Pada masa hidupnya, Prabu Talagamanggung mempunyai satu orang putera dan satu orang puteri; Raden Panglurah dan Raden Dewi Simbarkancana.


Pemerintahan Sunan Talaga Manggung

Sunan Talaga Manggung merupakan raja yang terkenal sampai sekarang karena sikap beliau yang adil dan bijaksana serta perhatian beliau terhadap agama Hindu, pertanian, pengairan, kerajinan, serta kesenian rakyat. Hubungan baik terjalin dengan kerajaan-kerajaan tetangga maupun kerajaan yang jauh, seperti misalnya dengan Kerajaan Majapahit, Kerajaan Pajajaran, Kerajaan Cirebon maupun Kerajaan Sriwijaya. Beliau berputera dua, yaitu : (1) Raden Pangrurah, dan (2) Ratu Simbarkancana.

Raja wafat akibat penikaman yang dilakukan oleh suruhan Patih Palembang Gunung (menantunya–Pen.] yang bernama Centangbarang, tanpa diketahui oleh Ratu Simbarkancana dan masyarakat luas. Kemudian, karena Palembang Gunung merupakan menantu Talaga Manggung (memperisteri Ratu Simbar Kancana), maka Palembang Gunung menggantikan Sunan Talaga Manggung sebagai raja.

Tidak beberapa lama kemudian Ratu Simbarkencana yang sudah tahu akan pengkhianatan Plembang Gunung dari hulubalang Citrasinga (atas dorongan Raden Kusumalaya Ajar Kutamanggu), membunuh Palembang Gunung dengan tusuk konde sewaktu ia tidur. Dengan meninggalnya Palembang Gunung, kemudian Ratu Simbarkancana menikah dengan Raden Kusumalaya Ajar Kutamanggu, keturuan Galuh (Kawali-Panjalu) dan dianugrahi 8 orang putera, diantaranya yang terkenal sekali adalah putera pertamanya yang bergelar Sunan Parung.

https://tatangmanguny.wordpress.com/kontroversi/kerajaan-talaga-silsilah-yang-tumpang-tindih/

5

Raden Dewi Simbarkancana, Pewaris Kerajaan Talaga Manggung-Majalengka
Raden Dewi Simbarkancana, Pewaris Kerajaan Talaga Manggung-Majalengka
201/5 <17> 2. Raden Dewi Simbarkancana [Talaga]
Професија : Ratu Talagamanggung Ke... (14... - 1450 M)
Свадба: <1> Palembanggunung [Palembang]
Свадба: <2> Raden Kusumalaya Ajar Kutamangu / Raden Palinggih [Galuh]
Смрт: 1450, Parung-Majalengka
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


Pemerintahan Ratu Simbarkencana

Sekitar awal abad XIV Masehi, dalam tampuk pemerintahan Ratu Simbarkancana agama Islam sudah mulai menyebar ke daerah-daerah kekuasaannya dibawa oleh para santri dari Cirebon.

Pusat pemerintahan waktu itu oleh Ratu Simbarkancana dipindahkan dari “Sangiang Talaga” ke suatu daerah disebelah utaranya yang bernama Walangsuji dekat kampung Buniasih [dusun Kagok, Kecamatan Banjaran sekarang]. Setelah wafat, Ratu Simbarkancana digantikan oleh puteranya yang bergelar Sunan Parung.

https://tatangmanguny.wordpress.com/kontroversi/kerajaan-talaga-silsilah-yang-tumpang-tindih/


Raden Dewi Simbarkancana

Raden Dewi Simbarkancana walaupun seorang puteri beliau banyak memiliki sifat-sifat kepemimpinan yang diwarisi ayahanda beliau, Prabu Talagamanggung. Beliau menikah dengan Palembanggunung, Pepatih kerajaan. Pada mulanya Dewi Simbarkancana tidak mengetahui bahwa kematian ayahanda beliau itu didalangi suaminya sendiri, akan tetapi sabuni-bunina mungkus tarasi lambat laun kebusukan sang suami diketahui juga oleh beliau. Sepeninggal Prabu Talagamanggung, Kerajaan Talaga untuk sementara waktu dikuasai oleh Palembanggunung.

Dewi Simbarkancana merasa sangat terpukul, beliau ceurik balilihan[6] (menangis dengan sangat menderita batin) karena dua hal: pertama, karena beliau dihianati oleh suami beliau sendiri; yang kedua, karena ditinggal oleh ayahanda tercinta dengan peristiwa yang memilukan. Menurut beliau, siapa orangnya yang tidak berduka hati ketika ditinggal sang ayah. Ayahanda beliau, sesorang yang sudah berbuat baik mengangkat derajat Palembanggunung dibalas dengan perilaku yang sangat keji. Air susu dibalas air tuba itulah yang terjadi. Akhirnya dengan keberanian beliau, Dewi Simbarkancana berhasil membunuh Palembanggunung dengan susuk kondenya.

Selanjutnya Raden Dewi Simbarkancana menikah dengan Raden Kusumalaya (Raden Palinggih) dari keraton Galuh, putera dari Prabu Ningrat Kancana. Beliau adalah seorang yang masagi pangarti (cakap lahir batin), seorang tabib dan ahli strategi. Beliau berhasil menumpas tuntas gerakan bawah tanah Palembanggunung dan komplotannya, dengan demikian kekuasaan dapat diambil kembali, keamanan dan ketertiban negara kembali menjadi stabil dan kokoh.

Dari pernikahan Dewi Simbarkancana dengan Raden Kusumalaya membuahkan delapan orang putera, yaitu:

1. Sunan Parung (Batara Sukawayana);

2. Sunan Cihaur, (Mangkurat Mangkureja);

3. Sunan Gunung Bungbulang;

4. Sunan Cengal (Kerok Batok);[7]

5. Sunan Jero Kaso;

6. Sunan Kuntul Putih;

7. Sunan Ciburang; dan

8. Sunan Tegalcau.[8]
182/5 <16> Ratu Putri Mayangkaruna [Talagamanggung]
Raden Panglurah, Bertapa di gunung Bitung
Raden Panglurah, Bertapa di gunung Bitung
193/5 <17> 1. Raden Panglurah [Talagamanggung]
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


Raden Panglurah

Dari usia kecil ia sudah rajin melatih diri, berangkat ke Gunung Bitung[4], beliau bertapa di bekas bertapa uyut beliau, Ratu Ponggang Sang Romahiyang. Raden Panglurah[5] adalah seorang sosok putera penguasa (raja) yang memiliki sifat-sifat zuhud, meninggalkan kesenangan dunia) dan lebih memilih untuk mengolah jiwa dan mengembangkan asfek-asfek spiritual yang telah dikaruniakan Tuhan kepadanya. Dalam kata lain Radan Panglurah lebih memilih ketentraman dan kesenangan runani serta penghambaan kepada Tuhan Semesta alam.

6

221/6 <18+3> Prabu Siliwangi III / Raden Ranggamantri (Parunggangsa) [Pajajaran]
Свадба: <4> Ratu Dewi Sunyalarang (Ratu Parung) [Talagamanggung]
Титуле : 1529, Prabu Pucuk Umum Talaga
== Ratu Sunyalarang dan Raden Ragamantri Masuk Islam ==

Pada tahun 1529 Ratu Parung dan Raden Ragamantri mengucapkan syahadatain, masuk agama Islam, melalui dakwah Sunan Gunung Djati yang dibantu para dai Cirebon. Selanjutnya Sunan Gunung Djati (Syaikh Syarif Hidayatullah) memberikan gelar Prabu Pucuk Umum Talaga kepada Raden Ragamantri sebagai bentuk penghormatan kepada beliau dan keluarga besar Talaga serta ungkapan rasa syukur ke Hadhirat Allah Ta'ala.

Hasil pernikahan Ratu Parung, Ratu Sunyalarang dengan Raden Ragamantri, Prabu Pucuk Umum Talaga dikaruniai enam putra, yaitu: Prabu Haur Kuning; Aria Kikis, Sunan Wanaperih; Dalem Lumaju Ageng Maja; Sunan Umbuluar Santoan Singandaru; Dalem Panungtung Girilawungan Majelengka; dan Dalem Panaekan.

Ratu Dewi Sunyalarang pada awalnya dimakamkan di tepi Sungai Cilutung, dan demi keamanan dan pengikisan oleh air kemudian makam beliau dipindahkan ke makam keluarga Raden Natakusumah di Cikiray oleh Raden Acap Kartadilaga pada tahun 1959 M. Sedangkan Raden Ragamantri dimakamkan di tepi Situ Sangiang, makamnya diketemukan pada hari Senin, 22 Rajab 1424 H. atau bertepatan dengan 22 September 2003 oleh penulis. Kuburan beliau terletak diluar bangunan utama tempat penjiarahan, persisnya di bawah rindangnya pepohonan besar ditandai dengan sebatang pohon rotan[10]. Sesuai saran beliau, kuburannya ditandai tiga buah batu biasa sebagi batu nisan.[11]
212/6 <18+3> Munding Sari Leutik / Munding Sari III (Prabu Munding Surya Ageung) [Pajajaran]
233/6 <20+2> 2. Sunan Cihaur, (Mangkurat Mangkureja) [Galuh]
244/6 <20+2> 3. Sunan Gunung Bungbulang [Galuh]
255/6 <20+2> 4. Sunan Cengal (Kerok Batok) [Galuh]
266/6 <20+2> 5. Sunan Jero Kaso [Galuh]
277/6 <20+2> 6. Sunan Kuntul Putih [Galuh]
288/6 <20+2> 7. Sunan Ciburang [Galuh]
299/6 <20+2> 8. Sunan Tegal Cau [Galuh]
3010/6 <20+?> Sunan Corenda [Talaga]

7

                         Sumber : Keraton Sumedang Larang
Sumber : Keraton Sumedang Larang
321/7 <30+?> Ratu Pucuk UmuN / Nyi Mas Ratu Inten Dewata (Pangeran Istri) [Wretikandayun]
Свадба: <5> Pangeran Santri / Kusumadinata I (Raden Solih) [Wretikandayun] b. 29 мај 1505проц d. 1580изр
Титуле : од 1530, Sumedang Larang, Prabu Sumedang Larang Ke 8
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

Ratu Pucuk Umun dan Pangeran Santri

Pada pertengahan abad ke-16, mulailah corak agama Islam mewarnai perkembangan Sumedang Larang. Nyimas Setyasih (Ratu Pucuk Umun), anak dari Raja Tirtakusumah (raja Sumedang Larang) yang merupakan seorang Sunda muslimah; menikahi pangeran Soleh (Pangeran Santri) (diperkirakan hidup pada tahun 1505-1579 M). Pada 21 Okober 1530 (13 bagian gelap bulan Asuji tahun 1452 Saka) Pangeran Soleh tidak diserahi kekuasaan atas kerajaan Sumedang Larang dari istrinya dan kemudian dia tidak dinobatkan menjadi penguasa Sumedang Larang (bahasa Cirebon: hanya mendapat Gelar Ki Gede Sumedang): keduanya tidak memerintah kerajaan Sumedang Larang bersama-sama serta menyebarkan ajaran Islam di wilayah tersebut. Pangeran Soleh (Pangeran Santri) adalah Putra Pangeran Pamelekaran atau Pangeran Muhammad, cucu dari Syekh Maulana Abdurahman (Sunan Panjunan atau Pangeran Panjunan) dan cicit dari Syekh Datuk Kahfi, seorang ulama keturunan Arab Hadramaut yang berasal dari Mekkah dan menyebarkan agama Islam di berbagai penjuru daerah di kerajaan Sunda, tiga bulan setelahnya (12 bagian terang bulan Margasira tahun 1452 Saka) diadakan syukuran di kesultanan Cirebon tepatnya di Dalem Agung Pakungwati atas diangkatnya Pangeran Soleh sebagai penguasa kerajaan Sumedang Larang juga keberhasilan Cirebon menguasai wilayah kerajaan Pajajaran sebelah timur (Galuh)

Pernikahan Pangeran Santri dan Ratu Pucuk Umun ini melahirkan Prabu Geusan Ulun atau dikenal dengan Prabu Angkawijaya. Pada masa Ratu Pucuk Umun, ibu kota Kerajaan Sumedang Larang dipindahkan dari Ciguling ke Kutamaya.

Dari pernikahan Ratu Pucuk Umun dengan Pangeran Santri memiliki enam orang anak, yaitu:

  1. Pangeran Angkawijaya (yang terkenal dengan gelar Prabu Geusan Ulun)
  2. Kiyai Rangga Haji/Daji, yang mengalahkan Aria Kuda Panjalu ti Narimbang, supaya memeluk agama Islam.
  3. Kiyai Demang Watang di Walakung
  4. Santowaan Wirakusumah, keturunannya berada di Pagaden dan Pamanukan, Subang.
  5. Santowaan Cikeruh, menikah dengan Imas Sari (Buyut Sedet) Buyut Prabu siliwangi.
  6. Santowaan Awiluar, menikah dengan Nyimas Sari Atuhu (Buyut Eres) putri Prabu Suryakancana / Prabu Ragamulya (Panembahan Pulasari) adik kandung Raden Ajimantri / Raden Keling Sakawayana
Ratu Pucuk Umun dimakamkan di Gunung Ciung Pasarean Gede di Kota Sumedang.
Foto Rumah Pemakaman Sunan Wanaperih
Foto Rumah Pemakaman Sunan Wanaperih
312/7 <22+4> 2. Pangeran Aria Kikis (Sunan Wanaperih / Sunan Ciburang) [Pajajaran]
Рођење: 1534изр
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


Pemerintahan Sunan Wanaperih

Sunan Wanaperih seperti orang tuanya sudah memeluk agama Islam. Hampir seluruh rakyat di kerajaan ini juga telah memeluk agama Islam. Beliau berputera 6 orang, yaitu : (1) Dalem Cageur, (2) Dalem Kulanata, (3) Apun Surawijaya atau Sunan Kidul, (4) Ratu Radeya, (5) Ratu Putri, (6) Dalem Wangsa Goparana.

Diceritakan bahwa Ratu Radeya menikah dengan Arya Saringsingan, sedangkan Ratu Putri menikah dengan putra Syech Abu Muchyi dari Pamijahan bernama Sayid Ibrahim Cipager. Dalem Wangsa Goparana pindah ke Sagalaherang Cianjur, dan kelak keturunan beliau ada yang menjabat sebagai bupati seperti Bupati Wiratanudatar I di Cikundul.

Sunan Wanaperih memerintah di Walangsuji. Ketika beliau digantikan oleh puteranya Apun Surawijaya, pusat pemerintahan kembali ke Talaga (“Sangiang Talaga”–atau Parung alias “Curug Campaga”?–Pen.).

https://tatangmanguny.wordpress.com/kontroversi/kerajaan-talaga-silsilah-yang-tumpang-tindih/


SUNAN WANAPERIH

( RADEN ARIA KIKIS ATAU SUNAN CIBURANG ) Sang penyebar agama Islam di Majalengka

( 1550-1590 M)

Pada tahun 1550 M. Pada generasi kedua masa pemerintahan Islam Talaga, sepeninggal Ratu Parung ( Ratu Sunyalarang ), Talaga dipimpin oleh Raden Aria Kikis ( Sunan Wanaperih ) putera kedua Ratu Parung ( Ratu Sunyalarang ). Arya Kikis adalah seorang Senapati dan Da'i Islam yang handal. Beliau mewarisi ketaatan yang tulus, ilmu-ilmu kanuragan dan ilmu-ilmu keislaman dari Sunan Gunung Djati. Salah satu cucu beliau adalah Raja Muda Cianjur, Raden Aria Wiratanu I atau yang dikenal dengan Kanjeung Dalem Cikundul.

Diawali dangan ikut campurnya Demak untuk menarik upeti dari Talaga melalui Cirebon, sedangkan kondisi rakyat Kerajaan Talaga yang sangat memerlukan perhatian pemerintah ( lagi susah ), akhirnya permintaan Cirebon dan Demak untuk menarik upeti dari Talaga "ditolak". Selanjutnya, dengan tiba-tiba saja pasukan Cirebon yang dibantu Demak menyerang Talaga. Dengan demikian terjadilah peperangan hebat antara Pasukan Talaga yang dipimpin langsung oleh Senopati Aria Kikis melawan pasukan penyerobot dari Cirebon dan Demak.

Di medan laga sekalipun prajurit-prajurit Kerajaan Talaga yang dibantu ketat oleh puragabaya serta pendekar-pendekar dari padepokan-padepokan dan pesantren-pesantren Islam itu jumlah pasukan dan senjatanya lebih kecil dibanding jumlah serta kekuatan para aggresor, akan tetapi pasukan Talaga dengan penuh semangat dan patriotisme tetap mengadakan perlawanan. Dengan teriakan dan gaung Allahu Akbar, serentak pasukan Talaga dengan kecepatan dan kesigapan yang luar biasa menerjang lawannya dan terus menerus mengkikis habis para aggressor yang datang menyerang tanpa kesopanan dan tatakrama itu. Syukurlah bahwa akhirnya kekuatan para penyerobot itu dapat dilumpuhkan dan semua pasukan Cirebon dan Demak dapat diusir keluar dari wilayah Kerajaan Talaga.

Kesepakatan Keraton Ciburang Karena peristiwa itu Kanjeng Sinuhun Susuhunan Cirebon, Syarif Hidayatullah serta merta datang ke Talaga dan disambut secara khidmat dan hormat oleh Pangeran Satyapati Arya Kikis, Senapati Kerajaan Talaga, Sang Sunan Wanaperih; tidak urung dengan mendapatkan penghormatan besar dari para prajurit, puragabaya, para pendekar dan rakyat kerajaan Talaga serta Galuh Singacala.

Sesuai dengan kesepakatan pada musyawarah di Keraton Ciburang yang diselenggarakan oleh para Raja dari Galuh beberapa waktu yang silam, yang menyatakan bila Kanjeng Waliyullah sendiri mengucapkan titahnya, mereka semua akan tumut kepada Kanjeng Sinuhun Cirebon, Syarif Hidayatullah. Ternyata kesepakatan di Keraton Ciburang itu dengan takdir Allah terkabul juga. Pada saat itulah Kanjeng Sinuwun Sunan Gunung Jati Cirebon bersabda; Bahwa peperangan itu sungguh ditakdirkan Allah; tetapi bukan merupakan perang agama, sebab di Jawadwipa hanya pernah ada satu perang agama, yaitu antara Demak dan Majapahit. Terjadinya perang Talaga hanya karena tindakan keliru pasukan Cirebon dan Demak.

Dalam riwayat lain berkata : “Perang dengan telaga berawal dari masalah sepele, yaitu perselisihan antara Demang Talaga dan Tumenggung ( Caruban ) Kertanegara akibat salah paham. Mereka berkelahi dan Demang Talaga terbunuh dalam perkelahian itu.Kematian Demang Talaga ternyata telah membuat marah Yang Dipertuan Talaga, Prabu Pucuk Umun, dan putera mahkota, Sunan Wanaperih ( Pangeran Salingsingan / Raden Aria kikis ) . Kabarnya, mereka dihasut oleh Rsi Bungsu, yang menuduh peristiwa tewasnya Demang talaga itu didalangi oleh yang Dipertuan Caruban. Lalu, pasukan Talaga disiapkan untuk menyerbu wilayah Caruban.”

Kemudian Sinuwun Cirebon mendamaikannya dan Sinuwun Syarif Hidayatullah mengijinkan kepada Pangeran Aria Kikis untuk beruzlah dan berkholwat ( riyadhah dan mujahadah ) di kampungnya yaitu di Leuweung Wana yang selanjutnya disebut Wanaperih, dengan hasrat untuk mendalami hakekat ajaran Agama Islam sedangkan kerajaan Talaga tetap berdiri secara mandiri, adapun kepemimpinannya diayomi oleh Kanjeng Waliyullah, Sunan Gunung Djati. Sunan Wanaperih mempunyai enam orang putra, empat putera dan dua puteri, Diantaranya :

  1. Dalem Cageur Darma
  2. Dalem Kulanata Maja
  3. Sang Senapati Raden Apun Surawijaya
  4. Ny. Ratu Radeya
  5. Ny. Ratu Putri
  6. Pangeran Ngabehi Aria Wangsa Goparana

Diceritakan bahwa Ratu Radeya menikah dengan Pangeran Aria Saringsingan putra Prabu Haur Kuning

Makam Pangeran Aria Saringsingan putra Prabu Haur Kuning, Desa Banjaran Kec. Banjaran Kab. Majalengka

sedangkan Ratu Putri menikah dengan Syekh Sayid Faqih Ibrahim ( Sunan Cipager ) putra Syech Abu Muchyi dari Pamijahan
343/7 <22+4> 1. Prabu Haurkuning [Pajajaran]
Титуле : од 1535, Raja Galuh Pangauban/Pangandaran
Сахрана: Darma, Kuningan
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


Prabu Haurkuning di Talaga–yang selang kemudian di Ciamis dan kelak keturunan beliau banyak yang menjabat sebagai Bupati di Ciamis,
354/7 <22+4> 3. Dalem Lumaju Agung [Talaga]
Рођење: 1536изр
375/7 <22+4> 4. Dalem Panuntun [Talaga]
Рођење: 1538изр
366/7 <22+4> 5. Dalem Panakean [Talaga]
Рођење: 1540изр
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


Dalem Dalem Panaekan dulunya dari Walangsuji kemudian berpindah-pindah menuju Riung Gunung, Sukamenak, Nunuk, Cibodas dan Kulur.
337/7 <22+4> Sunan Rumenggong [Pajajaran]
Рођење: 1542изр
===SUNAN RUMENGGONG===

Berdasarkan Sejarah Limbangan, bahwa Sejarah Keluarga Besar Limbangan ( Garut ) dimulai sejak keberadaan Kerajaan Rumenggong atau Keprabuan Kerta Rahayu, yang rajanya bernama Prabu Rakean Layaran Wangi atau Prabu Jayakusumah.

Bila dikaitkan dengan nama Limbangan, Sejarah Keluarga Besar Limbangan ( Garut ) dimulai sejak Keprabuan Galeuh Pakuan ( pecahan dari Kerajaan/ Keprabuan Rumenggong ) yang dirubah namanya, menjadi Kabupaten Limbangan oleh Adipati Limansenjaya atau Prabu Wjayakusumah atas perintah Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati di Cirebon pada tahun 1525 M.

Menurut Sajarah Silsilah Asal Usul Limbangan, bahwa Sunan Rumenggong adalah masih keturunan Prabu Jaya Dewata ( Prabu Siliwangi ) dari Nyi Putri Inten Dewata ( putra Dalem Pasehan Timbanganten ) dan masih saudara dari Sunan Ranggalawe ( Ratu Timbanganten ).

Sunan Rumenggong mempunyai 3 putra, yaitu :

  1. Prabu Mundingwangi atau Sunan Cisorok
  2. Nyi Putri Buniwangi/ Nyi Rambut Kasih Lh. + 1470
  3. Dalem emas ( dari isteri keduanya ).

Nyi Putri Buniwangi atau Nyi Putri Rambut Kasih menikah dengan Prabu Layakusumah putra Sri Baduga Maharaja dari Ratu Anten. Prabu Layakusumah adalah raja di Keprabuan Pakuan Raharja ( Cicurug Sukabumi ) sebagai vazal Kerajaan Pakuan Pajajaran ( Bogor ).

Pada sebagian rundayan silsilah Limbangan, Nyi Rambut Kasih sering dirancukan dengan Nyi Ambet Kasih putra Ki Gedeng Sindangkasih ( Cirebon ). Nyi Ambet Kasih adalah isteri dan saudara sepupu dari Prabu Jaya Dewata, yang saat itu masih bernama Raden Pamanahrasa putra Prabu Dewa Niskala. Prabu Dewa Niskala saat itu masih sebagai putra mahkota Kerajaan Sunda Galuh, yang rajanya adalah Maharaja Linggawastu Kancana ( 1371 – 1475 M ) yang berkedudukan di Kawali ( Ciamis ).

Di daerah Sindangkasih Majalengka, adapula seorang putri yang menjadi Ratu Sindangkasih benama Nyi Putri Rambut Kasih ( petilasannya “Pasir Lenggik “di daerah Sindangkasih Majalengka ). Menurut sesepuh di daerah Sindangkasih ( Majalengka ), dia itu adalah putra Prabu Jaya Dewata, yang ketika agama Islam mulai memasuki daerah Majalengka , dia menolak untuk menganut agama Islam. Ratu Sindangkasih bagi masyarakat di Majalengka, terkenal dalam cerita legenda “ Majalengka “.

Menurut riwayat lain, disebutkan bahwa bahwa Sunan Rumenggong dari isteri pertama tidak mempunyai putra, tetapi memelihara Putri Ambetkasih/Nyi Putri Buniwangi putra Sunan Patinggi Buniwangi.

Dari isteri keduanya Sunan Rumenggong dikaruniai 6 orang putra,yaitu

  1. Dalem Mangunharja ( Sunan Galunggung )
    1. Dalem Singaharja
      1. Nagaparana
  2. Dalem Manggunrembung/Prabu Mundingwangi ( Sunan Cisorok )
  3. Dalem Mangunreksa ( Sunan Manglayang )
  4. Dalem Manguntaruna ( Purbalingga Jawa Tengah )
  5. Dalem Emas ( Sunan Bunikasih )
  6. Dalem Mangunkusumah ( Lemah putih Depok )

Menurut riwayat, bahwa pada + tahun 1600 M Nagaparana pernah mengadakan pemberontakan, yang menyebabkan tewasnya Tumenggung Wangsanagara (Sunan Kareseda ) putra Prabu Wijayakusumah ( Sunan Cipancar ) di suatu tempat yang sekarang disebut Ragahiyang di Gunung Sadakeling. Pemberontakan ini dapat dipadamkan oleh Dalem Santowaan cucu Prabu Mundingwangi ( Dalem Cibolerang Wanaraja ).

Setelah wafat Sunan Rumenggong dimakamkan di Kampung Poronggol ( sekarang termasuk Desa Ciwangi Kecamatan Limbangan ). Sedangkan saudaranya, Sunan Patinggi makamnya ada di Kampung Nangkujajar Limbangan.

8

391/8 <31> 2. Sunan Girilaya [Talaga]
Рођење: Runtuyannya di Cibalagung
612/8 <34> 2. Maharaja Upama / Maharaja Utama [Talaga]
Професија : (Kalipucang)
463/8 <33> 1. Prabu Mundingwangi / Sunan Cisorok [Pajajaran]
Титуле : ~ 1550, Prabu di Keprabuan Rumenggong atau Kerta Rahayu.
Nama beliau pun sering dirancukan dengan Prabu Mundingwangi atau Prabu Munding Surya Ageung ( Raja Maja ) putra Prabu Jaya Dewata, saudaranya Ratu Sindangkasih, sebagaimana telah disebutkan di atas. Kembali kepada Prabu Mundingwangi putra Sunan Rumenggong, bahwa beliau menggantikan ayahnya menjadi Prabu di Keprabuan Rumenggong atau Kerta Rahayu. Menurut Rd. Soemarna, ada kemungkinan beliau memindahkan pusat pemerintahannya dari Kertarahayu ke Dayeuhmanggung (Desa Selaawi ) dan menikahi putri Sunan Dayeuhmanggung saudaranya Sunan Gordah dan mempunyai putra :
474/8 <33> 2. Nyi Putri Buniwangi/ Nyi Rambut Kasih [Pajajaran]
Рођење: ~ 1552
Свадба: <6> Prabu Layakusumah [Pajajaran]
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


Nyi Putri Buniwangi atau Nyi Putri Rambut Kasih menikah dengan Prabu Layakusumah putra Sri Baduga Maharaja dari Ratu Anten. Prabu Layakusumah adalah raja di Keprabuan Pakuan Raharja ( Cicurug Sukabumi ) sebagai vazal Kerajaan Pakuan Pajajaran ( Bogor ).

Pada sebagian rundayan silsilah Limbangan, Nyi Rambut Kasih sering dirancukan dengan Nyi Ambet Kasih putra Ki Gedeng Sindangkasih ( Cirebon ). Nyi Ambet Kasih adalah isteri dan saudara sepupu dari Prabu Jaya Dewata, yang saat itu masih bernama Raden Pamanahrasa putra Prabu Dewa Niskala. Prabu Dewa Niskala saat itu masih sebagai putra mahkota Kerajaan Sunda Galuh, yang rajanya adalah Maharaja Linggawastu Kancana ( 1371 – 1475 M ) yang berkedudukan di Kawali ( Ciamis ).

Di daerah Sindangkasih Majalengka, adapula seorang putri yang menjadi Ratu Sindangkasih benama Nyi Putri Rambut Kasih ( petilasannya “Pasir Lenggik “di daerah Sindangkasih Majalengka ). Menurut sesepuh di daerah Sindangkasih ( Majalengka ), dia itu adalah putra Prabu Jaya Dewata, yang ketika agama Islam mulai memasuki daerah Majalengka , dia menolak untuk menganut agama Islam. Ratu Sindangkasih bagi masyarakat di Majalengka, terkenal dalam cerita legenda “ Majalengka “.

Menurut riwayat lain, disebutkan bahwa bahwa Sunan Rumenggong dari isteri pertama tidak mempunyai putra, tetapi memelihara Putri Ambetkasih/Nyi Putri Buniwangi putra Sunan Patinggi Buniwangi.

Dari isteri keduanya Sunan Rumenggong dikaruniai 6 orang putra,yaitu
                         Sumber : Keraton Sumedang Larang
Sumber : Keraton Sumedang Larang
405/8 <32+5> 1.1. Prabu Geusan Ulun / Pangeran Kusumadinata II (Pangeran Angkawijaya) [Sumedang Larang]
Рођење: 19 јул 1556проц
Свадба: <7> 3. Nyimas Cukang Gedeng Waru [Pajajaran]
Свадба: <8> Ratu Harisbaya [Cirebon]
Свадба: <9> Nyi Mas Pasarean [Pajajaran]
Титуле : од 1578, Prabu Sumedang Larang Ke 9
Смрт: 1610
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


Generasi ke-1

1 Pangeran Santri KOESOEMADINATA, I , (Ki Gedeng Sumedang)
1X Ratoe Poetjoek Oemoen ., (NM. Ratoe Dewi Ratoe Inten Dewata. NM. Ratu Satyasih)
1.1 Pangeran Geusan Oeloen KOESOEMADINATA, II. 
1.2 Dmg. Rangga Dadji . 
1.3 Dmg. Watang . 
1.4 Santoan Wirakoesoemah . 
1.5 Santoan Tjikeroeh . 
1.6 Santoan Awi Loear .
556/8 <31> 1. Dalem Cageur Darma [Talaga]
Рођење: 1562изр, Talaga, Majalengka
567/8 <31> 2. Dalem Kulanata Maja [Talaga]
Рођење: 1565изр
578/8 <31> 3. Apun Surawijaya / Sunan Kidul [Talaga]
Рођење: 1567изр
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


Pemerintahan Apun Surawijaya

Apun Surawijaya (pengeran Surawijaya) bergelar Pangeran Ciburuy atau Sunan Ciburuy. Beliau menikah dengan putri Cirebon yang bernama Ratu Raja Kertadiningrat, saudara dari Panembahan Sultan Sepuh III Cirebon. Pangeran Surawijaya dianungrahi 6 orang anak, yaitu: (1) Dipati Suwarga, (2) Mangunjaya, (3) Jaya Wirya, (4) Dipati Kusumayuda, (5) Mangun Nagara [dalam tulisan lain disebut Raden Barzah Mangunnagara bergelar Mangkubumi—diperkirakan dimakamkan di bukit Mangkubumi, Maja), (6) Ratu Tilarnagara.

Ratu Tilarnagara menikah dengan Bupati Panjalu (Kerajaan Panjalu Ciamis) yang bernama Pangeran Arya Sacanata yang masih keturunan Prabu Haur Kuning.

https://tatangmanguny.wordpress.com/kontroversi/kerajaan-talaga-silsilah-yang-tumpang-tindih/



Putera Apun Surawijaya bernama Pangeran Ciburuy atau disebut juga Sunan Ciburuy atau dikenal juga dengan sebutan Pangeran Surawijaya menikah dengan putri Cirebon bernma Ratu Raja Kertadiningrat saudara dari Panembahan Sultan Sepuh III Cirebon.Pangeran Surawijaya dianungrahi 6 orang anak yaitu - Dipati Suwarga-Mangunjaya - Jaya Wirya - Dipati Kusumayuda - Mangun Nagara - Ratu Tilarnagara Ratu Tilarnagara menikah dengan Bupati Panjalu (Kerajaan Panjalu Ciamis) yang bernama Pangeran Arya Sacanata yang masih keturunan Prabu Haur Kuning. Pengganti Pangeran Surawijaya ialah Dipati Suwarga menikah dengan Putri Nunuk dan berputera 2 orang, yaitu :- Pangeran Dipati Wiranata- Pangeran Secadilaga atau pangeran RajiPangeran Surawijaya wafat dan digantikan oleh Pangeran Dipati Wiranata dan setelah itu diteruskan oleh puteranya Pangeran SecanataEyang Raga Sari yang menikah dengan Ratu Cirebon mengantikan Pangeran Secanata. Arya Secanata memerintah ± tahun 1962
589/8 <31> 4. Ratu Radeya [Talaga]
Рођење: 1569изр
Свадба: <10> Arya Saringsingan [Pajajaran]
5910/8 <31> 5. Ratu Putri (Putri Sunan Wanaperih, Talaga) [Talaga]
3811/8 <31> 6. Pangeran Aria Wangsa Goparana (Sunan Sagalaherang) [Talaga]
Рођење: 1573изр, Blok Karang Nangka Beurit, Desa Sagalaherang Kaler, Kecamatan Sagalaherang - Subang
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


RADEN ARYA WANGSA GOPARANA

Tiga abad silam merupakan saat bersejarah bagi Cianjur. Karena berdasarkan sumber – sumber tertulis , sejak tahun 1614 daerah Gunung Gede dan Gunung Pangrango ada di bawah Kesultanan Mataram. Tersebutlah sekitar tanggal 12 Juli 1677, Raden Wiratanu putra R.A. Wangsa Goparana Dalem Sagara Herang mengemban tugas untuk mempertahankan daerah Cimapag dari kekuasaan kolonial Belanda yang mulai menanamkan kekuasaan di tanah nusantara. Upaya Wiratanu untuk mempertahankan daerah ini juga erat kaitannya dengan desakan Belanda / VOC saat itu yang ingin mencoba menjalin kerjasama dengan Sultan Mataram Amangkurat I.

Namun sikap patriotik Amangkurat I yang tidak mau bekerjasama dengan Belanda / VOC mengakibatkan ia harus rela meninggalkan keraton tanggal 12 Juli 1677. Kejadian ini memberi arti bahwa setelah itu Mataram terlepas dari wilayah kekuasaannya.

Pada pertengahan abad ke 17 ada perpindahan rakyat dari Sagara Herang yang mencari tempat baru ke pinggiran sungai untuk bertani dan bermukim. Babakan atau kampoung mereka dinamakan menurut nama sungai dimana pemukiman itu berada. Seiring dengan itu Raden Djajasasana putra Aria Wangsa Goparana dari Talaga keturunan Sunan Talaga, terpaksa meninggalkan Talaga karena masuk Islam, sedangkan para Sunan Talaga waktu itu masih kuat memeluk Hindu.

Sebagaimana daerah beriklim tropis, maka di wilayah Cianjur utara tumbuh subur tanaman sayuran, teh dan tanaman hias. Di wilayah Cianjur Tengah tumbuh dengan baik tanaman padi, kelapa dan buah-buahan. Sedangkan di wilayah Cianjur Selatan tumbuh tanaman palawija, perkebunan teh, karet, aren, cokelat, kelapa serta tanaman buah-buahan. Potensi lain di wilayah Cianjur Selatan antara lain obyek wisata pantai yang masih alami dan menantang investasi.

Aria Wangsa Goparana kemudian mendirikan Nagari Sagara Herang dan menyebarkan Agama Islam ke daerah sekitarnya. Sementara itu Cikundul yang sebelumnya hanyalah merupakan sub nagari menjadi Ibu Nagari tempat pemukiman rakyat Djajasasana. Beberapa tahun sebelum tahun 1680 sub nagari tempat Raden Djajasasana disebut Cianjur (Tsitsanjoer-Tjiandjoer).

Image:goparana.jpg

Berdasarkan sumber dari Wikipedia, Kabupaten Cianjur memiliki 36 orang yang pernah menjadi Bupati/Dalem dari tahun 1677 sampai 2011. Berikut daftar nama Bupati/Dalem Kabupaten Cianjur sampai tahun 2011:

1.R.A. Wira Tanu I (1677-1691)
2.R.A. Wira Tanu II (1691-1707)
3.R.A. Wira Tanu III (1707-1727)
4.R.A. Wira Tanu Datar IV (1927-1761)
5.R.A. Wira Tanu Datar V (1761-1776)
6.R.A. Wira Tanu Datar VI (1776-1813)
7.R.A.A. Prawiradiredja I (1813-1833)
8.R. Tumenggung Wiranagara (1833-1834)
9.R.A.A. Kusumahningrat (Dalem Pancaniti) (1834-1862)
10.R.A.A. Prawiradiredja II (1862-1910)
11.R. Demang Nata Kusumah (1910-1912)
12.R.A.A. Wiaratanatakusumah (1912-1920)
13.R.A.A. Suriadiningrat (1920-1932)
14.R. Sunarya (1932-1934)
15.R.A.A. Suria Nata Atmadja (1934-1943)
16.R. Adiwikarta (1943-1945)
17.R. Yasin Partadiredja (1945-1945)
18.R. Iyok Mohamad Sirodj (1945-1946)
19.R. Abas Wilagasomantri (1946-1948)
20.R. Ateng Sanusi Natawiyoga (1948-1950)
21.R. Ahmad Suriadikusumah (1950-1952)
22.R. Akhyad Penna (1952-1956)
23.R. Holland Sukmadiningrat (1956-1957)
24.R. Muryani Nataatmadja (1957-1959)
25.R. Asep Adung Purawidjaja (1959-1966)
26.Letkol R. Rakhmat (1966-1966)
27.Letkol Sarmada (1966-1969)
28.R. Gadjali Gandawidura (1969-1970)
29.Drs. H. Ahmad Endang (1970-1978)
30.Ir. H. Adjat Sudrajat Sudirahdja (1978-1983)
31.Ir. H. Arifin Yoesoef (1983-1988)
32.Drs. H. Eddi Soekardi (1988-1996)
33.Drs. H. Harkat Handiamihardja (1996-2001)
34.Ir. H. Wasidi Swastomo, Msi (2001-2006)
35.Drs. H. Tjetjep Muchtar Soleh, MM (2006-2011)
36.Drs. H. Tjetjep Muchtar Soleh, MM (2011-2016)
6212/8 <34> 1. Maharaja Sanghyang Cipta Permana Prabudigaluh Salawe [Galuh]
Титуле : од 1579, Raja Galuh Pangauban/Pangandaran
 Sumber : Keraton-Sumedanglarang.com
Sumber : Keraton-Sumedanglarang.com
4113/8 <32+5> 1.2. Demang Rangga Hadji [Wretikandayun]
yang mengalahkan Aria Kuda Panjalu ti Narimbang, supaya memeluk agama Islam
 Sumber : Keraton-Sumedanglarang.com
Sumber : Keraton-Sumedanglarang.com
4214/8 <32+5> 1.3. Kiyai Demang Watang di Walakung [Wretikandayun]
 Sumber : Keraton-Sumedanglarang.com
Sumber : Keraton-Sumedanglarang.com
4315/8 <32+5> 1.4. Santowaan Wirakusumah [Wretikandayun]
Keturunannya berada di Pagaden dan Pamanukan, Subang
 Sumber : Keraton-Sumedanglarang.com
Sumber : Keraton-Sumedanglarang.com
4416/8 <32+5> 1.5. Santowaan Cikeruh [Wretikandayun]
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


 Sumber : Keraton-Sumedanglarang.com
Sumber : Keraton-Sumedanglarang.com
4517/8 <32+5> 1.6. Santowaan Awiluar [Wretikandayun]
4818/8 <33> 3. Dalem Emas ( Dari Isteri Keduanya ). [Pajajaran]
4919/8 <33> 4. Dalem Mangunharja / Sunan Galunggung [Pajajaran]
5020/8 <33> 5 Dalem Manggunrembung / Prabu Mundingwangi ( Sunan Cisorok ) [Pajajaran]
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


Nama beliau pun sering dirancukan dengan Prabu Mundingwangi atau Prabu Munding Surya Ageung ( Raja Maja ) putra Prabu Jaya Dewata, saudaranya Ratu Sindangkasih, sebagaimana telah disebutkan di atas.

Kembali kepada Prabu Mundingwangi putra Sunan Rumenggong, bahwa beliau menggantikan ayahnya menjadi Prabu di Keprabuan Rumenggong atau Kerta Rahayu. Menurut Rd. Soemarna, ada kemungkinan beliau memindahkan pusat pemerintahannya dari Kertarahayu ke Dayeuhmanggung (Desa Selaawi ) dan menikahi putri Sunan Dayeuhmanggung saudaranya Sunan Gordah dan mempunyai putra : Prabu Salalangu Layakusumah

Setelah wafat Prabu Mundingwangi dimakamkan di daerah Cisorok – Selaawi dan terkenal dengan sebutan Sunan Cisorok. Kerajaan Rumenggong dilanjutkan oleh Prabu Salalangu Layakusumah.
5121/8 <33> 6. Dalem Mangunreksa ( Sunan Manglayang ) [Pajajaran]
5222/8 <33> 7. Dalem Manguntaruna ( Purbalingga Jawa Tengah ) [Pajajaran]
5323/8 <33> 8. Dalem Emas ( Sunan Bunikasih ) [Pajajaran]
5424/8 <33> 9. Dalem Mangunkusumah ( Lemah Putih Depok ) [Pajajaran]
6025/8 <34> 3. Nyi Tanduran Ageung [Talaga]