Nyai Ratu Ayu b. 1493 - Индекс потомака

Из пројекта Родовид

Особа:70728
Generation of a large tree takes a lot of resources of our web server. Anonymous users can only see 7 generations of ancestors and 7 - of descendants on the full tree to decrease server loading by search engines. If you wish to see a full tree without registration, add text ?showfulltree=yes directly to the end of URL of this page. Please, don't use direct link to a full tree anywhere else.
11/1 <?+?> Nyai Ratu Ayu [Gunung Jati]

2

21/2 <1+2> 5.1.1.1.1. Ratu Nawati Rarasa [Gunung Jati] 32/2 <1+2> 5.1.1.1.2. Pangeran Sendang Garuda [Azmatkhan]
43/2 <1+2> 5.1.1.1.3. Ratu Ayu Pembayun [Azmatkhan]

3

61/3 <4+5> 5.1.1.1.2.1. Pangeran Jayakarta III / Sungerasa Jayawikarta [Azmatkhan]
Рођење: 1515изр
== Pangeran Jayakarta ==

'Pangeran Jayakarta alias Sungerasa adalah nama seorang penguasa kota pelabuhan Jayakarta, yang menjabat sebagai wakil dari Kesultanan Banten. Kekuasaan Banten atas wilayah ini berhasil direbut oleh Belanda, setelah Pangeran Jayakarta dikalahkan oleh pasukan VOC di bawah pimpinan Jan Pieterszoon Coen pada tanggal 30 Mei 1619.

Asal-usul

Asal-usul Pangeran Jayakarta masih samar. Dalam situs internet Pemerintah Jakarta Timur disebutkan, Pangeran Jayakarta adalah nama lain dari Pangeran Achmad Jakerta, putra Pangeran Sungerasa Jayawikarta dari Kesultanan Banten. Namun ada juga yang menganggap Pangeran Jayakarta adalah Pangeran Jayawikarta. Menurut Hikayat Hasanuddin dan Sajarah Banten Rante-rante yang disusun pada abad ke-17 (yaitu sesudah Sajarah Banten, 1662/3), Pangeran Jayakarta atau Jayawikarta adalah putra Tubagus Angke dan Ratu Pembayun, puteri Hasanuddin, anak Sunan Gunung Jati.

Menurut Adolf Heukeun SJ dalam buku Sumber-sumber Asli Sejarah Jakarta Jilid II, silsilah ini tidak sesuai dengan sumber-sumber sekunder lain karena sumber-sumber yang digunakan oleh hikayat mengandung banyak cerita dongeng.[1]

Peran politik di Banten

Pada tahun 1596 Pangeran Muhammad, penguasa Banten ketiga, gugur waktu menyerang Palembang. Putera satu-satunya ialah Abdul Kadir, yang baru berusia lima bulan. Maka dipilihlah seorang mangkubumi yang sekaligus menjadi wali putera itu. Tetapi mangkubumi ini wafat pada tahun 1602. Maka ibu putra mahkota menjadi wali dan menikah dengan mangkubumi yang ketiga. Karena ayah tiri disayang putera mahkota Banten dan dihormati rakyat, maka para pangeran menjadi iri dan memberontak. Pangeran dari Jayakarta datang dengan banyak bawahannya sehingga pemberontak mengalah dan berdamai.
52/3 <2+3+4> 4.1.1.3.1.1. Panembahan Ratu I / Pangeran Mas Zainul Arifin [Azmatkhan]
Свадба: <6> Ratu Harisbaya [Cirebon]
Свадба: <7> Ratu Pembayun [Sultan Hadiwijaya]
Титуле : од 1570, Sultan Cirebon IV (1568-1649)
== Panembahan Ratu I, Sultan Cirebon IV (1570-1649) == Sepeninggal Fatahillah, oleh karena tidak ada calon lain yang layak menjadi raja, takhta kerajaan jatuh kepada cucu Sunan Gunung Jati yaitu Pangeran Mas, putra tertua Pangeran Dipati Carbon atau cicit Sunan Gunung Jati. Pangeran Emas kemudian bergelar Panembahan Ratu I dan memerintah Cirebon selama kurang lebih 79 tahun.
73/3 <2+4> Nji Bimotjili [Gunung Jati]
84/3 <2+3> Pangeran Manis [Cirebon]

4

111/4 <5> 4.1.1.3.1.1.1. Pangeran Adipati Anom / Pangeran Adipati Carbon (Pangeran Sedang Gayem) [Gunung Djati II]
Смрт: Wafat sebelum Suksesi
Setelah Panembahan Ratu I meninggal dunia pada tahun 1649, pemerintahan Kesultanan Cirebon dilanjutkan oleh cucunya yang bernama Pangeran Rasmi atau Pangeran Karim, karena ayah Pangeran Rasmi yaitu Pangeran Seda ing Gayam atau Panembahan Adiningkusumah meninggal lebih dahulu. Pangeran Rasmi kemudian menggunakan nama gelar ayahnya almarhum yakni Panembahan Adiningkusuma yang kemudian dikenal pula dengan sebutan Panembahan Girilaya atau Panembahan Ratu II.[rujukan?]

Panembahan Girilaya pada masa pemerintahannya terjepit di antara dua kekuatan kekuasaan, yaitu Kesultanan Banten dan Kesultanan Mataram. Banten merasa curiga sebab Cirebon dianggap lebih mendekat ke Mataram (Amangkurat I adalah mertua Panembahan Girilaya). Mataram dilain pihak merasa curiga bahwa Cirebon tidak sungguh-sungguh mendekatkan diri, karena Panembahan Girilaya dan Sultan Ageng Tirtayasa dari Banten adalah sama-sama keturunan Pajajaran. Kondisi ini memuncak dengan meninggalnya Panembahan Girilaya di Kartasura dan ditahannya Pangeran Martawijaya dan Pangeran Kartawijaya di Mataram.[rujukan?]

Panembahan Girilaya adalah menantu Sultan Agung Hanyakrakusuma dari Kesultanan Mataram. Makamnya di Jogjakarta, di bukit Girilaya, dekat dengan makam raja raja Mataram di Imogiri, Kabupaten Bantul. Menurut beberapa sumber di Imogiri maupun Girilaya, tinggi makam Panembahan Girilaya adalah sejajar dengan makam Sultan Agung di Imogiri.[rujukan?]
92/4 <6> 5.1.1.1.2.1.1. Pangeran Ahmad Jakerta / Pangeran Jayakarta IV [Azmatkhan]
Рођење: 1543изр
103/4 <6> 5.1.1.1.2.1.2. Ratu Mertakusuma [Azmatkhan]
124/4 <7+?> Nji Ageng Brondong [?]

5

131/5 <10> 5.1.1.1.2.1.2. Ratu Mertakusumah [Azmatkhan]
Рођење: PENYEIMBANG
152/5 <12+?> Kiai Toemenggoeng Djangrono I [?]
Рођење: 1623, Sedayu
Професија : 1670, Surabaya, Diangkat sebagai Bupati Surabaya 11 ( Tahun 1670 - 1678 ) oleh Amangkurat I atas jasa-jasanya mengusir pemberontak yang dipimpin Trunojoyo di Surabaya dan berhasil membebaskan Tjakraningrat II ( Adipati Madura ) yang ditawan Laskar Trunojoyo di hutan Lodoyo, Blitar. Sebelumnya menjabat sebagai salah satu Tumenggung Kerajaan Mataram .
Смрт: 1678, Kediri, Bertindak sebagai salah satu Tumenggung Kerajaan Mataram .Gugur dalam Perang menumpas pemberontakan Trunojoyo di Kediri.
Сахрана: 1678, Sentono Boto Putih, Pergirikan Surabaya.
143/5 <11> 4.1.1.3.1.1.1. Panembahan Ratu II / Panembahan Girilaya (Pangeran Rasmi / Pangeran Karim) [Cakrabuana]
Свадба: <8> Nji Raden Ajoe ? (Amangkurat I) [?]
Титуле : од 1649, Cirebon, Sultan Cirebon V
== Panembahan Ratu II (1649-1677) ==

Setelah Panembahan Ratu I meninggal dunia pada tahun 1649, pemerintahan Kesultanan Cirebon dilanjutkan oleh cucunya yang bernama Pangeran Rasmi atau Pangeran Karim, karena ayah Pangeran Rasmi yaitu Pangeran Seda ing Gayam atau Panembahan Adiningkusumah meninggal lebih dahulu. Pangeran Rasmi kemudian menggunakan nama gelar ayahnya almarhum yakni Panembahan Adiningkusuma yang kemudian dikenal pula dengan sebutan Panembahan Girilaya atau Panembahan Ratu II.

Panembahan Girilaya pada masa pemerintahannya terjepit di antara dua kekuatan kekuasaan, yaitu Kesultanan Banten dan Kesultanan Mataram. Banten merasa curiga sebab Cirebon dianggap lebih mendekat ke Mataram (Amangkurat I adalah mertua Panembahan Girilaya). Mataram dilain pihak merasa curiga bahwa Cirebon tidak sungguh-sungguh mendekatkan diri, karena Panembahan Girilaya dan Sultan Ageng Tirtayasa dari Banten adalah sama-sama keturunan Pajajaran. Kondisi ini memuncak dengan meninggalnya Panembahan Girilaya di Kartasura dan ditahannya Pangeran Martawijaya dan Pangeran Kartawijaya di Mataram.

Panembahan Girilaya adalah menantu Sultan Agung Hanyakrakusuma dari Kesultanan Mataram. Makamnya di Jogjakarta, di bukit Girilaya, dekat dengan makam raja raja Mataram di Imogiri, Kabupaten Bantul. Menurut beberapa sumber di Imogiri maupun Girilaya, tinggi makam Panembahan Girilaya adalah sejajar dengan makam Sultan Agung di Imogiri.

6

161/6 <13+?> 1. Sultan Ageng Tirtayasa / Syarif Abul Fath 'Abdul Fattah (Pangeran Ratu) [Kesultanan Banten]
Рођење: 1631, Banten
Свадба: <9> Ratu Adi Kalsum [Kalsum]
Титуле : од 10 март 1651, Banten, Sultan Banten ke VI
Смрт: 11 децембар 1692, Batavia
Сахрана: 12 децембар 1692, Sedakingkin-Banten
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

Садржај

Asal-Usul Sultan Ageng Tirtayasa

Pangeran Adipati Anom Pangeran Surya yang memiliki gelar Sultan Abu Al Fath Abdul Fattah atau lebih dikenal dengan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1684) adalah putra pertama dari 15 bersaudara dari ayah yang bernama Sultan Abul Ma'ali Ahmad Rachmatullah, silsilah ke atasnya sampai ke Rasulullah Nabi Muhammad SAW, adalah sebagai berikut :

0. Sayyidina Muhammad Saw (Rasulallah SAW)
1. Sayyidina Ali bin Abu Thalib >< Fatima Binti Muhammad SAW Az Zahra 
2. Husayn Ibn Ali 
3. Ali Zainal Abidin (Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Hussein bin Ali bin Abi Thalib) / Ali bin Husain
4. Muhammad Al Baqir
5. Ja'afar As-Sodiq
6. Ali Al-’Uraidhi (Al Husaini) / Ali bin Ja'far
7. Muhammad An-Naqib
8. Isa Ar-Rumi
9. Ahmad Al Muhajir ( أحمد المهاجر‎) (Ahmad bin Isa Ar-Rumi bin Muhammad An-Naqib )
10. Ubaidullah
11. Alwi Awwal (Sayidina Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa)
12. Muhammad Sohibus Saumi'ah
13. Alwi Ats-Tsani ( Imam Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah )
14. Ali Kholi' Qosam
15. Muhammad Shohib Mirbath bin Ali Kholi Qosam
16. Alawi Ammil Al Fagih (Sayidina Al-Faqih Al-Muqoddam Muhammad bin Ali bin Muhammad Shohib Mirbath)
17. Sayyid Abdul Malik al-Muhajjir al-Azmatkhan Ba'alawi al-Husaini
18. Al-Amir Abdullah al-Azmatkhan
19. Asy Syaikh Sayyid Ahmad Syah Jalaluddin al-Azmatkhan al-Husaini
20. Asy Syaikh Sayyid Husain Jamaluddin Akbar al-Azmatkhan al-Husaini
21. Sayyid Ali Nurul Alam / Ali Nuruddin (1) / Maulana Malik Israil al-Azmatkhan al-Husaini
22. Syarif Abdullah Mahmud Umdatuddin Sayyid Abdullah al-Azmatkhan al-Husaini 
23. Sunan Gunung Jati (Maulana Syarif Hidayatullah Al Azmatkhan Al Husaini)
24. Panembahan Maulana Hasanuddin (Sayyid Maulana Hasanuddin Al Azmatkhan Al Husaini)
25. Panembahan Maulana Yusuf (Sayyid Maulana Yusuf Al Azmatkhan Al Husaini)
26. Panembahan Maulana Muhammad Nashruddin (Sayyid Muhammad Nashruddin Al Azmatkhan Al Husaini)
27. Sultan Abu Al Mafakhir Mahmud 'Abdul Qadir (Sayyid Mahmud 'Abdul Qadir Al Azmatkhan Al Husaini) 
28. Sultan Abul Ma'ali Ahmad Rachmatullah (Sayyid Abul Ma'ali Ahmad Al Azmatkhan Al Husaini)
29. Sultan Ageng Tirtayasa (Sayyid Abul Fath 'Abdul Fattah Al Azmatkhan Al Husaini)

Keturunan Sultan Ageng Tirtayasa

 1. Sultan Haji
 2. Pangeran Arya ‘abdul ‘Alim
 3. Pangeran Arya Ingayudadipura
 4. Pangeran Arya Purbaya
 5. Pangeran Sugiri
 6. Tubagus Rajasuta
 7. Tubagus Rajaputra
 8. Tubagus Husaen
 9. Raden Mandaraka
 10.Raden Saleh
 11.Raden Rum
 12.Raden Mesir
 13.Raden Muhammad
 14.Raden Muhsin
 15.Tubagus Wetan
 16.Tubagus Muhammad ‘Athif
 17.Tubagus Abdul
 18.Ratu Raja Mirah
 19.Ratu Ayu
 20.Ratu Kidul
 21.Ratu Marta
 22.Ratu Adi
 23.Ratu Ummu
 24.Ratu Hadijah
 25.Ratu Habibah
 26.Ratu Fatimah
 27.Ratu Asyiqoh
 28.Ratu Nasibah
 29.Tubagus Kulon

Masa Raja / Sultan Banten ke-6

Pengadilan militer di Banten, 1596, anonim, 1646 [1]
Pengadilan militer di Banten, 1596, anonim, 1646 [1]

Sepeninggal Sultan Abdul Mufakhir Mahmud Abdul Kadir pada 10 Maret 1651, dan kedudukannya sebagai Sultan Banten digantikan oleh Pangeran Adipati Anom Pangeran Surya, putra Abu al-Ma’ali Ahmad, ketegangan dengan VOC terus berlanjut. Bahkan dapatlah dikatakan bahwa puncak konflik dengan VOC terjadi ketika Kesultanan Banten berada di bawah kekuasaan Pangeran Adipati Anom Pangeran Surya yang memiliki gelar Sultan Abu Al Fath Abdul Fattah atau lebih dikenal dengan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1684) yang diakui negara RI sebagai salah satu Pahlawan Nasional dari Banten.

Sultan Ageng Tirtayasa selain seorang ahli strategi perang, ia pun menaruh perhatian besar terhadap perkembangan pendidikan agama Islam di Banten. Untuk membina mental para prajurit Banten, didatangkan guru-guru agama dari Arab, Aceh, dan daerah lainnya. Salah seorang guru agama tersebut adalah seorang ulama besar dari Makassar yang bernama Syekh Yusuf Taju’l Khalwati, yang kemudian dijadikan mufti agung, sekaligus guru dan menantu Sultan Ageng Tirtayasa.

Usaha Sultan Ageng Tirtayasa baik dalam bidang politik diplomasi maupun di bidang pelayaran dan perdagangan dengan bangsa-bangsa lain semakin meningkat. Pelabuhan Banten makin ramai dikunjungi para pedagang asing dari Persi (Iran), India, Arab, Cina, Jepang, Pilipina, Malayu, Pegu, dan lainnya. Demikian pula dengan bangsa-bangsa dari Eropa yang bersahabat dengan Inggris, Perancis, Denmark, dan Turki. Sultan Ageng Tirtayasa telah membawa Banten ke puncak kemegahannya. Di samping berhasil memajukan pertanian dengan sistem irigasi ia pun berhasil menyusun kekuatan angkatan perangnya, memperluas hubungan diplomatik, dan meningkatkan volume perniagaan Banten sehingga Banten menempatkan diri secara aktif dalam dunia perdagangan internasional di Asia.

Banten menjalankan politik luar negeri yang bebas aktif. Sekitar tahun 1677 Banten mengadakan kerjasama dengan Trunojoyo yang sedang memberontak terhadap Mataram. Dalam pada itu, dengan Makasar, Bangka, Cirebon, dan Indrapura dijalin hubungan baik. Demikian pula hubungannya dengan Cirebon, sejak awal telah terjadi hubungan erat dengan Cirebon melalui pertalian keluarga (kedua keluarga keraton adalah keturunan Syarif Hidayatullah). Banten membantu Cirebon dalam membebaskan dua orang putera Panembahan Girilaya, yaitu Pangeran Martawijaya dan Pangeran Kartawijaya, yang ditahan di ibu kota Mataram dan pasukan Trunojoyo di Kediri tahun 1677, bahkan mengangkatnya menjadi Sultan di Cirebon, sejak 1676 kekuasaan Banten masuk ke dalam keraton Cirebon dan turut mencakupnya.

Selain membawa Banten ke puncak kejayaannya, sayangnya bersamaan dengan itu, Banten mengalami perpecahan dari dalam, putra mahkota Sultan Abu Nasr Abdul Kahar yang dikenal sebagai Sultan Haji diangkat jadi pembantu ayahnya mengurus urusan dalam negeri. Sedangkan urusan luar negeri dipegang oleh Sultan Ageng Tirtayasa dibantu oleh putera lainnya, Pangeran Arya Purbaya. Pemisahan urusan pemerintahan ini tercium oleh wakil Belanda di Banten, W. Caeff yang kemudian dengan siasat devide et impera, mendekati dan menghasut Sultan Haji. Karena termakan hasutan VOC, Sultan Haji menuduh pembagian tugas ini sebagai upaya menyingkirkan dirinya dari pewaris tahta kesultanan. Agar tahta kesultanan tidak jatuh ke tangan Pangeran Arya Purbaya, Sultan Haji kemudian didukung VOC untuk mempertahankan hak tahta kekuasaan atas Banten yang sebenarnya belum saatnya untuk dipegang namun merupakan siasat adu domba Belanda.

Perlawanan Sultan Ageng Tirtayasa

Kala menjadi Raja Banten, Sultan Ageng Tirtayasa telah melakukan beberapa strategi untuk memulihkan kembali Banten sebagai bandar perdagangan internasional. Dalam Modul Sejarah Indonesia (2020:14), Anik Sulistiyowati menjabarkan beberapa strategi tersebut:

  1. Mengundang para pedagang dari Inggris, Perancis, Denmark, dan Portugis berdagang di Banten;
  2. Meluaskan interaksi dagang dengan bangsa Cina, India, dan Persia;
  3. Mengirim beberapa kapal dengan maksud mengganggu pasukan VOC;
  4. Membuat saluran irigasi sepanjang Sungai Ujung Jawa sampai Pontang yang ditujukan sebagai persiapan suplai perang dan pengairan sawah.

Rupanya, segala yang dilakukan Sultan Ageng Tirtayasa tersebut terjadi karena VOC sering menghadang kapal asal Cina yang tengah melakukan perjalanan ke Banten. Dengan semangat mempertahankan kehidupan Banten, Pangeran Surya tidak segan melakukan gangguan balik kepada pihak VOC. Di tengah situasi konflik, pada 1671, Sultan Ageng Tirtayasa menitahkan Sultan Haji menjadi orang yang mengurus masalah dalam negeri Banten.

Terkait masalah dengan luar negeri, merupakan urusan Sultan Ageng sendiri. Akan tetapi, pengangkatan Sultan Haji ini membawa keuntungan kepada VOC. Berkat dukungan VOC, Sultan Haji justru merebut kekuasaan Banten dan menjadi raja di Istana Surosowan pada 1681. Sebagai imbal balik dukungannya VOC, Sultan Haji harus menandatangani perjanjian, yang berisi:

  1. Kesultanan Banten musti memberikan daerah Cirebon kepada VOC;
  2. Monopoli lada di Banten diambil alih VOC;
  3. Pasukan Banten yang ada di pantai Priangan harus ditarik mundur, dan
  4. VOC meminta 600.000 ringgit jika Banten nantinya mengingkari perjanjian yang telah disebutkan.
Kelakuan Sultan Haji ini membuat rakyat Banten tidak mengakuinya sebagai pemimpin. Bahkan, rakyat Banten kala itu lebih ingin melakukan perlawanan terhadap Sultan Haji yang disertai VOC. Sultan Ageng Tirtayasa beserta rakyat yang mengikuti jalurnya berniat mengambil kembali Kesultanan Banten. Pada 1682, Sultan Haji mulai terdesak oleh serangan pasukan Sultan Ageng dan istana Surosowan pun dikepung. Akan tetapi, VOC datang memberikan bantuan kepada Sultan Haji. Pasukan Sultan Ageng pun dipukul mundur kala itu dan pemimpinnya ini dijadikan sebagai buronan. Ia bersama para pengikutnya melarikan diri ke Rangkasbitung dan melakukan perlawanan selama kurang lebih setahun lamanya. Pada 1683, Sultan Ageng Tirtayasa tertangkap karena ditipu oleh VOC. Ia ditahan oleh Belanda di penjara daerah Batavia sampai 1692, tepat ketika dirinya menutup usia.
182/6 <14+8> Raden Toemenggoeng Kartawidjaja / Sultan Anom I (Abil Makarimi Badriddin Sultan Anom (Kanoman)) [Cirebon]
Рођење: Cirebon
Титуле : од 1677, Cirebon, Sultan Kanoman I
Смрт: 1723, Cirebon
253/6 <14+8> Pangeran Mas / Pangeran Adipati Kraton Katjirebonan (Pangeran Wangsakerta) [Cirebon]
Титуле : 1677, Cirebon, Panembahan Agung Gusti Cirebon
174/6 <15+?> Kyai Arya Djajapoespita [Djangrono]
Рођење: Surabaya
Свадба: <10> Nji Raden Ajoe Nn (Nn) [Nn]
Професија : 1709, Surabaya, Jawa Timur, Bupati kasepuhan I Surabaya ( 1709 - 1718 )
Смрт: 1723, Kaap De Goede Hoop, Afrika Selatan
195/6 <15> Ki Demang Kertojudo [?]
206/6 <15> Nji Raden Ajoe Kaliwungu [?]
217/6 <15> Nji Raden Ajoe Djaleka Tjakraningrat [?]
228/6 <15> Raden Pandji Surenggrono [?]
239/6 <15> Ngabei Wirodirdjo [?]
2410/6 <15> Kyai Toemenggoeng Djangrono II [?]
2611/6 <14> Bagus Jaka / Embah Sapujagat (Pati Tanda Moe) [Cirebon]
2712/6 <14> Panembahan Ketimang [Cirebon]
2813/6 <14> Panembahan Giyanti [Cirebon]

7

LAMBANG  KESULTANAN  BANTEN
LAMBANG KESULTANAN BANTEN
291/7 <16+9> 1. Sultan Haji / Syarif Abu Al Nashr 'Abdul Qahar [Kesultanan Banten]
Рођење: 1658изр, (1631+27)
Титуле : од 1683, Sultan Banten Ke VII
Сахрана: Sedakingkin-Banten
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

berputra:

   Sultan Abdul Fadhl
   Sultan Abul Mahasin
   Pangeran Muhammad Thahir
   Pangeran Fadhludin
   Pangeran Ja’farrudin
   Ratu Muhammad Alim
   Ratu Rohimah
   Ratu Hamimah
   Pangeran Ksatrian
   Ratu Mumbay (Ratu Bombay)

Masa Raja / Sultan Banten ke 7

Sultan Haji dinobatkan menjadi Sultan Banten (1682-1687) Dengan gelar Sultan Abu Nashr Muhammad Abdul Kahar. Penobatan ini disertai beberapa persyaratan. Persyaratan tersebut kemudian dituangkan dalam sebuah perjanjian yang ditandatangani pada 17 April 1684 yang meminimalkan kedaulatan Banten karena dengan perjanjian itu segala sesuatu yang berkaitan dengan urusan dalam dan luar negeri harus atas persetujuan VOC. Dengan ditandatanganinya perjanjian itu, selangkah demi selangkah VOC mulai menguasai Kesultanan Banten dan sebagai simbol kekuasaannya, pada tahun 1684-1685 VOC mendirikan sebuah benteng pertahanan di bekas benteng kesultanan yang dihancurkan. Selain itu, didirikan pula benteng Speelwijk sebagai bentuk penghormatan kepada Speelman yang menjadi Gubernur Jenderal VOC dari tahun 1682 sampai dengan 1685. Demikian pula Banten sebagai pusat perniagaan antarbangsa menjadi tertutup karena tidak ada kebebasan melaksanakan politik perdagangan, kecuali atas izin VOC.

Penderitaan rakyat semakin menjadi karena monopoli perdagangan VOC. Dengan kondisi demikian, sangatlah wajar kalau masa pemerintahan Sultan Haji banyak terjadi kerusuhan, pemberontakan, dan kekacauan di segala bidang yang ditimbulkan oleh rakyat. Selain menghadapi penentangan dari rakyatnya sendiri, Sultan Haji pun menghadapi suatu kenyataan tekanan dari VOC yang tuntutannya sesuai perjanjian harus diturut. Karena tekanan-tekanan itu, akhirnya Sultan Haji jatuh sakit hingga meninggal dunia pada tahun 1687.

Sultan Haji

Sultan Haji merupakan salah seorang putera dari Sultan Abulfath Abdulfattah atau Sultan Ageng Tirtayasa pewaris Kesultanan Banten. Namanya Sultan Abunnashri Abdulkahar atau Abdulqohhar namun lebih dikenal dengan sebutan Sultan Haji. Ia mendapatkan tahtanya bekerja sama dengan Belanda setelah menggulingkan ayahnya. Hal ini menimbulkan banyak spekulasi, mengingat jika ia pewaris syah dari Kesultanan Banten seharusnya tanpa melakukan kudeta terhadap ayahnya pun, ia dapat menerima tahta tersebut.

Masalah ini dimungkinkan ketidak sabaran Sultan Haji untuk segera menduduki jabatannya, karena ada putra Sultan Ageng lainnya yang bernama Pangeran Purbaya dianggap mampu menggantikan Sultan Ageng, atau Sultan merasa kurang sreg terhadap perilaku Sultan Haji. Namun dimungkinkan pula ada hasutan Belanda, mengingat hubungan Belanda dengan Sultan Ageng dan para pendahulunya kurang baik. Sedangkan jika mendukung Sultan Haji maka Belanda akan lebih mudah menguasai perdagangan di Banten.

Spekulasi terakhir ini yang mungkin paling mendekati, mengingat ada simbiosa mutualisma antara Belanda yang bertujuan melancarkan kepentingan dagangnya dan Sultan Haji yang mengincar jabatan kesultanan. Ketika terjadi peperangan antara Sultan Ageng Tirtayasa dan Sultan Haji yang dibantu Belanda istana habis terbakar, tidak sedikit pula perkampungan menjadi musnah.

Sejak Sultan Haji bertahta banyak peristiwa-peristiwa yang sangat merugikan Kesultanan Banten, baik masalah perekonomian negara maupun perpolitikannya. Banyak sudah pemberontakan yang dilakukan rakyat termasuk para pendukung setia Sultan Ageng. Tabiat Sultan Haji dalam menghadapi Belanda pun sangat bertolak belakang dengan para pendahulunya. Sultan Haji sangat mengandalkan bantuan militer dan bantuan ekonomi Belanda, berakibat Banten tidak lagi memiliki kedaulatan penuh, bahkan Belanda sangat mempengaruhi struktur pemerintahan Banten.

Kata Untoro (2007) menyebutkan, sejak ditandatanganinya perjanjian pada tanggal 17 april 1684 praktis kukuasaan Kesultanan Banten dapat dianggap runtuh. Lebih lanjut menyebutkan : Perjanjian antara Kesultanan Banten dengan Belanda ditandatangani di Keraton Surasowan, dibuat dalam bahasa Belanda dan Jawa dan Melayu. Penanndatanganan dari pihak Kompeni dilakukan oleh komandan dan presiden komisi Franscois Tack, Kapten Herman Dirkse Wendepoel, Evenhart van der Schuere serta Kapten bangsa Melayu, Wan Abdul Kahar, sedangkan dari pihak Banten dilakukan oleh Sultan Abdul Kahar, pangeran Dipaningrat, Kiyai Suko Tadjudin, pangeran Natanegara, dan pangeran Natawijaya (Tjandrasasmita : 1967 : 54). Sejak perjanjian tersebut Kompeni secara langsung aktif menentukan monopoli perdagangan Banten.

Beberapa diantara peninggalannya yang monumental, ia membangun daerah-daerah yang rusak akibat perang, selain itu ia membangun kembali istana Surosowan. Untuk membangun istana Surasowan iapun meminta bantuan Cardeel, seorang arsitek Belanda. Iapun mengganti cara berpakaian dari berpakaian ala Banten menjadi cara berpakaian Arab, sekalipun pernah ditentang oleh Sultan Ageng ketika ia masih berkuasa.

Sultan Haji meninggal dan dimakamkan di Sedakingkin, sebelah utara mesjid Agung, sejajar dengan makam Sultan Ageng Tirtayasa. Sultan Haji dikarunia beberapa orang anak, antara lain Pengeran Ratu yang kemudian menggantikan tahtanya sebagai Sultan Banten yang dikenal dengan sebutan Sultan Abulfadhl Muhammad Yahya (1687-1690), Raja / Sultan kedelapan di Kesultanan Surasowan Banten.. Namun hanya sebentar dan tidak mempunyai keturunan.

http://gentong-pusaka.blogspot.co.id/2013/01/sultan-haji.html


302/7 <16+?> 2. Pangeran Purbaya [Kasultanan Banten]
Рођење: 1661
Свадба: <11> Raden Ayu Gusik Kusuma [Kartasura]
Смрт: 18 март 1732, (F. De Haan)
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


Садржај

TIGA TOKOH NAMA PANGERAN "PURBAYA" DI JAWA

Pangeran Purubaya atau Pangeran Purbaya dalam sejarah kerajaan-kerajaan di Pulau Jawa merujuk kepada tiga tokoh:

  1. Pangeran Purbaya Kesultanan Mataram, putra ke 5 Panembahan Senopati Mataram, dikalkulasi lahir pada tahun 1597, hidup sampai zaman pemerintahan Amangkurat I putra Sultan Agung. Ia hampir saja menjadi korban ketika Amangkurat I menumpas tokoh-tokoh senior yang tidak sesuai dengan kebijakan politiknya. Untungnya, Purbaya saat itu mendapat perlindungan dari ibu suri (janda Sultan Agung).Purbaya meninggal dunia bulan Oktober 1676 saat ikut serta menghadapi pemberontakan Trunajaya. Amangkurat I mengirim pasukan besar yang dipimpin Adipati Anom, putranya, untuk menghancurkan desa Demung (dekat Besuki) yang merupakan markas orang-orang Makasar sekutu Trunajaya. Perang besar terjadi di desa Gogodog. Pangeran Purbaya yang sudah lanjut usia gugur akibat dikeroyok orang-orang Makasar dan Madura.
  2. Pangeran Purbaya Kasunanan Kartasura, alias Gusti Panembahan Purbaya (Raden Mas Sasangka), putera Susuhunan Pakubuwono I (Amangkurat I), dikalkulasi lahir sekitar tahun 1665, pernah menjadi Adipati Pajang. Sepeninggal sang ayah, Pangeran Purbaya dan Pangeran Blitar berselisih dengan kakak mereka, yaitu Amangkurat IV (raja baru). Amangkurat IV mencabut hak dan kekayaan kedua adiknya itu. Pangeran Purbaya masih bisa bersabar, namun Pangeran Blitar menyatakan pemberontakan. Perang saudara pun meletus tahun 1719. Perang ini terkenal dengan nama Perang Suksesi Jawa Kedua. Pangeran Purbaya akhirnya bergabung dengan kelompok Pangeran Blitar. Mereka membangun kembali istana lama Mataram di kota Karta, dengan nama Kartasekar. Pangeran Blitar mengangkat diri sebagai raja bergelar Sultan, sedangkan Pangeran Purbaya sebagai penasihat bergelar Panembahan. Setelah Pangeran Blitar meninggal di Malang tahun 1721 karena sakit, perjuangan pun dilanjutkan Panembahan Purbaya. Ia berhasil merebut Lamongan. Namun gabungan pasukan Kartasura dan VOC terlalu kuat. Purbaya akhirnya tertangkap bersama para pemberontak lainnya. Panembahan Purbaya dihukum buang ke Batavia. Ia memiliki putri yang menjadi istri Pakubuwana II putra Amangkurat IV. Dari perkawinan itu lahir Pakubuwana III raja Surakarta yang memerintah tahun 1732-1788.
  3. Pangeran Purbaya Kesultanan Banten, Pangeran Purbaya yang ini adalah putra Sultan Ageng Tirtayasa raja Banten (1651-1683). Ia mendukung perjuangan ayahnya dalam perang melawan VOC tahun 1682-1684. Pangeran Purbaya adalah putera kedua Sultan Ageng Tirtayasa, dikalkulasi lahir pada tahun 1661. Pangeran Purbaya juga diangkat menjadi putra mahkota baru karena Sultan Haji (putra mahkota sebelumnya) memihak VOC. Setelah berperang sekitar 3 tahun, Sultan Ageng Tirtayasa akhirnya tertangkap bulan Maret 1683, dan Banten pun jatuh ke tangan VOC. Pangeran Purbaya dan istrinya yang anti VOC bernama Raden Ayu Gusik Kusuma lalu melarikan diri ke Gunung Gede. Penderitaan Purbaya membuat dirinya memutuskan untuk menyerah. Namun, ia hanya mau dijemput oleh perwira VOC yang berdarah pribumi. Saat itu VOC sedang sibuk menghadapi gerombolan Untung Suropati. Kapten Ruys pemimpin benteng Tanjungpura berhasil membujuk Untung Suropati agar bergabung dengan VOC daripada hidup sebagai buronan. Untung Suropati bersedia. Ia pun dilatih ketentaraan dan diberi pangkat Letnan. Untung Suropati kemudian ditugasi menjemput Pangeran Purbaya di tempat persembunyiannya. Namun datang pula pasukan VOC lain yang dipimpin Vaandrig Kuffeler, yang memperlakukan Purbaya dengan tidak sopan. Sebagai seorang pribumi, Untung Suropati tersinggung dan menyatakan diri keluar dari ketentaraan. Ia bahkan berbalik menghancurkan pasukan Kuffeler. Pangeran Purbaya yang semakin menderita memutuskan tetap menyerah kepada Kapten Ruys di benteng Tanjungpura. Sebelum menjalani pembuangan oleh Belanda pada April 1716, Pangeran Purbaya memberikan surat wasiat yang isinya menghibahkan beberapa rumah dan sejumlah kerbau di Condet kepada anak-anak dan istrinya yang ditinggalkan.[1] Sedangkan istrinya Gusik Kusuma konon pulang ke negeri asalnya di Kartasura dengan diantar Untung Suropati.


PANGERAN PURBAYA BANTEN

Pangeran Arya Purbaya adalah salah satu putra dari istri-istri Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682), yang menjadi penerus mahkota kesultanan yaitu Pangeran Gusti atau Sultan Abu Nasr Abdul Kahar (1672-1687) yang kelak disebut Sultan Haji.

Sultan Ageng Tirtayasa mempunyai beberapa istri diantaranya Ratu Adi Kasum sebagai permaisuri yang melahirkan Abdul Kahar (Sultan Abdul Nasr Abdul Kahar), dari Ratu Ayu Gede, Sultan Ageng dikaruniai 3 orang anak, yaitu P. Arya Abdul Alim, P. Ingayujapura (ingayudipura) dan Pangeran Arya Purbaya. Sedangkan dari istri-istri lainnya mempunyai beberapa anak yaitu P. Sugiri, TB. Raja Suta, TB. Husen, TB. Kulon, dan lain-lain.

Putera mahkota Sultan Abu Nasr Abdul Kahar yang dikenal dengan Sultan Haji diangkat menjadi pembantu ayahnya (Sultan Ageng) untuk mengurus urusan dalam negeri Kesultanan Banten.

Sedangkan Pangeran Arya Purbaya membantu ayahnya untuk mengurus urusan luar negeri dan berkedudukan di Keraton kecil di Tirtayasa.

Pemisahan pengurusan tata pemerintahan itu tercium oleh wakil VOC W. Chaeff yang menghasut Sultan Haji untuk mencurigai posisi adiknya yaitu P. Arya Purbaya, karena dapat mendominasi pemerintahan dan Sultan Haji tidak bisa naik tahta, atas hasutan Itulah terjadi persekongkolan antara Sultan Haji dan VOC.

Pada Bulan Mei 1680 Sultan Haji mengutus perwakilan untuk bertemu dengan Gubernur Jendral VOC di Batavia untuk mengukuhkan dirinya sebagai Sultan.

Pada tanggal 25 November 1680 Sultan Ageng Tirtayasa sangat marah kepada putra mahkota Sultan Haji karena ia memberi ucapan selamat kepada Gubernur baru Speelman yang menggantikan Rijkolf Van Goens padahal Kompeni baru saja menghancurkan gerilya Banten dan Cirebon.

Dengan bantuan VOC, Sultan Haji melakukan kudeta kepada ayahnya dan menguasai Keraton Surosowan pada tahun 1681. Pada tanggal 27 Februari 1682, pecah perang antara Ayah-Anak. Dalam waktu singkat, Sultan Ageng berhasil menguasai Keraton Surosowan. Pasukan Sultan Ageng berkoalisi dengan pasukan gabungan pelarian dari Makassar, Jawa Timur, Lampung, Bengkulu, Melayu. Karena daerah asal mereka dikuasai VOC dan menggabungkan diri dengan Banten, atas kekecewaan mereka terhadap raja-rajanya.

Sultan Haji berlindung di loji Belanda dan dilindungi oleh Jacob de Roy dan dipertahankan oleh Kapten Sloot dan W. Cheaff. Tanggal 7 April 1682 pauskan Kompeni dari Armada Laut mendesak Keraton Tirtayasa dan Keraton Surosowan, pasukan tersebut dipimpin Francois Tack, De Sain Martin dan Jongker.

Sultan Ageng gigih berjuang dibantu Syekh Yusuf dari Makassar dan Pangeran Purbaya, serta Pasukan Makassar, Bali dan Melayu yang bermarkas di Margasana.

Tanggal 8 Desember 1682 Kacarabuan, Angke dan Tangerang dikuasai VOC, Sultan Ageng bertahan di Kademangan, tetapi pertahanan akhirnya jatuh juga setelah terjadi pertempuran sengit, pasukan Kademangan yang dipimpin P. Arya Wangsadiraja akhirnya mengungsi ke Pedalaman Banten yaitu Ciapus, Pagutan dan Jasinga.

Pada tanggal 28 Desember 1682, Pasukan Jongker, Michele dan Tack mendesak Keraton Tirtayasa, Sultan Ageng berhasil menyelamatkan diri dengan terlebih dahulu Pangeran Purbaya membakar Keraton Tirtayasa untuk menyelamatkan Ayahnya, Sultan Ageng, Pangeran Kulon, Syekh Yusuf Makassar mengungsi ke Sajira dan Muncang.

Sementara Pangeran Arya Purbaya dan pasukannya bergerak ke Parijan pedalaman Banten hingga ke Jasinga karena Pasukan Arya Wangsadireja berlebih dahulu mengungsi ke Jasinga.

Sultan Haji mengirimkan utusan ke Sajira untuk berdamai dan akhirnya pada tanggal 14 Maret 1683 Sultan Ageng Tirtayasa dan Pangeran Arya Purbaya mendatangi Surosowan. Akibat akal licik VOC dan Sultan Haji, akhirnya Sultan Ageng Tirtayasa ditangkap dan dibawa ke Batavia untuk diadili. Pangeran Purbaya berhasil meloloskan diri.

Pangeran Perbaya, Pangeran Kulon dan Syekh Yusuf Makassar meneruskan perjuangan melawan Kompeni.

Syekh Yusuf bersama Pangeran Kidul dan pasukan yang berjumlah 5000 orang, 1000 diantaranya Melayu, Bugis, Makassar yang siap mati bersama gurunya bergerak menuju Muncang terus ke Lawang Taji (Jasinga) menyusuri Sungai Cidurian kemudian ke Cikaniki terus ke Ciaruteun melalui Cisarua dan Jampang kemudian meneruskan ke Sukapura dan Mandala dengan tujuan Cirebon.

Pangeran Purbaya kemudian menyusul bersama Pangeran Kulon dan Pangeran Sake beserta pasukannya hingga ke Galunggung dan Singaparna (Tasikmalaya).

Pada tanggal 25 September 1683 pasukan Pangeran Kidul dan Pasukan Banten dan Makassar gugur di Citanduy (Padalarang). Syekh Yusuf Makassar ditangkap oleh Van Happel yang menyamar sebagai orang muslim, dibuagn ke Cape Town (Afrika Selatan).

Pangeran Purbaya sempat mempertahankan pedalaman Banten dna membuat garis batas di Cikeas (antara Banten dan Batavia), Pangeran Purbaya mempertahankan Banten Selatan. Ia meneruskan perjuangan Syekh Yusuf Makassar dan akhirnya Pangeran Purbaya bersama Pangeran Kulon dan Pangeran Sake gugur dalam pemberontakan di Galunggung (Tasikmalaya).

Sekelumit tentang Pangeran Purbaya dalam sejarah autentik sangat berjasa dalam mempertahankan Banten dan dipercaya oleh Sultan Ageng Tirtayasa, Syekh Yusuf Makassar bahkan pasukan koalisi Makassar, Bugis dan Melayu.

SILSILAH PANGERAN POERBAJA

  1. Sultan Ageng Tirtayasa >< Nyai Gede Ayu, berputra
    1. Pangeran Poerbaja >< Ratu Ayoe Gesik Keosoemah, berputra

PROPERTI PANGERAN PURBAJA

Banyak asset-asset peninggalan Pangeran Purbaya di daerah Batavia dan sekitarnya, diantaranya adalah :

  1. Tanah didaerah Kebantenan, Cilincing;
  2. Tanah & Pabrik Gula di daerah Bekasi Selatan;
  3. Tanah & Rumah Tinggal di daerah Condet;
  4. Tanah & Rumah didaerah Kampung Karang Congok, Karang Satria, Tambun Utara, Bekasi;
  5. Tanah & Rumah di Jatingara Kaum;
  6. Tanah & Rumah di Citeureup, Bogor;
  7. Tanah & Rumah di Ciluar (Tanah Baru), Bogor;

Kemungkinan besar, aset sebanyak itu sebagian diwariskan ke Anak Isterinya, sebagian lagi dihibahkan untuk Saudaranya dan dijadikan Wakaf Masjid, Rumah Sakit dan Pesantren.

PETA TANAH MILIK PANGERAN POERBAJA

Persil Tanah Milik P. Poerbaja di Karangtjongok (Sekarang Karangsatria), Bekasi, seluas 35 Ha (5-12-1778).
333/7 <16> 3. Pangeran Arya Ingayudadipuna [Kasultanan Banten]
Рођење: 1663изр
344/7 <16> 4. Pangeran Arya Abdul ‘Alim [Kasultanan Banten]
Рођење: 1666
325/7 <16+?> 5. Pangeran Sugiri/Pangeran Sogiri/Pangeran Shogiry/Pangeran Sageri [Kasultanan Banten]
Рођење: 1668изр, (1631+27+10)
Свадба: <12> 1.1.2.1.1.1 NR. Ratnakomala [Sumedang Larang]
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

Beberapa Alasan Para Pangeran dan Cucu Buyutnya Hijrah Ke Batavia

Pasca perseteruan antara Sultan Haji dengan Ayahnya Sultan Ageng Tirtayasa, dimana pada akhirnya Sultan Ageng Tirtayasa berikut Putera-puteranya (Pangeran) yang mendukungnya di bawah pengawasan Pemerintah Pusat VOC, dan mereka untuk sementara ditempatkan di Kastil Batavia.
396/7 <16> 10. Pangeran Sake / Raden Syafruddin Shoheh [Kasultanan Banten]
Рођење: 1675изр
317/7 <25> Panembahan Tohpralaya [Cirebon]
358/7 <16> 6. Tubagus Rajasuta [Kasultanan Banten]
369/7 <16> 7. Tubagus Rajaputera [Kasultanan Banten]
3710/7 <16> 8. Tubagus Husen [Kasultanan Banten]
3811/7 <16> 9. Raden Mandaraka [Kasultanan Banten]
4012/7 <16> 11. Raden Rum [Kasultanan Banten]
4113/7 <16> 12. Raden Mesir [Kasultanan Banten]
4214/7 <16> 13. Reden Muhammad [Kasultanan Banten]
4315/7 <16> 14. Raden Muhsin [Kasultanan Banten]
4416/7 <16> 15. Tubagus Wetan [Kasultanan Banten]
4517/7 <16> 16. Tubagus Muhammad Athif [Kasultanan Banten]
4618/7 <16> 17. Tubagus Abdul [Kasultanan Banten]
4719/7 <16> 18. Ratu Baja Mirah [Kasultanan Banten]
4820/7 <16> 19. Tubagus Kulon [Kasultanan Banten]
4921/7 <16> 20. Ratu Kidul [Kasultanan Banten]
5022/7 <16> 21. Ratu Marta [Kasultanan Banten]
5123/7 <16> 22. Ratu Adi [Kasultanan Banten]
5224/7 <16> 23. Ratu Umuk [Kasultanan Banten]
5325/7 <16> 24. Ratu Hadija [Kasultanan Banten]
5426/7 <16> 25. Ratu Habibah [Kasultanan Banten]
5527/7 <16> 26. Ratu Fatimah [Kasultanan Banten]
5628/7 <16> 27. Ratu Asyiqoh [Kasultanan Banten]
5729/7 <16> 28. Ratu Nasibah [Kasultanan Banten]
5830/7 <16> 29. Ratu Ayu / Siti Khafifah (Karaeng Pane) [Kasultanan Banten]

8

671/8 <29> 4. Pangeran Fadhludin [Kasultanan Banten]
Рођење: Keraton Surasowan, Banten Lama
Смрт: Jawa Timur
LAMBANG  KESULTANAN  BANTEN
LAMBANG KESULTANAN BANTEN
602/8 <29> 2. Sultan Abul Mahasin Zainul Abidin / Pangeran Dipati [Kesultanan Banten]
Рођење: 1671, Keraton Surasowan
Свадба: <14> Ratu Rohimah [Manduraraja]
Титуле : од 1690, Sultan Banten Ke IX
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

berputra 58 orang :

  1. Sultan Muhammad Syifa
  2. Sultan Muhammad Wasi’
  3. Pangeran Yusuf
  4. Pangeran Muhammad Shaleh
  5. Ratu Samiyah
  6. Ratu Komariyah
  7. Pangeran Tumenggung
  8. Pangeran Ardikusuma
  9. Pangeran Anom Mohammad Nuh
  10. Ratu Fatimah Putra
  11. Ratu Badriyah
  12. Pangeran Manduranagara
  13. Pangeran Jaya Sentika
  14. Ratu Jabariyah
  15. Pangeran Abu Hassan
  16. Pangeran Dipati Banten
  17. Pangeran Ariya
  18. Raden Nasut
  19. Raden Maksaruddin
  20. Pangeran Dipakusuma
  21. Ratu Afifah
  22. Ratu Siti Adirah
  23. Ratu Safiqoh
  24. Tubagus Wirakusuma
  25. Tubagus Abdurrahman
  26. Tubagus Mahaim
  27. Raden Rauf
  28. Tubagus Abdul Jalal
  29. Ratu Hayati
  30. Ratu Muhibbah
  31. Raden Putera
  32. Ratu Halimah
  33. Tubagus Sahib
  34. Ratu Sa’idah
  35. Ratu Satijah
  36. Ratu ‘Adawiyah
  37. Tubagus Syarifuddin
  38. Ratu ‘Afiyah Ratnaningrat
  39. Tubagus Jamil
  40. Tubagus Sa’jan
  41. Tubagus Haji
  42. Ratu Thoyibah
  43. Ratu Khairiyah Kumudaningrat
  44. Pangeran Rajaningrat
  45. Tubagus Jahidi
  46. Tubagus Abdul Aziz
  47. Pangeran Rajasantika
  48. Tubagus Kalamudin
  49. Ratu Siti Sa’ban Kusumaningrat
  50. Tubagus Abunasir
  51. Raden Darmakusuma
  52. Raden Hamid
  53. Ratu Sifah
  54. Ratu Minah
  55. Ratu ‘Azizah
  56. Ratu Sehah
  57. Ratu Suba/Ruba
  58. Tubagus Muhammad Said (Pangeran Natabaya)

Masa Raja / Sultan Banten ke 9

Oleh karena Sultan Abu’l Fadhl Muhammad Yahya tidak mempunyai anak, tahta kesultanan diserahkan kepada adiknya Pangeran Adipati dengan gelar Sultan Abu’l Mahasin Muhammad Zainul Abidin juga biasa disebut Kang Sinuhun ing Nagari Banten yang menjadi gelar sultan-sultan Banten berikutnya. Beliau memerintah dari tahun 1690 sampai 1733. Pada masa beliaulah baru kakek beliau yang pahlawan Nasional Sultan Ageng Tirtayasa wafat di tahun 1692 dalam tahanan Kompeni
LAMBANG  KESULTANAN  BANTEN
LAMBANG KESULTANAN BANTEN
593/8 <29> 1. Sultan Abu'l Fadhl Muhammad Yahya / Pangeran Ratu [Kasultanan Banten]
Титуле : од 1687, Sultan Banten Ke VIII
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

Masa Raja / Sultan Banten ke 8

Sepeninggal Sultan Haji, putra beliau Pangeran Ratu menjadi Sultan Banten dengan gelar Sultan Abu’l Fadhl Muhammad Yahya (1687-1690). Beliau sangat perhatian terhadap bidang budaya dan sejarah. Pada tanggal 15 Juni 1690 beliau menemukan Batu Tulis Bogor.

Ternyata Sultan Abu’l Fadhl termasuk orang yang sangat membenci Belanda. Ditatanya kembali Banten yang sudah porak poranda itu. Akan tetapi baru berjalan tiga tahun, ia jatuh sakit dan kemudian wafat. Jenazahnya dimakamkan di samping kanan makam Sultan Hasanuddin di Pasarean Sabakingkin.
824/8 <39+?> 8. Tubagus Muhidin (Citeureup) [Kasultanan Banten]
Рођење: 1700изр
615/8 <32+?> 1. Raden Entong [Kasultanan Banten]
Рођење: 1703изр
626/8 <32+?> 2. Raden Tajul/Kanzul Arifin – Dimakamkan di Jatinegara Kaum [Kasultanan Banten]
Рођење: 1707изр
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

berputra 5 orang:

       Raden Jidin
       Raden Koyong*
       Raden Mamak
       Ratu Siti
       Ratu Ada

Raden Koyong berputra 4 orang:

1. Raden Koman Demang Cibinong Tanah baru Bogor/Raden Kan’an – dimakamkan di Astana Gede Tanah Baru Bogor Utara. 2. Raden Habib Demang Cibarusah/Raden Muhyiddin/Raden Iyi – dimakamkan di Astana Gede Tanah Baru Bogor Utara. 3. Raden Panji Demang Cibarusah*

4. Raden Mas Jatinegara – Dimakamkan di Jatinegara Kaum
657/8 <32+?> 5. Ratu Syarifah [Kasultanan Banten]
Рођење: 1725проц, Cucu Sultan Ageng Tirtajasa Keponakan Sultan Hadji
Свадба: <15> 9. H Rd Muhammad Thohir (Auliya Thohir Al Bughuri) [Wiratanudatar] b. 1765изр bur. 1849
LAMBANG  KABUPATEN SALATIGA
LAMBANG KABUPATEN SALATIGA
668/8 <29> 3. Pangeran Sy. Muhammad Thahir / Kanjeng Raden Tumenggung Prawirokusumo [Kesultanan Banten]
Титуле : од 1843, Wedhono Salatiga, Sumber : Buku "Sajarah Bogor" oleh R. Memed Sunardi, November 1966
Титуле : од 1851, Patih Kendal
Титуле : од 1860, Regent/Boepati Salatiga, dengan gelar Raden Toemenggoeng
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

Sumber : Buku "Sajarah Bogor" oleh R. Memed Sunardi, November 1966 (Mengacu kepada referensi Catatan-catatan lainnya seperti : RH. Misbach bin Nuch, R. Jususf Wiranata Negara, R. Atje Atmawidjaja (Djaksa) Menjadi menantu Hoofd Djaksa Salatiga (1846-163) Raden Mas Soemo Dipoero (Almanak 1846-1863)

Menurut Bupati Salatiga Dari Masa Ke Masa, KRT Prawiro Koesoemo terkenal dengan sebutan Bupati Sedo Amuk, yang meninggal karena adanya kemelut.

639/8 <32+12> 3. Ratu Talaga / NR. Ungkang [Kasultanan Banten]
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang 1.1.2.1.1.1 NR. Ratnakomala . (wife Pangeran Sageri mother NR Ungkang/Ratu Talaga)
6410/8 <32+?> 4. Ratu Siti Yajar M.d. Tb. Diyun [Kasultanan Banten]
6811/8 <29> 5. Pangeran Ja’farrudin [Kasultanan Banten]
6912/8 <29> 6. Ratu Muhammad Alim [Kasultanan Banten]
7013/8 <29> 7. Ratu Rohimah [Kasultanan Banten]
7114/8 <29> 8. Ratu Hamimah [Kasultanan Banten]
7215/8 <29> 9. Pangeran Ksatrian [Kesultanan Banten]
7316/8 <29> 10. Ratu Mumbay (Ratu Bombay) [Kasultanan Banten]
7417/8 <39+?> 1. Tubagus Yasin (Jatinegara Kaum) [Gunung Jati]
7518/8 <39+?> 2. Tubagus Bujangga (Citeueup) [Gunung Jati]
7619/8 <39+?> 3. Tubagus Abudin Citeureup [Kasultanan Banten]
7720/8 <44> Tubagus Muhammad [Kasultanan Banten]
7821/8 <39> 4. Tubagus Komarudin (Jatinegara) [Kasultanan Banten]
7922/8 <39> 5. Tubagus Ali (Citeureup) [Kasultanan Banten]
8023/8 <39> 6. Tubagus Bajagal (Citeureup) [Kasultanan Banten]
8124/8 <39> 7. Tubagus Bayu (Citeureup) [Kasultanan Banten]
8325/8 <39> 9. Tubagus Mustofa (Abdul Hay-Bogor) [Kasultanan Banten]
8426/8 <30+11> 2. Ratu Kawung [Kasultanan Banten]
SUMBER :

1. Catatan Keluarga Sukaraja - Bogor.

2. Buku Nasab Induk : Keluarga P. Jaya Santika (Jakarta)


Ahli Waris: Tb. Dika Syah Bachri
8527/8 <39+?> 10. Ratubagus Badaruddin Suryapringga [Kasultanan Banten]
Sumber : Catatan Keluarga Sukaraja, Bogor
8628/8 <30+11> 1. Tubagus Muhammad [Purbaya]
SUMBER :

1. Catatan Keluarga Sukaraja - Bogor.

2. Buku Nasab Induk : Keluarga P. Jaya Santika (Jakarta)


Ahli Waris: Tb. Dika Syah Bachri
8729/8 <30+11> 3. Ratu Karantenan [Purbaya]
SUMBER :

1. Catatan Keluarga Sukaraja - Bogor.

2. Buku Nasab Induk : Keluarga P. Jaya Santika (Jakarta)


Ahli Waris: Tb. Dika Syah Bachri
8830/8 <30+11> 4. Ratu Pajajaran [Purbaya]
SUMBER :

1. Catatan Keluarga Sukaraja - Bogor.

2. Buku Nasab Induk : Keluarga P. Jaya Santika (Jakarta)


Ahli Waris: Tb. Dika Syah Bachri
8931/8 <30+11> 5. Ratu Pakuwan [Purbaya]
SUMBER :

1. Catatan Keluarga Sukaraja - Bogor.

2. Buku Nasab Induk : Keluarga P. Jaya Santika (Jakarta)


Ahli Waris: Tb. Dika Syah Bachri
9032/8 <30+11> 6. Ratu Fatimah [Purbaya]
SUMBER :

1. Catatan Keluarga Sukaraja - Bogor.

2. Buku Nasab Induk : Keluarga P. Jaya Santika (Jakarta)


Ahli Waris: Tb. Dika Syah Bachri