1. Syarief Husain Jamaluddin Akbar (Al Husaini) b. 1310проц d. 1453проц - Индекс потомака

Из пројекта Родовид

Особа:359642
Generation of a large tree takes a lot of resources of our web server. Anonymous users can only see 7 generations of ancestors and 7 - of descendants on the full tree to decrease server loading by search engines. If you wish to see a full tree without registration, add text ?showfulltree=yes directly to the end of URL of this page. Please, don't use direct link to a full tree anywhere else.
11/1 1. Syarief Husain Jamaluddin Akbar (Al Husaini) [Azmatkhan]
Рођење: 1310проц, Malabar-Delhi-India
Свадба:
Свадба: <1> Amira Fathimah Binti Amir Husain [Timuriyyah]
Смрт: 1453проц, Wajo, Sulawesi Selatan
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


Садржај

Al-Imam Husain Jamaluddin Akbar Jumadil Kubro bin Ahmad Syah Jalaluddin Azmatkhan

Husain Jamaluddin Akbar Jumadil Kubra bin Ahmad Syah Jalaluddin bin Amir Abdullah bin Abdul Malik Azmatkhan adalah anak ke-1 dari Al-Imam Ahmad Syah Jalaluddin Azmatkhan, dia adalah seorang Raja Ke-4 di Kesultanan Islam Nasarabad India Lama, naik tahta setelah wafatnya sang ayah, yaitu pada tahun 1310 M.

NASAB LENGKAP

NASAB BELIAU KE ATAS, MULAI DARI AYAHNYA (Ahmad Syah Jalaluddin:359646), UNTUK SEMENTARA WAKTU DIPUTUS MENGINGAT MASIH DALAM PROSES VERIFIKASI NASAB

JABATAN

Sayyid Husain Jamaluddin Akbar Jumadil Kubra adalah Raja/ Sultan Ke-4 Kesultanan Islam Nasarabad India Lama, sekaligus muballigh yang bekeliling hingga ke Nusantara.

NAMA GELAR HUSAIN JAMALUDDIN AKBAR JUMADIL KUBRO

  1. Sayyid Husain Jamaluddin
  2. Syekh Maulana Akbar
  3. Syekh Maulana Jumadil Kubra I
  4. Syekh Maulana Jumadil Kubra Wajo
  5. Maulana Jamaluddin Akbar Gujarat
  6. Sayyid Husain Jamaluddin Al-Akbar Jumadil Kubra

NAMA ISTERI HUSAIN JAMALUDDIN AKBAR JUMADIL KUBRO

Al-Imam Maulana Husain Jamaluddin Jumadil Kubro dikenal sebagai seorang muballigh terkemuka, di mana sebagian besar penyebar Islam di Nusantara (Wali Songo), berasal dari keturunannya. Beliau dilahirkan pada tahun 1270 M di negeri Nasarabad, dan wafat di Wajo tahun 1453 M. Jadi usianya 183 tahun. Syekh Husain Jamaluddin Akbar Jumadil Kubra, beliau tercatat memiliki isteri 9 orang (pada tahun yang berbeda-beda), yaitu : 1). Amira Fathimah binti Amir Husain bin Muhammad Taraghay (Pendiri Dinasti Timuriyyah, Raja Uzbekistan, Samarkand), (Menikah tahun 1295 M), melahirkan 5 anak. yaitu:

  1. Ibrahim Zainuddin Al-Akbar As-Samarqandiy (Ibrahim Asmoro) saat berdakwah di Samarqand (yaitu antara tahun 1295M-1308 M),
  2. Ibrahim Zainuddin Asmaraqandi lahir tahun 1297 M.
  3. Pangeran Pebahar As-Samarqandiy (lahir di Samarkan 1300 M),
  4. Fadhal As-Samarqandiy (Sunan Lembayung) (lahir di Samarqand tahun 1302 M),
  5. Sunan Kramasari As-Samarqandiy (Sayyid Sembahan Dewa Agung) (lahir di Samarkand pada tahun 1305 M),
  6. Syekh Yusuf Shiddiq As-Samarqandiy (lahir di Samarkand pada tahun 1307 M),

2). Puteri Nizamul Muluk bin Sultan Nizamul Muluk dari Delhi (India) (menikah tahun 1309 M), Pernikahan ini dilakukan saat Maulana Husain Jamaluddin kembali dari dakwahnya dari Samarkand ke India, dari isteri ini memiliki 3 anak yaitu:

  1. Maulana Muhammad Jumadil Kubra (lahir di Nasarabad India, tahun 1311 M),
  2. Maulana Muhammad 'Ali Akbar (lahir di Nasarabad, tahun 1312 M),
  3. Maulana Muhammad Al-Baqir (Syekh Subaqir, Lahir di Nasarabad India, tahun 1314 M),
  4. Syaikh Maulana Wali Islam (lahir di Nasarabad, tahun 1317 M)

3). Lalla Fathimah binti Hasan bin Abdullah Al-Maghribi Al-Hasani (Morocco) (Menikah tahun 1319 M), pernikahan ini dilakukan Husain Jamaluddin saat adanya hubungan diplomatik antara Kesultanan India dengan Kerajaan Marokko, dari pernikahan ini memiliki 1 anak yaitu:

  1. Maulana Muhammad Al-Maghribi (lahir di Maghrib (Morocco), tahun 1321 M)

4). Fathimah binti Hasan At-Turabi bin 'Ali bin Muhammad Al-Faqih Al-Muqaddam Al-Hadrami Al-Husaini (menikah tahun 1323 M) melahirkan seorang anak laki-laki bernama

  1. Maulana Ibrahim Al-Hadrami Azmatkhan (leluhur Azmatkhan di Yaman) lahir di Hadramaut pada tahun 1325 M.

5). |Puteri Linang Cahaya binti Raja Sang Tawal/ Sultan Baqi Syah/ Sultan Baqiuddin Syah (Malaysia)/ Raja Langka suka (menikah pada tahun 1350 M), melahirkan 1 anak, yaitu:

  1. Puteri Siti Aisyah (Putri Ratna Kusuma) (lahir pada tahun 1351 M) yang kemudian menjadi isteri Syeikh Khalid Al Idrus (Adipati Jepara)

6). Puteri Ramawati binti Sultan Zainal Abidin I Diraja Champa (Menikah tahun 1355 M) memiliki 1 anak laki-laki, yang diberi nama

  1. Ibrahim Zainuddin Asghar Champa yang bergelar Sultan Zainal Abidin II Diraja Champa (lahir di Champa, tahun 1357 M)

7). | Puteri Syahirah atau Puteri Selindung Bulan (Putri Saadong II) binti Sultan Baki Shah ibni al-Marhum Sultan Mahmud, Raja of Chermin dari Kelantan Malaysia (menikah tahun 1390M), melahirkan 2 anak. yaitu

  1. Sayyid 'Ali Nurul Alam bin Husain Jamadi al-Kubra, alias Pateh Arya Gajah Mada. Perdana Mantri of Kelantan-Majapahit II menjabat antara 1432-1467 M (lahir pada tahun 1402 M) dan
  2. Sayyid Muhammad Kebungsuan alias (Prabhu Anum/Udaya ning-Rat/Bhra Wijaya) lahir pada tahun 1410 M.

8). Puteri Jauhar binti Raja Johor Malaysia, menikah tahun 1399 M melahirkan 2 anak. yaitu

  1. 'Abdul Malik (lahir di Johor, 1404 M) dan
  2. Sultan Berkat Zainul Alam (lahir di Johor, tahun 1406 M).

9). Pada tahun 1411 Sayyid Husain Jamaluddin Jumadil Kubra menikah dengan Putri Raja Batara Gowa Tuminanga ri Paralakkenna (Raja Gowa Sulawesi Selatan), dan melahirkan beberapa anak, yaitu :

  1. Sayyid Hasan Jumadil Kubra lahir tahun 1413 M (Menjadi Syekh Mufti Kesultanan Gowa, tahun 1453 M, bertepatan dengan wafatnya Sayyid Husain Jamaluddin Jumadil Kubra, dan wafat tahun 1591 M, berusia 138 tahun).
  2. Sayyid Husain Jumadil Kubra Al-Asghar, lahir tahun 1443 M.

Sayyid Hasan Jumadil Kubra bin Sayyid Husain Jamaluddin Jumadil Kubra, menikah dengan Sepupunya yaitu Puteri Tunggal Halimah binti I Tepukaraeng Daeng Parabbung Tuni Pasulu (Raja Gowa, berkuasa 1590 -1593), melahirkan:

  1. Sultan Gowa Islam Pertama (I Mangari Daeng Manrabbia Sultan Alauddin Tuminanga ri Gaukanna), kemudian ia melahirkan putera bernama:
    1. Sultan Gowa Islam Kedua (I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiyung Sultan Malikussaid Tuminanga ri Papang Batuna), kemudian ia melahirkan putera bernama:
      1. Sultan Gowa Islam Ketiga (I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape Sultan Hasanuddin Tuminanga ri Balla'pangkana) , bergelar SULTAN HASANUDDIN alias AYAM JANTAN DARI TIMUR, (PAHLAWAN NASIONAL). Dan keturunannya sampai sekarang terdata di Kitab Al-Mausu'ah Li Ansabi Al-Imam Al-Husaini.

Adapun Sayyid Husain Jumadil Kubra Al-Asghar, lahir tahun 1443 M, Pada tahun 1473 M menikah dengan Puteri Wajo binti La Tadampare Puangrimaggalatung (Raja Wajo), pada tahun 1483 M melahirkan putera bernama Sulaiman alias Dato Sulaiman (Qadhi & Mufti Kesultanan Wajo Pertama). Dato Sulaiman ini keturunannya banyak di Wajo dan di Pasuruan dan Bangil, Jawa timur.

NAMA ANAK HUSAIN JAMALUDDIN AKBAR JUMADIL KUBRA

Sayyid Husain Jamaluddin Akbar Jumadil Kubra Azmatkhan memiliki 19 anak dari 9 isteri, yaitu:

  1. Ibrahim Zainuddin Asmaraqandi lahir tahun 1297 M.
  2. Pangeran Pebahar As-Samarqandiy (lahir di Samarkan 1300 M),
  3. Fadhal As-Samarqandiy (Sunan Lembayung) (lahir di Samarqand tahun 1302 M),
  4. Sunan Kramasari As-Samarqandiy (Sayyid Sembahan Dewa Agung) (lahir di Samarkand pada tahun 1305 M),
  5. Syekh Yusuf Shiddiq As-Samarqandiy (lahir di Samarkand pada tahun 1307 M),
  6. Maulana Muhammad Jumadil Kubra (lahir di Nasarabad India, tahun 1311 M),
  7. Maulana Muhammad 'Ali Akbar (lahir di Nasarabad, tahun 1312 M),
  8. Maulana Muhammad Al-Baqir (Syekh Subaqir, Lahir di Nasarabad India, tahun 1314 M),
  9. Syaikh Maulana Wali Islam (lahir di Nasarabad, tahun 1317 M)
  10. Maulana Muhammad Al-Maghribi (lahir di Maghrib (Morocco), tahun 1321 M)
  11. Maulana Ibrahim Al-Hadrami Azmatkhan (leluhur Azmatkhan di Yaman) lahir di Hadramaut pada tahun 1325 M.
  12. Puteri Siti Aisyah (Putri Ratna Kusuma) (lahir pada tahun 1351 M) yang kemudian menjadi isteri Syeikh Khalid Al Idrus (Adipati Jepara)
  13. Ibrahim Zainuddin Asghar Champa yang bergelar Sultan Zainal Abidin II Diraja Champa (lahir di Champa, tahun 1357 M)
  14. Sayyid 'Ali Nurul Alam bin Husain Jamadi al-Kubra, (bergelar Maulana 'Abdul Malik Israil / Sultan Qanbul) alias Pateh Arya Gajah Mada. Perdana Mantri of Kelantan-Majapahit II menjabat antara 1432-1467 M (lahir pada tahun 1402 M)
  15. 'Abdul Malik (lahir di Johor, 1404 M)
  16. Sultan Berkat Zainul Alam (lahir di Johor, tahun 1406 M)
  17. Sayyid Muhammad Kebungsuan alias (Prabhu Anum/Udaya ning-Rat/Bhra Wijaya) lahir pada tahun 1410 M.
  18. Sayyid Hasan Jumadil Kubra lahir tahun 1413 M (Menjadi Syekh Mufti Kesultanan Gowa, tahun 1453 M, bertepatan dengan wafatnya Sayyid Husain Jamaluddin Jumadil Kubra, dan wafat tahun 1591 M, berusia 138 tahun).
  19. Sayyid Husain Jumadil Kubra Al-Asghar, lahir tahun 1443 M.

WAFAT

Sayyid Husain Jamaluddin Akbar Jumadil Kubra Azmatkhan meninggal dunia tahun 1453 M dan dimakamkan di hadapan masjid beliau di Jalan Masjid Tua, Desa Teroja,Kacamatan Manjeuleng, Kabupaten Wajo, Propensi Sulawesi Selatan.

2

21/2 <1+?> Muhammad Syamsudin Tabris Kebungsuan I (Pangeran Handayaningrat) [Pengging]
Професија : Pengging, Adipati Pengging bergelar Andayaningrat atau Ki Ageng Pengging I
Свадба:
32/2 <1+1> 1. Asy. Sayyid Maulana Maliq Ibrahim [Azmatkhan]
Рођење: 1297, Samarqand, Uzbekistan
Конфирмација: Datang Ke Jawa tahun 1404
Досељавање: WISATA ZIARAH KE SYEKH MAULANA MAGHRIBI PARANGTRITIS
Свадба:
Свадба: <2> 4.3.1.2. Dewi Rasa Wulan-Cloning1 [Azmatkhan]
Смрт: 1419, Desa Gapurosukolilo-Kota Gresik-Jawa Timur
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

http://aisasholikha.wordpress.com/wali-songo/ http://id.wikipedia.org/wiki/Sunan_Gresik http://www.scribd.com/doc/4578135/Maulana-Malik-Ibrahim

Official Link. Adm: Hilal Achmar.

Maulana Malik Ibrahim, dikenal juga dengan sebutan Maghribi atau Syekh Maghribi.Meskipun beliau bukan asli orang Jawa, namun beliau telah berjasa kepadamasyarakat. Karena beliaulah yang mula pertama memasukkan islam ke tanah Jawa.Sehingga berkat usaha dan jasanya, penduduk pulau jawa yang kebanyakan masihberagama Hindu dan Buddha di kala itu, akhirnya mulai banyak memeluk agama Islam.Adapun dari kalangan orang-orang Hindu, hanya dari kasta-kasta Waisya dan Syudrayang dapat di ajak memeluk agama Islam. Sedang dari kasta-kasta Brahmana danKsatria pada umumnya tidak suka memeluk Islam, bahkan tidak sedikit dari kalanganBrahmana yang lari sampai ke pulai Bali, serta menetap disanalah mereka akhirnyamempertahankan diri hinggga sekarang, dan agama mereka kemudian dikenal dengansebutan agama Hindu Bali.Apabila dikalangan kaum Brahmana dan Ksatria tidak sukamasuk agama Islam, hal itu mudah dimengerti karena bagi mereka tentunya agak beratuntuk duduk sejajar bersama-sama dengan kaum Waisya dan Syudra yang selama ini mereka hina.Sudah barang tentu dengan adanya konsepsi Islam yang radikal dan revoulsionerdalam bidang sosial, sukar sekali untuk diterima dengan kedua belah tangan terbukaoleh mereka. Sebab bukankah meerka selama ini telah didewa-dewakan, tiba-tibaturun tahta, duduk sama rendah berdiri sama tinggi dengan bekas hamba sahayamereka, rakyat jelata yang selama ini telah memuja serta mendewa-dewakan mereka.Maulana Malik Ibrahim mulai menyiarkan agama Islam di tanah Jawa didaerah JawaTimur. Dari sanalah dia memulai menyingsingkan lengan bajunya, berjuang untukmengembangkan agama Islam.Adapun caranya pertama-tama ialah dengan jalam mendekati pergaulan dengan anaknegeri. Dengan budi bahasa yang ramah tamah serta ketinggian akhlak, sebagaimanadiajarkan oleh Islam, hal itu senantiasa diperlihatkannya didalam pergaulansehari-hari. Beliau tidak menentang secara tajam kepada agama dan kepercayaanhidup dari penduduk asli. Begitu pula beliau tidak menentang secara spontanterhadap adat istiadat yang ada serta berlaku dalam masyarakat kita yang masihmemeluk agama Hindu dan Buddha itu, melainkan beliau hanya memperlihatkankaindahan dan ketinggian ajaran-ajaran dan didikan yang dibawa oleh Islam. Berkatkeramah tamahannya serta budi bahasa dan pergaulannya yang sopan santun itulah,banyak anak negeri yang tertarik masuk ke dalam agama Islam.Untuk mempersiapkan kadur ummat yang terdidik bagi melanjutkan perjuangan gunamenegakkan ajaran-ajaran Islam di tanah air kita, maka dibukanyalah pesantren-pesantren yang merupakan perguruan Islam tempat mendidik serta menggembleng parasiswa sebagai calon mubaligh Islam untuk masa depan. Bertambah banyak orang yang masuk Islam, bertambah berat pula tugas dan pekerjaannya. tentu saja orang-orangitu tidak dibiarkan begitu saja. Mereka harus diberi didikan dan penerangansecukupnya sehingga keimanannya menjadi kuat dan keyakinannya menjadi kokoh.Didalam usaha yang sedemikian itu, beliau kemudian menerima tawaran dari rajanegeri Cheermen, raja Cheermen itu sangat berhajat untuk meng-Islam-kan rajaMajapahit yang masih beragama Hindu. Seperti ternyata kemudian, dari hasildidikannya akhirnya tersebar diseluruh penjuru tanah air mubaligh-mubaligh islamyang dengan tiada jemu-jemunya menyiarkan ajaran-ajaran agamanya.Dalam riwayat dikatakan, bahwa maulana maghribi itu adalah keturunan dari ZainulAbidin Bin Hassan Bin Ali ra, keterangan ini menurut buku karangan Sir ThomasStamford Raffles. Sebagaimana diketahui, Stamford Raffles (1781-1826) adalahseorang ahli politik Inggris, serta bekas letnan Gubernur Inggris ditanah Jawadari tahun 1811-1816 M. Adapun bukunya yang terkenal mengenai tanah Jawa adalah :"History of Java" yang ditulisnya pada tahun 1817 M. Mengenai filsafat Ketuhannya,diantaranya Syekh Maulana Malik Ibrahim pernah mengatakan apakah yang dinamakannyaAllah itu ? ujarnya "Yang dinamakan Allah ialah sesungguhnya yang diperlukan adanya,...............?Menurut setengah riwayat mengatakan, bahwa beliau berasal dari Persia. Bahkandikatakan bahwa Maulana Malik Ibrahim beripar dengan raja di negeri Cheermen.Mengenai letak negeri Cheermen itu terletak di Hindustan,sedangkan ahli sejarahyang lain mengatakan bahwa letaknya Cheermen adalah di Indonesia. Adapun mengenainama kedua orang tuanya, kapan beliau dilahirkan serta dimana, dalam hal ini belumdiketahui dengan pasti. ada yang mengatakan bahwa beliau berasal dari Kasyan(Persia).Bilamana beliau meninggal dunia ? Kalau ditilik dari batu nisan yang terdapat padamakam Maulana Malik Ibrahim di Gresik, dekat Surabaya terukir sebagai tahunmeninggalnya 882 H, atau tahun 1419 M. Didalam sumber menyebutkan, bahwa beliauitu berasal dari Gujarat India, yang rupanya disamping berniaga, beliau jugamenyiarkan agama Islam Makam Maulana Malik Ibrahim yang terletak dikampung Gapuradi Gresik, sekarang jalan yang menuju kemakam tersebut diberi nama jalan MalikIbrahim. Dalam sejarah beliau dianggap sebagai pejuang seta pelopor dalammenyebarkan agama Islam ditanah Jawa, dan besar pula jasa beliau terhadap agama dan masyarakat. http://www.scribd.com/doc/4578135/Maulana-Malik-Ibrahim

Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim (w. 1419 M/882 H) adalah nama salah seorang Walisongo, yang dianggap yang pertama kali menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Ia dimakamkan di desa Gapurosukolilo, kota Gresik, Jawa Timur. Asal keturunan

Tidak terdapat bukti sejarah yang meyakinkan mengenai asal keturunan Maulana Malik Ibrahim, meskipun pada umumnya disepakati bahwa ia bukanlah orang Jawa asli. Sebutan Syekh Maghribi yang diberikan masyarakat kepadanya, kemungkinan menisbatkan asal keturunannya dari wilayah Arab Maghrib di Afrika Utara.

Babad Tanah Jawi versi J.J. Meinsma menyebutnya dengan nama Makhdum Ibrahim as-Samarqandy, yang mengikuti pengucapan lidah Jawa menjadi Syekh Ibrahim Asmarakandi. Ia memperkirakan bahwa Maulana Malik Ibrahim lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal abad 14.[1]

Dalam keterangannya pada buku The History of Java mengenai asal mula dan perkembangan kota Gresik, Raffles menyatakan bahwa menurut penuturan para penulis lokal, "Mulana Ibrahim, seorang Pandita terkenal berasal dari Arabia, keturunan dari Jenal Abidin, dan sepupu raja Chermen (sebuah negara Sabrang), telah menetap bersama para Mahomedans[2] lainnya di Desa Leran di Jang'gala".[3]

Namun demikian, kemungkinan pendapat yang terkuat adalah berdasarkan pembacaan J.P. Moquette atas baris kelima tulisan pada prasasti makamnya di desa Gapura Wetan, Gresik; yang mengindikasikan bahwa ia berasal dari Kashan, suatu tempat di Iran sekarang.[4]

Terdapat beberapa versi mengenai silsilah Maulana Malik Ibrahim. Ia pada umumnya dianggap merupakan keturunan Rasulullah SAW, melalui jalur keturunan Husain bin Ali, Ali Zainal Abidin, Muhammad al-Baqir, Ja'far ash-Shadiq, Ali al-Uraidhi, Muhammad al-Naqib, Isa ar-Rumi, Ahmad al-Muhajir, Ubaidullah, Alwi Awwal, Muhammad Sahibus Saumiah, Alwi ats-Tsani, Ali Khali' Qasam, Muhammad Shahib Mirbath, Alwi Ammi al-Faqih, Abdul Malik (Ahmad Khan), Abdullah (al-Azhamat) Khan, Ahmad Syah Jalal, Jamaluddin Akbar al-Husain (Maulana Akbar), dan Maulana Malik Ibrahim,[5][6][7][8] yang berarti ia adalah keturunan orang Hadrami yang berhijrah. Penyebaran agama

Maulana Malik Ibrahim dianggap termasuk salah seorang yang pertama-tama menyebarkan agama Islam di tanah Jawa, dan merupakan wali senior di antara para Walisongo lainnya.[9] Beberapa versi babad menyatakan bahwa kedatangannya disertai beberapa orang. Daerah yang ditujunya pertama kali ialah desa Sembalo, sekarang adalah daerah Leran, Kecamatan Manyar, yaitu 9 kilometer ke arah utara kota Gresik. Ia lalu mulai menyiarkan agama Islam di tanah Jawa bagian timur, dengan mendirikan mesjid pertama di desa Pasucinan, Manyar. Pertama-tama yang dilakukannya ialah mendekati masyarakat melalui pergaulan. Budi bahasa yang ramah-tamah senantiasa diperlihatkannya di dalam pergaulan sehari-hari. Ia tidak menentang secara tajam agama dan kepercayaan hidup dari penduduk asli, melainkan hanya memperlihatkan keindahan dan kabaikan yang dibawa oleh agama Islam. Berkat keramah-tamahannya, banyak masyarakat yang tertarik masuk ke dalam agama Islam.[10]

Sebagaimana yang dilakukan para wali awal lainnya, aktivitas pertama yang dilakukan Maulana Malik Ibrahim ialah berdagang. Ia berdagang di tempat pelabuhan terbuka, yang sekarang dinamakan desa Roomo, Manyar.[11] Perdagangan membuatnya dapat berinteraksi dengan masyarakat banyak, selain itu raja dan para bangsawan dapat pula turut serta dalam kegiatan perdagangan tersebut sebagai pelaku jual-beli, pemilik kapal atau pemodal.[12]

Setelah cukup mapan di masyarakat, Maulana Malik Ibrahim kemudian melakukan kunjungan ke ibukota Majapahit di Trowulan. Raja Majapahit meskipun tidak masuk Islam tetapi menerimanya dengan baik, bahkan memberikannya sebidang tanah di pinggiran kota Gresik. Wilayah itulah yang sekarang dikenal dengan nama desa Gapura. Cerita rakyat tersebut diduga mengandung unsur-unsur kebenaran; mengingat menurut Groeneveldt pada saat Maulana Malik Ibrahim hidup, di ibukota Majapahit telah banyak orang asing termasuk dari Asia Barat. [13]

Demikianlah, dalam rangka mempersiapkan kader untuk melanjutkan perjuangan menegakkan ajaran-ajaran Islam, Maulana Malik Ibrahim membuka pesantren-pesantren yang merupakan tempat mendidik pemuka agama Islam di masa selanjutnya. Hingga saat ini makamnya masih diziarahi orang-orang yang menghargai usahanya menyebarkan agama Islam berabad-abad yang silam. Setiap malam Jumat Legi, masyarakat setempat ramai berkunjung untuk berziarah. Ritual ziarah tahunan atau haul juga diadakan setiap tanggal 12 Rabi'ul Awwal, sesuai tanggal wafat pada prasasti makamnya. Pada acara haul biasa dilakukan khataman Al-Quran, mauludan (pembacaan riwayat Nabi Muhammad), dan dihidangkan makanan khas bubur harisah.[14] Legenda rakyat

Menurut legenda rakyat, dikatakan bahwa Syeh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik berasal dari Persia. Syeh Maulana Malik Ibrahim dan Syeh Maulana Ishaq disebutkan sebagai anak dari Syeh Maulana Ahmad Jumadil Kubro, atau Syekh Jumadil Qubro. Syeh Maulana Ishaq disebutkan menjadi ulama terkenal di Samudera Pasai, sekaligus ayah dari Raden Paku atau Sunan Giri. Syeh Jumadil Qubro dan kedua anaknya bersama-sama datang ke pulau Jawa. Setelah itu mereka berpisah; Syekh Jumadil Qubro tetap di pulau Jawa, Syeh Maulana Malik Ibrahim ke Champa, Vietnam Selatan; dan adiknya Syeh Maulana Ishak mengislamkan Samudera Pasai.

Syeh Maulana Malik Ibrahim disebutkan bermukim di Champa (dalam legenda disebut sebagai negeri Chermain atau Cermin) selama tiga belas tahun. Ia menikahi putri raja yang memberinya dua putra; yaitu Raden Rahmat atau Sunan Ampel dan Sayid Ali Murtadha atau Raden Santri. Setelah cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, ia hijrah ke pulau Jawa dan meninggalkan keluarganya. Setelah dewasa, kedua anaknya mengikuti jejaknya menyebarkan agama Islam di pulau Jawa.

Syeh Maulana Malik Ibrahim dalam cerita rakyat kadang-kadang juga disebut dengan nama Kakek Bantal. Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul masyarakat bawah, dan berhasil dalam misinya mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara.

Selain itu, ia juga sering mengobati masyarakat sekitar tanpa biaya. Sebagai tabib, diceritakan bahwa ia pernah diundang untuk mengobati istri raja yang berasal dari Champa. Besar kemungkinan permaisuri tersebut masih kerabat istrinya. Filsafat

Mengenai filsafat ketuhanannya, disebutkan bahwa Maulana Malik Ibrahim pernah menyatakan mengenai apa yang dinamakan Allah. Ia berkata: "Yang dinamakan Allah ialah sesungguhnya yang diperlukan ada-Nya."

Wafat

Setelah selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di Leran, Syeh Maulana Malik Ibrahim wafat tahun 1419. Makamnya kini terdapat di desa Gapura, Gresik, Jawa Timur.

Inskripsi dalam bahasa Arab yang tertulis pada makamnya adalah sebagai berikut: “ Ini adalah makam almarhum seorang yang dapat diharapkan mendapat pengampunan Allah dan yang mengharapkan kepada rahmat Tuhannya Yang Maha Luhur, guru para pangeran dan sebagai tongkat sekalian para sultan dan wazir, siraman bagi kaum fakir dan miskin. Yang berbahagia dan syahid penguasa dan urusan agama: Malik Ibrahim yang terkenal dengan kebaikannya. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan ridha-Nya dan semoga menempatkannya di surga. Ia wafat pada hari Senin 12 Rabi'ul Awwal 822 Hijriah. ”

Saat ini, jalan yang menuju ke makam tersebut diberi nama Jalan Malik Ibrahim.

Walisongo atau Walisanga dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke 14. Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat.

Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat para Walisongo ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.

Arti Walisongo

Ada beberapa pendapat mengenai arti Walisongo. Pertama adalah wali yang sembilan, yang menandakan jumlah wali yang ada sembilan, atau sanga dalam bahasa Jawa. Pendapat lain menyebutkan bahwa kata songo/sanga berasal dari kata tsana yang dalam bahasa Arab berarti mulia. Pendapat lainnya lagi menyebut kata sana berasal dari bahasa Jawa, yang berarti tempat. Lukisan Walisongo

Pendapat lain yang mengatakan bahwa Walisongo adalah sebuah majelis dakwah yang pertama kali didirikan oleh Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) pada tahun 1404 Masehi (808 Hijriah).[1] Saat itu, majelis dakwah Walisongo beranggotakan Maulana Malik Ibrahim sendiri, Maulana Ishaq (Sunan Wali Lanang), Maulana Ahmad Jumadil Kubro (Sunan Kubrawi); Maulana Muhammad Al-Maghrabi (Sunan Maghribi); Maulana Malik Isra'il (dari Champa), Maulana Muhammad Ali Akbar, Maulana Hasanuddin, Maulana 'Aliyuddin, dan Syekh Subakir.

Dari nama para Walisongo tersebut, pada umumnya terdapat sembilan nama yang dikenal sebagai anggota Walisongo yang paling terkenal, yaitu:

Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim Sunan Ampel atau Raden Rahmat Sunan Bonang atau Raden Makhdum Ibrahi Sunan Drajat atau Raden Qasim Sunan Kudus atau Ja'far Shadiq Sunan Giri atau Raden Paku atau Ainul Yaqin Sunan Kalijaga atau Raden Said Sunan Muria atau Raden Umar Said Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah

Para Walisongo adalah intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Pengaruh mereka terasakan dalam beragam bentuk manifestasi peradaban baru masyarakat Jawa, mulai dari kesehatan, bercocok-tanam, perniagaan, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan, hingga ke pemerintahan.

Teori keturunan Hadramaut

Walaupun masih ada pendapat yang menyebut Walisongo adalah keturunan Samarkand (Asia Tengah), Champa atau tempat lainnya, namun tampaknya tempat-tampat tersebut lebih merupakan jalur penyebaran para mubaligh daripada merupakan asal-muasal mereka yang sebagian besar adalah kaum Sayyid atau Syarif. Beberapa argumentasi yang diberikan oleh Muhammad Al Baqir, dalam bukunya Thariqah Menuju Kebahagiaan, mendukung bahwa Walisongo adalah keturunan Hadramaut (Yaman):

L.W.C van den Berg, Islamolog dan ahli hukum Belanda yang mengadakan riset pada 1884-1886, dalam bukunya Le Hadhramout et les colonies arabes dans l'archipel Indien (1886)[5] mengatakan:

”Adapun hasil nyata dalam penyiaran agama Islam (ke Indonesia) adalah dari orang-orang Sayyid Syarif. Dengan perantaraan mereka agama Islam tersiar di antara raja-raja Hindu di Jawa dan lainnya. Selain dari mereka ini, walaupun ada juga suku-suku lain Hadramaut (yang bukan golongan Sayyid Syarif), tetapi mereka ini tidak meninggalkan pengaruh sebesar itu. Hal ini disebabkan mereka (kaum Sayyid Syarif) adalah keturunan dari tokoh pembawa Islam (Nabi Muhammad SAW).”

van den Berg juga menulis dalam buku yang sama (hal 192-204):

”Pada abad ke-15, di Jawa sudah terdapat penduduk bangsa Arab atau keturunannya, yaitu sesudah masa kerajaan Majapahit yang kuat itu. Orang-orang Arab bercampul-gaul dengan penduduk, dan sebagian mereka mempuyai jabatan-jabatan tinggi. Mereka terikat dengan pergaulan dan kekeluargaan tingkat atasan. Rupanya pembesar-pembesar Hindu di kepulauan Hindia telah terpengaruh oleh sifat-sifat keahlian Arab, oleh karena sebagian besar mereka berketurunan pendiri Islam (Nabi Muhammad SAW). Orang-orang Arab Hadramawt (Hadramaut) membawa kepada orang-orang Hindu pikiran baru yang diteruskan oleh peranakan-peranakan Arab, mengikuti jejak nenek moyangnya." Pernyataan van den Berg spesifik menyebut abad ke-15, yang merupakan abad spesifik kedatangan atau kelahiran sebagian besar Walisongo di pulau Jawa. Abad ke-15 ini jauh lebih awal dari abad ke-18 yang merupakan saat kedatangan gelombang berikutnya, yaitu kaum Hadramaut yang bermarga Assegaf, Al Habsyi, Al Hadad, Alaydrus, Alatas, Al Jufri, Syihab, Syahab dan banyak marga Hadramaut lainnya.

Hingga saat ini umat Islam di Hadramaut sebagian besar bermadzhab Syafi’i, sama seperti mayoritas di Srilangka, pesisir India Barat (Gujarat dan Malabar), Malaysia dan Indonesia. Bandingkan dengan umat Islam di Uzbekistan dan seluruh Asia Tengah, Pakistan dan India pedalaman (non-pesisir) yang sebagian besar bermadzhab Hanafi. Kesamaan dalam pengamalan madzhab Syafi'i bercorak tasawuf dan mengutamakan Ahlul Bait; seperti mengadakan Maulid, membaca Diba & Barzanji, beragam Shalawat Nabi, doa Nur Nubuwwah dan banyak amalan lainnya hanya terdapat di Hadramaut, Mesir, Gujarat, Malabar, Srilangka, Sulu & Mindanao, Malaysia dan Indonesia. Kitab fiqh Syafi’i Fathul Muin yang populer di Indonesia dikarang oleh Zainuddin Al Malabary dari Malabar, isinya memasukkan pendapat-pendapat baik kaum Fuqaha maupun kaum Sufi. Hal tersebut mengindikasikan kesamaan sumber yaitu Hadramaut, karena Hadramaut adalah sumber pertama dalam sejarah Islam yang menggabungkan fiqh Syafi'i dengan pengamalan tasawuf dan pengutamaan Ahlul Bait.

Di abad ke-15, raja-raja Jawa yang berkerabat dengan Walisongo seperti Raden Patah dan Pati Unus sama-sama menggunakan gelar Alam Akbar. Gelar tersebut juga merupakan gelar yang sering dikenakan oleh keluarga besar Jamaluddin Akbar di Gujarat pada abad ke-14, yaitu cucu keluarga besar Azhamat Khan (atau Abdullah Khan) bin Abdul Malik bin Alwi, seorang anak dari Muhammad Shahib Mirbath ulama besar Hadramaut abad ke-13. Keluarga besar ini terkenal sebagai mubaligh musafir yang berdakwah jauh hingga pelosok Asia Tenggara, dan mempunyai putra-putra dan cucu-cucu yang banyak menggunakan nama Akbar, seperti Zainal Akbar, Ibrahim Akbar, Ali Akbar, Nuralam Akbar dan banyak lainnya.

[sunting] Teori keturunan Cina

Sejarawan Slamet Muljana mengundang kontroversi dalam buku Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa (1968), dengan menyatakan bahwa Walisongo adalah keturunan Tionghoa Indonesia.[6] Pendapat tersebut mengundang reaksi keras masyarakat yang berpendapat bahwa Walisongo adalah keturunan Arab-Indonesia. Pemerintah Orde Baru sempat melarang terbitnya buku tersebut.[rujukan?]

Referensi-referensi yang menyatakan dugaan bahwa Walisongo berasal dari atau keturunan Tionghoa sampai saat ini masih merupakan hal yang kontroversial. Referensi yang dimaksud hanya dapat diuji melalui sumber akademik yang berasal dari Slamet Muljana, yang merujuk kepada tulisan Mangaraja Onggang Parlindungan, yang kemudian merujuk kepada seseorang yang bernama Resident Poortman. Namun, Resident Poortman hingga sekarang belum bisa diketahui identitasnya serta kredibilitasnya sebagai sejarawan, misalnya bila dibandingkan dengan Snouck Hurgronje dan L.W.C. van den Berg. Sejarawan Belanda masa kini yang banyak mengkaji sejarah Islam di Indonesia yaitu Martin van Bruinessen, bahkan tak pernah sekalipun menyebut nama Poortman dalam buku-bukunya yang diakui sangat detail dan banyak dijadikan referensi.

Salah satu ulasan atas tulisan H.J. de Graaf, Th.G.Th. Pigeaud, M.C. Ricklefs berjudul Chinese Muslims in Java in the 15th and 16th Centuries adalah yang ditulis oleh Russell Jones. Di sana, ia meragukan pula tentang keberadaan seorang Poortman. Bila orang itu ada dan bukan bernama lain, seharusnya dapat dengan mudah dibuktikan mengingat ceritanya yang cukup lengkap dalam tulisan Parlindungan [7]. [sunting] Sumber tertulis tentang Walisongo

Terdapat beberapa sumber tertulis masyarakat Jawa tentang Walisongo, antara lain Serat Walisanga karya Ranggawarsita pada abad ke-19, Kitab Walisongo karya Sunan Dalem (Sunan Giri II) yang merupakan anak dari Sunan Giri, dan juga diceritakan cukup banyak dalam Babad Tanah Jawi. Mantan Mufti Johor Sayyid `Alwî b. Tâhir b. `Abdallâh al-Haddâd (meninggal tahun 1962) juga meninggalkan tulisan yang berjudul Sejarah perkembangan Islam di Timur Jauh (Jakarta: Al-Maktab ad-Daimi, 1957). Ia menukil keterangan diantaranya dari Haji `Ali bin Khairuddin, dalam karyanya Ketrangan kedatangan bungsu (sic!) Arab ke tanah Jawi sangking Hadramaut.

Dalam penulisan sejarah para keturunan Bani Alawi seperti al-Jawahir al-Saniyyah oleh Sayyid Ali bin Abu Bakar Sakran, 'Umdat al-Talib oleh al-Dawudi, dan Syams al-Zahirah oleh Sayyid Abdul Rahman Al-Masyhur; juga terdapat pembahasan mengenai leluhur Sunan Gunung Jati, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Bonang dan Sunan Gresik.

Lihat pula

Mazhab Syafi'i Suku Arab-Indonesia Syekh Muhammad Shahib Mirbath Sunan Bayat Ki Ageng Pandan Arang Syekh Siti Jenar Resident Poortman Syekh Shohibul Faroji Azmatkhan Ba'alawi Al-Husaini

Pranala luar

(Inggris) Najmuddin al-Kubra, Jumadil Kubra and Jamaluddin al-Akbar: Traces of Kubrawiyya influence in early Indonesian Islam Online publication of Martin van Bruinessen, by Universiteit Utrecht (Indonesia) Syekh Hasanuddin: Pendiri Pesantren Pertama di Jawa Barat Republika Online: Jumat, 28 April 2006

Referensi ^ a b Dahlan, KH. Mohammad. Haul Sunan Ampel Ke-555, Penerbit Yayasan Makam Sunan Ampel, hlm 1-2, Surabaya, 1979. ^ Meinsma, J.J., 1903. Serat Babad Tanah Jawi, Wiwit Saking Nabi Adam Dumugi ing Tahun 1647. S'Gravenhage. ^ Istilah maqam, selain berarti kubur juga dapat berarti tempat menetap atau tempat yang pernah dikunjungi seorang tokoh; contohnya seperti makam Nabi Ibrahim di Masjidil Haram. ^ Lihat pula: Pangeran Sabrang Lor. ^ van den Berg, Lodewijk Willem Christiaan, 1886. Le Hadhramout et les colonies arabes dans l'archipel Indien. Impr. du gouvernement, Batavia. ^ Muljana, Slamet (21 Januari 2005). Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara. LkiS. hlm. xxvi + 302 hlm.. ISBN 9799798451163. ^ Russell Jones, review on Chinese Muslims in Java in the 15th and 16th Centuries written by H. J. de Graaf; Th. G. Th. Pigeaud; M. C. Ricklefs, Bulletin of the School of Oriental and African Studies, University of London, Vol. 50, No. 2. (1987), hlm. 423-424.

Synopsis “Wali Songo”

The composition of the nine saints varies, depending on different sources. The following list is widely accepted, but its authenticity relies much on repeated citations of a handful of early sources, reinforced as “facts” in school textbooks and other modern accounts. This list differs somewhat from the names suggested in the Babad Tanah Jawi manuscripts.

One theory about the variation of composition is: “The most probable explanation is that there was a loose council of nine religious leaders, and that as older members retired or passed away, new members were brought into this council.”[5] However, it should be borne in mind that the term “wali songo” was created retroactively by historians, and so there was no official “group of nine” that had membership. Further, the differences in chronology of the wali suggest that there might never have been a time when nine of them were alive contemporaneously.

Some of the family relationships described below are well-documented; others are less certain. Even today, it is common in Java for a family friend to be called “uncle” or “brother” despite the lack of blood relationship.

Maulana Malik Ibrahim also called Sunan Gresik: Arrived on Java 1404 CE, died in 1419 CE, buried in Gresik, East Java. Activities included commerce, healing, and improvement of agricultural techniques. Father of Sunan Ampel and uncle of Sunan Giri.

Sunan Ampel: Born in Champa in 1401 CE, died in 1481 CE in Demak, Central Java. Can be considered a focal point of the wali songo: he was the son of Sunan Gresik and the father of Sunan Bonang and Sunan Dradjat. Sunan Ampel was also the cousin and father-in-law of Sunan Giri. In addition, Sunan Ampel was the grandfather of Sunan Kudus. Sunan Bonang in turn taught Sunan Kalijaga, who was the father of Sunan Muria. Sunan Ampel was also the teacher of Raden Patah.

Sunan Giri: Born in Blambangan (now Banyuwangi, the easternmost part of Java) in 1442 CE. His father Maulana Ishak was the brother of Maulana Malik Ibrahim. Sunan Giri’s grave is in Gresik near Surabaya.

Sunan Bonang: Born in 1465 CE in Rembang (near Tuban) on the north coast of Central Java. Died in 1525 CE. Brother of Sunan Drajat. Composed songs for gamelan orchestra.

Sunan Drajat: Born in 1470 CE. Brother of Sunan Bonang. Composed songs for gamelan orchestra.

Sunan Kudus: Died 1550 CE, buried in Kudus. Possible originator of wayang golek puppetry.

Sunan Kalijaga: Buried in Kadilangu. Used wayang kulit shadow puppets and gamelan music to convey spiritual teachings.

Sunan Muria: Buried in Gunung Muria, Kudus. Son of Sunan Kalijaga and Dewi Soejinah (sister of Sunan Giri), thus grandson of Maulana Ishak.

Sunan Gunung Jati: Buried in Cirebon. Founder and first ruler of the Banten Sultanate.
103/2 <1+1> 2. Pangeran Pebahar As-Samarqandiy [Azmatkhan]
Рођење: 1300, Samarkand, Uzbekistan
114/2 <1+1> 3. Fadhal As-Samarqandiy (Sunan Lembayung) [Azmatkhan]
Рођење: 1302, Samarkand, Uzbekistan
125/2 <1+1> 4. Sunan Kramasari As-Samarqandiy (Sayyid Sembahan Dewa Agung) [Azmatkhan]
Рођење: 1305, Samarkand, Uzbekistan
136/2 <1+1> 5. Syekh Yusuf Shiddiq As-Samarqandiy [Azmatkhan]
Рођење: 1307, Samarkand, Uzbekistan
== Syekh Quro ==

Syekh Quro adalah seorang penyebar agama Islam di Tatar Sunda. Beliau mendirikan pesantren yang pertama kali muncul di Tatar Sunda, letaknya di daerah Karawang. Beliau adalah guru dari Subang Larang, istri Prabu Siliwangi.

Nama aslinya adalah Syekh Hasanuddin. Beliau adalah putra dari Syekh Yusuf Sidik, seorang ulama besar di Champa (ada Vietnam sekarang). Syekh Yusuf Sidik merupakan keturunan ulama besar di Mekah yang bernama Syekh Jamaluddin.

Beliau datang ke pelabuham Muara Jati (Cirebon) pada tahun 1409. Beliau disambut dengan baik oleh Ki Gedeng Tapa yang menjabat syahbandar atau juru pelabuhan sekaligus raja Singapura. Beliau selanjutnya berdakwah di sana. Tetapi kegiatan dakwahnya ditentang oleh Prabu Niskala Wastu Kancana atau Prabu Anggalarang, raja Sunda Galuh. Waktu itu seluruh Tatar Sunda merupakan wilayah dari Kerajaan Sunda Galuh yang berpusat di Kawali, Ciamis. Oleh karena itu Syekh Hasanuddin pulang kembali ke Champa.
77/2 <1+?> 6. Maulana Muhammad Jumadil Kubra [Azmatkhan]
Рођење: 1311, Nasarabad India
88/2 <1+?> 7. Maulana Muhammad 'Ali Akbar (lahir di Nasarabad, Tahun 1312 M), [Azmatkhan]
Рођење: 1312, Naserabad, Delhi, India
179/2 <1+?> 8. Maulana Muhammad Al-Baqir (Syekh Subaqir, Lahir di Nasarabad India, Tahun 1314 M) [Azmatkhan]
Рођење: 1314, Nasarabad India
910/2 <1+?> 9. Syaikh Maulana Wali Islam [Azmatkhan]
Рођење: 1317, Nasarabad India
1411/2 <1+?> 10. Maulana Muhammad Al-Maghribi (lahir di , Tahun 1321 M) [Azmatkhan]
Рођење: 1321, Maghrib (Morocco)
612/2 <1+?> 11. Sayyid Maulana Zainudin Ibrahim [As-Samarakandi]
Рођење: 1325, Hadramaut
Свадба: <3> Dewi Candrawulan [Champa]
26346 diputus (Sunan Ampel)

Official Link. Adm: Ir H Hilal Achmar Lineage Study. SILSILAH WALISONGO

Jafar Ash-Shadiq (imam ke 6) | ‘Ali Al-Uraidhi | Muhammad Al-Naqib | Isa | Muhammad Ilallah Al-Muhajir (Pemuka kaum Sayyid Awaliyyin yg hijrah ke hadramaut bertaqiyah karena hendak dihabisi oleh kekhalifahan yg berkuasa dgn cara mengikuti mazhab syafi’i ) | Abdullah / Ubaidullah | Alwi | Muhammad | Alwi | ‘Ali Khali’ Qasam | Muhammad Sabib Marbath | ’Ali dan Alwi | Keturunan ‘Ali = Muhammad Al-Aqih Al-Muqaddam (pemuka kaum awaliyyin yg hjrah ke indonesia abad 17 Masehi).

Dari jalur Muhammad Sabib Marbath | ’Ali dan Alwi | Keturunan Alwi = Abdul Malik (hijrah ke India pendiri kesultanan Adzamat Khan) | Abdullah Khan | Ahmad Jalal Syah | Jamaludin Husain Al-Akbar (hijrah ke kerajaan Bugis – Wajo pemuka islam di sulawesi) | Ibrahim Zain Al-Akbar (hijrah ke Aceh) – ‘Ali Nurul Alam –

Dari jalur Zain Al-Akbar melalui ‘Ali Murtadha (cucunya)

Ibrahim Zain Al-Akbar | Zainal Abidin Syah (samudera pasai) | ‘Ali Murtadha dan Maulana Ishaq | Ahmad Rahmatullah (Sunan Ampel) | Hasyim Syarifudin (Sunan Drajat) – Ahmad Hasanudin (Sunan Lamongan) – Ibrahim (Sunan Bonang) | Zainal Abidin | Adipati Wilatikta | Raden Said (Sunan Kalijaga) | Umar Said (Sunan Muria)

Dari jalur Zain Al-Akbar melalui Maulana Ishaq (cucunya)

Ibrahim Zain Al-Akbar | Zainal Abidin Syah (samudera pasai) | ‘Ali Murtadha dan Maulana Ishaq | Muhammad ‘Ainul Yakin (Sunan Giri) | Sunan ‘Ali Sumodiro | Fadhullah (Sunan Prapen) | Pangeran Kadilangu

Melalui Jalur ‘Ali Nurul Alam bin Jamaludin Husain Al-Akbar

Jamaludin Husain Al-Akbar | ‘Ali Nurul Alam | Abdullah | Babullah (Sunan Ternate) – Syarif Hidyatullah (Sunan Gunung Jati) | Hasanudin (Sultan Banten) | Yusuf – Pangeran Maulana Yusuf

Melalui jalur Zainal Alam Barkat bin Jamaludin Husain Al-Akbar

Jamaludin Husain Al-Akbar | Zainal Alam Barkat | Maulana Malik Ibrahim (Hijrah ke Jawa) – Ahmad Zainal Alam | Abdurrahman Rumi dari Maja
"Lambang Kerajaan Kelantan / Kelantan Arm"
"Lambang Kerajaan Kelantan / Kelantan Arm"
1513/2 <1+?> 12. Siti ‘Aisyah (Putri Ratna Kusuma) [Azmatkhan]
Рођење: 1351, Kelantan, Malaysia
2014/2 <1+?> 13. Ibrahim Zainuddin Asghar Champa Yang Bergelar Sultan Zainal Abidin II Diraja Champa [Azmatkhan]
Рођење: 1357, Champa
"Lambang Kerajaan Kelantan / Kelantan Arm"
"Lambang Kerajaan Kelantan / Kelantan Arm"
515/2 <1+?> 14. Syarief Ali Nurul Alam (Patih Arya Gajah Mada II) [Azmatkhan]
Рођење: 1402, Chermin, Kelantan
Свадба:
Свадба:
Титуле : од 1432, Pateh Arya Gajah Mada. Perdana Mantri of Kelantan-Majapahit II
Сахрана: Pemakaman Gunung Santri - Cilegon - Banten
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

Maulana Malik Israil, sebuah nama yang mungkin asing bagi sebagian sejarawan yang menekuni Sejarah Islam di Pulau Jawa. Namun bagi mereka yang mencintai sejarah Walisongo, tentu nama yang satu ini sangatlah tidak asing bagi mereka. Mereka yang sering mempelajari sejarah Walisongo, tentu tidak akan kaget dengan nama yang satu ini, kalau masih merasa asing, berarti mereka perlu lagi memperdalam siapa siapa saja sebenarnya anggota Walisongo dari Angkatan pertama sampai angkatan ke sebelas. Bagi saya sendiri, sosok yang satu ini adalah tokoh yang menentukan sukses tidaknya dakwah keluarga besar Walisongo, terutama pada periode pertama berdirinya Majelis Dakwah Walisongo. Kenapa saya berani mengatakan demikian? karena melalui jasa beliaulah akhirnya Sultan Muhammad I dari Kesultanan Turki Usmani berinisiatif mendirikan Majelis Dakwah Walisongo pada tahun 1404 Masehi. Saat terbentuknya Majelis Dakwah Walisongo, Maulana Malik Israil memang sering berkunjung ke Turki yang saat itu sedang menuju kejayaan sebagai sebuah imperium Islam di Eropa.. Walaupun dalam sejarah beliau sering dianggap berasal dari Turki, sesungguhnya aslinya beliau berasal dari Patani. Turki hanyalah merupakan medan dakwah dan merupakan salah satu negara yang spesial bagi beliau dalam bidang diplomasi. Beliau sendiri merupakan pelopor berdirinya Kesultanan kesultanan Islam yang ada di daerah Patani (Thailand) dan juga Champa (Vietnam) disamping juga tokoh tokoh lain seperti Sayyid Ibrahim Zaenuddin Al Akbar As-Samarakondi, As-Sayyid Sultan Sulaiman Al Bagdadi Azmatkhan, dll..

Lantas Siapakah sebenarnya beliau ini?

Dalam susunan nasab keluarga besar Azmatkhan yang ada di Asia Tenggara, khususnya keturunan Sayyid Husein Jamaluddin Jumadil Kubro, Maulana Malik Israil adalah anak yang ke 13. Nama asli beliau sendiri adalah Sayyid Ali Nurul Alam Azmatkhan, sedangkan nama lainnya adalah Sultan Qonbul, Sultan Patani Darussalam, Arya Gajah Mada, Minak Brajo Nato. Jika melihat nama-nama lain yang beliau sandang menunjukkan bahwa beliau ini bukan tokoh sembarangan, apalagi hubungan beliau dengan Sultan Muhammad 1 dari Kesultanan Turki Usmani sangat akrab. Tidak heran pada waktu penugasan dakwah ke wilayah Asia Tenggara ini, yang menjadi tokoh penghubung antar keluarga besar Azmatkhan yang bertebaran diberbagai negara adalah beliau ini. Memang diantara sekian nama yang beredar, dua nama yang populer adalah Maulana Malik Israil dan Ali Nurul Alam, terutama diwilayah Kelantan, Champa, Patani, Banten, Cirebon dan Demak. Bagi mereka yang merupakan keturunan beliau terutama dari daerah daerah yang telah saya sebutkan tadi, tentu nama Maulana Malik ISrail atau Sayyid Ali Nurul Alam sangat melekat kuat dihati mereka.

Maulana Malik Israil sendiri bagi saya adalah sosok yang fenomenal, kenapa demikian, karena gelar yang beliau sandang ini cukup menunjukkan bahwa beliau ini mempunyai pengaruh yang dahsyat terhadap beberapa bangsa, Sebagai seorang Pejabat diplomat tangguh gelar MAULANA MALIK ISRAIL jelas menandakan bahwa beliau ini mempunyai pengaruh yang kuat bagi bangsa Israil atau Yahudi yang saat itu banyak bertebaran di Eropa termasuk di Turki, Palestina dan beberapa tempat lag. Pada Masa Lalu yang namanya gelar yang disandang seorang tokoh itu tidaklah sembarangan, apalagi dengan tokoh sekelas beliau ini.Maulana (yang merupakan gelar seorang pemimpin dan juga sinonim dari Sayyid) serta Malik (Raja) dan Israil (Bangsa Yahudi) tentu bukan asal disematkan begitu saja kepada beliau ini. Kedekatannya dengan Sultan Muhammad I dari Kesultanan Turki tentu sangat mendukung adanya gelar beliau itu. Tidak heran dengan adanya gelar beliau ini beberapa sejarawan kadang sering terkecoh, dikiranya bahwa Maulana Malik Israil atau Sayyid Ali Nurul Alam berasal dari keturunan ISRAIL atau YAHUDI. Padahal nama Maulana Malik Israil itu hanyalah sebagian gelar dari Sayyid Ali Nurul Alam.

Ketika Majelis Dakwah Walisongo dibentuk tahun 1404 oleh Sultan Muhammad I dari Kesultanan Turki Usmani, 9 Anggota Majelis Dakwah Walisongo segera bergerak ke wilayah Asia Tenggara, khususnya pulau Jawa, termasuk Maulana Malik Israil ini, beliau bersama Maulana Ali Akbar yang juga merupakan kakaknya bergerak ke arah barat Pulau Jawa (Sunda). Bersama Maulana Ali Akbar (kakaknya yang ketiga) yang kebetulan menguasai bidang pengobatan/kedokteran,Maulana Malik Israil dan Maulana Ali Akbar bahu membahu dalam dakwah Islamiah. 9 anggota angkatan pertama Majelis Dakwah Walisongo ini keberadaannya sangat jelas tercatat dalam sebuah surat yang tersimpan dimusium Istambul Turki, termasuk juga dimana keberadaan makam makam mereka. Bahkan pada beberapa catatan yang dilakukan oleh keluarga Besar Walisongo, makam-makam Walisongo angkatan pertama itu jelas tertulis, seperti yang pernah ditulis oleh KH Muhammad Dahlan dalam buku Khaul Sunan Ampel ditahun 1979, bahkan beberapa keturunan Maulana Malik Israil sering melakukan perayaan khaul beliau di Cilegon, artinya keberadaan makam Maulana Malik Israil sudah lama diketahui.


Putra Ali Nurul Alam :

1. Wan Abdullah / Syarif Abdullah Umdatuddin
2. *Wan Husein Sanawi.
3. *Wan Demali. 
4. *Wan Hasan. 
5. *Wan Jamal. 
6. *Wan Biru. 
7. *Wan Senik.
8. *Syeikh Wan Muhammad Shalih al-Laqihi.
9. *Maulana Abu Ishaq.

Dalam beberapa buku sejarah dicatatkan bahawa putera Sultan Umdatullah ada tiga orang iaitu;

1. Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati atau Falatihan.
2. Sultan Babullah, Sultan Ternate (1570-1583).
3. Maulana Abdul Muzaffar Ahmad.

SILSILAH VERSI ROYAL.ARK (KELANTAN GENEALOGI)


1362 - 1418 Sultan Baki Shah ibni al-Marhum Sultan Mahmud, Raja of Chermin, eldest son of Paduka Sri Sultan Mahmud ibnu 'Abdu'llah, Raja of Lankasuka and Kelantan, son of Paduka Sri Sang Tawal, Raja of Lankasuka, educ. privately. Appointed as Raja of Tanjungpura and Chermin during the lifetime of his father. Succeeded his father, 1362. He d. ca. 1418, having had issue, two sons and one daughter:

  • 1) Sultan Sadik Muhammad Shah ibni al-Marhum Sultan Baki Shah, Raja of Kelantan - see below.
  • 2) Raja Kemas Jiwa Sang Ajit Jaya ning-Rat, who succeeded as Sultan Iskandar Shah ibni al-Marhum Sultan Baki Shah, Raja of Kelantan - see below.
  • 3) Putri Selindung Bulan. m. Sayyid Husain Jamadi al-Kubra [Ratnavamsa Pandita Parnen]. She had issue, two sons:
    • a) Sayyid 'Ali Nur ul-Alam bin Husain Jamadi al-Kubra, Pateh Arya Gajah Mada. Perdana Mantri of Kelantan-Majapahit II 1432-1467. Fled to Champa with the Sultan, following the Siamese conquest in 1467.
      • i) Wan Hussain bin 'Ali Nur ul-Alam, Sri Amaravamsa [Tuk Masjid]. A Majapahit Pateh.
      • ii) Sultan Maulana Sharif Abu Abdu'llah Mahmud Umdat ud-din [Shaikh Israel Yakub][Wan Bo Tri Tri], Raja of Champa 1471-1478. m. Sharifa Mudain, Ratu Mas Rara Santang, daughter of Radin Pamanasara Prabhu Silawangi, of Pajajaran, in Banten, by his wife, Nyai Sabanglarang, daughter of Ki Gedeng Tapa. He had issue:
        • (1) Ahmad Fatahillah [Sharif Hidayatu'llah] bin Sultan Abu 'Abdu'llah. Ancestor of the royal houses of Banten, Cheribon and Palembang.
        • (2) Wan Abul Muzaffar Waliu'llah bin Sultan Abu 'Abdu'llah. He had issue:
          • (a) Nik Jamal ud-din bin Wan Abul Muzaffar, Timbalan Raja of Champa. Sometime Datu Kelantan. He had issue:
            • (i) Raja Loyor, who became Sultan Adil ud-din bin Jamal ud-din, Raja of Kelantan - see below.
            • (ii) Raja Ekok, who became Sultan Samir ud-din bin Jamal ud-din, Raja of Kelantan - see below.
          • (b) Dato' Nik Mustafa bin Wan Abul Muzaffar, who became Sultan 'Abdu'l Hamid Shah bin Wan Abul Muzaffar, Raja Sri Sarwasadesa and Champa 1578-1637. He had issue, three sons:
            • (i) Nik Ibrahim, who became Raja Ibrahim bin Sultan 'Abdu'l Hamid Shah, Raja of Champa 1637-1684. Previously Datu Kelantan 1634-1637.
            • (ii) Nik Badr us-Salam. He had issue, two sons:
              • 1. Wan Muhammad Amin bin Nik Badr us-Salam (Po Jatamuh), of Champa 1684.
              • 2. Dato' Pengkalan, of Champa 1684-1692.
            • (iii) Nik 'Ali. Datuk Maharaja Lela and Panglima Agung Tentara of Patani.
      • iii) Wan Demali Alim ud-din bin Bur ul-Alam. A Majapahit Pateh of Karmawijaya and Laksamana of Benta.
    • b) Sayyid Muhammad Kebungsuan, Prabhu Anum/Udaya ning-Rat/Bhra Wijaya. Putative ancestor of the ruling houses of Demak, Pajang and Mataram in Jawa.
2116/2 <1+?> 15. 'Abdul Malik [Azmatkhan]
Рођење: 1404, Johor, Malaysia
417/2 <1+?> Zainal Alam Barkat [Azmatkhan]
Рођење: 1406, Johor, Malaysia
1818/2 <1+?> 18. Sayyid Hasan Jumadil Kubra (1) [Azmatkhan]
Рођење: 1413, Wajo, Sulawesi Selatan
Титуле : 1453, Menjadi Syekh Mufti Kesultanan Gowa, bertepatan dengan wafatnya Sayyid Husain Jamaluddin Jumadil Kubra
Смрт: 1591, Wajo, Sulawesi Selatan
1919/2 <1+?> 19. Sayyid Husain Jumadil Kubra Al-Asghar [Azmatkhan]
Рођење: 1443, Wajo, Sulawesi Selatan
1620/2 <1+?> 17. Muhammad Kebungsuan (2) [Azmatkhan]
Prabhu Anum/Udaya ning-Rat/Bhra Wijaya. Putative ancestor of the ruling houses of Demak, Pajang and Mataram in Jawa.

3

221/3 <2> Ki Ageng Kebo Kenongo [Pengging]
Рођење: diputus ibunya : 25682
Свадба: <4> Nyi Ageng Pengging [Pengging]
Student of Syech Siti Jenar Sama dengan http://id.rodovid.org/wk/Orang:332030
242/3 <3+2> 1.3. R. Kidang Telangkas (Jaka Tarub) / Abdurrahim Al-Maghribi [Azmatkhan]
Рођење: DIPUTUS AYAHNYA : 321552
Свадба:
Свадба: <5> Dewi Nawangwulan [Bidadari]
Ir. H. Hilal Achmar

Foto sumber/gambar:tubanakbar.com Versi Majalah Jayabaya, bahwa Jaka Tarub sesungguhnya adalah putra dari pernikahan Syech Maulana Maghribi Azamat Khan dengan Dewi Rosowulan, adik Sunan Kalijaga. Sang Syech mempunyai garis keturunan(nasab) hingga Nabi saw. Dan agaknya inilah yang mendekati kebenaran. Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Jaka_Tarub

Dahulu ada seorang pemuda yang bernama Joko Tarub. Dia adalah pria melajang. Suatu hari ketika ia pergi ke hutan, di sebuah telaga ada tujuh orang gadis cantik yang sedang mandi. Karena tertarik dengan kecantikan dan keelokan tujuh gadis itu, Joko Tarub memutuskan untuk menyembunyikan salah satu pakaian gadis tersebut dan ia simpan di lumbung padi di rumahnya. Ternyata tujuh gadis itu adalah tujuh orang bidadari yang turun dari langit untuk mandi. Ketika mereka hendak kembali ke langit salah seorang dari mereka kehilangan pakaian dan selendang yang dipergunakan untuk terbang ke kahyangan. Karena sudah melebihi waktu yang ditentukan terpakasa bidadari yang kehilangan pakaian dan selendang itu pun ditinggal oleh rekan-rekannya.

Bidadari itu pun merasa sangat kalut, kemudian ia bersumpah apabila ada yang memberikan pakaian untuknya jika yang menolong itu perempuan akan dijadikan saudara dan apabila yang menolongnya laki-laki akan dijadikan suami. Datanglah Joko Tarub memberikan pakaian ganti untuk bidadari itu. Walaupun Joko Tarub tidak mengetahui bahwa gadis itu adalah bidadari. Bidadari itu bernama Dewi Nawang Wulan. Nawang Wulan sangatlah cantik, lebih cantik dibanding dengan rekan-rekanya. Dia pun menepati janjinya untuk menikah dengan Joko Tarub. Joko Tarub sangat beruntung dapat menikah dengan Nawang Wulan yang begitu cantik jelita. Seiring berjalannya waktu mereka saling mencintai satu sama lain.

Suatu hari, pada saat Nawang Wulan menanak nasi, ingin pergi ke ladang. Ia berpesan kepada suaminya, Joko Tarub untuk tidak melihat apa yang ia tanak. Setelah Nawang Wulan pergi, hasrat Joko Tarub sebagai manusia untuk mengetahua apa yang sebenarnya yang ditanak istrinya pun muncul. Kemudian, ia memlihat apa yang sebenarnya dimasak istrinya. Ternyata hanya setangkai padi saja yang ia lihat dalam tungku. Pada waktu yang bersamaan Nawang Wulan mengetahui bahwa selendangnya di simpan dalam lumbung padi selama bertahun-tahun. Nawang Wulan sangat marah kepada Joko Tarub. Joko Tarub baru mengetahui bahwa Nawang Wulan adalah seorang bidadari, ia pun menggunakan kekuatannya untuk menanak nasi, maka dari itu ia melarang Joko Tarub melihat ia memasak. Karena kecewa dengan Joko Tarub, ia memutuskan untuk meninggalkan Joko Tarub dan pergi ke kahyangan.

Di kahyangan Nawang Wulan tidak di sambut dengan baik. Ia diusir dari kahyangan karena telah menikah dengan orang yang ada di bumi. Nawang Wulan merasa tidak pantas tinggal kembali di kahyangan. Teman-temannya pun tidaklagi menyambutnya dengan baik. Dia kemudian di buang ke daerah selatan. Disana ia bertapa dan mendapat bantuan dari roh halus. Kemudian ia di nobatkan menjadi penguasa laut selatan atau sering di kenal dengan “Nyi Roro Kidul”. Sampai saat ini Nyi Roro Kidul dianggap sakti dan menguasai sepanjang laut selatan. Konon katanya Nyi Roro Kidul yang menjaga ketenangan laut selatan, sehingga banyak warga di pesisir pantai memberikan sesajen kepada Nyi Roro Kidul.

Nilai-Nilai yang terkandung dalam legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan”.

1. Nilai Moral,

Setelah membaca legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan” dapat diambil nilai-nilai moral yang tekandung didalamnya. Seperti, kita harus berlaku jujur dengan tindakan-tindakan kita. Ketidakterusterangan Nawang Wulan kepada Joko Tarub bahwa dia adalah seorang bidadari, dan kedustaan Joko Tarub yang sebenarnya telah mencuri pakaian dan selendang Nawang Wulan berakibat mereka harus berpisah. Nawang Wulan harus kembali ke kahyangan walaupun ia sangat mencintai suaminya. Dalam legenda ini diajarkan bahwa sebaik-baiknya kita menyimpan kebohongan akan ketahuan juga pada akhirnya.

Perilaku yang baik akan ditunjukkan dengan memegang amanah yang dipercayakan kepada kita. Amanah Nawang Wulan untuk tidak melihat sesuatu yang ditanak olehnya, dilanggar oleh Joko Tarub karena sifat manusia yang selau ingin tahu.

Ini merupakan tantangan yang berat bagi setiap manusia. Berlaku jujur dan terbuka. Serta menjaga kepercayaan yang begitu sulit dilaksanakan oleh manusia.

2. Nilai Sosial,

Nilai-nilai lain yang tersirat dari legenda ini adalah nilai sosial. Nilai sosial merupakan nilai yang terkandung dalam menjalani hidup bermasyarakat atau bergaul dengan orang lain disekitar kita.

Nilai sosial dalam legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan” ditunjukkan ketika rekan-rekan dari Nawang Wulan meninggalkan dirinya sendirian di telaga. Ini tidak menunjukkan kesetiakawanan yang selama ini mereka bina. Mereka bertujuh selalu bersama-sama. Namun, ketika salah seorang teman mereka mengalami kesulitan tidak ada yang membantu Nawang Wulan. Nawang Wulan justru malah ditinggalkan sendirian di bumi yang asing bagi mereka.

Sebaiknya kita sebagai sesama makhluk Tuhan harus saling tolong menolong dan membantu dalam keadaan apapun. Walaupun hasilnya akan nihil, setidaknya kita berusaha membantu semaksimal mungkin.

3. Nilai Etika,

Nilai etika merupakan nilai-nilai kesopanan yang tersirat dari sebuah peristiwa. Seperti nilai etika yang terkandung dalam legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan” dalam cerita di atas. Nilai-nilai kesopanan yang terlihat adalah ketika Joko Tarub mengintip ke tujuh bidadari yang sedang mandi di telaga, apalagi sampai menyembunyikan salah satu pakaian dari bidadari tersebut di dalam lumbung padi rumahnya. Pada akhirnya perbuatan ini menimbulkan prahara dalam biduk rumah tangga Joko Tarub. Tindakan seperti ini sungguh tidak terpuji. Apalagi setting tempat legenda ini berasal dari daerah jawa. Terkenal dengan tata krama dan kesopanan yang maha tinggi. Sungguh tidak mencerminkan budaya jawa.

Sifat-sifat seperti itu hendaknya untuk ditinggalkan dengan memperteguh iman dan taqwa kepada Tuhan.

4. Nilai Estetika,

Nilai estetika atau nilai keindahan pada legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan” adalah cara menggambarkan kecantikan dan keelokan ke tujuh bidadari yang sedang mandi di telaga. Kecantikan Nawang Wulan yang akhirnya menjadi penguaasa laut selatan juga memiliki nilai estetika sendiri. Selain itu juga perasaan cinta yang dimiliki oleh sepasang makhluk Tuhan yang saling mencintai menggambarkan suasana yang indah.

Maka, setiap keelokan yang sedap dipandang mata dan enak dirasa pada setiap penikmatnya akan menimbulkan kesan keindahan yang mendalam.

5. Nilai Budaya,

Nilai-nilai budaya yang terdapat dalam legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan” adalah budaya yang sejak dulu terjaga sampai saat ini yaitu kepercayaan tentang adanya Nyi Roro Kidul di pesisir pantai selatan. Pada setiap waktunya warga pesisir memberikan sesajen kepada ratu penguasa laut selatan tersebut, sebagai wujud terima kasih telah menjaga laut kidul dari bencana dan marabahaya.

6. Nilai Religi.

Nilai-nilai religi yang dapat dijumpai pada legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan” adalah terdapat dewa-dewi, bidadari dan roh halus yang ada pada cerita di atas. Ini menunjukka ada kepercayaan animisme, atau percaya pada roh halus atau roh nenek moyang. Kepercayaan tentang adanya Nyi Roro Kidul juga merupakan salah satu bentuk animisme meskipun sekarang tingkat kekentalan animismenya berkurang karena telah bergeser dengan adanya agama. Nyi Roro Kidul sudah tidak dijadikan sesembahyang lagi tetapi sudah menjadi legenda terutama di kawasan pesisir selatan. http://colinawati.blog.uns.ac.id/2010/05/12/joko-tarub-dan-dewi-nawang-wulan/

Menurut beberapa catatan dan keterangan dari berbagai sumber, termasuk dari Keraton Surakarta Hadiningrat, bahwa Nyai Ageng Ngerang mempunyai nama asli Siti Rohmah Roro Kasihan, setelah menikah dengan Ki Ageng ngerang, nama beliau berubah menjadi Nyai Ageng Ngerang. Beliau mempunyai tali lahir maupun batin dengan sultan – sultan dan guru besar agama yang bersambung pada Raja Brawijaya V, raja majapahit Prabu Kertabumi,

Beliau diberikan nama dengan sebutan Nyai Ageng Ngerang dan makamnya ada didusun Ngerang Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati, ada beberapa versi yang mengatakan, beliau senang membantu orang yang sedang di ganggu demit dan termasuk didusun Ngerang juga banyak demit yang pating sliwerang, kemudian dikalahkan dan diusir oleh beliau dari dusun itu, maka oleh karena itu beliau disebut Nyai Ageng Ngerang.

Dilihat dari silsilah beliau kebawah dan seterusnya. Nyai Ageng Ngerang yang makamnya di Ngerang Tambakromo Pati adalah Nyai Ageng Ngerang, Siti rohmah Roro Kasihan. Beliau di peristri Ki Ageng Ngerang I.Ki Ageng Ngerang I Putra dari Syaihk Maulana Malik Ibrahim. Dan atas perkawinan Nyai Ageng Ngerang dan Ki Ageng Ngerang I, beliau mempunyai dua orang Putra, Pertama adalah seorang putri dan belum diketahui dan dijelaskan namanya didalam buku – buku maupun sumber lain.

Putri Beliau yang pertama diperistri oleh Ki Ageng Selo. Dan Ki Ageng Selo adalah putra dari Ki Ageng Getas Pendawa. Putra yang kedua beliau adalah Ki Ageng Ngerang II yang disebut Ki Ageng Pati, makamnya sekarang berada di Ngerang Pakuan Juana, Ki Ageng Ngerang II mempunyai empat putra yaitu Ki Ageng ngerang III, Ki Ageng Ngerang IV, Ki Ageng Ngerang V dan Pangeran Kalijenar.

Sedangkan Ki Ageng Ngerang III, Makamnya sekarang ada di Laweyan solo Jawa Tengah. Ki Ageng Ngerang III ini yang telah menurunkan Ki Ageng Penjawi. Ki Ageng Penjawi, orang yang pernah menjadi Adipati Kadipaten pati setelah gugurnya Arya Penangsang, Arya Penangsang adalah adipati Jipang Panolan dan Arya penagnsang adalah putra Pangeran Sedalepen.

Ki Ageng Penjawi sangat berjasa dalam menumpas pemberontakan yang dilakukan oleh laskar Soreng yang dpimpin oleh Arya Penangsang, untuk membunuh semua keturunan Sultan Trenggono, karena iri hati. Sedangkan Ki Ageng Penjawi sebagai panglima perang bersama Danang Sutawijaya, Ki Juru Mertani, Ki Pemanahan ( tiga Serangkai ) akhirnya dapat mengalahkan Arya Penangsang beserta bala tentaranya.

Dari silsilah Nyai Ageng Ngerang keatas, beliau menjadi Putri bungsu Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng, atas pernikahanya dengan Dewi Nawangsih. Dan Raden Bondan Kejawan sendiri merupakan Putra dari Raja Brawijaya V, Raja majapahit, Prabu Kertabumi. Raja Brawijaya bertahta pada tahun 1468 – 1478 M.

Ayah Nyai Ageng Ngerang masih saudara Raden Patah. Raden Patah adalah orang yang pertama kali menjadi Sultan pada Kerajaan Islam pertama di pulau jawa, yaitu Kasultanan Demak Bintoro. Kerajaan islam pertama dijawa yang didirikan oleh Raden Patah dan Raden Patah bergelar “Akbar Alfatt” Raden Patah juga Putra Raja Brawijaya V dengan ibu keturunan Champa, daerah yang sekarang adalah perbatasan Kamboja dan Vietnam.

Hubungan Nyai Ageng Ngerang dengan Jaka Tarub, Kidang Telangkas. Jaka tarub mempunyai istri bernama Nawang Wulan. Nawang Wulan dan Ki Jaka Tarub mempunyai Putri Nawangsih dan Nawangsih diperistri Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng. Dan dari perkawinan Raden Bondan Kejawan dan Nawangsih, telah menurunkan tiga putra, pertama Syaikh Ngabdullah yang sekarang terkenal dengan sebutan Ki Ageng Wanasaba, dan putra kedua adalah Syaikh Abdullah yang terkenal dengan sebutan Ki Ageng Getas Pandawa dan yang bungsu adalah Siti Rohmah Roro Kasihan yang terkenal dengan sebutan Nyai Ageng Ngerang.

SAUDARA – SAUDARA BELIAU

Seperti yang disebutkan diatas. Diceritakan bahwa pada sekitar tahun 1468 – 1478 M. ada seorang Prabu Kertabumi yang bertahta, raja Brawijaya V. kerajaan Majapahit yang menikah dengan seorang putri yang bernama Dewi Wandan Kuning. Atas pernikahan itu menurunkan putra bernama Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng. Dan dari perkawinan Raden Bondan Kejawan dan Dewi Nawangsih yang menjadi putri Ki Ageng Jaka Tarub dan Nawangwulan. Pernikahan Raden Bondan Kejawan dan Dewi Nawangsih mempunyai tiga orang Putra yaitu : 1.Ki Ageng Wanasaba 2.Ki Ageng Getas Pendawa 3.Nyai Ageng Ngerang / Roro Kasihan

1. Ki Ageng Wanasaba Yang nama aslinya adalah Kyai Ageng Ngabdullah merupakan kakak kandung Nyai Ageng Ngerang yang pertama / sulung, yang sekarang makamnya ada di daerah yang bernama kabupaten Wonosobo, tepatnya di desa Plobangan Selo merto. Dalam masa hidupnya, Ki Ageng Wanasaba juga sebagai seorang Pemimpin yang yang hebat dan karismatik. Ki Ageng Wanasaba dikenal juga dengan julukan Ki Ageng Dukuh, akan tetapi desa Plobangan lebih dikenal dengan Ki wanu / Ki wanusebo. Perbedaan nama tersebut disebabkan dialek daerah Wanasaba tersebut terpengaruh oleh dialek Banyumas.

Ki Ageng Wanasaba dipercaya dan diyakini sebagai waliyullah, yang telah melanglang buana keberbagai tempat dalam rangka mencari ilmu sekaligus menyiarkan agama Islam. Ki Ageng Wanasaba merupakan cucu dari Prabu Brawijaya V, Raja Majapahit dan merupakan putra Raden Bondan Kejawan, Lembu Peten , putra Brawijaya V yang menikah dengan Nawangsih, dan Nawangsih sendiri putri dari Ki jaka Tarub yang menikah dengan Dewi Nawang wulan ( epos Jaka Tarub ).

Ki Ageng Wanasaba mempunyai Putra yaitu Pangeran Made Pandan, nama lain dari Ki Ageng Pandanaran. Pangeran Made Pandan mempunyai putra Ki Ageng Pakiringan yang mempunyai istri bernama Rara Janten. Dari pasangan ini mempunyai empat Putra yaitu Nyai Ageng Laweh, Nyai Ageng Manggar, Putri dan Ki juru Mertani.

Situs makam Ki Ageng Wanasaba saat ini dipugar, dikeramatkan dan dijaga dengan baik oleh warga sekitar. Lokasi situs ini sangat dihormati oleh masyarakat, karena KI Ageng Wanasaba merupakan tokoh penyebar agama islam dan sekaligus cikal bakal dari desa Plobangan Selomerto kabupaten wonosobo. Di sekitar makam Ki Ageng Wanasaba terdapat tiga makam kuno. Konon tiga makam itu juga merupakan pendahulu, seorang ulama yang sejaman dengan Ki Ageng Wanasaba.

2. Ki Ageng Getas Pendawa, Yang nama aslinya adalah Kyai Ageng Abdullah atau yang disebut Raden Depok adalah saudara kandung beliau, Ki Ageng Getas Pendawa merupakan kakak kandung Nyai Ageng Ngerang yang kedua. Ki Ageng Getas Pendawa juga seorang yang hebat, berwibawa dan karismatik serta sangat sederhana dalam hidup dan kehidupan manusia.

Beliau juga seorang pemimpin yang tegas dan berwibawa, oleh karena itu beliau disebut Ki Ageng Getas Pendawa. Beliau sangat tangguh dan konon sangat kuat dalam riyadhoh / tirakat, mengolah batin untuk mendekatkan diri kepada Allah, dengan harapan bisa menenangkan diri dan dapat menyebarkan agama islam dengan ikhlas, tulus dan berhasil. Makam beliau juga dikeramatkan oleh warga sekitar. Makam Ki Ageng Getas Pandawa ada di desa Kuripan Purwodadi, Grobogan.

Ki Ageng Getas Pendawa mempunyai putra yang bernama Ki Ageng Sela, Nyai Ageng Pakis, Ki Ageng Purna. Ki Ageng Kare, Ki Ageng wanglu, Ki Ageng Bokong dan Ki Ageng Adibaya. Sedangkan Ki Ageng Sela mempunyai Putra KI Ageng Enis dan Ki Ageng Enis menurunkan putra yang bernama Ki Ageng Pemanahan. http://uatasufy-syafaat.blogspot.com/2010/06/silsilah-keturunan-nyai-ag-ngerang.html



KUPAS TUNTAS KEANEHAN ISI BABAD TANAH JAWI (Keanehan Ke 17)

(Disarikan dari Buku Babad Tanah Jawi Episode Galuh Mataram dan diterjemahkan dari bahasa Jawa Kuno ke Bahasa Indonesia Oleh Dr. Suwito, Tahun 1970)

Keanehan ke 17 :

Jaka Tarub mengintip bidadari mandi dan berhasil mencuri pakaian bidadari tersebut kemudian bidadari yang bernama Dewi Nawangwulan tersebut dinikahi, dari pernikahan ini lahirlah Dewi Nawangsih. (terdapat dihalaman 84)

Jawaban saya :

Benarkah kisah ini? Jaka Tarub adalah Azmatkhan, ini adalah nama lainnya. Betapa mesum dan piciknya Jaka Tarub jika ia melakukan hal tersebut, padahal dalam nasab Azmatkhan beliau adalah anak seorang ulama dan juga merupakan tokoh nyata yang juga merupakan ulama.

Adapun Nasab Jaka Tarub berdasarkan kitab Nasab Al Mausuuah Li Ansaabi Al Imam Al Husaini yang disusun oleh Sayyid Bahruddin Azmatkhan & Sayyid Shohibul Faroji Azmatkhan, Bab Keluarga Besar Maulana Malik Ibrahim, Penerbit Madawis, Tahun 1918 - 2014 (terupdate) adalah sebagai berikut:

0. Muhammad Rasulullah SAW
1. Fatimah Azzahra/Fatimah Al Batul
2. Imam Husain Asshibti/Abu Syuhada
3. Imam Ali Zaenal Abidin/Ali Al Ausath/Ali Assajad
4. Imam Muhammad Al Baqir
5. Imam Ja'far Asshodiq
6. Imam Ali Al Uraidhi
7. Imam Muhammad An-Naqib
8. Imam Isa Arrumi
9.Imam Ahmad Al Muhajir
10.Imam Ubaidhillah/Abdullah
11.Imam Alwi Al Mubtakir/Alwi Al Awwal (Cikal Bakal lahirnya keluarga Alawiyyin)
12.Imam Muhammad Shohibus Souma'ah
13.Imam Alwi Shohib Baitu Jubair (Alwi Atsani)
14.Imam Ali Kholi 'Qosam
15.Imam Muhammad Shohib Mirbath
16.Imam Alwi Ammil Faqih
17.Imam Abdul Malik Azmatkhan
18.As-Sayyid Amir Abdullah Azmatkhan
19.As-Sayyid Sultan Ahmad Syah Jalaluddin
20.As-Sayyid Husein Jamaluddin Jumadhil Kubro
21.As-Sayyid Sultan Barokat Zaenal Alam
22.Maulana Malik Ibrahim
23.Maulana Abdurrahim/JAKA TARUB

Cerita dongeng bidadari ini banyak terdapat dibeberapa Negara. Bukan tidak mungkin kisah ini mengadopsi cerita-cerita dari negara luar yang sering melakukan imaginasi yang tinggi, sehingga kadang dunia nyata dan dunia khayal jadi sulit untuk dibedakan. Jelas penggambaran bidadari itu lebih mirip dengan mahluk dari surga (bidadari itu hanya di surga,) Sehingga ada kesan Jaka Tarub telah menikah mahluk yang hanya disediakan nanti di Surga. Sudah jelas sangat sulit mengurai dengan logika pernikahan antara manusia dengan bidadari.

Kita perlu tahu, sosok Jaka Tarub itu bukan dongeng, bukan mitos, beliau itu nyata dan ada keturunan, makamnya juga masih terpelihara dengan baik, bahkan disetiap khaulnya saja sering diadakan. Saya kadang sering geregetan jika melihat cerita jaka tarub dijadikan dongeng, apalagi diembel embeli dengan tingkah laku kurang ajar seperti mengintip! Jaka Tarub adalah ulama! Jangan karena namanya seolah olah bukan nama ulama sehingga kisahnya jadi diplesetkan. Padahal nama Jaka Tarub hanyalah gelar atau julukan, nama aslinya sendiri sangat bagus..

Sekali lagi Babad Tanah Jawi telah menjatuhkan karakter seorang ulama keturunan Walisongo....

Wallahu A'lam Bisshowab....


KUPAS TUNTAS KEANEHAN ISI BABAD TANAH JAWI (Keanehan Ke 16)

(Disarikan dari Buku Babad Tanah Jawi Episode Galuh Mataram dan diterjemahkan dari bahasa Jawa Kuno ke Bahasa Indonesia Oleh Dr. Suwito, Tahun 1970)

Keanehan ke 16 :

Syekh Maulana Magribi keluar dari persembunyiannya karena Dewi Rasawulan marah, kemudian Syekh Maulana Magribi mencabut kemaluannya dan kemudian kemaluannya dijadikan senjata yang dinamakan Braja Sangkuh. Syekh Maulana Magribi kemudian memanggil bayi yang ada di kandungan Dewi Rasawulan, tiba-tiba meloncatlah bayi yang dikandung melalui lambung dan jatuh kepangkuan Syekh Maulana Magribi. Setelah bayi itu lahir, Dewi Rasawulan justru benci dan tidak mau memeliharanya. Anak tersebut dinamakan Kidang Telangkas (kelak bernama Jaka Tarub).(terdapat dihalaman 83).

Jawaban saya :

Perhatikan kisah ini, betapa keji dan dan kurang ajarnya penulis buku ini ketika menggambarkan Syekh Maulana Magribi yang notabenenya seorang ulama besar dan Waliyullah dengan menyebut nyebut aurat Sang Syekh tersebut, sengaja saya sebutkan kalimat itu, agar anda bisa menilai bagaimana bejatnya buku ini dalam menggambarkan sosok ulama. Aurat adalah sesuatu yang sangat mahal pada diri manusia, apalagi bagi mereka yang sudah masuk dalam kategori Waliyullah. Bayangkan bahasa aurat disebut secara vulgar, bahkn Ini dianggap sebagai mainannya seorang ulama, dan lebih anehnya lagi kemudian auratnya itu diubah jadi senjata. Seolah-olah Syekh Maulana Magribi telah jadi manusia yang telah dikebiri karena tidak punya alat kelaminnya lagi. Yang lebih tidak masuk akal, hanya karena “sakti” Syekh Maulana Magribi digambarkan bisa memanggil bayi dan keluar lewat lambung (ini jelas bukan cerita karomahnya Wali tapi adalah DONGENG!) dan jelas cerita ini sangat KEJAM DAN BIADAB !!!. Lebih tidak bermoralnya lagi, penulis buku babad ini menggambarkan perilaku Dewi Rasawulan yang tidak punya rasa keibuan.

Kisah ini benar-benar sebuah pelecehan terhadap sosok Syekh Maulana Magribi dan Dewi Rasawulan yang kedua-duanya adalah adalah putra putri terbaik keluarga besar Walisongo, yang satu adalah Waliyullah dan yang satu lagi seorang muslimah yang taat juga berilmu dan berakhlak. Sekali lagi untuk yang ke 16 kalinya saya menemukan bahwa ternyata Babad Tanah Jawi benar benar telah menghancurkan nama baik dan kredibilitas Keluarga Besar Walisongo, masih maukah anda percaya terhadap buku yang sesat ini?

Wallahu A'lam BIsshowab...

Catata Lain Tentang Syekh Maulana Maghribi dan Jaka Tarub

Sapa ta Syekh Maulana Maghribi iku? Adhedhasar Babad Demak panjenengane iku sawijine wong Arab kang mumpuni ilmu agama Islam. Asale saka tanah Pasai. Critane isih tedhak turune Kangjeng Nabi Muhammad SAW, lan klebu golongan wali ing tanah Jawa. Anggone angejawa mbarengi adege karaton Demak. Panjenengane mula kagungan ancas tujuwan ngislamake wong Jawa. Sabedhahe kraton Majapait ganti kraton Demak kang disengkuyung dening para wali. Sawise tentrem negarane para wali andum gawe nyebarake agama Islam. Syekh Maulana kawitan ditugasi ana ing Blambangan. Ana kana dipundhut mantu dening sang adipati. Nanging durung nganti taunan nuli ditundhung, sebabe apa ora kecrita. Saoncate saka Blambangan banjur menyang Tuban, menyang panggonane kanca akrabe lan padha-padha saka Pasai, tunggale Sunan Bejagung karo Syekh Siti Jenar. Saka kono Syekh Maulana banjur lelana tabligh menyang Mancingan.

Nalika tabligh ana Mancingan iki Syekh Maulana sejatine wis peputra kakung asma Jaka Tarub (utawa Kidang Telangkas) saka garwa asma Rasa Wulan, ya rayine Sunan Kalijaga (R. Sahid). Wektu ditinggal ramane lunga Kidang Telangkas isih bayi. Kawuningana nalika oncat saka Blambangan sejatine Syekh Maulana uga ninggal wetengan kang mbabar kakung, diparingi asma Jaka Samudra. Ing tembe Jaka Samudra jumeneng waliyullah ana Giri, ajejuluk Prabu Satmata utawa Sunan Giri. Nalika Syekh Maulana tekan Mancingan ing kana wis ana sawijine pendhita Budha kang limpad, asmane Kyai Selaening. Daleme ana sawetane Parangwedang. Dene papan pamujane kyai iki karo murid-muride ana candhi kang didegake ana sadhuwure gunung Sentana. Sakawit Syekh Maulana ethok-ethok meguru karo Kyai Selaening. Ana bebrayan umum Syekh Maulana kadhangkala sok ngatonake pangeram-eram. Suwe-suwe Kyai Selaening midhanget bab iki. Syekh Maulana ditimbali lan dipundhuti priksa apa anane. Ya ing kono iku Syekh Maulana ngyakinake Kyai Selaening bab ilmu agama kang sanyata. Wong loro iku banjur bebantahan ilmu.

Nanging Kyai Selaening ora keconggah nandhingi ilmune Syekh Maulana. Mulane panjenengane genti meguru marang Syekh Maulana. Panjenengane banjur ngrasuk agama Islam. Wektu iku ing padepokane Kyai Selaening wis ana putra loro playon saka Majapait kang ngayom ana kono, asmane Raden Dhandhun lan Raden Dhandher, karo-karone putrane Prabu Brawijaya V saka Majapait. Bareng Kyai Selaening mlebu Islam putra Majapait iku uga banjur dadi Islam, asmane diganti dadi Syekh Bela-Belu lan Kyai Gagang (Dami) Aking. Syekh Maulana ora enggal-enggal jengkar saka Mancingan nanging sawatara taun angasrama ana kana, mulang agama marang warga-warga desa. Daleme ana padepokan ing sadhuwure Gunung Sentana, cedhak karo candhi. Candhi iki baka sethithik diilangi sipate. Kyai Selaening isih tetep ana padhepokan sawetane Parangwedang nganti tekan ajale. Welinge marang anak putune, aja pisan-pisan kuburane dimulyakake. Makame iki lagi taun 1950-an dipugar karo sedulur saka Daengan. Banjur ing taun 1961 dipugar luwih apik maneh dening sawijine pengusaha saka kutha. Bareng wis dianggep cukup anggone syiar agama Syekh Maulana banjur jengkar saka Mancingan lan meling supaya tilas padhepokane iku diapik-apik kayadene nalika wong-wong padha mbecikake candi.

Ya ing padhepokan iku wong-wong banjur yasa kijing. Sapa sing kepengin nyuwun berkahe Syekh Maulana cukup ana ngarep kijing iki, kayadene ngadhep karo panjenengane. Syekh Maulana Maghribi utawa Syekh Maulana Malik Ibrahim sawise saka Mancingan nerusake tindake syiar agama ana ing Jawa Timur. Bareng seda jenazahe disarekake ana makam Gapura, wilayah Gresik. Syekh Maulana Maghribi nurunake ratu-ratu trah Mataram.

Urutane silsilah: Bupati Tuban-Dewi Rasa Wulan (nggarwa Syekh Maulana)-Jaka Tarub (nggarwa Dewi Nawangwulan)-Nawangsih (nggarwa Radhen Bondhan Kejawan)-Kyai Ageng Getas Pendhawa-Kyai Ageng Sela-Kyai Ageng Anis/Henis-Kyai Ageng Pemanahan (Kyai Ageng Mataram)-Kanjeng Panembahan Senapati-Kanjeng Susuhunan Seda Krapyak-Kanjeng Sultan Agung Anyakrakusuma-Kanjeng Susuhunan Prabu Amangkurat (Seda Tegalarum)-Kanjeng Susuhunan Paku Buwana I-Kanjeng Susuhunan Mangkurat Jawi-ratu-ratu karaton Surakarta, Yogyakarta, Pakualaman, lan Mangkunegaran. Masiya makame Syekh Maulana ing Gunung Sentana dudu pasareyan sing sabenere, nanging saben ana rombongan ziarah Wali Sanga mesthi merlokake ziarah ana pasareyan Syekh Maulana ing Parangtritis. Panggonan liya sing mesthi dadi jujugane ziarah Wali Sanga yaiku makam Gunung Pring, Muntilan (pasareyane Kyai Santri) lan makam Bayat. Kayadene makam pepundhen kraton liyane, saben wulan Ruwah makame Syekh Maulana uga nampa kiriman dhuwit lan ubarampe “kuthamara” saka kraton Yogyakarta. Saben tanggal 25 Ruwah ing makam iki diadani wilujengan sadranan.

Sumber : Suwarsono L. JB 40/LX, 4-10 Juni 2006 (http://netlog.wordpress.com/2006/06/19/syekh-maulana-maghribi/)
303/3 <3+?> 1.5. Syarifah Sarah [Azmatkhan]
Рођење: putranya diputus : 850376
454/3 <13> 2. Syeik Quro / Maulana Hasanudin [Azmatkhan]
Рођење: Samarkand-Uzbekistan
Свадба: <6> Dyah Kirana [Azmatkhan]
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

Syekh Quro ( Hasanuddin bin Yusuf ), Karawang

Biografi Ulama Nusantara

Menurut Babad Tanah Jawa, pesantren pertama di Jawa Barat adalah pesantren Quro yang terletak di Tanjung Pura, Karawang. Pesantren ini didirikan oleh Syekh Hasanuddin, seorang ulama dari Campa atau yang kini disebut Vietnam, pada tahun 1412 saka atau 1491 Masehi. Karena pesantrennya yang bernama Quro, Syekh Hasanuddin belakangan dikenal dengan nama Syekh Quro. Syekh Quro atau Syekh Hasanuddin adalah putra Syekh Yusuf Sidik.

Awalnya, Syekh Hasanuddin datang ke Pulau Jawa sebagai utusan. Ia datang bersama rombongannya dengan menumpang kapal yang dipimpin Laksamana Cheng Ho dalam perjalanannya menuju Majapahit. Dalam pelayarannya, suatu ketika armada Cheng Ho tiba di daerah Tanjung Pura Karawang. Sementara rombongan lain meneruskan perjalanan, Syekh Hasanuddin beserta para pengiringnya turun di Karawang dan menetap di kota ini. Di Karawang, Syekh Hasanuddin menikah dengan gadis setempat yang bernama Ratna Sondari yang merupakan puteri Ki Gedeng Karawang. Di tempat inilah, Syekh Hasanuddin kemudian membuka pesantren yang diberi nama Pesantren Quro yang khusus mengajarkan Alquran. Inilah awal Syekh Hasanuddin digelari Syekh Quro atau syekh yang mengajar Alquran. Dari sekian banyak santrinya, ada beberapa nama besar yang ikut pesantrennya. Mereka antara lain Putri Subang Larang, anak Ki Gedeng Tapa, penguasa kerajaan Singapura, sebuah kota pelabuhan di sebelah utara Muarajati Cirebon.

Puteri Subang Larang inilah yang kemudian menikah dengan Prabu Siliwangi, penguasa kerajaan Sunda Pajajaran. Kesuksesan Syekh Hasanuddin menyebarkan ajaran Islam adalah karena ia menyampaikan ajaran Islam dengan penuh kedamaian, tanpa paksaan dan kekerasan. Begitulah caranya mengajarkan Islam kepada masyarakat yang saat itu berada di bawah kekuasaan raja Pajajaran yang didominasi ajaran Hindu. Karena sifatnya yang damai inilah yang membuat Islam diminati oleh para penduduk sekitar. Tanpa waktu lama, Islam berkembang pesat sehingga pada tahun 1416, Syekh Hasanuddin kemudian mendirikan pesantren pertama di tempat ini.

Ditentang penguasa Pajajaran Berdirinya pesantren ini menuai reaksi keras dari para resi. Hal ini tertulis dalam kitab Sanghyang Sikshakanda Ng Kareksyan. Pesatnya perkembangan ajaran Islam membuat para resi ketakutan agama mereka akan ditinggalkan. Berita tentang aktivitas dakwah Syekh Quro di Tanjung Pura yang merupakan pelabuhan Karawang rupanya didengar Prabu Angga Larang. Karena kekhawatiran yang sama dengan para resi, ia pernah melarang Syekh Quro untuk berdakwah ketika sang syekh mengunjungi pelabuhan Muara Jati di Cirebon. Sebagai langkah antisipasi, Prabu Angga Larang kemudian mengirimkan utusan untuk menutup pesantren ini. Utusan ini dipimpin oleh putera mahkotanya yang bernama Raden Pamanah Rasa. Namun baru saja tiba ditempat tujuan, hati Raden Pamahan Rasa terpesona oleh suara merdu pembacaan ayat-ayat suci Alquran yang dilantunkan Nyi Subang Larang. Putra mahkota yang setelah dilantik menjadi Raja Pajajaran bergelar Prabu Siliwangi itu dengan segera membatalkan niatnya untuk menutup pesantren tersebut. Ia justru melamar Nyi Subang Larang yang cantik. Lamaran tersebut diterima oleh Nyi Santri dengan syarat maskawinnya haruslah Bintang Saketi, yaitu simbol "tasbih" yang ada di Mekah. Pernikahan antara Raden Pamanah Rasa dengan Nyi Subang Karancang pun kemudian dilakukan di Pesantren Quro atau yang saat ini menjadi Masjid Agung Karawang. Syekh Quro bertindak sebagai penghulunya.

Menyebar santri untuk berdakwah Tentangan pemerintah kerajaan Pajajaran membuat Syekh Quro mengurangi intensitas pengajiannya. Ia lebih memperbanyak aktivitas ibadah seperti shalat berjamaah. Sementara para santrinya yang berpengalaman kemudian ia perintahkan untuk menyebarkan Islam ke berbagai kawasan lain. Salah satu daerah tujuan mereka adalah Karawang bagian Selatan seperti Pangkalan lalu ke Karawang Utara di daerah Pulo Kalapa dan sekitarnya. Dalam penyebaran ajaran Islam ke daerah baru, Syekh Quro dan para pengikutnya menerapkan cara yang unik. Antara lain sebelum berdakwah menyampaikan ajaran Islam, mereka terlebih dahulu membangun Masjid. Hal ini dilakukan Syekh Quro mengacu pada langkah yang dicontohkan Rasulullah SAW ketika berhijrah dari Mekkah ke Madinah. Saat itu beliau terlebih dahulu membangun Masjid Quba. Cara lainnya, adalah dengan menyampaikan ajaran Islam melalui pendekatan dakwah bil hikmah. Hal ini mengacu pada AlQuran surat An Nahl ayat 125, yang artinya: "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik." Sebelum memulai dakwahnya, Syekh Quro juga telah mempersiapkan kader-kadernya dengan pemahaman yang baik soal masyarakat setempat. Ini dilakukan agara penyebaran agamanya berjalan lancar dan dapat diterima oleh masyarakat.

Hal inilah yang melatarbelakangi kesuksesan dakwah Syekh Quro yang sangat memperhatikan situasi kondisi masyarakat serta sangat menghormati adat istiadat penduduk yang didatanginya. Selama sisa hidup hingga akhirnya meninggal dunia, Syekh Quro bermukim di Karawang. Ia dimakamkan di Desa Pulo Kalapa, Kecamatan Lemah Abang, Karawang. Tiap malam Sabtu, makam ini dihadiri ribuan peziarah yang datang khusus untuk menghadiri acara Sabtuan untuk mendoakan Syekh Quro. Belakangan masjid yang dibangun oleh Syekh Quro di pesantrennya, kemudian direnovasi. Namun bentuk asli masjid -- berbentuk joglo beratap dua limasan, menyerupai Masjid Agung Demak dan Cirebon -- tetap dipertahankan.


SEJARAH MAKAM SYEKH QURO

Karawang pada masa Islam juga merupakan kawasan penting. Pelabuhan Caravan yang sudah eksis sejak masa Kerajaan Sunda tampaknya terus berperan hingga masa Islam. Salah satu situs arkeologi dari masa Islam di Karawang adalah makam Syech Quro. Menurut tulisan yang tertera pada panil di depan komplek makam, Nama lengkap Syech Quro adalah Syech Qurotul A’in. Menurut naskah Purwaka Caruban Nagari, Syech Quro adalah seorang ulama yang juga bernama Syeh Hasanudin. Beliau adalah putra ulama besar Perguruan Islam dari negeri Campa yang bernama Syech Yusuf Siddik yang masih ada garis keturunan dengan Syech Jamaluddin serta Syech Jalaluddin ulama besar Mekah. Pada tahun 1418 datang di Pelabuhan Muara Jati, daerah Cirebon. Tidak lama di Muara Jati, kemudian pergi ke Karawang dan mendirikan pesantren. Disebutkan bahwa letak bekas pesantren Syech Quro berada di Desa Talagasari, Kecamatan Talagasari, Karawang. Di Karawang dikenal sebagai Syech Quro karena beliau adalah seorang yang hafal Al-Quran (hafidz) dan sekaligus qori yang bersuara merdu. Sumber lain mengatakan bahwa Syech Quro datang di Jawa pada 1416 dengan menumpang armada Laksamana Cheng Ho yang diutus Kaisar Cina Cheng Tu atau Yung Lo (raja ketiga jaman Dinasti Ming). Tujuan utama perjalanan Cheng Ho ke Jawa dalam rangka menjalin persahabatan dengan raja-raja tetangga Cina di seberang lautan. Armada tersebut membawa rombongan prajurit 27.800 orang yang salah satunya terdapat seorang ulama yang hendak menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Mengingat Cheng Ho seorang muslim, permintaan Syech Quro beserta pengiringnya menumpang kapalnya dikabulkan. Syech Quro beserta pengiringnya turun di pelabuhan Karawang, sedangkan armada Cina melanjutkan perjalanan dan berlabuh di Pelabuhan Muara Jati Cirebon.

Syekh Quro atau Syekh Qurotul Ain Pulobata adalah pendiri pesantren pertama di Jawa Barat, yaitu Pesantren Quro di Tanjung Pura, Karawang pada tahun 1428.

Nama asli Syekh Quro ialah Syekh Hasanuddin atau ada pula yang menyebutnya Syekh Mursahadatillah. Beberapa babad menyebutkan bahwa ia adalah muballigh (penyebar agama) penganut madzhab Hanafi yang berasal dari Makkah, yang berdakwah di daerah Karawang dan diperkirakan datang ke Pulau Jawa melalui Champa atau kini Vietnam selatan.

Dalam menyampaikan ajaran Islam, Syekh Quro melakukannya melalui pendekatan yang disebut Dakwah Bil Hikmah, sebagaimana firman ALLAH dalam Al-Qur’an Surat XVI An Nahl ayat 125, yang artinya : “Serulah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah (kebijaksanaan) dan dengan pelajaran yang baik, dan bertukar pikiranlah dengan mereka dengan cara yang terbaik”.

Sebagian cerita menyatakan bahwa pada Tahun 1409, Kaisar Cheng Tu dari Dinasti Ming memerintahkan Laksamana Haji Sampo Bo untuk memimpin Armada Angkatan Lautnya dan mengerahkan 63 buah Kapal dengan prajurit yang berjumlah hampir 25.000 orang untuk menjalin persahabatan dengan kesultanan yang beragama Islam.

Dalam Armada Angkatan Laut Tiongkok itu rupanya diikutsertakan Syekh Hasanuddin dari Campa untuk mengajar Agama Islam di Kesultanan Malaka, Sebab Syekh Hasanuddin adalah putra seorang ulama besar Perguruan Islam di Campa yang bernama Syekh Yusuf Siddik yang masih ada garis keturunan dengan Syekh Jamaluddin serta Syekh Jalaluddin, ulama besar Makkah.

Bahkan menurut sumber lain, garis keturunannya sampai kepada Sayyidina Husein bin Sayyidina Ali KRW, menantu Rasulullah SAW.

Adapun pasukan angkatan laut Tiongkok pimpinan Laksamana Sam Po Bo lainnya ditugaskan mengadakan hubungan persahabatan dengan Ki Gedeng Tapa, Syahbandar Muara Jati Cirebon dan sebagai wujud kerjasama itu maka kemudian dibangunlah sebuah menara di pantai pelabuhan Muara Jati.

Dikisahkan pula bahwa setelah Syekh Hasanuddin menunaikan tugasnya di Malaka, selanjutnya beliau mengadakan kunjungan ke daerah Martasinga, Pasambangan, dan Jayapura melalui pelabuhan Muara Jati. Kedatangan ulama besar tersebut disambut baik oleh Ki Gedeng Tapa atau Ki Gedeng Jumajan Jati putra bungsu Prabu Wastu Kancana, Syahbandar di Cerbon Larang (yang menggantikan Ki Gedeng Sindangkasih yang telah wafat). Ketika kunjungan berlangsung, masyarakat di setiap daerah yang dikunjungi merasa tertarik dengan ajaran Islam yang dibawa Syekh Quro, sehingga akhirnya banyak warga yang memeluk Islam.

Kegiatan penyebaran Agama Islam oleh Syekh Hasanuddin rupanya sangat mencemaskan penguasa Pajajaran waktu itu, yaitu Prabu Wastu Kencana atau Prabu Angga Larang yang menganut ajaran Hindu. Sehingga beliau diminta agar penyebaran agama tersebut dihentikan.

Oleh Syekh Hasanuddin perintah itu dipatuhi. Kepada utusan yang datang kepadanya ia mengingatkan, bahwa meskipun dakwah itu dilarang, namun kelak dari keturunan Prabu Angga Larang akan ada yang menjadi seorang Waliyullah. Beberapa saat kemudian Syekh Hasanuddin mohon diri kepada Ki Gedeng Tapa.

Sebagai sahabat, Ki Gedeng Tapa sendiri sangat prihatin atas peristiwa yang menimpa ulama besar itu, Sebab ia pun sebenarnya masih ingin menambah pengetahuannya tentang Agama Islam. Oleh karena itu, sewaktu Syekh Hasanuddin kembali ke Malaka, putrinya yang bernama Nyai Subang Karancang atau Nyai Subang Larang dititipkan ikut bersama ulama besar ini untuk belajar Agama Islam di Malaka.

Beberapa waktu lamanya berada di Malaka, kemudian Syekh Hasanuddin membulatkan tekadnya untuk kembali ke wilayah Kerajaan Hindu Pajajaran. Dan untuk keperluan tersebut, maka telah disiapkan 2 perahu dagang yang memuat rombongan para santrinya termasuk Nyai Subang Larang.

Sekitar tahun 1418 Masehi, setelah rombongan ini memasuki Laut Jawa, kemudian memasuki Muara Kali Citarum yang pada waktu itu ramai dilayari oleh perahu para pedagang yang memasuki wilayah Pajajaran. Selesai menyusuri Kali Citarum ini akhirnya rombongan perahu singgah di Pura Dalam atau Pelabuhan Karawang. Kedatangan rombongan ulama besar ini disambut baik oleh petugas Pelabuhan Karawang dan diizinkan untuk mendirikan musholla yang digunakan juga untuk belajar mengaji dan tempat tinggal.

Setelah beberapa waktu berada di pelabuhan Karawang, Syekh Hasanuddin menyampaikan dakwahnya di musholla yang dibangunnya dengan penuh keramahan. Uraiannya tentang agama Islam mudah dipahami, dan mudah pula untuk diamalkan, karena ia bersama santrinya langsung memberi contoh. Pengajian Al-Qur’an memberikan daya tarik tersendiri, karena ulama besar ini memang seorang Qori yang merdu suaranya. Oleh karena itu setiap hari banyak penduduk setempat yang secara sukarela menyatakan masuk Islam.

Berita tentang dakwah Syeh Hasanuddin (yang kemudian lebih dikenal dengan nama Syekh Quro) di pelabuhan Karawang rupanya telah terdengar kembali oleh Prabu Angga Larang, yang dahulu pernah melarang Syekh Quro melakukan kegiatan yang sama tatkala mengunjungi pelabuhan Muara Jati Cirebon. Sehingga ia segera mengirim utusan yang dipimpin oleh sang putra mahkota yang bernama Raden Pamanah Rasa untuk menutup Pesantren Syekh Quro.

Namun tatkala putra mahkota ini tiba di tempat tujuan, rupanya hatinya tertambat oleh alunan suara merdu ayat-ayat suci Al-Qur’an yang dikumandangkan oleh Nyai Subang Larang. Putra Mahkota (yang setelah dilantik menjadi Raja Pajajaran bergelar Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi) itu pun mengurungkan niatnya untuk menutup Pesantren Quro, dan tanpa ragu-ragu menyatakan isi hatinya untuk memperistri Nyi Subang Larang yang cantik itu dan halus budinya.

Lamaran tersebut rupanya diterima oleh Nyai Subang Larang dengan syarat mas kawinnya haruslah berupa “Bintang Saketi”, yaitu simbol dari “tasbih” yang berada di Negeri Makkah.

Sumber lain menyatakan bahwa hal itu merupakan kiasan bahwa sang Prabu haruslah masuk Islam, dan patuh dalam melaksanakan syariat Islam. Selain itu, Nyai Subang Larang juga mengajukan syarat, agar anak-anak yang akan dilahirkan kelak haruslah ada yang menjadi Raja. Semua hal tesebut rupanya disanggupi oleh Raden Pamanah Rasa, sehingga beberapa waktu kemudian pernikahan pun dilaksanakan, bertempat di Pesantren Quro (atau Mesjid Agung sekarang) dimana Syekh Quro sendiri bertindak sebagai penghulunya.

Pernikahan di musholla yang senantiasa menganggungkan asma ALLAH SWT itu memang telah membawa hikmah yang besar, dan Syekh Quro memegang peranan penting dalam masuknya pengaruh ajaran Islam ke keluarga Sang Prabu Siliwangi. Sebab para putra-putri yang dikandung oleh Nyai Subang Larang yang muslimah itu, memancarkan sinar IMAN dan ISLAM bagi umat di sekitarnya. Nyai Subang Larang sebagai isteri seorang raja memang harus berada di Istana Pakuan Pajajaran, dengan tetap memancarkan Cahaya Islamnya.

Putra pertama yang laki-laki bernama

  • 1. Raden Walangsungsang ( 1423 Masehi)setelah melewati usia remaja, maka bersama adiknya yang bernama
  • 2. Raden Rara Santang,( 1426 Masehi)meninggalkan Istana Pakuan Pajajaran kemudian mendapat bimbingan dari ulama besar yang bernama Syekh Dzatul Kahfi di Paguron Islam di Cirebon. Setelah kakak beradik ini menunaikan ibadah Haji, maka Raden Walangsungsang menjadi Pangeran Cakrabuana memimpin pemerintahan Nagari Caruban Larang, Cirebon.

Sedangkan Raden Rara Santang sewaktu di Makkah diperistri oleh Sultan Mesir yang bernama Syarif Abdullah. Adik Raden Walangsungsang yang bungsu adalah laki-laki bernama

  • 3. Raden Sangara ( 1428 Masehi) atau Pangeran Kian Santang, pada masa dewasanya menjadi Muballigh untuk menyebarkan agama Islam di daerah Garut.

Adapun kegiatan Pesantren Quro yang lokasinya tidak jauh dari pelabuhan Karawang, rupanya kurang berkembangnya karena tidak mendapat dukungan dari pemerintah kerajaan Pajajaran. Hal tersebut rupanya dimaklumi oleh Syekh Quro, sehingga pengajian di pesantren agak dikurangi, dan kegiatan di masjid lebih dititik beratkan pada ibadah seperti shalat berjamaah.

Kemudian para santri yang telah berpengalaman disebarkan ke pelosok pedesaan untuk mengajarkan agama Islam, terutama di daerah Karawang bagian selatan seperti Pangkalan. Demikian juga ke pedesaan di bagian utara Karawang yang berpusat di Desa Pulo Kalapa dan sekitarnya.

Dalam semaraknya penyebaran agama Islam oleh Wali Songo, maka masjid yang dibangun oleh Syekh Quro, kemudian disempurnakan oleh para ulama dan Umat Islam yang modelnya berbentuk “joglo” beratap 2 limasan, hampir menyerupai Masjid Agung Demak dan Cirebon.

Pengabdian Syekh Quro dengan para santri dan para ulama generasi penerusnya adalah “menyalakan pelita Islam”, sehingga sinarnya memancar terus di Karawang dan sekitarnya.

Makam Syekh Quro terdapat di Dusun Pulobata, Desa Pulokalapa, Kecamatan Lemahabang, Lokasi makam penyebar agama Islam tertua, yang konon lebih dulu dibandingkan Walisongo tersebut, berada sekitar 30 kilometer ke wilayah timur laut dari pusat kota Lumbung Padi di Jawa Barat itu.

Dalam sebuah dokumen surat masuk ke kantor Desa Pulokalapa tertanggal 5 November 1992, ditemukan surat keterangan bernomor P-062/KB/PMPJA/ XII/11/1992 yang dikirim Keluarga Besar Putra Mahkota Pangeran Jayakarta Adiningrat XII. Surat tersebut ditujukan kepada kepala desa, berisi mempertegas keberadaan makam Syekh Quro yang terdapat di wilayah Dusun Pulobata Desa Pulokalapa, Kecamatan Lemah Abang bukan sekedar petilasan Syekh Quro tetapi merupakan tempat pemakaman Syekh Quro.

Selain itu, di Dusun Pulobata juga terdapat satu makam yang diyakini warga Karawang sebagai makam Syekh Bentong atau Syekh Darugem, yang merupakan salah seorang santri utama Syekh Quro. Wallohu a’lam
475/3 <5> 14.4. Syarif Sulaiman [Azmatkhan]
Титуле : Raja Baghdad
Syarif Sulaiman menjadi raja di Bagdad karena menikahi putri mahkota raja Bagdad.
516/3 <13> 1. Hayati Binti Yusuf Sidiq [Azmatkhan]
Рођење: Samarkand-Uzbekistan
Свадба: <7> Sampo Lo Khoei Kian [?]
337/3 <6+3> Sunan Ampel / Raden Rahmat (Maulana Rahmatullah/Ali Rakhmatullah) [Azmatkhan]
Рођење: 1401, Champa
Титуле : Ampel, Susuhunan Ing Ngampeldenta
Свадба: <8> Dewi Condrowati / Nyai Ageng Manila [Champa]
Свадба: <9> Dewi Karimah [?]
Смрт: 1481, Masjid Ampel-Surabaya
== SUNAN AMPEL ==

Sunan Ampel bernama asli Raden Rahmat, keturunan ke-22 dari Nabi Muhammad, menurut riwayat ia adalah putra Ibrahim Zainuddin Al-Akbar dan seorang putri Champa yang bernama Dewi Condro Wulan binti Raja Champa Terakhir Dari Dinasti Ming. Sunan Ampel umumnya dianggap sebagai sesepuh oleh para wali lainnya. Pesantrennya bertempat di Ampel Denta, Surabaya, dan merupakan salah satu pusat penyebaran agama Islam tertua di Jawa. Ia menikah dengan Dewi Condrowati yang bergelar Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja dan menikah juga dengan Dewi Karimah binti Ki Kembang Kuning. Pernikahan Sunan Ampel dengan Dewi Condrowati alias Nyai Ageng Manila binti Aryo Tejo, berputera: Sunan Bonang,Siti Syari’ah,Sunan Derajat,Sunan Sedayu,Siti Muthmainnah dan Siti Hafsah. Pernikahan Sunan Ampel dengan Dewi Karimah binti Ki Kembang Kuning, berputera: Dewi Murtasiyah,Asyiqah,Raden Husamuddin (Sunan Lamongan,Raden Zainal Abidin (Sunan Demak),Pangeran Tumapel dan Raden Faqih (Sunan Ampel 2. Makam Sunan Ampel teletak di dekat Masjid Ampel, Surabaya.

Nasab lengkapnya sebagai berikut: 22)SUNAN AMPEL bin 21) Sayyid Ibrahim Zainuddin Al-Akbar bin 20)Sayyid Jamaluddin Al-
Husain bin 19) Sayyid Ahmad Jalaluddin bin 18) Sayyid Abdullah bin 17) Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin 16) Sayyid Alwi Ammil
Faqih bin 15) Sayyid Muhammad Shahib Mirbath bin 14) Sayyid Ali Khali’ Qasam bin 13) Sayyid Alwi bin 12) Sayyid Muhammad bin 
11) Sayyid Alwi bin 10) Sayyid Ubaidillah bin 9) Sayyid Ahmad Al-Muhajir bin 8) Sayyid Isa bin 7) Sayyid Muhammad bin 6) Sayyid
Ali Al-Uraidhi bin 5) Imam Ja’far Shadiq bin 4) Imam Muhammad Al-Baqir bin 3) Imam Ali Zainal Abidin bin 2) Imam Al-Husain bin 
1) Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti 0) NABI MUHAMMAD RASULULLAH.


Sunan Ampel merupakan dzuriyah Nabi Saw. dari jalur Al-Kazimi al- Husaini. Di sejumlah negara Asia, jalur ini juga disebut dengan An-Naqowi al-Bukhori 
al-Husaini. Berikut ini silsilah Sayyid Ali Rahmatullah (Sunan Ampel) yang sudah diisbat Naqobah Internasional
Sayyidina Kanjeng Nabi Muhammad Saw. (Sumber : [1] 
1). Sayyidah syarifah Fathimatuz  Zahro
2). Sayyid syarif asy-syahid Husain
3). Sayyid syarif Ali Zainal Abidin
4). Sayyid syarif Muhammad al-Baqir
5). Sayyid syarif Imam Ja’far ash-Shodiq
6). Sayyid syarif Musa Al-Kazhim
7). Sayyid syarif Ali Ar-Ridho
8). Sayyid syarif Muhammad At-Taqi/Sayyid syarif Muhammad al-Jawad
9). Sayyid syarif Ali An-Naqi an-Hadi
10) Sayyid syarif Ja’far az-Zaki
11).Sayyid syarif Ali al-Asyqori
12).Sayyid syarif Abdulloh
13).Sayyid syarif Ahmad
14).Sayyid syarif Mahmud
15).Sayyid syarif Muhammad
16).Sayyid syarif Ja’far
17).Sayyid syarif Ali
18).Sayyid syarif Makhdum Husein Jalaluddin al-Bukhori
19).Sayyid syarif Makhdum Ahmad Kabir
20).Sayyid syarif Makhdum Jalaluddin Husain
21).Sayyid Syarif Makhdum Mahmud Nasiruddin / Mahmudinil Kubro
22).Sayyid Syarif Makdhum Jamaluddin Akbar/ Jumadil Kubro
23).Sayyid Syarif Makhdum Ibrahim Assamarkandy
24).Makhdum Sunan Ampel / Sayyid Syarif Ali Ahmad Rahmatullah, berputra antara lain:
25).Sunan Bonang Makhdum Ibrahim & Sunan Drajat Makhdum Qosim
348/3 <5> 14.3. Maulana Muhammad Al-Baqir (Syekh Subaqir) / Arya Teja III (Haryo Tejo Kusumo) [Azmatkhan]
Свадба: <10> Raden Ayu Arya Teja / Raden Ayu Haryo Tejo [Ronggolawe]
Свадба: <11> Putri Lembu Suro [?]
Професија : од 1401, Tuban, Adipati Tuban VII
"Bendera Kerajaan Champa"
"Bendera Kerajaan Champa"
239/3 <5> 14.1. Sultan Syarif Abdullah Mahmud Umdatuddin (Syaikh Israel Ya'kub) [Azmatkhan]
Рођење: 1425изр, Champa
Свадба: <12> 5. Nyai Rara Santang / Hajjah Syarifah Mudaim [Pajajaran] b. 1426
Титуле : од 1471, Champa
Смрт: 1478
4610/3 <5> 14.5. Syarifah Halimah / Nyi Ratna Jatiningsih/ Nyi Rara Api [Azmatkhan] 5011/3 <19+?> Dato' Sulaiman-1 [Azmatkhan]
Рођење: 1483изр, Nasab Ke 23
Професија : (Qadhi & Mufti Kesultanan WajoPertama)
4912/3 <18+?> I Mangari Daeng Manrabbia Sultan Alauddin Tuminanga ri Gaukanna [Raja Gowa]
Титуле : Sultan Gowa Islam Ke1
Титуле : од 1593, Raja Gowa Ke 14
2513/3 <4> 16.1. Abdul Gafhur [Azmatkhan]
2614/3 <4> 16.2. Ahmad Zainal Alam / Mawlana Maghribi [Azmatkhan]
2715/3 <6+3> Dewi Endang Sasmita Puri Syarifah Siti Zainab [Azmatkhan]
2816/3 <3> Syarif Abdullah [Azmatkhan]
2917/3 <3+?> 1.4. Maulana Moqfaroh / Maulana Maghfarah Al-Maghribi [Azmatkhan]
3118/3 <6> 11.3. Maullana Ali Murtadho / Raden Santri [Azmatkhan]
3219/3 <6> 11.2. Sayyid Syeikh Maulana Ishaq Al-Maghribi [As-Samarakandi]
== Syekh Maulana Ishaq / Maulana Maghribi ==

Maulana Ishaq adalah saudara Syekh Ibrahim Asmoroqondi (ayah Sunan Ampel). Jadi beliau adalah anak dari Syekh Jumadil Qubro.Syekh Jumadil Qubro memiliki dua anakyang bersama-sama dengannya datang ke pulau Jawa.yaituMaulana IbrahimAsmoroqondi(Sunan Gesik) dan Maulana Ishaq. Syekh Jumadil Qubro kemudian tetap di Jawa, Maulana IbrahimAsmoroqondi ke Champa lalu ke Jawa, dan adiknya Maulana Ishaq mengislamkan Samudera Pasai dan Blam- bangan.Sayyid Maulana Ishak mempersunting putri Raja Blamban- gan Menak Sambuyu yang bernama Dewi Sekardadu, dan mempu­nyai seorang putera yang bernama Ainul Yakin atau Raden Paku (Sunan Giri).

Makam Syekh Maulana Ishaqal-Maghrobi berada di Desa Gedong- Ombo, Kecamatan Semanding, Tuban. Masuk Gang Syeh Maulana, perempatan pabrik kapur sebelum Pasar Baru Tuban. Sebutan SyekhMaulana al-Maghribi ini kemungkinan merupakan asal muasal nenek moyangnya, yaitu daerah Maghribi atau Maroko di Afrika Utara.Di area makamSyekh Maulana jugaterdapat makamHabib Abdul Qodir bin Alwy Assegaf dan Habib Idrus bin Salim.
3520/3 <15+?> 12.1. Syaikh Muhammad Yunus [Azmatkhan]
3621/3 <6> 11.4. Syarifah Siti Zainab [Azmatkhan]
== KUPAS TUNTAS KEANEHAN ISI BABAD TANAH JAWI (Keanehan Ke 19) ==

(Disarikan dari Buku Babad Tanah Jawi Episode Galuh Mataram dan diterjemahkan dari bahasa Jawa Kuno ke Bahasa Indonesia Oleh Dr. Suwito, Tahun 1970)

I. Keseanehan ke 19 :

Putri China dibuang karena permaisuri Brawijaya yang bernama Dwarawati bermimpi dan takut keturunan China itu merebut kekuasaan (terdapat dihalaman 97)".

Jawaban Saya :

Aneh…, sosok Dwarawati dan putri China itu kadang suka disalah artikan, padahal sosok keduanya sama, sosok keduanya adalah satu, putri china yang dimaksud tersebut adalah Syarifah zaenab binti Ibrahim Asmorokondi. Syarifah Zaenab itu hijrah ke Palembang bukan dibuang, beliau adalah sosok wanita yang sangat dihormati Brawijaya 4, tidak mungkin Brawijaya 4 berani memperlakukan sosok Syarifah Zaenab secara sewenang wenang, apalagi Syarifah Zaenab adalah adik Sunan Ampel, sedangkan antara Brawijaya 4 dan Sunan Ampel hubungannya sangat baik, begitu juga dengan Walisongo lainnya, Syarifah Zaenab itu hijrah bukan dibuang, beliau hijrah karena situasi Majapahit memang sudah tidak kondusif lagi bagi diri dan anaknya, Majapahit sudah bobrok dan tinggal menunggu waktunya saja untuk jatuh, intrik sesama bangsawan sering terjadi, dan ini sangat tidak baik bagi kondisi Syarifah Zaenab dan Raden Fattah. Istri Brawijaya sendiri sangat banyak, dan ini dibuktikan dengan banyaknya anak yang berjumlah 100 orang (anak kandung) dan juga anak angkat dan anak tiri sebanyak 17 orang termasuk diantaranya adalah Arya Damar, Bondan Kejawan, Jaka Tarub, Syekh Bela Belu, Raden Fattah, Empu Supa, dan beberapa lagi yang lainnya. Tidak heran dengan anak yang jumlahnya sangat spektakuler ini sesama putra-putri dan permaisuri atau selir dari Brawijaya saling bersinggungan, dan ini kelak menjadikan kondisi keraton sangat penuh dengan berbagai ambisi, keinginan, intrik.

Jadi sangatlah aneh jika ada tuduhan jika Syarifah Zaenab itu mau merebut kekuasaan, aneh.....Syarifah Zaenab adalah muslimah yang baik yang justru hidupnya itu zuhud, kalau dia mau, dia bisa saja bertahan, namun karena dia melihat majapahit sudah tidak “sehat” lagi, maka beliau lebih memilih Palembang yang kondisinya stabil, lagipula pernikahan Brawijaya 4 dengan Syarifah Zaenab, adalah pernikahan yang tujuannya untuk melindungi keberadaan kehormatan dari Syarifah Zaenab. Perlu diketahui bahwa selama menikah, tidak pernah sekalipun Brawijaya 4 ini “mencampuri” istrinya tersebut, itu karena Brawijaya 4 sangat faham kedudukan dari seorang Syarifah Zaenab, sehingga tidak lama kemudian akhirnya Brawijaya 4 menyerahkan Syarifah Zaenab untuk dinikahi Arya Damar atau Arya Dillah yang ternyata juga seorang AZMATKHAN!!!. Memang jika dilihat dari neneknya, Syarifah Zaenab adalah keturunan Kaisar ming, namun dari garis ayahnya jelas ia adalah Azmatkhan. Syarifah Zaenab atau yang sering disebut putri China itu adalah ibu Raden Fattah. Raden Fattah sendiri sampai sekarang diyakini sebagai anak dari putri China seperti apa yang pernah diungkap oleh Gus Dur. Bahkan Prof Dr Slamet Mulyana dalam bukunya yang kontroversial yang berjudul Runtuhnya Kerajaan Majapahit dan timbulnya Kerajaan Islam Di Nusantara sempat mengangkat isu jika Walisongo dan keluarga Besar Raden Fattah itu adalah China, sehingga tidak lama kemudian, buku ini akhirnya dicekal dan sampai sekarang masih terus diperdebatkan, sialnya buku Slamet ini lagi lagi mengambil rujukan dari Babad Tanah Jawi dan juga naskah Residen Portman yang fiktif.

Sampai sekarang sejarah Raden Fattah selalu dikaitkan dengan bangsa China, baik itu di Palembang maupun di Demak atau beberapa daerah lainnya. Beberapa saat yang lalu saya juga pernah keberatan jika Raden Fattah dikatakan anak dari putri China, ini bukan masalah RAS apalagi anti China, tapi ini adalah masalah garis keturunan yang harus jelas dan terang benderang, namun ketika saya mempelajari ilmu tautan nasab, saya baru sadar dan merasa bodoh, ternyata dari apa yang saya pelajari tentang ilmu tautan nasab, bahwa Syarifah Zaenab, Sunan Ampel, Maulana Ishaq, Sayyid Fadhol Ali Murtadho yang merupakan pentolannya Walisongo memang mempunyai garis tautan nasab dengan etnis China terutama dari ibu mereka yang menikah dengan ayah mereka yang bernama Sayyid Ibrahim Zaenuddin Al Akbar As-Samarkandy. Sayyid Ibrahim As-Samarkandy atau Ibrahim Asmorokondi ini telah menikah dengan salah satu putri Kaisar dimasa Dinasti ming yang kebetulan saat itu berada di Champa. Champa memang saat itu merupakan wilayah yang sangat berhubungan erat dengan Kekaisaran Ming pada waktu itu. Dan kita juga harus faham, bahwa yang namanya tautan nasab ini pengaruhnya terkadang sangat dahsyat. Adanya tautan nasab bahkan bisa mempererat hubungan bangsa yang satu dengan bangsa yang lain, hubungan tautan nasab bisa mempererat keluarga yang satu dengan keluarga yang lain.Yang jelas ketika saya mengetahui bahwa Raden Fattah, Syarifah Zaenab, Sunan Ampel, Maulana Ishaq, Sayyid Fadhol Ali Murtadho seorang Azmatkhan namun ada darah Etnis China, saya malah bersyukur, karena dengan adanya tautan ini maka sayapun akhirnya bisa merasa dekat dengan bangsa yang satu ini, bahkan beberapa saat yang lalu ketika ada seorang ulama ditanya oleh beberapa dokter dari China dengan pertanyaan, “apakah Walisongo mempunyai hubungan silsilah dengan bangsa china?” ketika ulama itu menjawab ada, dan memberikan jawaban mengenai istri dari Sayyid Ibrahim Asmorokondi tersebut, para Dokter China tersebut sangat sumringah dan senang, karena ternyata negara mereka dengan negara kita ini masih memiliki hubungan garis silsilah melalui pemimpin bangsa mereka dimasa lalu....


KUPAS TUNTAS KEANEHAN ISI BABAD TANAH JAWI (Keanehan Ke 18)

(Disarikan dari Buku Babad Tanah Jawi Episode Galuh Mataram dan diterjemahkan dari bahasa Jawa Kuno ke Bahasa Indonesia Oleh Dr. Suwito, Tahun 1970)

II. Keanehan ke 18 :

"Putri China dikatakan hamil 7 bulan kemudian diserahkan kepada Arya Damar/Arya Dillah (terdapat dihalaman 96)".

Jawaban saya :

Pada halaman sebelumnya dikatakan bahwa putri China tersebut hamil 3 bulan, dan sekarang berubah lagi menjadi 7 bulan, ada ketidak konsistenan terhadap pakem tulisan. Dan lagi-lagi kisah ini adalah kisah sesat menyesatkan karena sudah jelas, mana mungkin Arya Dillah menikahi wanita yang sedang hamil! sekalipun wanita itu belum dinikahi, jelas keberadaan wanita dirumahnya merupakan hal yang sangat tidak pantas dilakukan oleh pemimpin sekelas Arya Dillah. Arya Dillah adalah ulama dan penguasa. Mana mungkin dia menikahi wanita yang dalam kondisi hamil..Secara Syariat Islam ini adalah pernikahan yang tidak benar. Arya Dillah jelas tidak mungkin mau menikahi wanita yang sedang hamil, apapun alasannya, justru yang benar adalah Arya Dillah menikahi wanita ini dalam kondisi wanita ini suci dan anak ini sudah lahir. Dan tahukah anda, bahwa wanita tersebut adalah seorang Ahlul Bait, beliau bernama Syarifah Zaenab binti Ibrahim Asmorokondi. Saat pernikahan Syarifah Zaenab tidaklah hamil dan sudah melewati masa iddah. Saat menikah Syarifah Zaenab sudah punya naka, Anak tersebut adalah Raden Fattah.Cerita ini jelas sangat merendahkan martabat tokoh tokoh Islam pada masa itu, Arya Dillah sudah jelas dia adalah penguasa plus ulama, syarifah Zaenab adalah wanita muslimah yang juga alim, Brawijaya 4 dan Brawijaya 5 adalah dua raja yang hubungan dengan Walisongo cukup baik, jadi mana mungkin Brawijaya berbuat tidak terhormat seperti ini, sedangkan dia adalah seorang raja.yang sangat berwibawa dan terhormat...Sudah jelas pernikahan wanita hamil dengan seorang ulama adalah dusta besar, sekali lagi, buku ini benar benar sudah merusak nama baik keluarga besar Walisongo dan Azmatkhan..

Wallahu A’lam BIsshowab
3722/3 <4> 16.3. Sunan Gresik (Sunan Tandhes) [Azmatkhan]
3823/3 <16> 6.1. Shihabudin (Ki Ageng Pengging) [Azmatkhan]
3924/3 <5> 14.2. Syarifah Fatimah [Azmatkhan]
4025/3 <3+2> 1.1. Maulana Maghribi II/ Maulana Malik Maghribi [Azmatkhan]
4126/3 <3+2> 1.2. Maulana Malik Israfil [Azmatkhan]
4227/3 <17> 8.1. Syarifah Maryam [Azmatkhan] 4328/3 <3> 1.10. Abbas Al-Maghribi [Azmatkhan]
4429/3 <3> 1.11. Yusuf Al-Maghribi. [Azmatkhan]
4830/3 <6> Nyai Retna Rasajati [Akbar] 5231/3 <2> Abdullah (Saudara Ishak /P. Pethak) [(Saudara Ishak /P. Pethak)]

4

571/4 <46+13> 3. Fatimah / Syarifah Baghdad (Nyai Mas Syarifah Panata Pasambangan) [Azmatkhan]
Рођење: ISTRI KE 6 (berputra 2)
Свадба: <55!> 14.1.1. Maulana Syarief Hidayatullah (Sunan Gunung Djati II) [Sunan Gunung Djati II] b. 1448 d. 1568
Титуле : Nyi Mas Penatagama Pesambangan



Kedatangan Pangeran Panjunan

Bagian ini diselingi oleh cerita Sultan Sulaeman di Negeri Bagdad yang dilanda kegundahan karena anaknya yang bernama Syarif Abdurrahman dan adik-adiknya, Syarif Abdurrakhim, Syarifah Bagdad dan Syarif Khafid mempelajari Ilmu Tasawuf yang tidak disukai oleh Sultan Sulaeman dan suka bermain rebana, yang kelak menjadi cikal bakal kesenian Brai di Cirebon. Akhirnya, Syarif Abdurrahman diusir dari kerajaan. Syarif Abdurrahman mengadukan pengusiran ayahnya kepada gurunya, Syekh Juned. Menurut Syekh Juned, tidak ada tempat lain yang harus dituju kecuali Cirebon, tempat yang tentram dan di masa yang akan datang akan diduduki oleh para wali.

            Sementara itu Haji Abdullah Iman berniat kembali ke tanah Jawa. Dalam perjalanan kembali ke tanah Jawa, ia mengunjungi Syekh Ibrahim Akbar di Campa dan  dijodohkan dengan putrinya dan di bawa pulang ke Cirebon (18).  Kelak keduanya dikaruniai tujuh orang putri yang setelah dewasa bermukim di beberapa tempat menjadi sesepuh desa. 

Haji Abdullah Iman membangun sebuah keraton di Cirebon yang diberi nama Keraton Pakungwati yang diambil dari nama anaknya yang baru lahir buah perkawinannya dengan Nyi Indang Geulis. Setelah pembangunan keraton selesai, Haji Abdullah Iman diangkat oleh ayahnya, Prabu Siliwangi, menjadi Ratu Sri Mangana dan diberi payung kebesaran.

Syarif Abdurrakhman yang diusir ayahnya dari Bagdad melakukan perjalanan menuju Cirebon sesuai dengan saran gurunya, Syekh Juned. Ia ditemani oleh tiga orang adiknya dan 1.200 orang pengikutnya yang diangkut dengan empat buah kapal. Akhirnya mereka tiba di Caruban. Setibanya di Caruban, mereka langsung menghadap Pangeran Walangsungsang Cakrabuana dan minta izin untuk tinggal di Caruban. Kemudian diizinkan dan ditempatkan di daerah Panjunan dan Syarif Abdurrakhman ini dikenal dengan sebutan Pangeran Panjunan (20). Di tempat tersebut, Pangeran Panjunan bersama para wali mendirikan sebuah masjid, yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan Masjid Merah Panjunan.

Masjid Panjunan selain memiliki keunikan berwarna merah, juga memilki keunikan lain. Arsitektur pada gapura masjid tersebut asimetri dan memilki candrasengkala berupa srimpedan, yang juga dimiliki oleh Masjid Agung Sang Cipta Rasa.

Sedangkan Syarif Abdurrakhim bertempat tinggal di Kejaksan dan bergelar Pangeran Kejaksan serta membuat masjid di tempat tersebut. 

Mereka bertemu ayahandanya, Syekh Nurjati di Gunung Jati. Syarif Khafid dan Syarifah Bagdad menetap di Gunung Jati (21).Syarifah Bagdad kelak menikah dengan Syarif Hidayatullah dan menjadi sekretaris pribadi dalam hal masalah keagamaan sehingga bergelar Nyi Mas Penatagama Pesambangan yang sangat alim dan berakhlak mulia, sehingga Sunan Gunung Jati sangat mencintainya dan putranya diangkat menjadi putra mahkota. Namun kedua putranya baik Pangeran Jaya Kelana maupun Pangeran Brata Kelana, meninggal/ syahid dalam usia muda.


Sementara dari pernikahannya yang ke 6 Sunan Gunung Jati dengan Nyai Lara Baghdad, putri Maulana Abdullrahman Al-Baghdadi, Sunan Gunung Jati mendapatkan 2 orang anak juga. Yang pertama adalah Pangeran Jayakelana, yang menikah dengan keluarga Demak juga, putri Raden Patah yang bernama Ratu Pembayun. Sementara putra kedua, Pangeran Bratakelana, juga menikah dengan anak Raden Patah yang lain, yakni Ratu Nyawa. Yang setelah kematiannya dalam pertarungan melawan bajak laut sepulang dari Demak, kemudian diperistri oleh saudaranya, Pangeran Pasarean
992/4 <36> 11.4. Syarifah Siti Zainab [Azmatkhan] 1043/4 <38> 6.1.1. Abdurrahman / Joko Tingkir [Azmatkhan]
Рођење: Cloning (Beda Generasi)
1064/4 <46+13> 2. Syekh Abdurakhim [Azmatkhan]
Титуле : Pangeran Kejaksan
605/4 <34+10> 4.3.1. Raden Ahmad Sahuri / Raden Sahur / Tumenggung Wilwatikta (Adipati Tuban VIII) [Arya Teja]
Свадба: <17> Putri Dari Aria Dikara [Tuban]
Свадба: <111!> Dewi Nawangarum [Brawijaya V]
Професија : од 1419, Tuban, Adipati Tuban VIII (Diputus Ayahnya : 772299) Diputus Ayahnya ke NABI SAW : 850544
816/4 <32+?> 11.2.2. Dewi Sarah [Azmatkhan]
Рођење: 1447, Binti Maulana Ishaq
Свадба: <142!> 4.3.1.1. Sunan Kalijaga [Azmatkhan] b. 1450
557/4 <23+12> 14.1.1. Maulana Syarief Hidayatullah (Sunan Gunung Djati II) [Sunan Gunung Djati II]
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)

Pangeran Walangsungsang yang selanjutnya bergelar Sri Manggana raja pertama daerah Cirebon Larang, memiliki adik bernama Rara Santang. Ketika Walangsungsang menunaikan ibadah Haji, Rara Santang juga ikut serta untuk berhaji. Diceritakan ketika sampai di pelabuhan Jedah, Samadullah alias Walangsungsang dan Rara Santang bertemu dengan Syarif Abdullah, penguasa (walikota) di negeri Mesir. Syarif Abdullah adalah keturunan Bani Hasyim yang pernah berkuasa di tanah Palestina. Di kota Mekah, Rara Santang dipersunting oleh Syarif Abdullah yang selanjutnya setelah menunaikan ibadah Haji, Rara Santang diboyong ke negeri Mesir. Dari perkawinan Syarif Abdullah dan Rara Santang (Hajjah Syarifah Muda’im) di karuniai seorang putera bernama Syarif Hidayatullah, lahir tahun 1448 M.

Pada masa remajanya Syarif Hidayatullah berguru kepada Syekh Tajudin al-Kubri dan Syekh Ataullahi Sadzili di Mesir, kemudian ia ke Baghdad untuk belajar Tasawuf. Pada usia 20 tahun, Syarif Hidayatullah pergi ke Mekah untuk menuntut Ilmu.

Ketika Rara Santang (Hajjah Syarifah Muda’im) kembali ke Cirebon 1475 M, ia disertai suaminya dan puteranya Syarif Hidayatullah tinggal dan menetap di Cirebon Larang yang telah diperintah oleh pamannya Pangeran Cakrabuana alias Haji Abdullah Iman.

Sebelum menjadi Susuhunan Jati, Syarif Hidayatullah melakukan kegiatan Dakwah di Banten Pesisir yang saat itu dirajai oleh Sang Surasowan. Menurut cerita lain sebelum ke Banten Pesisir, Syarif Hidayatullah pergi ke Demak menemui Sunan Ampel untuk bersilaturahmi, dimungkinkan perginya Syarif Hidayatullah ke Banten Pesisir atas perintah dari Sunan Ampel. Untuk kepentingan dakwahnya, Syarif Hidayatullah menikahi Nyi Ratu Kawunganten putri Sang Surasowan penguasa Banten Pesisir. Ia diakuniai dua orang putra-putri yaitu Hasanuddin yang selanjutnya menjadi pelanjut dakwah ayahnya di Banten dan Ratu Winahon alias Ratu Ayu yang dinikahkan kepada Fachrullah Khan alias Fadhillah Khan alias Faletehan seorang Panglima perang tentara Demak.

Empat tahun kemudian atau 1479 M (setahun setelah berdirinya Negara Islam Demak) Pangeran Cakrabuana mengalihkan kekuasaanya kepada Syarif Hidayatullah (saat usia 31 th), sebelumnya menikahkan Syarif Hidayatullah dengan putrinya Ratu Pakungwati.

Atas dukungan para wali, Syarif Hidayatullah memutuskan Cirebon menjadi Negara Islam yang merdeka terlepas dari pemerintahan pusat Pakuan Padjadjaran.

Upacara penobatan Syarif Hidayatullah yang bergelar Susuhunan Jati, di hadiri oleh Dewan Wali dan Pasukan Demak yang dipimpin langsung oleh Raden Fatah. Ketika Raden Fatah pulang ke Demak, sebagian pasukannya ditinggalkan untuk menjadi pengawal dan melindungi Susuhunan Jati.

Posisi Syarif Hidayatullah yang selanjutnya dikenal dengan Sunan Gunung Jati bukan hanya sebagai Susuhunan Jati Negara Islam Cirebon, tetapi dalam Dewan Wali menempati posisi yang sentral. Beliau memangku jabatan Khatib Agung Masjid Demak. Pada masa pemerintahan Demak beralih kepada Pangeran Treggono (setelah Raden Fatah wafat digantikan Pati Unus lalu Pangeran Trenggono), Sunan Bonang memerintahkan Sultan Demak baru untuk mengunjungi Sunan Gunung Jati, pada kesempatan itu Sunan menganugrahkan gelar kepada Pangeran Trenggono sebagai Sultan Ahmad Abdul-Arifin. Pemberian gelar tersebut mengandung arti legitimasi bagi Pangeran Trenggono untuk memimpin Negara Islam Demak. Perintah Sunan Bonang kepada Pangeran Trenggono untuk menemui Sunan Gunung Jati memberikan petunjuk pada posisi Sunan Gunung Jati saat itu sebagai ketua Dewan Wali setelah Sunan Ampel dan Sunan Giri wafat.

Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah adalah putra Syarif Abdullah Umdatuddin putra Ali Nurul Alam putra Syekh Husain Jamaluddin Akbar. Dari pihak ibu, ia masih keturunan keraton Pajajaran melalui Nyai Rara Santang, yaitu anak dari Sri Baduga Maharaja. Sunan Gunung Jati mengembangkan Cirebon sebagai pusat dakwah dan pemerintahannya, yang sesudahnya kemudian menjadi Kesultanan Cirebon. Anaknya yang bernama Maulana Hasanuddin, juga berhasil mengembangkan kekuasaan dan menyebarkan agama Islam di Banten, sehingga kemudian menjadi cikal-bakal berdirinya Kesultanan Banten.

Nasab lengkapnya sebagai berikut: 23) SUNAN GUNUNG JATI bin 22) Syarif Abdullah Umdatuddin bin 21) Ali Nurul Alam bin 
20)Sayyid Jamaluddin Al-Husain bin 19) Sayyid Ahmad Jalaluddin bin 18) Sayyid Abdullah bin 17) Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin
16) Sayyid Alwi Ammil Faqih bin 15) Sayyid Muhammad Shahib Mirbath bin 14) Sayyid Ali Khali’ Qasam bin 13) Sayyid Alwi bin 
12) Sayyid Muhammad bin 11) Sayyid Alwi bin 10) Sayyid Ubaidillah bin 9) Sayyid Ahmad Al-Muhajir bin 8) Sayyid Isa bin 7) Sayyid
Muhammad bin 6) Sayyid Ali Al-Uraidhi bin 5) Imam Ja’far Shadiq bin 4) Imam Muhammad Al-Baqir bin 3) Imam Ali Zainal Abidin bin
2) Imam Al-Husain bin 1) Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti 0) NABI MUHAMMAD RASULULLAH

Władcy Cirebonu

Dynastia muzułmańska

   * Nieznani władcy (1478-1527)
   * Sunan Gunung Dżati (władca Cirebonu w zachodniej części Jawy Zachodniejok. 1527-1570; władca Bantamu ok. 1527-1552)
   * Ratu (ok. 1570-1649; król (panembahan) od 1639) [prawnuk]
   * Zależność od Mataramu 1582-1679
   * Giri Laja (1649-1662) [wnuk]
   * Rozpad państwa na cztery pałace (kraton) 1662-1819

Kraton Kasepuhan

   * Sepuh I Szams ad-Din (sułtan 1662-1697) [syn]
   * Sepuh II Dżamal ad-Din (1697-1723) [syn]
   * Protektorat holenderski 1705/1758-1819
   * Sepuh III Salam ad-Din (1723-1734) [syn]
   * Sepuh IV Tadż al-Arifin Muhammad Zajn ad-Din (1734-1753) [syn]
   * Sepuh V Muhammad Szams ad-Din (1753-1773)
   * Sepuh VI (1773-1787) [syn]
   * Sepuh VII (regent 1781-1787; władca 1787-1791) [brat]
   * Sepuh VIII (1791-1819; regencja 17791-1792; usunięty, zmarł 1845) [syn]
   * Holenderskie Indie Wschodnie podbijają Kraton Kasepuhan 1819

Kraton Kanoman

   * Anom I Abu-Manasiri Badr ad-Din (sułtan 1662-1703) [syn Giri Laji]
   * Hallar ad-Din (1703-1706) [syn]
   * Protektorat holenderski 1705/1758-1819
   * Radża Kusama (1706-1719)
   * Anom II Abu-Manasiri Muhammad Alim ad-Din (1719-1732) [syn]
   * Temenggong (Minister) (1732-1744)
   * Anom III Abu’l-Chajr Muhammmad Chajr ad-Din (1744-1797) [syn Anoma II]
   * Anom IV Iman ad-Din (1797-1819; usunięty, zmarł 1853) [syn nieślubny]
   * Holenderskie Indie Wschodnie podbijają Kraton Kanoman 1819
   * Anom Muhammad Nurus (?-198?)
   * Hadżi Muhammad Dżalaluddin (?-2002)
   * Muhammad Saladin (2003)
   * Radża Muhammad Emiruddin (2003-dziś)

Kraton Kaprabonan

   * Cirebon I Abd al-Kamil Muhammad Nasr ad-Din (władca (panembahan) 1694-1714) [syn Radży Kusamy]
   * Protektorat holenderski 1705/1758-1819
   * Temenggong (Minister) (1714-1725)
   * Cirebon II Abd al-Pahur Muhji ad-Din (1725-1731) [syn Cirebona I]
   * Temenggong (Minister) Secadipura (1731-1752)
   * Cirebon III Muhammad Tajr Jaridin Sabririn (1752-1773) [syn Cirebona II]

Kraton Kacirebonan

   * Kamar ad-Din (władca (pangeran) 1697-1723)
   * Protektorat holenderski 1705/1758-1819
   * Cirebon I Muhammad Akbar ad-Din (sułtan 1723-1734) [syn]
   * Cirebon II Abu Muharram Muhammad Salih ad-Din (1734-1758) [brat]
   * Cirebon III Muhammad Harr ad-Din (1758-1768) [syn]
   * Interregnum 1768-1808
   * Cirebon IV (1808-1810) [brat]
   * Interregnum 1810-1819
* Holenderskie Indie Wschodnie podbijają Kraton Kacirebonan 1819
898/4 <23+12> 14.1.3. Syarief Arifin [Azmatkhan]
Рођење: 1449
569/4 <23+12> 14.1.2. Sultan Muzaffar Syah / Syarif Nurullah [Azmatkhan]
Рођење: 1450
10510/4 <46+13> 1. Pangeran Panjunan Cirebon / Syarif Abdurrakhman [Azmatkhan]
Рођење: 1459изр
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


Syekh Nurjati Pergi ke Bagdad dan Menemukan Jodohnya dengan Syarifah Halimah

Setelah menuntut ilmu di Mekah, Syekh Nurjati mencoba mengamalkan ilmu yang diperoleh dengan mengajarkannya di wilayah Bagdad. Di Bagdad Syekh Nurjati menikah dengan Syarifah Halimah, putri dari Ali Nurul Alim. Ali Nurul Alim putra dari Jamaludin al Husain dari Kamboja, yang merupakan putra dari Ahmad Shah Jalaludin, putra Amir Abdullah Khanudin. Jadi, Syekh Nurjati menikah dengan saudara secicit.

Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai empat orang anak, yakni Syekh Abdurakhman (yang kelak di Cirebon bergelar Pangeran Panjunan), Syekh Abdurakhim (kelak bergelar Pangeran Kejaksan), Fatimah (yang bergelar Syarifah Bagdad), dan Syekh Datul Khafid (kadang-kadang disebut juga sebagai Syekh Datul Kahfi, sehingga membuat rancu dengan sosok ayahnya yaitu Syekh Datuk Kahfi, atau Syekh Nurjati di beberapa manuskrip yang lebih muda umurnya, contohnya Babad Cirebon Keraton Kasepuhan). Keempat anak tersebut dijamin nafkahnya oleh kakak Syarifah Halimah, Syarif Sulaiman yang menjadi raja di Bagdad (1). Syarif Sulaiman menjadi raja di Bagdad karena menikahi putri mahkota raja Bagdad.
6811/4 <33+8> 11.1.1. Sunan Bonang / Maulana Mahdum Ibrahim (Bong Ang) [Azmatkhan]
Рођење: 1465, Rembang, Dekat Tuban
Свадба: <22> Dewi Hiroh [Madura]
Смрт: 1525проц, Tuban
== Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim) ==


Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel, dan merupakan keturunan ke-23 dari Nabi Muhammad. Ia adalah putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja. Sunan Bonang banyak berdakwah melalui kesenian untuk menarik penduduk Jawa agar memeluk agama Islam. Ia dikatakan sebagai penggubah suluk Wijil dan tembang Tombo Ati, yang masih sering dinyanyikan orang. Pembaharuannya pada gamelan Jawa ialah dengan memasukkan rebab dan bonang, yang sering dihubungkan dengan namanya. Universitas Leiden menyimpan sebuah karya sastra bahasa Jawa bernama Het Boek van Bonang atau Buku Bonang. Menurut G.W.J. Drewes, itu bukan karya Sunan Bonang namun mungkin saja mengandung ajarannya. Sunan Bonang diperkirakan wafat pada tahun 1525. Ia dimakamkan di daerah Tuban, Jawa Timur.

Nasab lengkapnya sebagai berikut: 23) SUNAN BONANG bin 22)Sunan Ampel bin 21) Sayyid Ibrahim Zainuddin Al-Akbar bin 
20)Sayyid Jamaluddin Al-Husain bin 19) Sayyid Ahmad Jalaluddin bin 18) Sayyid Abdullah bin 17) Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin
16) Sayyid Alwi Ammil Faqih bin 15) Sayyid Muhammad Shahib Mirbath bin 14) Sayyid Ali Khali’ Qasam bin 13) Sayyid Alwi bin 
12) Sayyid Muhammad bin 11) Sayyid Alwi bin 10) Sayyid Ubaidillah bin 9) Sayyid Ahmad Al-Muhajir bin 8) Sayyid Isa bin 7) Sayyid
Muhammad bin 6) Sayyid Ali Al-Uraidhi bin 5) Imam Ja’far Shadiq bin 4) Imam Muhammad Al-Baqir bin 3) Imam Ali Zainal Abidin bin
2) Imam Al-Husain bin 1) Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti 0) NABI MUHAMMAD RASULULLAH
7012/4 <33+8> 11.1.3. Sunan Drajat / Raden Qasim [Azmatkhan]
Рођење: 1470
Смрт: 1522проц
== Sunan Drajat ==

Sunan Drajat adalah putra Sunan Ampel, dan merupakan keturunan ke-23 dari Nabi Muhammad. saudara dari sunan derajat adalah masih munat. masih munat nantinya terkenal dengan nama sunan derajat.sunan derajat terkenal juga dengan kegiatan sosialnya. dialah wali yang memelopori penyatuan anak-anak yatim dan orang sakit. Ia adalah putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja. Sunan Drajat banyak berdakwah kepada masyarakat kebanyakan. Ia menekankan kedermawanan, kerja keras, dan peningkatan kemakmuran masyarakat, sebagai pengamalan dari agama Islam. Pesantren Sunan Drajat dijalankan secara mandiri sebagai wilayah perdikan, bertempat di Desa Drajat, Kecamatan Paciran, Lamongan. Tembang macapat Pangkur disebutkan sebagai ciptaannya. Gamelan Singomengkok peninggalannya terdapat di Musium Daerah Sunan Drajat, Lamongan. Sunan Drajat diperkirakan wafat wafat pada 1522.

Nasab lengkapnya sebagai berikut: 23) SUNAN DRAJAT bin 22)Sunan Ampel bin 21) Sayyid Ibrahim Zainuddin Al-Akbar bin 
20)Sayyid Jamaluddin Al-Husain bin 19) Sayyid Ahmad Jalaluddin bin 18) Sayyid Abdullah bin 17) Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin
16) Sayyid Alwi Ammil Faqih bin 15) Sayyid Muhammad Shahib Mirbath bin 14) Sayyid Ali Khali’ Qasam bin 13) Sayyid Alwi bin 
12) Sayyid Muhammad bin 11) Sayyid Alwi bin 10) Sayyid Ubaidillah bin 9) Sayyid Ahmad Al-Muhajir bin 8) Sayyid Isa bin 7) Sayyid
Muhammad bin 6) Sayyid Ali Al-Uraidhi bin 5) Imam Ja’far Shadiq bin 4) Imam Muhammad Al-Baqir bin 3) Imam Ali Zainal Abidin bin
2) Imam Al-Husain bin 1) Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti 0) NABI MUHAMMAD RASULULLAH
5813/4 <22+4> Kanjeng Sultan Hadiwijoyo / Joko Tingkir [Ki Ageng Pengging]
Титуле : 1568, Sultan Pajang
Смрт: 1582
Asal-usul

Nama aslinya adalah Mas Karèbèt, putra Ki Ageng Pengging atau Ki Kebo Kenanga. Ketika ia dilahirkan, ayahnya sedang menggelar pertunjukan wayang beber dengan dalang Ki Ageng Tingkir.[1] Kedua ki ageng ini adalah murid Syekh Siti Jenar. Sepulang dari mendalang, Ki Ageng Tingkir jatuh sakit dan meninggal dunia. Sepuluh tahun kemudian, Ki Ageng Pengging dihukum mati karena dituduh memberontak terhadap Kesultanan Demak. Sebagai pelaksana hukuman ialah Sunan Kudus. Setelah kematian suaminya, Nyai Ageng Pengging jatuh sakit dan meninggal pula. Sejak itu, Mas Karebet diambil sebagai anak angkat Nyai Ageng Tingkir (janda Ki Ageng Tingkir). Mas Karebet tumbuh menjadi pemuda yang gemar bertapa, dan dijuluki Jaka Tingkir. Guru pertamanya adalah Sunan Kalijaga. Ia juga berguru pada Ki Ageng Sela, dan dipersaudarakan dengan ketiga cucu Ki Ageng yaitu, Ki Juru Martani, Ki Ageng Pemanahan, dan Ki Panjawi. Silsilah Jaka Tingkir : Andayaningrat (tMengabdi ke Demak Babad Tanah Jawi selanjutnya mengisahkan, Jaka Tingkir ingin mengabdi ke ibu kota Demak. Di sana ia tinggal di rumah Kyai Gandamustaka (saudara Nyi Ageng Tingkir) yang menjadi perawat Masjid Demak berpangkat lurah ganjur. Jaka Tingkir pandai menarik simpati Sultan Trenggana sehingga ia diangkat menjadi kepala prajurit Demak berpangkat lurah wiratamtama. Beberapa waktu kemudian, Jaka Tingkir bertugas menyeleksi penerimaan prajurit baru. Ada seorang pelamar bernama Dadungawuk yang sombong dan suka pamer. Jaka Tingkir menguji kesaktiannya dan Dadungawuk tewas hanya dengan menggunakan SADAK KINANG. Akibatnya, Jaka Tingkir pun dipecat dari ketentaraan dan diusir dari Demak. Jaka Tingkir kemudian berguru pada Ki Ageng Banyubiru atau Ki Kebo Kanigoro(saudara seperguruan ayahnya). Setelah tamat, ia kembali ke Demak bersama ketiga murid yang lain, yaitu Mas Manca, Mas Wila, dan Ki Wuragil. Rombongan Jaka Tingkir menyusuri Sungai Kedung Srengenge menggunakan rakit. Muncul kawanan siluman buaya menyerang mereka namun dapat ditaklukkan. Bahkan, kawanan tersebut kemudian membantu mendorong rakit sampai ke tujuan. Saat itu Sultan Trenggana sekeluarga sedang berwisata di Gunung Prawoto. Jaka Tingkir melepas seekor kerbau gila yang dinamakan sebagai Kebo Danu yang sudah diberi mantra (diberi tanah kuburan pada telinganya). Kerbau itu mengamuk menyerang pesanggrahan Sultan di mana tidak ada prajurit yang mampu melukainya. Jaka Tingkir tampil menghadapi kerbau gila. Kerbau itu dengan mudah dibunuhnya. Atas jasanya itu, Sultan Trenggana mengangkat kembali Jaka Tingkir menjadi lurah wiratamtama. Kisah dalam naskah-naskah babad tersebut seolah hanya kiasan, bahwa setelah dipecat, Jaka Tingkir menciptakan kerusuhan di Demak, dan ia tampil sebagai pahlawan yang meredakannya. Oleh karena itu, ia pun mendapatkan simpati Sultan kembali. Menjadi Sultan Pajang Prestasi Jaka Tingkir sangat cemerlang meskipun tidak diceritakan secara jelas dalam Babad Tanah Jawi. Hal itu dapat dilihat dengan diangkatnya Jaka Tingkir sebagai Adipati Pajang bergelar Adipati Adiwijaya. Ia juga menikahi Ratu Mas Cempa, putri Sultan Trenggana. Sepeningal Sultan Trenggana tahun 1546, putranya yang bergelar Sunan Prawoto seharusnya naik takhta, tapi kemudian ia tewas dibunuh Arya Penangsang (sepupunya di Jipang) tahun 1549. Arya Penangsang membunuh karena Sunan Prawoto sebelumnya membunuh karena Sunan Prawoto sebelumnya juga membunuh ayah Aryo Penangsang yang bernama Pangeran Sekar Seda Lepen sewaktu ia menyelesaikan sholat ashar di tepi Bengawan Sore. Pangeran Sekar merupakan adik Kandung Sultan Trenggono sekaligus juga merupakan murid pertama Sunan Kudus. Pembunuhan-pembunuhan ini dilakukan dengan menggunakan Keris Kiai Setan Kober. Selain itu Aryo Penangsang juga membunuh Pangeran Hadiri suami dari Ratu Kalinyamat yang menjadi bupati Jepara. Kemudian Aryo Penangsang mengirim utusan untuk membunuh Adiwijaya di Pajang, tapi gagal. Justru Adiwijaya menjamu para pembunuh itu dengan baik, serta memberi mereka hadiah untuk mempermalukan Arya Penangsang. Sepeninggal suaminya, Ratu Kalinyamat (adik Sunan Prawoto) mendesak Adiwijaya agar menumpas Aryo Penangsang karena hanya ia yang setara kesaktiannya dengan adipati Jipang tersebut. Adiwijaya segan memerangi Aryo Penangsang secara langsung karena sama-sama anggota keluarga Demak dan merupakan saudara seperguruan sama-sama murid Sunan Kudus. Maka, Adiwijaya pun mengadakan sayembara. Barangsiapa dapat membunuh Aryo Penangsang akan mendapatkan tanah Pati dan mentaok/Mataram sebagai hadiah. Sayembara diikuti kedua cucu Ki Ageng Sela, yaitu Ki Ageng Pemanahan dan Ki Panjawi. Dalam perang itu, Ki Juru Martani (kakak ipar Ki Ageng Pemanahan) berhasil menyusun siasat cerdik sehingga sehingga Sutawijaya (Anak Ki Ageng Pemanahan) dapat menewaskan Arya Penangsang setelah menusukkan Tombak Kyai Plered ketika Aryo Penangsang menyeberang Bengawan Sore dengan mengendarai Kuda Jantan Gagak Rimang. Setelah peristiwa tahun 1549 tersebut, Pusat kerajaan tersebut kemudian dipindah ke Pajang dengan Adiwijaya sebagai sultan pertama. Demak kemudian dijadikan Kadipaten dengan anak Suan Prawoto yang menjadi Adipatinya

Sultan Adiwijaya juga mengangkat rekan-rekan seperjuangannya dalam pemerintahan. Mas Manca dijadikan patih bergelar Patih Mancanegara, sedangkan Mas Wila dan Ki Wuragil dijadikan menteri berpangkat ngabehi.

idak diketahui nasabnya) + Ratu Pembayun (Putri Raja Brawijaya)→ Kebo kenanga (Putra Andayaningrat)+ Nyai Ageng Pengging→ Mas Karebet/Jaka Tingkir
5414/4 <22+4> Kanjeng Sultan Hadiwijaya / Sultan Hadiwijoyo (Mas Karebet) [Pajang]
Joko Tingkir bukanlah nama lahir melainkan gelar atau sebutan yang diberikan ketika Muhammad Hadi masih berusia muda. Menurut banyak pendapat, kata "Joko" atau "Jaka" dalam bahasa Jawa berarti "pemuda" dan kata "Tingkir" berasal dari nama daerah Tingkir. Dengan demikian nama "Joko Tingkir" bukanlah nama lahir, melainkan sebuah gelar atau sebutan yang diberikan untuk mewakili sosoknya. Beliau (Muhammad Hadi) memiliki banyak sekali gelar yang mayoritas berasal dari gelar yang diberikan kepada beliau oleh masyarakat sebagai bentuk-bentuk pengakuan, sehubungan dengan status beliau di dalam tatanan sosial kemasyarakatan sebagai seorang ulama, sultan, cendekiawan, saudagar, dan juga pejuang.
12015/4 <49> I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiyung Sultan Malikussaid Tuminanga ri Papang Batuna [Raja Gowa]
Рођење: 11 децембар 1605
Титуле : од 1639, Sultan Gowa Islam Ke2, Raja Gowa Ke 15
Смрт: 6 новембар 1653
5316/4 <34+11> Raden Ayu Candrawati [Majapahit Girindrawardhana]
5917/4 <24+5> Retno Dewi Nawangsih [Azmatkhan]
6118/4 <25> 5.1.1. Mahdar Ibrahim [Azmatkhan]
6219/4 <27+?> Raden Husin (Lineage-Majapahit) [Palembang]
6320/4 <27+?> Raden Husin [Palembang]
6421/4 <28> Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) [Azmatkhan]
6522/4 <28> Syarif Hidayatullah [Pajajaran]
6623/4 <30> 11.3.2. Haji Utsman ( Sunan Manyuran ) [Azmatkhan]
6724/4 <31+30!> 11.3.1. Sunan Ngudung ( Utsman Haji ) [Azmatkhan] 6925/4 <33+8> 11.1.2. Putri Syarifat / Siti Syari’ah (Nyai Ageng Maloka) [Azmatkhan]
7126/4 <33+8> w 11.1.10. Sunan Sedayu [Azmatkhan]
7227/4 <33+8> 11.1.6. Raden Siti Muthmainnah [Azmatkhan] 7328/4 <33+8> 11.1.9. Raden Siti Syafiah / Siti Hafsah [Azmatkhan] 7429/4 <33+9> Raden Siti Murtasiyah [Azmatkhan] 7530/4 <33+9> 11.1.5. Raden Siti Murtasimah / Asyiqah [Ampel] 7631/4 <33+9> 11.1.7. Sunan Lamongan / Raden Husamuddin [Azmatkhan]
7732/4 <33+9> 11.1.8. Sunan Demak / Raden Zainal Abidin [Azmatkhan]
7833/4 <33+9> 11.1.11. Pangeran Tumapel Sayyid Tumapel (Syaikh Maulana Hamzah) [Azmatkhan]
7934/4 <33+9> 11.1.12. Sunan Ampel II / Raden Faqih [Azmatkhan]
8035/4 <32+?> Sunan Giri / (Sayyid Muhammad Ainul Yaqin) [Al Hasani]
== Sunan Giri ==

Sunan Giri adalah putra Maulana Ishaq. Sunan Giri adalah keturunan ke-25 dari Nabi Muhammad, merupakan murid dari Sunan Ampel dan saudara seperguruan dari Sunan Bonang. Ia mendirikan pemerintahan mandiri di Giri Kedaton, Gresik; yang selanjutnya berperan sebagai pusat dakwah Islam di wilayah Jawa dan Indonesia timur, bahkan sampai ke kepulauan Maluku. Salah satu keturunannya yang terkenal ialah Sunan Giri Prapen, yang menyebarkan agama Islam ke wilayah Lombok dan Bima.

Nasab lengkapnya sebagai berikut:
1. Sayyidina Muhammad Rosulillah Sholallohu 'Alaihi Wasalam
2. Sayyidah Fathimah Az-Zahro
3. Sayyidina Al Hasan As-Sibthi
4. Sayyid Al Hasan Al-Mutsanna
5. Sayyid Abdulloh Al-Mahdhi
6. Sayyid Musa Al-Jun
7. Sayyid Abdullah
8. Sayyid Musa
9. Sayyid Daud
10.Sayyid Muhammad
11.Sayyid Yahya Az-Zahid
12.Sayyid Abdullah
13.Sayyid Abu Sholeh Musa Janki Dausat
14.Sayyid Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani QS
15.Sayyid Sholeh
16.Sayyid Ahmad
17.Sayyid Abdul Aziz
18.Sayyid Abdur Rozzaq
19.Sayyid Abdul Jabar
20.Sayyid Syu'aib
21.Sayyid Abdul Qodir
22.Sayyid Zainudin Ibrohim
23.Sayyid Ibrohim Maulana Ishaq
24.Sayyid Ya'qub / Wali Lanang
25.Sayyid Muhammad Ainul Yaqin / SUNAN GIRI
8236/4 <32+39!> 11.2.3. Syarifah Siti Musallimah [Azmatkhan]
8337/4 <32+39!> 11.2.4. Saiyid Mohamad Qassim [Azmatkhan]
8438/4 <32+39!> 11.2.5. Syarifah Siti Khatijah [Azmatkhan]
8539/4 <32+39!> 11.2.6. Syarifah Siti Maimunah [Azmatkhan]
8640/4 <35> 12.1.1. Maulana Abdul Qadir (Pati Unus) [Azmatkhan]
8741/4 <26> 5.2.1. Abdurrahman Rumi [Azmatkhan]
8842/4 <35> 12.1.2. Syarifah Pasai [Azmatkhan]
9043/4 <32+39!> 11.2.7. Maulana Islam / Sunan Pandanaran I / Ki Ageng Pandan Arang [Azmatkhan]
== Maulana Islam / Sunan Pandanaran I / Sayyid Abdul Qadir ==

Ayah Sunan Bayat atau Sunan tembayat adalah Sayyid Abdul Qadir yang lahir di Pasai, putra Maulana Ishaq. Beliau diangkat dengan arahan Sunan Giri yang merupakan saudara seayahnya untuk Menjadi Bupati Semarang yang pertama, dan bergelan Sunan Pandan arang.

Beliau lantas berkedudukan di Pragota, yang sekarang adalah tempat bernama Bergota di kelurahan Randusari, Semarang Selatan. Dahulu Pragota berada sangat dekat dengan pantai, karena wilayah Kota Lama Semarang merupakan daratan baru yang terbentuk karena endapan dan proses pengangkatan kerak bumi. Tanah Semarang diberikan kepada Pandan Arang oleh Sultan Demak. Beliau wafat di Kelurahan Mugassari Semarang Selatan.

Jadi Sayyid Abdul Qadir adalah Sunan Pandan arang, jabatannya Bupati Semarang, Gelarnya adalah Maulana Islam, lahir di Pasai, wafat di Semarang. Gelar-gelar Sayyid Abdul Qadir bin Maulana Ishaq :

1. Ki Ageng Pandan Arang, bupati pertama Semarang.
2. Sunan Pandanaran 1
3. Maulana Islam
4. Sunan Semarang

Ibu Sunan Bayat atau istri Sunan Pandanaran I bernama Syarifah Pasai adik Pati Unus @ Raden Abdul Qadir (Mantu Raden Patah Demak) putra Raden Muhammad Yunus dari Jepara putra seorang Muballigh pendatang dari Parsi yang dikenal dengan sebutan Syekh Khaliqul Idrus @ Abdul Khaliq Al Idrus bin Syekh Muhammad Al Alsiy (wafat di Parsi) bin Syekh Abdul Muhyi Al Khayri (wafat di Palestina) bin Syekh Muhammad Akbar Al-Ansari (wafat di Madina) bin Syekh Abdul Wahhab (wafat di Mekkah) bin Syekh Yusuf Al Mukhrowi (wafat di Parsi) bin Imam Besar Hadramawt Syekh Muhammad Al Faqih Al Muqaddam.

Sumber : http://jembersantri.blogspot.com/2012/08/sejarah-sunan-pandanaran-sunan-bayat.html#ixzz2tyAN1yZB
9144/4 <37> 16.3.1. Sayyid Abbas [Azmatkhan]
9245/4 <37> 16.3.2. Sayyid Yusof # Syarifah Siti Mariam Binti Maulana Sayyid Subakir [Azmatkhan]
9346/4 <37> 16.3.3. Sayyid Abdullah [Azmatkhan]
9447/4 <37> 16.3.4. Sayyid Ibrahim [Azmatkhan]
9548/4 <37> 16.3.5. Sayyid Abdul Ghaffar [Azmatkhan]
9649/4 <37> 16.3.6. Sayyid Ahmad # Syarifah Siti Fatimah Binti Maulana Sayyid Ali Nurul Alam [Azmatkhan]
9750/4 <37> 16.3.7. Sayyid Mohamad Faroq [Azmatkhan]
9851/4 <37> 16.3.8. Syarifah Siti Sarah. [Azmatkhan]
10052/4 <42> 1.6. Abdullah Al-Maghribi [Azmatkhan]
10153/4 <42> 1.7. Ibrahim Al-Maghribi [Azmatkhan]
10254/4 <42> 1.8. Abdul Ghafur Al-Maghribi [Azmatkhan]
10355/4 <42> 1.9. Ahmad Al-Maghribi [Azmatkhan]
10756/4 <46+13> 4. Syekh Datul Khafid [Azmatkhan]
10857/4 <45+?> 1. Seikh Ahmad [Azmatkhan]
10958/4 <32+39!> 3.2.1.b. Syarifah Siti Sarah [Azmatkhan] 11059/4 <24+5> Dewi Nawangsasi [Brawijaya V] 11160/4 <24+5> Dewi Nawangarum [Brawijaya V] 11261/4 <48+15> 1. Nyai Laraskonda [Pajajaran]
11362/4 <48+15> 2. Nyai Lara Sajati [Pajajaran]
11463/4 <48+15> 3. Nyai Jatimerta [Pajajaran]
11564/4 <48+15> 4. Nyai Jamaras [Pajajaran]
11665/4 <48+15> 5. Nyai Mertasinga [Pajajaran]
11766/4 <48+15> 6. Nyai Cempa [Pajajaran]
11867/4 <48+15> 7. Nyai Rasamalasih [Pajajaran]
11968/4 <32> Abdul Fatah [Maulana Ishaq]
12169/4 <52> Ahmad ? (Misan Handayaningrat) [?]

5

1221/5 <53+24> w Sunan Bonang [Bonang]
Рођење: Level 1 = putra Sunan Ampel dan Nyai Ageng Manila.
1262/5 <54+198!> Pangeran Aryo Benowo / Abdulhalim [Pajang]
Титуле : Sultan Pajang II
DIPUTUS ORANG TUANYA : 26353
1393/5 <54> Kanjeng Pangeran Haryo Sindusono [Joko Tingkir]
Рођење: Level 1 = Putera; Adalah trah urutan pertama/putera dari (pancer) Kanjeng Sultan Pajang / Joko Tingkir 1568-1582 );
1464/5 <59+25> 1. Ki Ageng Wonosobo /Syeh Ngabdullah [Brawijaya]
Смрт: Plobangan-Selomerto-Wonosobo
Disarikan oleh : RE. Suhendar Diponegoro

Sekitar tahun 1468 – 1478 M. ada seorang Prabu Kertabumi yang bertahta, raja Brawijaya V. kerajaan Majapahit yang menikah dengan seorang putri yang bernama Dewi Wandan Kuning. Atas pernikahan itu menurunkan putra bernama Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng. Dan dari perkawinan Raden Bondan Kejawan dan Dewi Nawangsih yang menjadi putri Ki Ageng Jaka Tarub dan Nawangwulan. Pernikahan Raden Bondan Kejawan dan Dewi Nawangsih mempunyai tiga orang Putra yaitu :

  • 1.Ki Ageng Wanasaba
  • 2.Ki Ageng Getas Pendawa dan
  • 3.Nyai Ageng Ngerang / Roro Kasihan

1. Ki Ageng Wanasaba, yang nama aslinya adalah Kyai Ageng Ngabdullah merupakan kakak kandung Nyai Ageng Ngerang yang pertama / sulung, yang sekarang makamnya ada di daerah yang bernama kabupaten Wonosobo, tepatnya di desa Plobangan Selo merto[9].

Dalam masa hidupnya, Ki Ageng Wanasaba juga sebagai seorang Pemimpin yang yang hebat dan karismatik. Ki Ageng Wanasaba dikenal juga dengan julukan Ki Ageng Dukuh, akan tetapi desa Plobangan lebih dikenal dengan Ki wanu / Ki wanusebo. Perbedaan nama tersebut disebabkan dialek daerah Wanasaba tersebut terpengaruh oleh dialek Banyumas.

Ki Ageng Wanasaba dipercaya dan diyakini sebagai waliyullah, yang telah melanglang buana keberbagai tempat dalam rangka mencari ilmu sekaligus menyiarkan agama Islam. Ki Ageng Wanasaba merupakan cucu dari Prabu Brawijaya V, Raja Majapahit dan merupakan putra Raden Bondan Kejawan, Lembu Peten , putra Brawijaya V yang menikah dengan Nawangsih, dan Nawangsih sendiri putri dari Ki jaka Tarub yang menikah dengan Dewi Nawang wulan ( epos Jaka Tarub ).

Ki Ageng Wanasaba mempunyai Putra yaitu Pangeran Made Pandan, nama lain dari Ki Ageng Pandanaran. Pangeran Made Pandan mempunyai putra Ki Ageng Pakiringan yang mempunyai istri bernama Rara Janten. Dari pasangan ini mempunyai empat Putra yaitu Nyai Ageng Laweh, Nyai Ageng Manggar, Putri dan Ki juru Mertani.

Situs makam Ki Ageng Wanasaba saat ini dipugar, dikeramatkan dan dijaga dengan baik oleh warga sekitar. Lokasi situs ini sangat dihormati oleh masyarakat, karena KI Ageng Wanasaba merupakan tokoh penyebar agama islam dan sekaligus cikal bakal dari desa Plobangan Selomerto kabupaten wonosobo. Di sekitar makam Ki Ageng Wanasaba terdapat tiga makam kuno. Konon tiga makam itu juga merupakan pendahulu, seorang ulama yang sejaman dengan Ki Ageng Wanasaba.
1485/5 <67+69!> 11.3.1.2. Dewi Sujinah [Azmatkhan]
1566/5 <81+142!> 4.3.1.1.1. Sunan Muria / Raden Umar Said [Azmatkhan]
Свадба: <148!> 11.3.1.2. Dewi Sujinah [Azmatkhan]
Сахрана: Desa Colo Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus
== Asal Usul Sunan Kalijaga ==

Raden Mas Syahid yang bergelar ”Sunan Kalijaga” adalah putera dari Ki Tumenggung Wilatikta (Bupati Tuban) dengan Dewi Sukati. Raden Syahid merupakan putera pertama yang lahir tahun 1455 dan beliau memiliki seorang adik bernama Dewi Rosowulan yang menikah dengan Empu Supo dan memiliki 2 orang anak yakni Joko Tarub dan Supo Nem.

Istri pertama Raden Syahid (Sunan Kalijaga) bernama Dewi Saroh binti Maulana Ishak, Sunan Kalijaga memperoleh 3 orang putera,
masing-masing ialah :
1.Raden Umar Said (Sunan Muria).
2.Dewi Ruqayyah.
3.Dewi Sofiyah.
1577/5 <61+82!> 5.1.1.1. Maulana Sayyid Fathahillah / Pangeran Jayakarta I (Pangeran Pasai) [Pasai]
Титуле : Sultan Cirebon III (1568-1570) Kekosongan pemegang kekuasaan itu kemudian diisi dengan mengukuhkan pejabat keraton yang selama Sunan Gunung Jati melaksanakan tugas dakwah, pemerintahan dijabat oleh Fatahillah atau Fadillah Khan. Fatahillah kemudian naik takhta, dan memerintah Cirebon secara resmi menjadi raja sejak tahun 1568. Fatahillah menduduki takhta kerajaan Cirebon hanya berlangsung dua tahun karena ia meninggal dunia pada tahun 1570, dua tahun setelah Sunan Gunung Jati wafat dan dimakamkan berdampingan dengan makam Sunan Gunung Jati di Gedung Jinem Astana Gunung Sembung.
Свадба: <137!> 3.4.1.2. Ratu Pambayun / Nyai Pembaya [Brawijaya V]
Свадба: <134!> Nyai Ratu Ayu [Gunung Jati] b. 1493
== Pangeran Jayakarta (Fatahillah) ==


Pangeran Jayakarta I

Pangeran Jayakarta I, dikenal juga dengan nama : Fatahillah / Sunan Gunung Jati II / Tubagus Pasai / Fathullah Khan / Falatehan. Beliau adalah tokoh yang mengusir Portugis dari pelabuhan perdagangan Sunda Kelapa dan memberi nama “Jayakarta” yang berarti Kota Kemenangan, yang kini menjadi kota Jakarta, Ibukota Negara Republik Indonesia. Ia dikenal juga dengan nama Falatehan. Ada pun nama Sunan Gunung Jati dan Syarif Hidayatullah, yang sering dianggap orang sama dengan Fatahillah sebenarnya adalah mertua beliau.

Ceritanya, Setelah Sunan Gunung Jati yang bergelar Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Jati Purba Panetep Panatagama Awliya Allah Kutubid Jaman Khalifatur Rasulullah yang merupakan pendiri dinasti raja-raja Kesultanan Cirebon dan asal usul dari pendiri Kesultanan Banten serta penyebar agama Islam di Jawa Barat wafat, terjadilah kekosongan jabatan pimpinan tertinggi Kesultanan Cirebon. Pada mulanya calon kuat pengganti Sunan Gunung Jati ialah Pangeran Dipati Carbon, Putra Pangeran Pasarean, cucu Sunan Gunung Jati. Namun, Pangeran Dipati Carbon meninggal lebih dahulu pada tahun 1565.

Kekosongan pemegang kekuasaan itu kemudian diisi dengan mengukuhkan pejabat keraton yang selama Sunan Gunung Jati melaksanakan tugas dakwah, pemerintahan dijabat oleh Fatahillah atau Fathullah Khan. Fatahillah kemudian naik takhta, dan memerintah Cirebon secara resmi menjadi raja sejak tahun 1568. Fatahillah menduduki takhta kerajaan Cirebon hanya berlangsung dua tahun karena ia meninggal dunia pada tahun 1570, dua tahun setelah Sunan Gunung Jati wafat dan dimakamkan berdampingan dengan makam Sunan Gunung Jati di Gedung Jinem Astana Gunung Sembung.

Fatahillah adalah putra Sayyid Mahdar Ibrahim atau dikenal dengan Ibrahim Patakan bin Abdul Ghafur bin Barakat Zainal ‘Alam bin Jamaluddin Akbar bin Ahmad Syah Jalaluddin Akbar bin Abdullah bin Abdul Malik Azmatkhan. (Selengkapnya lihat tulisan sebelumnya tentang Ilmu Silsilah )

Beliau menikah dengan Ratu Ayu Pembayun binti Gusti Sinuhun Kangjeng Sunan Gunung Jati (Al Azmatkhan Al-Husaini) dan memiliki putra :

  • 1. Ratu Wanawati Raras
  • 2. P. Sendang Garuda
  • 3. Ratu Ayu Pembayun

Ratu Wanawati Raras menikah dengan sepupunya sendiri yang bernama P. Sendang Kamuning alias Pangeran Adipati Cirebon bin Muhammad Arifin Pangeran Pasarean bin Syaikh Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati (Al Azmatkhan Al-Husaini) dan dikarunai putra, (salah satunya) bernama : Pangeran Ratu Pakungwati Pangeran Mas Zainul ‘Arifin yang kemudian menurunkan Sultan-Sultan Kanoman, Kasepuhan, dan Kacirebonan.

Fatahillah juga menikahi putri Raden Patah yang meninggalkan putera Tumenggung Nagawangsa Ki Mas Abdul Aziz, keturunannya adalah sebagian Bangsawan Palembang Darussalam yang menggunakan Gelar Kemas (Laki-Laki) & Nyimas (Perempuan). Dengan istri putri Raden Patah, Fatahaillah juga meninggalkan putera Ki Bagus Abdurrohman, keturunanannya adalah sebagian Bangsawan Palembang Darussalam yang menggunakan Gelar Kiagus (Laki-Laki) & Nyayu (Perempuan).

Sedangkan untuk keturunan pancer beliau dari jalur Pangeran Sedang Garuda Cirebon belum ditemukan data keturunannya. BAGI ANDA YANG MEMILIKI INFORMASI TENTANG INI HARAP MENGHUBUNGI KAMI

Pangeran Jayakarta II

Pangeran Jayakarta II, nama lainnya adalah Tubagus Angke / Pangeran Gedeng Angke

Beliau adalah saudara Pangeran Muhammad Pelakaran, putra Pangeran Panjunan Cirebon / Sayyid Abdurrahman bin Sultan Sulaiman Al-Baghdadi bin Ahmad Syah Jalaluddin Akbar bin Abdullah bin Abdul Malik Azmatkhan. (Selengkapnya lihat tulisan sebelumnya tentang Ilmu Silsilah ).

Pangeran Jayakarta II menikahi putri Fatahillah dan juga menikahi puteri Maulana Hasanuddin Banten bin Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati; dikarunai putra bernama Sungerasa Jayawikarta alias Pangeran Jayakarta III (Pangeran Jayakarta III bin Pangeran Jayakarta II sampai saat ini belum diketahui dari Ibu yang puteri Fatahillah atau puteri Maulana Hasanuddin Banten) BAGI ANDA YANG MEMILIKI INFORMASI TENTANG INI HARAP MENGHUBUNGI KAMI

Pangeran Jayakarta III

Pangeran Jakarta III,, atau Sungerasa Jayawikarta berputra :

1. Ahmad Jaketra alias Pangeran Jayakarta IV 2. Ratu Ayu

Ratu Ayu menikah dengan Sultan Abul Ma’ali Ahmad Kenari bin Sultan Abul Mafakhir Mahmud Abdul Kadir Kenari bin Maulana Muhammad Pangeran Ratu Ing Banten bin Maulanan Yusuf Panembahan Pakalangan Gede bin Maulana Hasanuddin Panembahan Surosowan bin Syarif Hidayatullah Susuhunan Gunung Jati.

Dikarunai putra (salah satunya) :

Sultan Ageng Tirtayasa Abul Fath Abdul Fattah (Sultan Banten 1631 – 1683)

Lahum Al Fatihah…
"Bendera Kerajaan Champa"
"Bendera Kerajaan Champa"
1768/5 <56> 4.1.2.1. Jamal Ud-din bin Wan Abul Muzaffar [Azmatkhan]
Рођење: Timbalan Raja of Champa. Sometime Datu Kelantan
1799/5 <60+111!> 4.3.1.1. Sunan Kalijaga [Azmatkhan]
Рођење: Generasi ke 1
Свадба: <180!> 4.1.1.9. Dewi Sarokah [Azmatkhan]
14010/5 <59+25> 2. Ki Ageng Getas Pandawa [Brawijaya]
Смрт: 1445
Official Link. Adm: Hilal Achmar

Ki Ageng Getas Pendowo memiliki 6 putera, Ki Ageng Selo, Nyai Ageng Pakis, Nyai Ageng Purno, Nyai Ageng Wanglu, Nyai Ageng Bokong, dan Nyai Ageng Adibaya. Keturunan Ki Ageng Selo, dari 7 hanya satu yang laki-laki yaitu Ki Ageng Ngenis yang kemudian berputera Ki Ageng Pemanahan yang selanjutnya melahirkan Sutowijoyo.

Sayembara menumpas Arya Penangsang tahun 1549 merupakan pengalaman perang pertama bagi Sutawijaya. Ia diajak ayahnya ikut serta dalam rombongan pasukan supaya Hadiwijaya merasa tidak tega dan menyertakan pasukan Pajang sebagai bala bantuan. Saat itu Sutawijaya masih berusia belasan tahun.

Arya Penangsang adalah Bupati Jipang Panolan yang telah membunuh Sunan Prawoto raja terakhir Kesultanan Demak. Ia sendiri akhirnya tewas di tangan Sutawijaya. Akan tetapi sengaja disusun laporan palsu bahwa kematian Arya Penangsang akibat dikeroyok Ki Ageng Pamanahan dan Ki Panjawi, karena jika Sultan Hadiwijaya sampai mengetahui kisah yang sebenarnya (bahwa pembunuh Bupati Jipang Panolan adalah anak angkatnya sendiri), dikhawatirkan ia akan lupa memberikan hadiah.

Usai sayembara, Ki Panjawi mendapatkan tanah Pati dan menjadi bupati di sana sejak tahun 1549, sedangkan Ki Ageng Pamanahan baru mendapatkan tanah Mataram sejak tahun 1556. Sepeninggal Ki Ageng Pamanahan tahun 1575, Sutawijaya menggantikan kedudukannya sebagai pemimpin Mataram, bergelar Senapati Ingalaga (yang artinya “panglima di medan perang”).

Pada tahun 1576 Ngabehi Wilamarta dan Ngabehi Wuragil dari Pajang tiba untuk menanyakan kesetiaan Mataram, mengingat Senapati sudah lebih dari setahun tidak menghadap Sultan Hadiwijaya. Senapati saat itu sibuk berkuda di desa Lipura, seolah tidak peduli dengan kedatangan kedua utusan tersebut. Namun kedua pejabat senior itu pandai menjaga perasaan Sultan Hadiwijaya melalui laporan yang mereka susun.

Senapati memang ingin menjadikan Mataram sebagai kerajaan merdeka. Ia sibuk mengadakan persiapan, baik yang bersifat material ataupun spiritual, misalnya membangun benteng, melatih tentara, sampai menghubungi penguasa Laut Kidul dan Gunung Merapi. Senapati juga berani membelokkan para mantri pamajegan dari Kedu dan Bagelen yang hendak menyetor pajak ke Pajang. Para mantri itu bahkan berhasil dibujuknya sehingga menyatakan sumpah setia kepada Senapati.

Sultan Hadiwijaya resah mendengar kemajuan anak angkatnya. Ia pun mengirim utusan menyelidiki perkembangan Mataram. Yang diutus adalah Arya Pamalad Tuban, Pangeran Benawa, dan Patih Mancanegara. Semuanya dijamu dengan pesta oleh Senapati. Hanya saja sempat terjadi perselisihan antara Raden Rangga (putra sulung Senapati) dengan Arya Pamalad.

Sesuai pesan ayahnya, Ki Pemanahan dan restu sultan Pajang, Sutowijoyo menggantikan ayahnya sebagai pembesar atau Panembahan Mataram. Seperti dikatakan oleh Panembahan Giri dan Kanjeng Sunan Kalijaga, keturunan Ki Pemanahan kelak akan menjadi raja aung yang meguasai tanah Jawa. Sebagaimana ayahnya, Sutowijoyo selalu mencari kebenaran tentang dua ramalan nujum dua orang sesepuh itu.

Menjelang tengah malam Suutowijoyo keluar dari istana dengan diserta lima orang pengawalnya menuju ke Lipuro. Dan selanjutnya ia tidur di atas kumuloso, sebuah batu hitam yang halus permukaannya. Kepergiannya membuat kaget Ki Juru Mertani (paman dari ibu) karena tidak menemukannya di rumah. Namun, Ki Juru mengetahui dan hafal kemana putranya kemenakannya pergi. Setibanya di Lipuro, didapati Sutowijoyo sedang tidur pulas, kemudian dibangunlah Sutowijoyo dengan berucap: “Tole, bangunlah!. Katanya ingin menjadi raja, mengapa enak-enak tidur saja”. Tiba-tiba dilihat Ki Juru Mertani ada sebuah bintang sebesar buah kelapa yang masih utuh terletak di kepala Sutowijoyo, kemudian ia membangunkannya. “Tole, bangunlah segera. Yang bersinar di atas kepalamu seperti bulan itu apa?”. Bintang itu menjawab seperti manusia: “Ketahuilah, aku ini bintang memberi khabar kepadamu, maksudmu bersemedi dengan khusyuk, meminta kepada Tuhan yang Mahakuasa, sekarang sudah diterima oleh-Nya. Yang kamu minta diizinkan, kamu akan menjadi raja menguasai tanah Jawa, turun sampai anak cucumu, akan menjadi raja di Mataram tiada bandingnya. Sangat ditakuti oleh lawan, kaya dengan emas dan permata. Kelak buyutmu yang menjadi raja di Mataram, negara kemudian pecah. Sering terjadi gerhana matahari, gunung meletus, hujan abu atau lumpur. Itu pertanda akan rusak”. Setelah berkata demikian bintang itu lalu menghilang. Sutowijoyo berkata dalam hati “permohonanku sudah dikabulkan oleh Tuhan., niatku menjadi raja menggantikan kanjeng Sultan (Pajang), turun sampai anka cucuku, sebagai pelita tanah Jawa, orang tanah Jawa semuanya tunduk”.

Lain halnya dengan Ki Juru Mertani, ia mengetahui apa yang dipikirkan putra kemenakannya itu, kemudian ia bertutur lembut. “Senopati, kamu jangan berfikir sombong, memastikan barang yang belum tentu terjadi. Itu tidak benar. Jika kamu percaya pada omongan bintang, itu kamu salah. Sebab itu namanya suara ghaib, boleh benar boleh bohong. Tidak dapat ditangkap seperti lidah manusia, dan kelak jika kamu benar-benar berperang melawan orang Pajang, tentu bintang itu tidak bisa kamu tagih atau kamu minta pertolongannya.Tidak salah jika aku dan kamu menjadi raja Mataram dan kalah dalam perangnya, tidak luput juga menjadi tawanan”.

Mendengar perkataan pamannya, Senopati akhirnya sadar, dan tidak lupa minta maaf. Dan selanjutnya Senopati berkata “Paman, bagaimana petunjuk paman, saya akan menurut. Diumpamakan saya adalah sebuah perahu dan paman adalah kemudinya”. Selanjutnya Ki Juru Mertani bertutur, “Tole, kalau kau sudah menurut, mari kita memohon lagi kepada TUhan, semua yang sulit mudah-mudahan bisa dimudahkan. Mari kita membagi tugas. Kamu pergi ke laut selatan dan aku akan pergi ke Gunung Merapi, Meneges kepada Tuhan. Mari kita berangkat”.

Keduanay berpisah sesuai kesepakatan. Sutowijoyo berangkat ke laut kidul melalui kali Opak (Ompak) menghanyutkan diri hingga sampai laut kidul, bertapa seperti yang biasa dilakukan oleh ayahnya, Ki Pemanahan. Istana laut kidul geger, hawa di laut kidul memanas.Air laut kidul memanas membuat seisi laut ribut. Seluruh penghuninya terkena hawa panas karena cipta dan rasa Senopati Sutowijoyo yang mengheningkan cipta dengan membaca doa. Ratu laut kidul keluar dari istananya, dan melihat dunia luar. Ia tidak melihat apa-apa kecuali seorang pemeuda yang berdiri mematung dengan mengheningkan cipta. Ratu laut kidul langsung menuju ke arah pemuda itu, dan langsung bersujud dan meminta belas kasihan kepada pemuda itu, yang tidk lain Senopati Sutowijoyo.

“Silahkan tuan menghilangkan kesedihan hati paduka supaya segera hilang adanya huru-hara ini, dan segera kembali kerusakan-kerusakan yang terjadi pada isi laut. Tuan, kasihanilah hamba, karena laut ini saya yang menjaga. Bahwa apa yang tuan mohon telah dikabulkan oleh Tuhan, sekarang sudah terkabul. Paduka dan turun paduka akan menjadi raja, memerintah tanah Jawa tidak saingannya. Seluruh jin dan peri semuanya tunduk pada paduka. Apabila kelak paduka mendapat musuh, semuanya akan membantu. Sekehendak paduka, mereka menurut saja. Karena paduka pendiri (cikal bakal) raja Tanah Jawa ini”.

Mulailah hubungan Senopati Sutowijoyo dengan Ratu laut kidul. Berhari-hari Senopati berada di laut kidul bersama sang ratunya. Terucap oleh Senopati, “Seandainya Mataram mendapat musuh, siapa yang akan memberi tahu ratu kidul? orang mataram tidak ada yang bisa melihat Ratu Laut Kidul”. “Itu soal gampang saja. Jika paduka membutuhkan saya, dan hendak memanggil saya, sedakep mengheningkan cipta kemudian menghadap ke angkasa. Tentu hamba akan segera datang dengan membawa prajurit lengkpa dengan perlengkapan perang”,jawab Ratu Laut Kidul.

Setelah itu Senopati minta diri untuk kembali ke Mataram. Senopati muncul dari dalam air dan jalan di atas laut seperti halnya orang berjalan di darat yang halus. Tetapi betapa kagetnya ketika sudah sampai pada tepi Parangtritis, ia melihat Kanjeng Sunan Kalijaga sidah ada di tempat itu. Senopati menuju ke tempat Sunan Kalijaga dan melakukan tafakur, dan minta maaf atas tindakannya yang berjalan di atas air dan tidak basah. Kanjeng Sunan Kalijaga bersabda, “Senopati hentikan kamu memamerkan kesaktian dengan berjalan di atas air dan tidak. Itu namanya tindakan seorang yang kibir (sombong). Para wali tidak mau memakai cara yang demikian itu, karena akan mendapat murka dari Tuhan. Jika kamu ingin selamanya menjadi raja, berjalanlah seperti sebenarnya orang berjalan. Mari ke MAtaram, saya ingin melihat rumahmu”.

Arya Pangiri adalah menantu Sultan Hadiwijaya yang menjadi adipati Demak. Ia didukung Panembahan Kudus berhasil merebut takhta Pajang pada tahun 1583 dan menyingkirkan Pangeran Benawa menjadi adipati Jipang.

Pangeran Benawa kemudian bersekutu dengan Senapati pada tahun 1586 karena pemerintahan Arya Pangiri dinilai sangat merugikan rakyat Pajang. Perang pun terjadi. Arya Pangiri tertangkap dan dikembalikan ke Demak.

Pangeran Benawa menawarkan takhta Pajang kepada Senapati namun ditolak. Senapati hanya meminta beberapa pusaka Pajang untuk dirawat di Mataram.

Pangeran Benawa pun diangkat menjadi raja Pajang sampai tahun 1587. Sepeninggalnya, ia berwasiat agar Pajang digabungkan dengan Mataram. Senapati dimintanya menjadi raja. Pajang sendiri kemudian menjadi bawahan Mataram, dengan dipimpin oleh Pangeran Gagak Baning, adik Senapati.

Maka sejak itu, Senapati menjadi raja pertama Mataram bergelar Panembahan. Ia tidak mau memakai gelar Sultan untuk menghormati Sultan Hadiwijaya dan Pangeran Benawa. Istana pemerintahannya terletak di Kotagede.

Sepeninggal Sultan Hadiwijaya, daerah-daerah bawahan di Jawa Timur banyak yang melepaskan diri. Persekutuan adipati Jawa Timur tetap dipimpin Surabaya sebagai negeri terkuat. Pasukan mereka berperang melawan pasukan Mataram di Mojokerto namun dapat dipisah utusan Giri Kedaton.

Selain Pajang dan Demak yang sudah dikuasai Mataram, daerah Pati juga sudah tunduk secara damai. Pati saat itu dipimpin Adipati Pragola putra Ki Panjawi. Kakak perempuannya (Ratu Waskitajawi) menjadi permaisuri utama di Mataram. Hal itu membuat Pragola menaruh harapan bahwa Mataram kelak akan dipimpin keturunan kakaknya itu.

Pada tahun 1590 gabungan pasukan Mataram, Pati, Demak, dan Pajang bergerak menyerang Madiun. Adipati Madiun adalah Rangga Jumena (putra bungsu Sultan Trenggana) yang telah mempersiapkan pasukan besar menghadang penyerangnya. Melalui tipu muslihat cerdik, Madiun berhasil direbut. Rangga Jemuna melarikan diri ke Surabaya, sedangkan putrinya yang bernama Retno Dumilah diambil sebagai istri Senapati.

Pada tahun 1591 terjadi perebutan takhta di Kediri sepeninggal bupatinya. Putra adipati sebelumnya yang bernama Raden Senapati Kediri diusir oleh adipati baru bernama Ratujalu hasil pilihan Surabaya.

Senapati Kediri kemudian diambil sebagai anak angkat Panembahan Senapati Mataram dan dibantu merebut kembali takhta Kediri. Perang berakhir dengan kematian bersama Senapati Kediri melawan Adipati Pesagi (pamannya).

Pada tahun 1595 adipati Pasuruhan berniat tunduk secara damai pada Mataram namun dihalang-halangi panglimanya, yang bernama Rangga Kaniten. Rangga Kaniten dapat dikalahkan Panembahan Senapati dalam sebuah perang tanding. Ia kemudian dibunuh sendiri oleh adipati Pasuruhan, yang kemudian menyatakan tunduk kepada Mataram.

Pada tahun 1600 terjadi pemberontakan Adipati Pragola dari Pati. Pemberontakan ini dipicu oleh pengangkatan Retno Dumilah putri Madiun sebagai permaisuri kedua Senapati. Pasukan Pati berhasil merebut beberapa wilayah sebelah utara Mataram. Perang kemudian terjadi dekat Sungai Dengkeng di mana pasukan Mataram yang dipimpin langsung oleh Senapati sendiri berhasil menghancurkan pasukan Pati.

Panembahan Senapati alias Danang Sutawijaya meninggal dunia pada tahun 1601 saat berada di desa Kajenar. Ia kemudian dimakamkan di Kotagede. Putra yang ditunjuk sebagai raja selanjutnya adalah yang lahir dari putri Pati, bernama Mas Jolang.

Menurut silsilah, Ki Ageng Selo adalah cicit atau buyut dari Brawijaya terakhir. Beliau moyang (cikal bakal-red) dari pendiri kerajaan Mataram yaitu Sutawijaya. Termasuk Sri Sultan Hamengku Buwono X (Yogyakarta) maupun Paku Buwono XIII (Surakarta).

Menurut cerita Babad Tanah Jawi (Meinama, 1905; Al-thoff, 1941), Prabu Brawijaya terakhir beristri putri Wandan kuning dan berputra Bondan Kejawan/Ki Ageng Lembu Peteng yang diangkat sebagai murid Ki Ageng Tarub. Ia dikimpoikan dengan putri Ki Ageng Tarub yang bernama Dewi Nawangsih, dari ibu Bidadari Dewi Nawang Wulan. Dari perkimpoian Lembu Peteng dengan Nawangsih, lahir lah Ki Getas Pendowo (makamnya di Kuripan, Purwodadi). Ki Ageng Getas Pandowo berputra tujuh dan yang paling sulung Ki Ageng Selo. Ki Ageng gemar bertapa di hutan, gua, dan gunung sambil bertani menggarap sawah. Dia tidak mementingkan harta dunia. Hasil sawahnya dibagi-bagikan kepada tetangganya yang membutuhkan agar hidup berkecukupan. Salah satu muridnya tercintanya adalah Mas Karebet/Joko Tingkir yang kemudian jadi Sultan Pajang Hadiwijaya, menggantikan dinasti Demak.

Putra Ki Ageng Selo semua tujuh orang, salah satunya Kyai Ageng Enis yang berputra Kyai Ageng Pamanahan. Ki Pemanahan beristri putri sulung Kyai Ageng Saba, dan melahirkan Mas Ngabehi Loring Pasar atau Sutawijaya. Melalui perhelatan politik Jawa kala itu akhirnya Sutawijaya mampu mendirikan kerajaan Mataram menggantikan Pajang. (http://buminusantara.blogdetik.com/2010/11/25/panembahan-senopati/)

Sang Penangkap Petir

Kisah ini terjadi pada jaman ketika Sultan Demak Trenggana masih hidup. Syahdan pada suatu sore sekitar waktu ashar, Ki Ageng Sela sedang mencangkul sawah. Hari itu sangat mendung, pertanda hari akan hujan. Tidak lama memang benar – benar hujan lebat turun. Petir datang menyambar-nyambar. Petani lain terbirit-birit lari pulang ke rumah karena ketakutan. Tetapi Ki Ageng Sela tetap enak – enak menyangkul, baru sebentar dia mencangkul, datanglah petir itu menyambar Ki Ageng Selo. Gelegar….. petir menyambar cangkul di genggaman Ki Ageng. Namun, ia tetap berdiri tegar, tubuhnya utuh, tidak gosong, tidak koyak. Petir berhasil ditangkap dan diikat, dimasukkan ke dalam batu sebesar genggaman tangan orang dewasa. Lalu, batu itu diserahkan ke Kanjeng Sunan di Kerajaan Istana Demak. Kanjeng Sunan Demak –sang Wali Allah– makin kagum terhadap kesaktian Ki Ageng Selo. Beliau pun memberi arahan, petir hasil tangkapan Ki Ageng Selo tidak boleh diberi air.

Kerajaan Demak heboh. Ribuan orang –perpangkat besar dan orang kecil– datang berduyun-duyun ke istana untuk melihat petir hasil tangkapan Ki Ageng Selo. Suatu hari, datanglah seorang wanita, ia adalah intruder (penyusup) yang menyelinap di balik kerumunan orang-orang yang ingin melihat petirnya Ki Ageng.

Wanita penyusup itu membawa bathok (tempat air dari tempurung kelapa) lalu menyiram batu petir itu dengan air. Gelegar… gedung istana tempat menyimpan batu itupun hancur luluh lantak, oleh ledakan petir. Kanjeng Sunan Demak berkata, wanita intuder pembawa bathok tersebut adalah “petir wanita” pasangan dari petir “lelaki” yang berhasil ditangkap Ki Ageng Selo. Dua sejoli itupun berkumpul kembali menyatu, lalu hilang lenyap.

Versi lainnya

Versi lain menyebutkan petir yang ditangkap oleh Ki Ageng Selo berwujud seorang kakek. Kakek itu cepat – cepat ditangkap nya dan kena, kemudian diikat dipohon gandri, dan dia meneruskan mencangkul sawahnya. Setelah cukup, dia pulang dan “ bledheg “ itu dibawa pulang dan dihaturkan kepada Sultan demak. Oleh Sultan “ bledheg “ itu ditaruh didalam jeruji besi yang kuat dan ditaruh ditengah alun – alun. Banyak orang yang berdatangan untuk melihat ujud “ bledheg “ itu. Ketika itu datanglah seorang nenek – nenek dengan membawa air kendi. Air itu diberikan kepada kakek “ bledheg “ dan diminumnya. Setelah minum terdengarlah menggelegar memekakkan telinga. Bersamaan dengan itu lenyaplah kakek dan nenek “ bledheg : tersebut, sedang jeruji besi tempat mengurung kakek “ bledheg hancur berantakan.

Sejak saat itulah, petir tak pernah unjuk sambar di Desa Selo, apalagi di masjid yang mengabadikan nama Ki Ageng Selo. “Dengan menyebut nama Ki Ageng Selo saja, petir tak berani menyambar,” kata Sarwono kepada Gatra.

Soal petir yang tidak pernah ada di Desa Selo diakui oleh Sakhsun, 54 tahun. Selama 22 tahun ia menjadi muazin Masjid Ki Ageng Selo, dan baru pada akhir November 2004 dilaporkan ada petir yang menyambar kubah masjid Ki Ageng Selo. Lelaki berambut putih itu pun terkena dampaknya. Petir itu menyambar sewaktu ia memegang mikrofon hendak mengumadangkan azan asar.

Sakhsun pun tersengat. Bibirnya bengkak. “Saya tidak tahu itu isyarat apa. Segala kejadian kan bisa dijadikan sebagai peringatan bagi kita untuk lebih beriman,” katanya. Dia sedang menebak-nebak apa yang bakal terjadi di desa itu. Menurut kepercayaan setempat, kubah masjid adalah simbol pemimpin. Apakah artinya ada pemimpin setempat yang akan tumbang?

Terus bagaimana kira-kira cara Ki Ageng Selo menangkap petir…?

Kalau kita telaah cerita legenda di atas tentunya ada sebagian yang benar sesuai dengan sejarah aslinya. Mari kita telaah kira-kira bagaimana cara Ki Ageng Selo menangkap petir bila dilihat dari perspektif ilmu pengetahuan kita jaman sekarang.

1. Petir terjadi di waktu cuaca mendung… Hal yang logis bukan juragan? Muatan listrik yang secara perlahan terpisah antara beberapa awan atau perbedaan muatan listrik antara awan dan bumi, menyebabkan lecutan muatan listrik atau yang kita kenal sebagai petir.

2.Petir menyambar cangkul tetapi Ki Ageng Selo tidak terluka sedikitpun. Cangkul terbuat dari besi dan kayu… Besi adalah konduktor listrik yang baik sedangkan kayu adalah isolator. Hal paling logis adalah petir menyambar Ki Ageng Selo ketika dia sedang mengayunkan cangkulnya. Sehingga lecutan petir dari awan ke bagian besi cangkulnya dapat diisolasi oleh kayu cangkul dan langsung diteruskan ke bumi. Hmmmm…. Kira2 dari kayu apakah cangkul Ki Ageng Selo terbuat sehingga sifat isolatornya begitu kuat? Gw yakin Ki Ageng Selo sudah mengetahui kekuatan kayu cangkulnya sehingga dia tidak takut sedikitpun ketika petir menyambar2, tidak seperti petani lainnya.

Model cangkul yang mungkin dipakai Ki Ageng Selo

3. Petir berhasil ditangkap dan diikat, dimasukkan ke dalam batu sebesar genggaman tangan orang dewasa. Hmmm…. mirip kisah Si Ponari yah juragan. Hal yang paling logis adalah petir itu langsung menyambar batu yang ada di sawah milik Ki Ageng Selo. Batu yang sebesar genggaman tangan orang dewasa tersebut bersifat kapasitor, sehingga sifat dan ukurannya mampu menyimpan muatan listrik (elektron). Kira-kira batu apakah itu juragan???

Kalau deskripsi kapasitor jaman sekarang yah seperti ini juragan : Kapasitor adalah komponen elektronika yang dapat menyimpan muatan listrik. Struktur sebuah kapasitor terbuat dari 2 buah plat metal yang dipisahkan oleh suatu bahan dielektrik. Bahan-bahan dielektrik yang umum dikenal misalnya udara vakum, keramik, gelas dan lain-lain. Jika kedua ujung plat metal diberi tegangan listrik, maka muatan-muatan positif akan mengumpul pada salah satu kaki (elektroda) metalnya dan pada saat yang sama muatan-muatan negatif terkumpul pada ujung metal yang satu lagi. Muatan positif tidak dapat mengalir menuju ujung kutup negatif dan sebaliknya muatan negatif tidak bisa menuju ke ujung kutup positif, karena terpisah oleh bahan dielektrik yang non-konduktif. Muatan elektrik ini “tersimpan” selama tidak ada konduksi pada ujung-ujung kakinya. Sumber : Bom2000.com (http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/01/ki-ageng-selo-si-penangkap-petir/)

Kalau dirunut pada silsilah, Prabu Brawijaya pada perkawinannya dengan Dewi Wandan (wanita yang berkulit kehitam-hitaman) melahirkan Ki Bondan Kejawan yang kemudian memperistri Nyai Nawangsih putera Ki Gede Tarub dan melahirkan Ki Ageng Getas Pendowo atau Syekh Ngabdullah dan seorang puteri (dinikahkan dengan Ki Ageng Ngerang). Ki Ageng Getas Pendowo memiliki 6 putera, Ki Ageng Selo, Nyai Ageng Pakis, Nyai Ageng Purno, Nyai Ageng Wanglu, Nyai Ageng Bokong, dan Nyai Ageng Adibaya. Keturunan Ki Ageng Selo, dari 7 hanya satu yang laki-laki yaitu Ki Ageng Ngenis yang kemudian berputera Ki Ageng Pemanahan yang selanjutnya melahirkan Sutowijoyo. http://buminusantara.blogdetik.com/2010/11/25/panembahan-senopati/

Makam Ki Ageng Getas Pendowo Beliau adalah keturunan R.Bondan Kejawan ( Lembu Peteng ) dengan Rr. Nawangsih. Letaknya di sebelah timur Kelurahan Kuripan Kecamatan Purwodadi ( Jln. A. yani Purwodadi lebih kurang 1 Km )

(Foto: http://mataram351.wordpress.com/2011/12/21/makam-ki-ageng-getas-pendowo/)
14211/5 <60+111!> 4.3.1.1. Sunan Kalijaga [Azmatkhan]
12712/5 <53+24> Sunan Drajat / Raden Qosim (Sunan Mayang Madu) [Ampel]
Рођење: 1470
Sunan Drajat bernama kecil Raden Syari­fuddin atau Raden Qosim putra Sunan Ampel yang terkenal cerdas. Setelah pelajaran Islam dikuasai, beliau me­ngambil tempat di Desa Drajat wilayah Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan sebagai pusat kegiatan dakwahnya sekitar abad XV dan XVI Masehi. Ia memegang kendali keprajaan di wilayah perdikan Drajat sebagai otonom kerajaan Demak selama 36 tahun.

Beliau sebagai Wali penyebar Islam yang terkenal berjiwa sosial, sangat memperha­tikan nasib kaum fakir miskin. Ia terle­bih dahulu mengusahakan kesejahteraan sosial baru memberikan pemahaman tentang ajaran Islam. Motivasi lebih ditekankan pada etos kerja keras, kedermawanan untuk mengentas kemiskinan dan menciptakan kemakmuran.

Usaha ke arah itu menjadi lebih mudah karena Sunan Drajat memperoleh kewenangan untuk mengatur wilayahnya yang mempu­nyai otonomi.

Sebagai penghargaan atas keberha­silannya menyebarkan agama Islam dan usahanya menanggulangi kemiskinan dengan menciptakan kehidupan yang makmur bagi warganya, beliau memperoleh gelar Sunan Mayang Madu dari Raden Patah Sultan Demak pada tahun saka 1442 atau 1520 Masehi.


Nama kecilnya adalah Raden Qasim, kemudian mendapat gelar Raden Syarifudin. Dia adalah putra dari Sunan Ampel, dan bersaudara dengan Sunan Bonang.

Ketika dewasa, Sunan Drajat mendirikan pesantren Dalem Duwur di desa Drajat, Paciran Kabupaten Lamongan.

Sunan Drajat yang mempunyai nama kecil Syarifudin atau Raden Qosim putra Sunan Ampel dan terkenal dengan kecerdasannya. Setelah menguasai pelajaran islam beliau menyebarkan agama islam di desa Drajad sebagai tanah perdikan di kecamatan Paciran. Tempat ini diberikan oleh kerajaan Demak. Ia diberi gelar Sunan Mayang Madu oleh Raden Patah pada tahun saka 1442/1520 masehi

Makam Sunan Drajat dapat ditempuh dari surabaya maupun Tuban lewat Jalan Daendels (Anyer - Panarukan), namun bila lewat Lamongan dapat ditempuh 30 menit dengan kendaran pribadi.

Sejarah Singkat Setelah pelajaran Islam dikuasai, beliau me­ngambil tempat di Desa Drajat wilayah Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan sebagai pusat kegiatan dakwahnya sekitar abad XV dan XVI Masehi. Ia memegang kendali keprajaan di wilayah perdikan Drajat sebagai otonom kerajaan Demak selama 36 tahun.

Beliau sebagai Wali penyebar Islam yang terkenal berjiwa sosial, sangat memperha­tikan nasib kaum fakir miskin. Ia terle­bih dahulu mengusahakan kesejahteraan sosial baru memberikan pemahaman tentang ajaran Islam. Motivasi lebih ditekankan pada etos kerja keras, kedermawanan untuk mengentas kemiskinan dan menciptakan kemakmuran. Usaha ke arah itu menjadi lebih mudah karena Sunan Drajat memperoleh kewenangan untuk mengatur wilayahnya yang mempu­nyai otonomi.

Sebagai penghargaan atas keberha­silannya menyebarkan agama Islam dan usahanya menanggulangi kemiskinan dengan menciptakan kehidupan yang makmur bagi warganya, beliau memperoleh gelar Sunan Mayang Madu dari Raden Patah Sultan Demak pada tahun saka 1442 atau 1520 Masehi.

Filosofi Sunan Drajat Filosofi Sunan Drajat dalam pengentasan kemiskinan kini terabadikan dalam sap tangga ke tujuh dari tataran komplek Makam Sunan Drajat. Secara lengkap makna filosofis ke tujuh sap tangga tersebut sebagai berikut :

1. Memangun resep teyasing Sasomo (kita selalu membuat senang hati orang lain) 2. Jroning suko kudu eling Ian waspodo (di dalam suasana riang kita harus tetap ingat dan waspada) 3. Laksitaning subroto tan nyipto marang pringgo bayaning lampah (dalam perjalanan untuk mencapai cita - cita luhur kita tidak peduli dengan segala bentuk rintangan) 4. Meper Hardaning Pancadriya (kita harus selalu menekan gelora nafsu-nafsu) 5. Heneng - Hening - Henung (dalam keadaan diam kita akan mem­peroleh keheningan dan dalam keadaan hening itulah kita akan mencapai cita - cita luhur). 6. Mulyo guno Panca Waktu (suatu kebahagiaan lahir batin hanya bisa kita capai dengan salat lima waktu) 7. Menehono teken marang wong kang wuto, Menehono mangan marang wong kang luwe, Menehono busono marang wong kang wudo, Menehono ngiyup marang wongkang kodanan (Berilah ilmu agar orang menjadi pandai, Sejahterakanlah kehidupan masya­rakat yang miskin, Ajarilah kesusilaan pada orang yang tidak punya malu, serta beri perlindungan orang yang menderita).

Dalam sejarahnya Sunan Drajat juga dikenal sebagai seorang Wali pencipta tembang Mocopat yakni Pangkur. Sisa - sisa gamelan Singomeng­koknya Sunan Drajat kini tersimpan di Musium Daerah.

Untuk menghormati jasa - jasa Sunan Drajat sebagai seorang Wali penyebar agama Islam di wilayah Lamongan dan untuk melestarikan budaya serta benda-­benda bersejarah peninggalannya Sunan Drajat, keluarga dan para sahabatnya yang berjasa pada penyiaran agama Islam, Pemerintah Kabupaten Lamongan mendirikan Musium Daerah Sunan Drajat disebelah timur Makam. Musium ini telah diresmikan oleh Gubernur Jawa Timur tanggal 1 Maret 1992. Penghargaan

Upaya Bupati Lamongan R. Mohamad Faried, SH untuk menyelamatkan dan melestarikan warisan sejarah bangsa ini mendapat dukungan penuh Gubernur Jawa Timur dengan alokasi dana APBD I yaitu pada tahun 1992 dengan pemugaran Cungkup dan pembangu­nan Gapura Paduraksa senilai Rp. 98 juta dan anggaran Rp. 100 juta 202 ribu untuk pembangunan kembali Masjid Sunan Drajat yang diresmikan oleh Menteri Penerangan RI tanggal 27 Juni 1993. Pada tahun 1993 sampai 1994 pembenahan dan pembangunan Situs Makam Sunan Drajat dilanjutkan dengan pembangunan pagar kayu berukir, renovasi paseban, bale rante serta Cungkup Sitinggil dengan dana APBD I Jawa Timur sebesar RP. 131 juta yang diresmikan Gubernur Jawa Timur M. Basofi Sudirman tanggal 14 Januari 1994.
13013/5 <55+19> Ratu Winangun / Ratu Winaon [Gunung Jati]
12914/5 <55+19> 14.1.1.1. Panembahan Maulana Hasanuddin [Kesultanan Banten]
Рођење: 1478, Cirebon
Свадба: <272!> 3.4.1.1.3. Ratu Ayu Kirana [Azmatkhan]
Титуле : од 1552, Sultan Banten I
Смрт: 1570, Banten
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

Kesultanan Banten 1527-183

Wilayah Banten pada masa Maulana Hasanuddin, yang menguasai Selat Sunda pada kedua sisinya Ibukota Surosowan, Kota Intan Bahasa Sunda, Jawa, Melayu, Arab,[1] Agama Islam Pemerintahan Kesultanan

Sultan
-  1527-1552 sebagai bawahan Demak 
-  1552–1570 ¹ Maulana Hasanuddin 
-  1651–1683 Ageng Tirtayasa 
Sejarah  
-  Serangan atas Kerajaan Sunda 1527 
-  Aneksasi oleh Hindia-Belanda 1813 
   

Artikel ini bagian dari seri Sejarah Indonesia

Garis waktu sejarah Indonesia Sejarah Nusantara

Prasejarah 
Kerajaan Hindu-Buddha 
Kutai (abad ke-4) 
Tarumanagara (358–669) 
Kalingga (abad ke-6 sampai ke-7) 
Sriwijaya (abad ke-7 sampai ke-13) 
Sailendra (abad ke-8 sampai ke-9) 
Kerajaan Medang (752–1006) 
Kerajaan Kahuripan (1006–1045) 
Kerajaan Sunda (932–1579) 
Kediri (1045–1221) 
Dharmasraya (abad ke-12 sampai ke-14) 
Singhasari (1222–1292) 
Majapahit (1293–1500) 
Malayapura (abad ke-14 sampai ke-15) 
Kerajaan Islam 
Penyebaran Islam (1200-1600) 
Kesultanan Samudera Pasai (1267-1521) 
Kesultanan Ternate (1257–sekarang) 
Kerajaan Pagaruyung (1500-1825) 
Kesultanan Malaka (1400–1511) 
Kerajaan Inderapura (1500-1792) 
Kesultanan Demak (1475–1548) 
Kesultanan Kalinyamat (1527–1599) 
Kesultanan Aceh (1496–1903) 
Kesultanan Banten (1527–1813) 
Kesultanan Cirebon (1552 - 1677) 
Kesultanan Mataram (1588—1681) 
Kesultanan Siak (1723-1945) 
Kerajaan Kristen 
Kerajaan Larantuka (1600-1904) 
Kolonialisme bangsa Eropa 
Portugis (1512–1850) 
VOC (1602-1800) 
Belanda (1800–1942) 
Kemunculan Indonesia 
Kebangkitan Nasional (1899-1942) 
Pendudukan Jepang (1942–1945) 
Revolusi nasional (1945–1950) 
Indonesia Merdeka 
Orde Lama (1950–1959) 
Demokrasi Terpimpin (1959–1965) 
Masa Transisi (1965–1966) 
Orde Baru (1966–1998) 
Era Reformasi (1998–sekarang) 

Kesultanan Banten merupakan sebuah kerajaan Islam yang pernah berdiri di Provinsi Banten, Indonesia. Berawal sekitar tahun 1526, ketika Kerajaan Demak memperluas pengaruhnya ke kawasan pesisir barat Pulau Jawa, dengan menaklukan beberapa kawasan pelabuhan kemudian menjadikannya sebagai pangkalan militer serta kawasan perdagangan.

Maulana Hasanuddin, putera Sunan Gunung Jati[2] berperan dalam penaklukan tersebut. Setelah penaklukan tersebut, Maulana Hasanuddin mendirikan benteng pertahanan yang dinamakan Surosowan, yang kemudian hari menjadi pusat pemerintahan setelah Banten menjadi kesultanan yang berdiri sendiri.

Selama hampir 3 abad Kesultanan Banten mampu bertahan bahkan mencapai kejayaan yang luar biasa, yang diwaktu bersamaan penjajah dari Eropa telah berdatangan dan menanamkan pengaruhnya. Perang saudara, dan persaingan dengan kekuatan global memperebutkan sumber daya maupun perdagangan, serta ketergantungan akan persenjataan telah melemahkan hegemoni Kesultanan Banten atas wilayahnya. Kekuatan politik Kesultanan Banten akhir runtuh pada tahun 1813 setelah sebelumnya Istana Surosowan sebagai simbol kekuasaan di Kota Intan dihancurkan, dan pada masa-masa akhir pemerintanannya, para Sultan Banten tidak lebih dari raja bawahan dari pemerintahan kolonial di Hindia Belanda.


Pembentukan awal

De Stad Bantam, lukisan cukilan lempeng logam (engraving) karya François Valentijn, Amsterdam, 1726[3] Pada awalnya kawasan Banten juga dikenal dengan Banten Girang merupakan bagian dari Kerajaan Sunda. Kedatangan pasukan Kerajaan Demak di bawah pimpinan Maulana Hasanuddin ke kawasan tersebut selain untuk perluasan wilayah juga sekaligus penyebaran dakwah Islam. Kemudian dipicu oleh adanya kerjasama Sunda-Portugal dalam bidang ekonomi dan politik, hal ini dianggap dapat membahayakan kedudukan Kerajaan Demak selepas kekalahan mereka mengusir Portugal dari Melaka tahun 1513. Atas perintah Trenggana, bersama dengan Fatahillah melakukan penyerangan dan penaklukkan Pelabuhan Kelapa sekitar tahun 1527, yang waktu itu masih merupakan pelabuhan utama dari Kerajaan Sunda.[4]

Selain mulai membangun benteng pertahanan di Banten, Maulana Hasanuddin juga melanjutkan perluasan kekuasaan ke daerah penghasil lada di Lampung. Ia berperan dalam penyebaran Islam di kawasan tersebut, selain itu ia juga telah melakukan kontak dagang dengan raja Malangkabu (Minangkabau, Kerajaan Inderapura), Sultan Munawar Syah dan dianugerahi keris oleh raja tersebut.[5]

Seiring dengan kemunduran Demak terutama setelah meninggalnya Trenggana,[6] Banten yang sebelumnya vazal dari Kerajaan Demak, mulai melepaskan diri dan menjadi kerajaan yang mandiri. Maulana Yusuf anak dari Maulana Hasanuddin, naik tahta pada tahun 1570[7] melanjutkan ekspansi Banten ke kawasan pedalaman Sunda dengan menaklukkan Pakuan Pajajaran tahun 1579. Kemudian ia digantikan anaknya Maulana Muhammad, yang mencoba menguasai Palembang tahun 1596 sebagai bagian dari usaha Banten dalam mempersempit gerakan Portugal di nusantara, namun gagal karena ia meninggal dalam penaklukkan tersebut.[8]

Pada masa Pangeran Ratu anak dari Maulana Muhammad, ia menjadi raja pertama di Pulau Jawa yang mengambil gelar "Sultan" pada tahun 1638 dengan nama Arab Abu al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir. Pada masa ini Sultan Banten telah mulai secara intensif melakukan hubungan diplomasi dengan kekuatan lain yang ada pada waktu itu, salah satu diketahui surat Sultan Banten kepada Raja Inggris, James I tahun 1605 dan tahun 1629 kepada Charles I.[1]
13215/5 <55+57!> 4.1.1.5. Pangeran Jaya Kelana [Gunung Jati] 15816/5 <105+?> 1. Tubagus Angke / Pangeran Jayakarta II [Azmatkhan]
== Pangeran Jayakarta II ==

Pangeran Jayakarta II atau Tubagus Angke atau Pangeran Gedeng Angke

Beliau adalah saudara Pangeran Muhammad Pelakaran, putra Pangeran Panjunan Cirebon @ Sayyid Abdurrahman bin Sultan Sulaiman Al-Baghdadi bin Ahmad Syah Jalaluddin Akbar bin Abdullah bin Abdul Malik Azmatkhan. (Selengkapnya lihat tulisan sebelumnya tentang Ilmu Silsilah )

Pangeran Jayakarta II menikahi putri Fatahillah dan juga menikahi puteri Maulana Hasanuddin Banten bin Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati; dikarunai putra bernama Sungerasa Jayawikarta alias Pangeran Jayakarta III (Pangeran Jayakarta III bin Pangeran Jayakarta II sampai saat ini belum diketahui dari Ibu yang puteri Fatahillah atau puteri Maulana Hasanuddin Banten) BAGI ANDA YANG MEMILIKI INFORMASI
13317/5 <55+57!> 4.1.1.6. Pangeran Bratakelana / Pangeran Gung Anom (Pangeran Sedang Lautan) [Gunung Jati]
Рођење: 1490
Pangeran Gung Anom yang menikah dengan Ratu Nyawa dari Demak tidak berputra. Suatu ketika, ia pergi ke Cirebon melalui jalan laut. Di tengah laut, dekat pantai Gebang, perahu yang di tumpanginya diserang oleh perompak. Pangeran Gung Anom beserta beserta para pengiringnya dibinasakan, mayatnya dilempar ke laut dan terdampar di pesisir Mundu. Pangeran Gung Anom kemudian dimakam-kan di Pantai Mundu dan bergelar Pangeran Sedang Lautan. Atas perintah Susuhunan Jati, gerombolan perompak akhirnya dapat dihancurkan oleh kesatuan bersenjata bala bantuan dari Cirebon di bawah komando Ki Gedeng Bungko.
13418/5 <55+18> Nyai Ratu Ayu [Gunung Jati] 17319/5 <55+18> 4.1.1.3. Pangeran Mochammad Arifin (Pangeran Pasarean) [Sunan Gunung Djati II]
Рођење: 1495
Свадба: <33> Ratu Ayu Nyawa / Ratu Ayu Wulan [Brawijaya V]
Титуле : 1528, Cirebon, Adipati Cirebon
13120/5 <55+21> 4.1.1.10. Pangeran Kuningan / Adipati Awangga [Kuningan]
Титуле : 1 септембар 1498
12421/5 <75+26> Pangeran Sabrang Lor / Dipati Unus (Raden Surya) [Brawijaya V]
Титуле : 1518, Sultan Demak II
Смрт: 1521
12322/5 <75+26> 3.4.1.1. Pangeran Hadipati Trenggono [Demak]
Рођење: 1521
Титуле : до 1546, Demak, Sultan Demak III bergelar Sultan Alam Akbar III
Смрт: 1548
13523/5 <55> 4.1.1.9. Ratu Wanawati Raras [Cirebon]
Рођење: 1525
14424/5 <86+160!> Raden Abdullah Melaka / Raden Aria Putra / Panglima Tok Hitam [Azmatkhan]
Рођење: Versi Malaysia
Рођење: 1525
==RADEN ARIA PUTRA ATAU NAKHODA HITAM ATAU RADEN ABDULLAH ATAU PENGERAN YUNUS (1519-1650)===


Raden Aria Putra atau Radin Abdullah dilahirkan pada tahun 1519M. Bapanya ialah Pengeran Seberang Lor. Ibunya bernama Syaripah Siti Zubaidah, anak kepada Sultan Ariffin Syeikh Ismail, Pulau Besar.Kedua suami isteri ini SYAHID di pengairan Pulau Besar pada tahun 1521, semasa pertempuran menyerang Portugis.Radin Abdullah di besarkan olih SUNAN GUNONG JATI.Hanya beliau satu satu nya anak Pengeran SEBERANG LOR yang selamat dan terus di lari kan ke Banten.Nenek sebelah ibunya bernama Syaripah Siti Maimunah Binti Maulana Ishak. Hal ini bermakna datuk dan moyangnya ialah ulama besar Melaka. Beliau dilahirkan pada zaman Melaka telah dikuasai Portugis. Pada zaman Portugis menyerang Melaka, banyak keturunan beliau yang syahid. Termasuk ibu dan bapa dan abang nya. Diceritakan Pulau Besar dan pulau sekitarnya juga Pulau Upih bergelimpangan dengan mayat-mayat perajurit yang gugur mempertahankan Melaka. Melaka tidak akan kalah kalau disebabkan serangan Portugis. Melaka kalah disebabkan ada pengkhianatan daripada orang-orang besarnya sendiri dan pembelotan tentera-tentera dari Jawa. Bagi aku ini adalah bala yang diturunkan kepada Melaka disebabkan pemerintahan yang zalim dan pembesar-pembesarnya yang tamak haloba dan mengejar harta dunia sahaja.

Setelah dewasa Raden Aria Putra terlibat dengan gerakan-gerakan tentera untuk menawan Melaka kembali. Disamping itu beliau dan rakan-rakannya menyerang kapal-kapal Portugis di pengairan Selat Melaka. Pada tahun 1545M beliau ke Jambi, dan bergabung menyerang Panglima Perang Jambi untuk menyerang penjajah Portugis dan Belanda. Beliau banyak bergabung dengan Kerajaan Banten di Jawa Barat pada tahun 1545.

Beliau berkahwin dengan Puteri Syaripah Alawiah BintI Sayid Umdatuddin Husin Bin Sunan Gunung Jati Bin Sayid Ali Nurul Alam. Sememangnya beliau rapat di Banten dan Jambi malah Palembang kerana kerajaan-kerajaan itu adalah kerabat-kerabat beliau. Puteri Syaripah Alawiyah juga digelar Puteri Mayang Mengurai, kakak kembar Puteri Mayang Sari, ibu kepada Syeikh Ahmad Maulana atau Tok Janggut Acheh, isteri Panglima Daik.Pada tahun 1530 beliau di lantik menjadi Adipati Pakuan Islam ,mengantikan ayah nya yang wafat, bergelar Pengeran Aria Jepara.

Banyak gerakan-gerakan tentera dilancarkan oleh Sultan Johor atau Pahang atau Jambi juga Acheh. Pada tahun 1641M. Gabungan tentera-tentera Kerajaan Melayu dan dibantu oleh Belanda telah menghancurkan tentera Portugis di Melaka. Melaka jatuh ke tangan Belanda. Tetapi bak kata pepatah “lepas mulut buaya, masuk ke mulut harimau”. Belanda juga tidak kurang hebatnya menekan dan menyerang Kerajaan Melayu malah lagi teruk. Belanda dan Inggerislah yang memfaraidkan Empayar Riau, Johor Lingga yang tinggal sekarang ini hanyalah negeri Johor yang sekangkang kera Melaka yang sepait ini. Empayar yang terkenal di seluruh Kepulauan Melayu malah dunia di pecahkan menjadi Empayar Johor-Riau-Lingga dan Pahang . dipecahkan lagi dan dicobak-cobekkan dan yang tinggal hanyalah negeri Melaka dan Johor yang ada sekarang ini. Ke mana perginya Riau, Lingga, dan ke mana perginya Jambi, Siak, Rokan, Inderagiri, Kampar dan Aru. Semua ini telah di faraidkan seperti cerita ‘ Nujum Pak Belalang’ satu untuk engaku, satu untuk aku. Bayangkan jika kita tidak dijajah, sebesar mana negara kita ini? Utaranya dari Ligor (segenting kera). Selatnya meliputi laut Australia, Baratnya lautan Hindi dan Timurnya lautan Pasifik. Dianggarkan penduduknya seramai 300 juta orang. Salah satu negara yang terkuat di dunia. Radin Aria Nasharudin berkawin Puteri Cempaka Biru dari Jambi.Daripada perkahwinan Nakhoda Hitam dan Puteri Syaripah Alawiyah lahirlah Radin Aria Darmawangsa pada tahun 1570M. Nakhoda Hitam wafat pada 1650M di semadi kan Jambi.
15425/5 <67+69!> 11.3.1.1. Sunan Kudus /Asy Sayyid Ja'far Shadiq [Azmatkhan]
Смрт: 1550
== Sunan Kudus ==

Sunan Kudus adalah putra Sunan Ngudung atau Raden Usman Haji, dengan Syarifah Ruhil atau Dewi Ruhil yang bergelar Nyai Anom Manyuran binti Nyai Ageng Melaka binti Sunan Ampel. Sunan Kudus adalah keturunan ke-24 dari Nabi Muhammad.

Sebagai seorang wali, Sunan Kudus memiliki peran yang besar dalam pemerintahan Kesultanan Demak, yaitu sebagai panglima perang, penasehat Sultan Demak, Mursyid Thariqah dan hakim peradilan negara. Ia banyak berdakwah di kalangan kaum penguasa dan priyayi Jawa. Di antara yang pernah menjadi muridnya, ialah Sunan Prawoto penguasa Demak, dan Arya Penangsang adipati Jipang Panolan. Salah satu peninggalannya yang terkenal ialah Mesjid Menara Kudus, yang arsitekturnya bergaya campuran Hindu dan Islam. Sunan Kudus diperkirakan wafat pada tahun 1550.

Nasab lengkapnya sebagai berikut: 24) SUNAN KUDUS bin 23)Sunan Ngudung bin 22)Fadhal Ali Murtadha bin 21) Sayyid Ibrahim
Zainuddin Al-Akbar bin 20)Sayyid Jamaluddin Al-Husain bin 19) Sayyid Ahmad Jalaluddin bin 18) Sayyid Abdullah bin 17) Sayyid
Abdul Malik Azmatkhan bin 16) Sayyid Alwi Ammil Faqih bin 15) Sayyid Muhammad Shahib Mirbath bin 14) Sayyid Ali Khali’ Qasam bin
13) Sayyid Alwi bin 12) Sayyid Muhammad bin 11) Sayyid Alwi bin 10) Sayyid Ubaidillah bin 9) Sayyid Ahmad Al-Muhajir bin 
8)Sayyid Isa bin 7) Sayyid Muhammad bin 6) Sayyid Ali Al-Uraidhi bin 5) Imam Ja’far Shadiq bin 4) Imam Muhammad Al-Baqir bin 
3) Imam Ali Zainal Abidin bin 2) Imam Al-Husain bin 1) Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti 0) NABI MUHAMMAD RASULULLAH
Berikut ini catatan nasab Syarif Jakfar Shodiq (Sunan Kudus) menurut isbat dari Naqobah Ansab (lembaga pencatat nasab) Maroko.
Kanjeng Nabi Muhammad Rasulillah Saw (Sumber :[1])
1. Sayyidah Fatimah
2. Sayyidina Hasan
3. Syarif Hasan al-Mutsanna
4. Syarif Abdullah al-Kamil
5. Syarif Musa al-Jun
6. Syarif Abdullah ats-Tsani
7. Syarif Musa ats-Tsani
8. Syarif Dawud Amir Makkah
9. Syarif Muhammad
10.Syarif Yahya az-Zahid
11.Syarif Abdullah
12.Syarif Abu Sholeh Musa Jaki Dausat
13.Sulton Aulia Syekh Abdul Qodir Jailani
14.Syarif Sholeh
15.Syarif Abdul Aziz 
16.Syarif Abdurozak
17.Syarif Abdul Jabbar
18.Syarif Syu’aib
19.Syarif Abdul Qodir
20.Syarif Junaid
21.Syarif Maulana Ishaq
22.Syarif Kholifah Husyn
23.Syarif Sabil (Sunan Ngudung)
24.Syarif Jakfar Shodiq (Sunan Kudus)
"Bendera Kerajaan Champa"
"Bendera Kerajaan Champa"
18726/5 <56> 4.1.2.2. Abdul Hamid Syah / Mustafa [Azmatkhan]
Титуле : од 1578, Raja Sri Sarwasadesa and Champa
13827/5 <54+198!> Pangeran Benawa / Sultan Prabuwijaya (AbdulHalim) [Sultan Hadiwijaya]
Професија : 1582, Adipati Jipang Panolan
Титуле : од 1586, Pajang, Sultan Pajang II bergelar Sultan Prabuwijaya
Смрт: 1587, Pajang
Pangeran Benawa adalah raja ketiga Kesultanan Pajang yang memerintah tahun 1586-1587, bergelar Sultan Prabuwijaya.

Silsilah Pangeran Benawa

Pangeran Benawa adalah putra Sultan Hadiwijaya alias Jaka Tingkir, raja pertama Pajang. Sejak kecil ia dipersaudarakan dengan Sutawijaya, anak angkat ayahnya, yang mendirikan Kesultanan Mataram.

Pangeran Benawa memiliki putri bernama Dyah Banowati yang menikah dengan Mas Jolang putra Sutawijaya. Dyah Banowati bergelar Ratu Mas Adi, yang kemudian melahirkan Sultan Agung, raja terbesar Mataram.

Selain itu, Pangeran Benawa juga memiliki putra bernama Pangeran Radin, yang kelak menurunkan Yosodipuro dan Ronggowarsito, pujangga-pujangga besar Kasunanan Surakarta.

Kisah Hidup Pangeran Benawa Pangeran Benawa dikisahkan sebagai seorang yang lembut hati. Ia pernah ditugasi ayahnya untuk menyelidiki kesetiaan Sutawijaya terhadap Pajang. Waktu itu Benawa berangkat bersama Arya Pamalad (kakak iparnya yang menjadi adipati Tuban) dan Patih Mancanegara.

Sutawijaya menjamu ketiga tamunya dengan pesta. Putra sulung Sutawijaya yang bernama Raden Rangga tidak sengaja membunuh seorang prajurit Tuban, membuat Arya Pamalad mengajak rombongan pulang. Sesampai di Pajang, Arya Pamalad melaporkan keburukan Sutawijaya, bahwa Mataram berniat memberontak terhadap Pajang. Sementara itu Benawa melaporkan kebaikan Sutawijaya, bahwa terbunuhnya prajurit Tuban karena ulahnya sendiri.

Sutawijaya akhirnya terbukti memerangi Pajang tahun 1582, dan berakhir dengan kematian Sultan Hadiwijaya. Pangeran Benawa yang seharusnya naik takhta disingkirkan oleh kakak iparnya, yaitu Arya Pangiri adipati Demak.

Benawa kemudian menjadi adipati Jipang Panolan. Pada tahun 1586 ia bersekutu dengan Sutawijaya untuk menurunkan Arya Pangiri dari takhta, karena kakak iparnya itu dianggap kurang adil dalam memerintah.

Dikisahkan, Arya Pangiri hanya sibuk menyusun usaha balas dendam terhadap Mataram. Orang-orang Demak juga berdatangan, sehingga warga asli Pajang banyak yang tersisih. Akibatnya, penduduk Pajang sebagian menjadi penjahat karena kehilangan mata pencaharian, dan sebagian lagi mengungsi ke Jipang.

Persekutuan Benawa dan Sutawijaya terjalin. Gabungan pasukan Mataram dan Jipang berhasil mengalahkan Pajang. Arya Pangiri dipulangkan ke Demak. Benawa menawarkan takhta Pajang kepada Sutawijaya. Namun Sutawijaya menolaknya. Ia hanya meminta beberapa pusaka Pajang untuk dirawat di Mataram.

Sejak itu, Pangeran Benawa naik takhta menjadi raja baru di Pajang bergelar Sultan Prabuwijaya.

Akhir Kesultanan PajangNaskah-naskah babad memberitakan versi yang berlainan tentang akhir pemerintahan Pangeran Benawa. Ada yang menyebut Benawa meninggal dunia tahun 1587, ada pula yang menyebut Benawa turun takhta menjadi ulama di Gunung Kulakan bergelar Sunan Parakan. Bahkan ada yang menyatakan bahwa Pangeran Benawa menuju ke arah barat dan membangun sebuah pemerintahan yang sekarang bernama Pemalang. Konon beliau juga meninggal di Pemalang, di desa Penggarit.

Sepeninggal Benawa, Kesultanan Pajang berakhir pula, dan kemudian menjadi bawahan Mataram. Yang diangkat menjadi bupati di Pajang ialah Pangeran Gagak Baning adik Sutawijaya. Setelah meninggal, Gagak Baning digantikan putranya yang bernama Pangeran Sidawini.
18928/5 <120> I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape Sultan Hasanuddin Tuminanga ri Balla'pangkana [Raja Gowa]
Рођење: 12 јун 1631
Титуле : од 1653, Sultan/Raja Gowa Ke 16
Смрт: 12 јун 1670
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang



KARIER DAN SEJARAH KEPAHLAWANAN

Sultan Hasanuddin (lahir di Gowa, Sulawesi Selatan, 12 Januari 1631 – meninggal di Gowa, Sulawesi Selatan, 12 Juni 1670 pada umur 39 tahun) adalah Raja Gowa ke-16 dan pahlawan nasional Indonesia yang terlahir dengan nama I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape sebagai nama pemberian dari Qadi Islam Kesultanan Gowa yakni Syeikh Sayyid Jalaludin bin Ahmad Bafaqih Al-Aidid, seorang mursyid tarekat Baharunnur Baalwy Sulawesi Selatan sekaligus guru tarekat dari Syeikh Yusuf dan Sultan Hasanuddin. Setelah menaiki Tahta sebagai Sultan, ia mendapat tambahan gelar Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Balla Pangkana, hanya saja lebih dikenal dengan Sultan Hasanuddin saja. Karena keberaniannya, ia dijuluki De Haantjes van Het Osten oleh Belanda yang artinya Ayam Jantan/Jago dari Timur. Ia dimakamkan di Katangka, Kabupaten Gowa. Ia diangkat sebagai Pahlawan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden No. 087/TK/1973, tanggal 6 November 1973.[1]

Sultan Hasanuddin lahir di Gowa, merupakan putera I Manuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiyung Sultan Malikulsaid, Raja Gowa ke-15. Sultan Hasanuddin memerintah Kerajaan Gowa, ketika Belanda yang diwakili Kompeni sedang berusaha menguasai perdagangan rempah-rempah. Kerajaan Gowa. Gowa merupakan kerajaan besar di wilayah timur Indonesia yang menguasai jalur perdagangan.

Pada tahun 1666, di bawah pimpinan Cornelis Speelman, Kompeni berusaha menundukkan kerajaan-kerajaan kecil, tetapi belum berhasil menundukkan Kerajaan Gowa. Di lain pihak, setelah Sultan Hasanuddin naik takhta, ia berusaha menggabungkan kekuatan kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia bagian timur untuk melawan Kompeni.

Pertempuran terus berlangsung, Kompeni menambah kekuatan pasukannya hingga pada akhirnya Kerajaan Gowa. Gowa wa terdesak dan semakin lemah sehingga pada tanggal 18 November 1667 bersedia mengadakan Perdamaian Bungaya di Bungaya. Gowa merasa dirugikan, karena itu Sultan Hasanuddin mengadakan perlawanan lagi. Akhirnya pihak Kompeni minta bantuan tentara ke. Batavia. Pertempuran kembali pecah di berbagai tempat. Sultan Hasanuddin memberikan perlawanan sengit. Bantuan tentara dari luar menambah kekuatan pasukan Kompeni, hingga akhirnya Kompeni berhasil menerobos benteng terkuat Gowa yaitu Benteng Sombaopu pada tanggal 12 Juni 1669. Sultan Hasanuddin kemudian mengundurkan diri dari takhta kerajaan dan wafat pada tanggal 12 Juni 1670.


SILISLAH KELUARGA

Pada tahun 1411 [Orang:359642|Sayyid Husain Jamaluddin Jumadil Kubra] menikah dengan Putri Raja Batara Gowa Tuminanga ri Paralakkenna (Raja Gowa Sulawesi Selatan), dan melahirkan beberapa anak, yaitu :

  1. Sayyid Hasan Jumadil Kubra lahir tahun1413 M (Menjadi Syekh Mufti Kesultanan Gowa, tahun 1453 M, bertepatan dengan wafatnya Sayyid Husain Jamaluddin Jumadil Kubra, dan wafat tahun 1591 M,berusia 138 tahun).
  2. Sayyid Husain Jumadil Kubra Al-Asghar, lahir tahun 1443M.
  • Sayyid Hasan Jumadil Kubra bin Sayyid HusainJamaluddin Jumadil Kubra, menikah dengan Sepupunya yaitu Puteri TunggalHalimah binti I Tepukaraeng Daeng Parabbung Tuni Pasulu (Raja Gowa, berkuasa1590 -1593), melahirkan:
  1. Sultan Gowa Islam Pertama (I Mangari Daeng Manrabbia Sultan Alauddin Tuminanga ri Gaukanna), kemudian ia melahirkan putera bernama:
    1. Sultan Gowa Islam Kedua (I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiyung Sultan Malikussaid Tuminanga ri Papang Batuna), kemudian ia melahirkan putera bernama:
      1. Sultan Gowa Islam Ketiga (I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape Sultan Hasanuddin Tuminanga ri Balla'pangkana), bergelar SULTAN HASANUDDIN alias AYAM JANTAN DARI TIMUR, (PAHLAWAN NASIONAL).Dan keturunannya sampai sekarang terdata di Kitab Al-Mausu'ah Li Ansabi Al-ImamAl-Husaini.
  • Adapun Sayyid Husain Jumadil Kubra Al-Asghar,lahir tahun 1443 M, Pada tahun 1473 M menikah dengan Puteri Wajo binti LaTadampare Puangrimaggalatung (Raja Wajo), pada tahun 1483 M melahirkan putera bernama Sulaiman alias Dato Sulaiman (Qadhi & Mufti Kesultanan WajoPertama). Dato Sulaiman ini keturunannya banyak di Wajo dan di Pasuruan dan Bangil, Jawa timur.


Referensi

^ Peranginangin, Marlon dkk; Buku Pintar Pahlawan Nasional. Banten: Scientific Press, 2007.
12529/5 <54+198!> Ratu Pembayun [Sultan Hadiwijaya] 12830/5 <53+24> Putri Nyai Ageng Maloka ? (Ampel) [?] 13631/5 <54+198!> Putri (no 13) [?]
13732/5 <75+26> 3.4.1.2. Ratu Pambayun / Nyai Pembaya [Brawijaya V] 14133/5 <60+17+?> 4.3.1.2. Dewi Rasawulan (Adik Sunan Kalijaga) [Azmatkhan]
Ir. H. Hilal Achmar Dewi Rasawulan adalah adik Sunan Kalijaga yang menikah dengan Maulana Malik Ibrahim (http://id.wikipedia.org/wiki/Jaka_Tarub). Dalam artikel tentang Empu Supa Madrangki, Empu (Ahli keris) kerajaan Majapahit yang hidup di sekitar abad ke 15, juga menikah dengan Dewi Rasawulan adalah adik Sunan Kalijaga. Artikel ini tidak ada referensinya (http://id.wikipedia.org/wiki/Empu_Supa_Madrangki). Walaupun demikian, masih terus dibutuhkan referensi lain yang menguatkan person Maulana Malik Ibrahim - Jaka Tarub - Rasawulan.
14334/5 <85+?> Datuk Paduko Berhalo (Sayyid Ahmad Salim) [Jambi]
14535/5 <64> Maulana Hasanuddin [Azmatkhan]
14736/5 <59+25> 3. Nyai Ageng Ngerang I/ Nyai Siti Rochmah (Dewi Roro Kasihan) [Brawijaya V]
== NYAI AGENG NGERANG ==

Disarikan oleh : RE. Suhendar Diponegoro


A. ASAL - USUL NYAI AGENG NGERANG

Nyai Ageng Ngerang mempunyai nama asli Siti Rohmah Roro Kasihan[1]. Walaupun disisi lain, ada yang mengatakan bahwa nama beliau banyak sekali, bahkan sampai 24 nama, akan tetapi itu hanya nama samaran ketika beliau mengadakan peperangan dengan bertujuan untuk berdakwah, menyebarkan agama Islam, Supaya tidak diketahui jatidiri beliau sebenarnya. Karena kalau nama asli beliau yang dipergunakan, justru akan menghambat misi perjuangan dakwah beliau.

Beliau adalah merupakan seorang waliyullah yang banyak disegani banyak orang, karena disamping beliau mempunyai keturunan bangsawan / darah biru dari Raja Brawijaya V, juga beliau seorang Waliyullah yang gigih dan berani untuk menegakkan kebenaran serta Penyayang dan Melindungi kaum yang lemah dan teraniaya.

Beliau senang sekali terhadap orang yang kehidupanya sederhana serta suka membantu orang yang mengalami kesusahan dalam menghadapi problema kehidupan yang tak kunjung sirna, selama mereka mau bertawasul kepada Beliau. Sesuai dengan namanya Siti Rahmah Roro Kasihan adalah seseorang yang suka menaruh belas kasihan / iba dan memberi kasih sayang terhadap kaum muslimin yang ingin mendoakan dan sekaligus membutuhkan bantuan beliau ( Tawasul kepada beliau ) untuk meminta kepada Allah SWT.

Beliau mempunyai pandangan yang jauh dan luas dalam hidup dan kehidupan manusia secara hakiki. Sebagai seorang sufi yang tidak senang dengan kemewahan dunia belaka, maka hidupnya diabdikan dan tawakal kepada Allah untuk berjuang menegakkan agama islam dengan berdakwah dari tempat satu ketempat yang lain, yang beliau anggap tepat sasaranya.

Menurut apa yang dituturkan dari berbagai sumber dan catatan – catatan bersejarah, bahwa beliau berasal dari kerajaan majapahit tepatnya pada masa pemerintahan Raja Brawijaya V, Prabu Kertabumi, yang telah menurunkan Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng. Raden Bondan kejawan mempunyai istri Dewi Nawangsih. Dewi Nawangsih merupakan Putri dari Nawang Wulan dan Nawang Wulan adalah istri dari Ki Jaka Tarub, Kidang Telangkas[2].

Raden Bondan Kejawan menurunkan tiga putra, yaitu Ki Ageng Wanasaba, Ki Ageng Getas Pandawa dan Putri yang bungsu bernama Nyai Ageng Ngerang / Roro Kasihan[3].

Adapun sejarah kedatangan beliau menurut catatan ahli tarikh. Pada waktu itu beliau hidup dalam kerajaan yang syarat dengan banyak aturan duniawi, serta terbelenggunya kegiatan penyebaran agama islam, oleh karena itu, beliau melakukan melanglang buana dalam rangka misi dakwah dengan menjauhkan diri dari kerajaan tesebut untuk benar – benar dapat menemukan kehidupan yang hakiki dan diridhoi ilahi robbi. Dengan uzlah (mengasingkan diri) dan berdakwah agama islam, dengan sistim berpindah tempat, dari tempat satu ketempat yang lain, termasuk pernah singgah ditanah muria, dan akhirnya beliau mendapatkan wilayah yang layak dan tepat untuk berdakwah yaitu di Pati kidul, tepatnya di dusun Ngerang Tambakromo Pati.

Dalam cerita masyarakat, bahwa pada saat berkumpul dan musyawarah beserta para saudara, Auliya dan penggede pada saat itu, untuk menentukan langkah selanjutnya dalam misi perjuangan dakwah. Beliau kadang diremehkan, karena seorang perempuan. “Perempuan identik dirumah dan tidak bisa berbuat apa-apa, bagian perempuan hanya sedikit (setengah bagian dari laki-laki), lain halnya dengan bagian laki-laki ”, karena langkah seorang perempuan itu sempit dan tidak bisa mendapatkan wilayah kekuasaan yang begitu luas. Oleh karenya menurut beberapa versi, beliau langsung membakar Slendang Kemben yang menjadi warisan dari nenek beliau Nawang Wulan dan Ki Jaka Tarub. Dan beliau berkata, “Langes dari bakaran slendang ini yang dibawa angin, dimanapun jatuhnya, dan tempat yang kejatuhan langes tersebut akan menjadi Bumi Ngerang. Ada juga yang mengatakan bahwa slendang beliau di hamtamkan keatas udara dan keluar percikan api dan percikan api tersebut mengeluarkan sisa yang dinamakan langes.

Menurut versi lain bahwa beliau membuat perapian dengan membakar sisa batang padi, kemudian langes dari perapian tersebut ditiup angin dari hembusan Slendang Kemben beliau. Kemudian langes tersebut dimanapun jatuhnya akan membentuk bumi Ngerang.

Dengan melihat kejadian tersebut, konon saudara-saudara beliau juga tidak mau kalah dengan apa yang telah dilakukakanya, maka tidak berfikir banyak, saudara-saudara beliau kemudian membakar kaosnya. Dimanapun langes bakaran dari kaos tersebut jatuh, maka akan membentuk bumi / tanah muria. Dengan demikian itu bumi Ngerang dan bumi muria terdapat dimana-mana. Dan bumi tersebut tidak ada yang kuat menempatinya ( banyak problem dan masalah kehidupan yang dihadapinya ), kecuali yang memanfaatkan adalah anak dan cucu beliau.

Didalam perjalanan perjuangan dakwah Nyai Ageng Ngerang sangat penuh dengan cobaan, rintangan dan halangan. Tapi itu semua, tidak membuat beliau jera dan putus asa, karena perjuangan untuk membumikan syariat agama Islam, syarat dengan halangan dan rintangan. Perjuangan beliau berakhir didusun Ngerang Kecamatan Tambakromo, Kabupaten Pati Jawa Tengah. Akhirnya beliau membangun masjid dan tempat tinggal sebagai wadah untuk istiqomah dalam berdakwah di dusun Ngerang tersebut, tepatnya di muludan, sebelah utara makam beliau.

Makam Beliau ada di dusun Ngerang kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati, tanah pemakaman beliau disebut dengan istilah sentono ( tanah kerajaan ), karena dahulu ditempat itu merupakan sebuah kerajaan dimasa hidup beliau. Makam beliau sangat dikeramatkan, dihormati dan dirawat serta dijaga oleh warga dusun Ngerang Tambakromo Pati dengan baik, karena beliau selain sebagai pejuang islam yang tangguh, juga beliau merupakan cikal bakal dusun Ngerang Tambakromo.

B. SILSILAH KETURUNAN

Menurut beberapa catatan dan keterangan dari berbagai sumber, termasuk dari Keraton Surakarta Hadiningrat, bahwa Nyai Ageng Ngerang mempunyai nama asli Siti Rohmah Roro Kasihan, setelah menikah dengan Ki Ageng ngerang, nama beliau berubah menjadi Nyai Ageng Ngerang. Beliau mempunyai tali lahir maupun batin dengan sultan – sultan dan guru besar agama yang bersambung pada Raja Brawijaya V, raja majapahit Prabu Kertabumi, Beliau diberikan nama dengan sebutan Nyai Ageng Ngerang dan makamnya ada didusun Ngerang Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati, ada beberapa versi yang mengatakan, beliau senang membantu orang yang sedang di ganggu demit dan termasuk didusun Ngerang juga banyak demit yang pating sliwerang, kemudian dikalahkan dan diusir oleh beliau dari dusun itu, maka oleh karena itu beliau disebut Nyai Ageng Ngerang.

Dilihat dari silsilah beliau kebawah dan seterusnya. Nyai Ageng Ngerang yang makamnya di Ngerang Tambakromo Pati adalah Nyai Ageng Ngerang, Siti rohmah Roro Kasihan. Beliau di peristri Ki Ageng Ngerang I.Ki Ageng Ngerang I Putra dari Syaihk Maulana Malik Ibrahim.[4] Dan atas perkawinan Nyai Ageng Ngerang dan Ki Ageng Ngerang I, beliau mempunyai dua orang Putra, Pertama adalah seorang putri dan belum diketahui dan dijelaskan namanya didalam buku – buku maupun sumber lain. Putri Beliau yang pertama diperistri oleh Ki Ageng Selo[5]. Dan Ki Ageng Selo adalah putra dari Ki Ageng Getas Pendawa. Putra yang kedua beliau adalah Ki Ageng Ngerang II yang disebut Ki Ageng Pati, makamnya sekarang berada di Ngerang Pakuan Juana,

Ki Ageng Ngerang II mempunyai empat putra yaitu Ki Ageng ngerang III, Ki Ageng Ngerang IV, Ki Ageng Ngerang V dan Pangeran Kalijenar.

Sedangkan Ki Ageng Ngerang III, Makamnya sekarang ada di Laweyan solo Jawa Tengah[6]. Ki Ageng Ngerang III ini yang telah menurunkan Ki Ageng Penjawi. Ki Ageng Penjawi, orang yang pernah menjadi Adipati Kadipaten pati setelah gugurnya Arya Penangsang, Arya Penangsang adalah adipati Jipang Panolan dan Arya penagnsang adalah putra Pangeran Sedalepen.

Ki Ageng Penjawi sangat berjasa dalam menumpas pemberontakan yang dilakukan oleh laskar Soreng yang dpimpin oleh Arya Penangsang, untuk membunuh semua keturunan Sultan Trenggono, karena iri hati. Sedangkan Ki Ageng Penjawi sebagai panglima perang bersama Danang Sutawijaya, Ki Juru Mertani, Ki Pemanahan ( tiga Serangkai ) akhirnya dapat mengalahkan Arya Penangsang beserta bala tentaranya.

Dari silsilah Nyai Ageng Ngerang keatas, beliau menjadi Putri bungsu Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng, atas pernikahanya dengan Dewi Nawangsih. Dan Raden Bondan Kejawan sendiri merupakan Putra dari Raja Brawijaya V, Raja majapahit, Prabu Kertabumi. Raja Brawijaya bertahta pada tahun 1468 – 1478 M[7].

Ayah Nyai Ageng Ngerang masih saudara Raden Patah. Raden Patah adalah orang yang pertama kali menjadi Sultan pada Kerajaan Islam pertama di pulau jawa, yaitu Kasultanan Demak Bintoro. Kerajaan islam pertama dijawa yang didirikan oleh Raden Patah dan Raden Patah bergelar “Akbar Alfatt” Raden Patah juga Putra Raja Brawijaya V dengan ibu Syarifah Siti Jaenab adik kandung Sunan Ampel/Raden Rahmat keturunan Champa, daerah yang sekarang adalah perbatasan Kamboja dan Vietnam.

Hubungan Nyai Ageng Ngerang dengan Jaka Tarub, Kidang Telangkas. Jaka tarub mempunyai istri bernama Nawang Wulan. Nawang Wulan dan Ki Jaka Tarub mempunyai Putri Nawangsih dan Nawangsih diperistri Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng. Dan dari perkawinan Raden Bondan Kejawan dan Nawangsih, telah menurunkan tiga putra, pertama Syaikh Ngabdullah yang sekarang terkenal dengan sebutan Ki Ageng Wanasaba, dan putra kedua adalah Syaikh Abdullah yang terkenal dengan sebutan Ki Ageng Getas Pandawa dan yang bungsu adalah Siti Rohmah Roro Kasihan yang terkenal dengan sebutan Nyai Ageng Ngerang[8].

Hubungan Nyai Ageng Ngerang dengan Sunan Muria, bahwa Sunan Muria merupakan saudara Nyai Ageng Ngerang yang kesekian kalinya. Dengan melihat beberapa versi tentang silsilah orang tua Sunan muria. Versi pertama mengatakan bahwa Sunan Muria anak Sunan Kalijaga dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishaq, padahal anaknya sunan Kalijaga yang bernama Raden Ayu Penengah menjadi istri Ki Ageng Ngerang III, oleh karena itu dapat tarik kesimpulan bahwa Sunan Muria bukan menantu Nyai Ageng Ngerang, seperti yang disebutkan dalam cerita masyarakat, bahwa Dewi Roroyono menjadi Putri Nyai Ageng Ngerang dan diperistri Sunan Muria. Sunan Muria merupakan keponakan Nyai Ageng Ngerang dari Sunan Kalijaga.

C. SAUDARA – SAUDARA BELIAU

Seperti yang disebutkan diatas. Diceritakan bahwa pada sekitar tahun 1468 – 1478 M. ada seorang Prabu Kertabumi yang bertahta, raja Brawijaya V. kerajaan Majapahit yang menikah dengan seorang putri yang bernama Dewi Wandan Kuning. Atas pernikahan itu menurunkan putra bernama Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng. Dan dari perkawinan Raden Bondan Kejawan dan Dewi Nawangsih yang menjadi putri Ki Ageng Jaka Tarub dan Nawangwulan. Pernikahan Raden Bondan Kejawan dan Dewi Nawangsih mempunyai tiga orang Putra yaitu :

  • 1.Ki Ageng Wanasaba
  • 2.Ki Ageng Getas Pendawa dan
  • 3.Nyai Ageng Ngerang / Roro Kasihan

1. Ki Ageng Wanasaba, yang nama aslinya adalah Kyai Ageng Ngabdullah merupakan kakak kandung Nyai Ageng Ngerang yang pertama / sulung, yang sekarang makamnya ada di daerah yang bernama kabupaten Wonosobo, tepatnya di desa Plobangan Selo merto[9].

Dalam masa hidupnya, Ki Ageng Wanasaba juga sebagai seorang Pemimpin yang yang hebat dan karismatik. Ki Ageng Wanasaba dikenal juga dengan julukan Ki Ageng Dukuh, akan tetapi desa Plobangan lebih dikenal dengan Ki wanu / Ki wanusebo. Perbedaan nama tersebut disebabkan dialek daerah Wanasaba tersebut terpengaruh oleh dialek Banyumas.

Ki Ageng Wanasaba dipercaya dan diyakini sebagai waliyullah, yang telah melanglang buana keberbagai tempat dalam rangka mencari ilmu sekaligus menyiarkan agama Islam. Ki Ageng Wanasaba merupakan cucu dari Prabu Brawijaya V, Raja Majapahit dan merupakan putra Raden Bondan Kejawan, Lembu Peten , putra Brawijaya V yang menikah dengan Nawangsih, dan Nawangsih sendiri putri dari Ki jaka Tarub yang menikah dengan Dewi Nawang wulan ( epos Jaka Tarub ).

Ki Ageng Wanasaba mempunyai Putra yaitu Pangeran Made Pandan, nama lain dari Ki Ageng Pandanaran. Pangeran Made Pandan mempunyai putra Ki Ageng Pakiringan yang mempunyai istri bernama Rara Janten. Dari pasangan ini mempunyai empat Putra yaitu Nyai Ageng Laweh, Nyai Ageng Manggar, Putri dan Ki juru Mertani.

Situs makam Ki Ageng Wanasaba saat ini dipugar, dikeramatkan dan dijaga dengan baik oleh warga sekitar. Lokasi situs ini sangat dihormati oleh masyarakat, karena KI Ageng Wanasaba merupakan tokoh penyebar agama islam dan sekaligus cikal bakal dari desa Plobangan Selomerto kabupaten wonosobo. Di sekitar makam Ki Ageng Wanasaba terdapat tiga makam kuno. Konon tiga makam itu juga merupakan pendahulu, seorang ulama yang sejaman dengan Ki Ageng Wanasaba.

2. Ki Ageng Getas Pendawa, yang nama aslinya adalah Kyai Ageng Abdullah atau yang disebut Raden Depok adalah saudara kandung beliau, Ki Ageng Getas Pendawa merupakan kakak kandung Nyai Ageng Ngerang yang kedua. Ki Ageng Getas Pendawa juga seorang yang hebat, berwibawa dan karismatik serta sangat sederhana dalam hidup dan kehidupan manusia.

Beliau juga seorang pemimpin yang tegas dan berwibawa, oleh karena itu beliau disebut Ki Ageng Getas Pendawa. Beliau sangat tangguh dan konon sangat kuat dalam riyadhoh / tirakat, mengolah batin untuk mendekatkan diri kepada Allah, dengan harapan bisa menenangkan diri dan dapat menyebarkan agama islam dengan ikhlas, tulus dan berhasil. Makam beliau juga dikeramatkan oleh warga sekitar. Makam Ki Ageng Getas Pandawa ada di desa Kuripan Purwodadi, Grobogan.

Ki Ageng Getas Pendawa mempunyai putra yang bernama Ki Ageng Sela, Nyai Ageng Pakis, Ki Ageng Purna. Ki Ageng Kare, Ki Ageng wanglu, Ki Ageng Bokong dan Ki Ageng Adibaya. Sedangkan Ki Ageng Sela mempunyai Putra KI Ageng Enis dan Ki Ageng Enis menurunkan putra yang bernama Ki Ageng Pemanahan.
14937/5 <54+198!> Ratu Mas Kumelut [Sultan Hadiwijaya] 15038/5 <54+198!> Ratu Mas Adipati [Surabaya] [Sultan Hadiwijaya]
15139/5 <54+198!> Ratu Mas Banten [Sultan Hadiwijaya]
15240/5 <54+198!> Ratu Mas Japara [Sultan Hadiwijaya]
15341/5 <54+198!> Pangeran Sindusena / Kanjeng Pangeran Tumenggung Sindusena (Kanjeng Pangeran Haryo Sindusono) [Sultan Hadiwijaya]
15542/5 <80+74!> 11.2.1.1. Ratu Gede Kukusan [Azmatkhan]
15943/5 <85+?> 3.2.6.1. Ahmad Tajudin / Datuk Paduko Berhalo / Tok Putih [Azmatkhan]
16044/5 <85+?> 3.2.6.2. Syarifah Siti Zubaidah [Azmatkhan]
16145/5 <86+160!> 2.1.1.1. Raden Abdullah [Azmatkhan]
16246/5 <80+74!> Sunan Dalem Wetan / Maulana Zainal Abidin [Azmatkhan]
16347/5 <80+74!> 11.2.1.3. Sunan Tegalwangi [Azmatkhan]
16448/5 <74+80!> 11.2.1.4. Nyai Ageng Seluluhur [Azmatkhan]
16549/5 <74+80!> 11.2.1.5. Sunan Kidul / Sunan Giri II [Azmatkhan]
16650/5 <80+74!> 11.2.1.6. Ratu Gede Saworasa [Azmatkhan]
16751/5 <80+74!> 11.2.1.7. Sunan Kulon [Azmatkhan]
16852/5 <80+74!> 11.2.1.8. Sunan Waruju [Azmatkhan]
16953/5 <80+27> 11.2.1.9. Pangeran Pasir Bata [Azmatkhan]
17054/5 <80+27> 11.2.1.10. Siti Rohbayat [Azmatkhan]
17155/5 <55+20> 4.1.1.7. Pangeran Trusmi [Gunung Jati]
17256/5 <55+20> 4.1.1.8. Ratu Martasari [Gunung Jati]
17457/5 <104> 6.1.1. Abdurrahman ( Joko Tingkir ) [Azmatkhan]
17558/5 <88+90!> 11.2.7.1. Sunan Tembayat / Sayyid Maulana Muhammad Hidayatullah (Ki Pandanaran II) [Brawijaya V]
== Data Tentang Sunan Bayat ==
I. Nama asli Sunan Bayat : Sayyid Maulana Muhammad Hidayatullah
Nama Lain / Gelar-gelar Sunan Bayat adalah:
1. Pangeran Mangkubumi,
2. Susuhunan Tembayat,
3. Sunan Pandanaran (II), [Kata-kata Pandanaran juga berasal dari bahasa Jawa Kawi yaitu Pandanarang = artinya kota Suci]
4. Wahyu Widayat

Beliau Hidup pada masa Kesultanan Demak dan Giri Kedathon (Pad abad ke-16 M, di era Kesultanan Demak tersebut, Jabatan penasehat Sultan dipegang oleh Sunan Giri, Dan Sunan Giri mendirikan Kerajaan di daerah Giri Gresik dengan nama Giri Kedathon dan merupakan Kerajaan bagian dari kesultanan Demak)

Makam beliau terletak di perbukitan ("Gunung Jabalkat" berasal dari kata Jabal Katt artinya Gunung yang tinggi dan jauh ) di wilayah Kecamatan Bayat, Klaten, Jawa Tengah dan masih ramai diziarahi orang hingga sekarang.


Ayah Sunan Bayat atau Sunan tembayat adalah Sayyid Abdul Qadir yang lahir di Pasai, putra Maulana Ishaq. Beliau diangkat dengan arahan Sunan Giri yang merupakan saudara seayahnya untuk Menjadi Bupati Semarang yang pertama, dan bergelan Sunan Pandan arang.

Beliau lantas berkedudukan di Pragota, yang sekarang adalah tempat bernama Bergota di kelurahan Randusari, Semarang Selatan. Dahulu Pragota berada sangat dekat dengan pantai, karena wilayah Kota Lama Semarang merupakan daratan baru yang terbentuk karena endapan dan proses pengangkatan kerak bumi. Tanah Semarang diberikan kepada Pandan Arang oleh Sultan Demak. Beliau wafat di Kelurahan Mugassari Semarang Selatan.


Sumber : http://jembersantri.blogspot.com/2012/08/sejarah-sunan-pandanaran-sunan-bayat.html#ixzz2tyCs4KbB

Follow us: jembersantri.blogspot.com on Facebook
17759/5 <81+142!> 4.3.1.1.2. Dewi Ruqayyah [Azmatkhan]
== Asal Usul Sunan Kalijaga ==

Raden Mas Syahid yang bergelar ”Sunan Kalijaga” adalah putera dari Ki Tumenggung Wilatikta (Bupati Tuban) dengan Dewi Sukati. Raden Syahid merupakan putera pertama yang lahir tahun 1455 dan beliau memiliki seorang adik bernama Dewi Rosowulan yang menikah dengan Empu Supo dan memiliki 2 orang anak yakni Joko Tarub dan Supo Nem.

Istri pertama Raden Syahid (Sunan Kalijaga) bernama Dewi Saroh binti Maulana Ishak, Sunan Kalijaga memperoleh 3 orang putera,
masing-masing ialah :
1.Raden Umar Said (Sunan Muria).
2.Dewi Ruqayyah.
3.Dewi Sofiyah.
17860/5 <81+142!> 4.3.1.1.3. Dewi Sofiah [Azmatkhan]
== Asal Usul Sunan Kalijaga ==

Raden Mas Syahid yang bergelar ”Sunan Kalijaga” adalah putera dari Ki Tumenggung Wilatikta (Bupati Tuban) dengan Dewi Sukati. Raden Syahid merupakan putera pertama yang lahir tahun 1455 dan beliau memiliki seorang adik bernama Dewi Rosowulan yang menikah dengan Empu Supo dan memiliki 2 orang anak yakni Joko Tarub dan Supo Nem.

Istri pertama Raden Syahid (Sunan Kalijaga) bernama Dewi Saroh binti Maulana Ishak, Sunan Kalijaga memperoleh 3 orang putera,
masing-masing ialah :
1.Raden Umar Said (Sunan Muria).
2.Dewi Ruqayyah.
3.Dewi Sofiyah.
18061/5 <55> 4.1.1.9. Dewi Sarokah [Azmatkhan] 18162/5 <105+?> 2. Pangeran Muhammad Pelakaran ? (Pangeran Palakaran) [Azmatkhan]
18263/5 <120> Daeng Melu / Daeng Sikontu (Putri Karaeng Kasuarang) [Raja Gowa]
18364/5 <85+?> 3.2.6.3. Syarifah Siti Zulaikha [Azmatkhan]
18465/5 <54+198!> Raden Arya Tambakbaya [Sultan Hadiwijaya]
18566/5 <60+111!> Dewi Sari [Brawijaya V] 18667/5 <54> Ki Bimotjili [Hadiwidjoyo]
18868/5 <119> Abdul Aziz [Maulana Ishaq]
19069/5 <54> Sumoningrat [?]
19170/5 <58> Kandjeng Pangeran Arja Banawi [Kandjeng Pangeran Arja Benawi]
19271/5 <75+26> Raden Alit / Pangeran Sekar [Patah]
19372/5 <78> Sayyid Kalkum Wotgaleh (Panembahan Agung Adipati Ponorogo II) [Kalkum]
19473/5 <78> Sunan Tembayat / Kyai Pandanarang (Makam Gunung Jabatkat, Tembayat, Klaten) [Kyai Pandanarang]
19574/5 <81+142!> Raden Husain [Azmatkhan]
19675/5 <121> Zainal Abidin ? (Misan Kebo Kenongo) [?]

6

1971/6 <140> Ki Ageng Sela / Abdurrahman II (Bagus Sogam) [Brawijaya]
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

Babad Tanah Jawi menyebutkan, Ki Ageng Selo adalah keturunan Raja Majapahit, Brawijaya V. Pernikahan Brawijaya V dengan Putri Wandan Kuning melahirkan Bondan Kejawen atau Lembu Peteng. Lembu Peteng yang menikah dengan Dewi Nawangsih, putri Ki Ageng Tarub, menurunkan Ki Ageng Getas Pendawa. Dari Ki Ageng Getas Pendawa lahirlah Bogus Sogom alias Syekh Abdurrahman alias Ki Ageng Selo.

Lantas, bagaimana juntrungan-nya Ki Ageng Selo bisa disebut penurun raja-raja Mataram? Ki Ageng Selo menurunkan Ki Ageng Ngenis. Ki Ageng Ngenis menurunkan Ki Ageng Pemanahan. Ki Ageng Pemanahan menurunkan Panembahan Senapati. Dari Panembahan Senapati inilah diturunkan para raja Mataram sampai sekarang.

Namun, perkembangan ini hendaknya tidak melenakan, bahwa di sisi lain ada hal urgen yang mutlak diperhatikan. Yaitu, keabadian sejarah dan konsistensi mengamalkan Serat Pepali Ki Ageng Selo, yang merupakan pengejawantahan ajaran Al-Qur’an dan Hadits Nabi.

Untuk yang pertama (mengabadikan sejarah) meniscayakan adanya kodifikasi sejarah Ki Ageng Selo dalam satu buku khusus, sebagaimana Wali Songo dan para wali lain bahkan para kiai mutakhir juga diabadikan ketokohan, jasa-jasa, dan keteladanannya dalam catatan sejarah yang utuh dan tuntas. Dari pengamatan penulis, buku-buku sejarah yang ada saat ini hanya menuturkan sekelumit saja tentang keberadaan Ki Ageng Selo sebagai penurun para raja Mataram (Surakarta dan Yogyakarta), serta kedigdayaannya menangkap petir (bledeg).

Minimnya perhatian ahli sejarah dan langkanya buku sejarah yang mengupas tuntas sejarah waliyullah sang penangkap petir, memunculkan kekhawatiran akan keasingan generasi mendatang dari sosok mulia kakek moyang raja-raja Mataram. Tidak mustahil, anak cucu kita (termasuk warga Surakarta dan Yogyakarta) akan asing dengan siapa dan apa jasa Ki Ageng Selo serta keteladanan-keteladanannya. Barangkali tidak banyak yang tahu bahwa Surakarta dan Yogyakarta memiliki ikatan sejarah dan emosional yang erat dengan Selo. Mungkin hanya warga di lingkungan Keraton yang mengetahui itu. Padahal ikatan itu kian kukuh dengan diabadikannya api bledeg di tiga kota tersebut. Bahkan pada tahun-tahun tertentu (Tahun Dal), untuk keperluan Gerebeg dan sebagainya, Keraton Surakarta mengambil api dari Selo.

Cerita Ki Ageng Sela merupakan cerita legendaris. Tokoh ini dianggap sebagai penurun raja - raja Mataram, Surakarta dan Yogyakarta sampai sekarang. Ki Ageng Sela atau Kyai Ageng Ngabdurahman Sela, dimana sekarang makamnya terdapat di desa Sela, Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Dati II Grobogan, adalah tokoh legendaris yang cukup dikenal oleh masyarakat Daerah Grobogan, namun belum banyak diketahui tentang sejarahnya yang sebenarnya. Dalam cerita tersebut dia lebih dikenal sebagai tokoh sakti yang mampu menangkap halilintar (bledheg).

Menurut cerita dalam babad tanah Jawi ( Meinama, 1905; Al - thoff, 1941), Ki Ageng Sela adalah keturunan Majapahit. Raja Majapahit : Prabu Brawijaya terakhir beristri putri Wandan kuning. Dari putri ini lahir seorang anak laki - laki yang dinamakan Bondan Kejawan. Karena menurut ramalan ahli nujum anak ini akan membunuh ayahnya, maka oleh raja, Bondan Kejawan dititipkan kepada juru sabin raja : Ki Buyut Masharar setelah dewasa oleh raja diberikan kepada Ki Ageng Tarub untuk berguru agama Islam dan ilmu kesaktian. Oleh Ki Ageng Tarub, namanya diubah menjadi Lembu Peteng. Dia dikawinkan dengan putri Ki Ageng Tarub yang bernama Dewi Nawangsih, dari ibu Bidadari Dewi Nawang Wulan. Ki Ageng Tarub atau Kidang Telangkas tidak lama meninggal dunia, dan Lembu Peteng menggantikan kedudukan mertuanya, dengan nama Ki Ageng Tarub II. Dari perkawinan antara Lembu Peteng dengan Nawangsih melahirkan anak Ki Getas Pendowo dan seorang putri yang kawin dengan Ki Ageng Ngerang.

Ki Ageng Getas Pandowo berputra tujuh orang yaitu :

  1. . Ki Ageng Sela,
  2. . Nyai Ageng Pakis,
  3. . Nyai Ageng Purna,
  4. . Nyai Ageng Kare,
  5. . Nyai Ageng Wanglu,
  6. . Nyai Ageng Bokong,
  7. . Nyai Ageng Adibaya .

Kesukaan Ki Ageng Sela adalah bertapa dihutan, gua, dan gunung sambil bertani menggarap sawah. Dia tidak mementingkan harta dunia. Hasil sawahnya dibagi - bagikan kepada tetangganya yang membutuhkan agar hidup berkecukupan. Bahkan akhirnya Ki Ageng Sela mendirikan perguruan Islam. Muridnya banyak, datang dari berbagai penjuru daerah. Salah satu muridnya adalah Mas Karebet calon Sultan Pajang Hadiwijaya. Dalam tapanya itu Ki Ageng selalu memohon kepada Tuhan agar dia dapat menurunkan raja - raja besar yang menguasai seluruh Jawa .

Kala semanten Ki Ageng sampun pitung dinten pitung dalu wonten gubug pagagan saler wetaning Tarub, ing wana Renceh. Ing wanci dalu Ki Ageng sare wonten ing ngriku, Ki Jaka Tingkir (Mas Karebet) tilem wonten ing dagan. Ki Ageng Sela dhateng wana nyangking kudhi, badhe babad. Kathinggal salebeting supeno Ki Jaka Tingkir sampun wonten ing Wana, Sastra sakhatahing kekajengan sampun sami rebah, kaseredan dhateng Ki Jaka Tingkir. ( Altholif : 35 - 36 ) .

Impian tersebut mengandung makna bahwa usaha Ki Ageng Sela untuk dapat menurunkan raja - raja besar sudah di dahului oleh Jaka Tingkir atau Mas Karebet, Sultan Pajang pertama. Ki Ageng kecewa, namun akhirnya hatinya berserah kepada kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa. Hanya kemudian kepada Jaka tingkir, Ki Ageng sela berkata :

Nanging thole, ing buri turunku kena nyambungi ing wahyumu (Dirdjosubroto, 131; Altholif: 36 ). Suatu ketika Ki Ageng Sela ingin melamar menjadi prajurit Tamtama di Demak. Syaratnya dia harus mau diuji dahulu dengan diadu dengan banteng liar. Ki Ageng Sela dapat membunuh banteng tersebut, tetapi dia takut kena percikan darahnya. Akibatnya lamarannya ditolak, sebab seorang prajurit tidak boleh takut melihat darah. Karena sakit hati maka Ki Ageng mengamuk, tetapi kalah dan kembali ke desanya : Sela. Selanjutnya cerita tentang Ki Ageng Sela menangkap “ bledheg “ cerita tutur dalam babad sebagai berikut :

Ketika Sultan Demak : Trenggana masih hidup pada suatu hari Ki Ageng Sela pergi ke sawah. Hari itu sangat mendung, pertanda hari akan hujan. Tidak lama memang benar - benar hujan lebat turun. Halilintar menyambar. Tetapi Ki Ageng Sela tetap enak - enak menyangkul, baru sebentar dia mencangkul, datanglah “ bledheg “ itu menyambar Ki Ageng, berwujud seorang kakek - kakek. Kakek itu cepat - cepat ditangkap nya dan kena, kemudian diikat dipohon gandri, dan dia meneruskan mencangkul sawahnya. Setelah cukup, dia pulang dan “ bledheg “ itu dibawa pulang dan dihaturkan kepada Sultan demak. Oleh Sultan “ bledheg “ itu ditaruh didalam jeruji besi yang kuat dan ditaruh ditengah alun - alun. Banyak orang yang berdatangan untuk melihat ujud “ bledheg “ itu. Ketika itu datanglah seorang nenek - nenek dengan membawa air kendi. Air itu diberikan kepada kakek “ bledheg “ dan diminumnya. Setelah minum terdengarlah menggelegar memekakkan telinga. Bersamaan dengan itu lenyaplah kakek dan nenek “ bledheg : tersebut, sedang jeruji besi tempat mengurung kakek “ bledheg hancur berantakan.

Kemudian suatu ketika Ki Ageng nanggap wayang kulit dengan dhalang Ki Bicak. Istri Ki Bicak sangat cantik. Ki Ageng jatuh cinta pada Nyai Bicak. Maka untuk dapat memperistri Nyai Bicak, Kyai Bicak dibunuhnya. Wayang Bende dan Nyai Bicak diambilnya, “ Bende “ tersebut kemudian diberi nama Kyai Bicak, yang kemudian menjadi pusaka Kerajaan Mataram. Bila “ Bende “ tersebut dipukul dan suaranya menggema, bertanda perangnya akan menang tetapi kalau dipukul tidak berbunyi pertanda perangnya akan kalah.

Peristiwa lain lagi : Pada suatu hari Ki Ageng Sela sedang menggendong anaknya di tengah tanaman waluh dihalaman rumahnya. Datanglah orang mengamuk kepadanya. Orang itu dapat dibunuhnya, tetapi dia “ kesrimpet “ batang waluh dan jatuh telentang, sehingga kainnya lepas dan dia menjadi telanjang. Oleh peristiwa tersebut maka Ki Ageng Sela menjatuhkan umpatan, bahwa anak turunnya dilarang menanam waluh di halaman rumah memakai kain cinde .

Saha lajeng dhawahaken prapasa, benjeng ing saturun - turunipun sampun nganthos wonten ingkang nyamping cindhe serta nanem waluh serta dhahar wohipun. ( Dirdjosubroto : 1928 : 152 – 153 ).

Dalam hidup berkeluarga Ki Ageng Sela mempunyai putra tujuh orang yaitu :

  1. . Nyai Ageng Lurung Tengah,
  2. . Nyai Ageng Saba ( Wanasaba ),
  3. . Nyai Ageng Basri,
  4. . Nyai Ageng Jati,
  5. . Nyai Ageng Patanen,
  6. . Nyai Ageng Pakis Dadu, dan bungsunya putra laki - laki bernama
  7. . Kyai Ageng Enis.

Kyai Ageng Enis berputra Kyai Ageng Pamanahan yang kawin dengan putri sulung Kyai Ageng Saba, dan melahirkan Mas Ngabehi Loring Pasar atau Sutawijaya, pendiri Kerajaan Mataram. Adik Nyai Ageng Pamanahan bernama Ki Juru Martani. Ki Ageng Enis juga mengambil anak angkat bernama Ki Panjawi. Mereka bertiga dipersaudarakan dan bersama - sama berguru kepada Sunan Kalijaga bersama dengan Sultan Pajang Hadiwijaya ( Jaka Tingkir ). Atas kehendak Sultan Pajang, Ki Ageng Enis diminta bertempat tinggal didusun lawiyan, maka kemudian terkenal dengan sebutan Ki Ageng Lawiyan. Ketika dia meninggal juga dimakamkan di desa Lawiyan. ( M. Atmodarminto, 1955 : 1222 ) .


Dari cerita diatas bahwa Ki Ageng Sela adalah nenek moyang raja - raja Mataram Surakarta dan Yogyakarta. Bahkan pemujaan kepada makam Ki Ageng Sela sampai sekarang masih ditradisikan oleh raja - raja Surakarta dan Yogyakarta tersebut. Sebelum GREBEG Mulud, utusan dari Surakarta datang ke makam Ki Ageng Sela untuk mengambil api abadi yang selalu menyala didalam makam tersebut. Begitu pula tradisi yang dilakukan oleh raja - raja Yogyakarta Api dari Sela dianggap sebagai keramat .

Bahkan dikatakan bahwa dahulu pengambilan api dilakukan dengan memakai arak - arakan, agar setiap pangeran juga dapat mengambil api itu dan dinyalakan ditempat pemujaan di rumah masing - masing. Menurut Shrieke api sela itu sesungguhnya mencerminkan “asas kekuasaan bersinar “. Bahkan data - data dari sumber babad mengatakan bahkan kekuasaan sinar itu merupakan lambang kekuasaan raja - raja didunia. Bayi Ken Arok bersinar, pusat Ken Dedes bersinar; perpindahan kekuasaan dari Majapahit ke Demak diwujudkan karena adanya perpindahan sinar; adanya wahyu kraton juga diwujudkan dalam bentuk sinar cemerlang .

Dari pandangan tersebut, api sela mungkin untuk bukti penguat bahwa di desa Sela terdapat pusat Kerajaan Medang Kamulan yang tetap misterius itu. Di Daerah itu Reffles masih menemukan sisa - sisa bekas kraton tua ( Reffles, 1817 : 5 ). Peninggalan itu terdapat di daerah distrik Wirasaba yang berupa bangunan Sitihinggil. Peninggalan lain terdapat di daerah Purwodadi .

Sebutan “ Sela “ mungkin berkaitan dengan adanya “ bukit berapi yang berlumpur, sumber - sumber garam dan api abadi yang keluar dari dalam bumi yang banyak terdapat di daerah Grobogan tersebut .

Ketika daerah kerajaan dalam keadaan perang Diponegoro, Sunan dan Sultan mengadakan perjanjian tanggal 27 September 1830 yang menetapkan bahwa makam - makam keramat di desa Sela daerah Sukawati, akan tetap menjadi milik kedua raja itu. Untuk pemeliharaan makam tersebut akan ditunjuk dua belas jung tanah kepada Sultan Yogyakarta di sekitar makam tersebut untuk pemeliharaannya. ( Graaf, 3,1985 : II ). Daerah enclave sela dihapuskan pada 14 Januari 1902. Tetapi makam - makam berikut masjid dan rumah juru kunci yang dipelihara atas biaya rata - rata tidak termasuk pembelian oleh Pemerintah.


Menelusuri Jejak sang Penangkap petir


Ini adalah salah satu legenda Tanah Jawa, sesosok figur ulama di daerah Selo, Grobogan, Jawa Tengah yang bernama Ki Ageng Selo...



Садржај

Silsilah

Menurut silsilah, Ki Ageng Selo adalah cicit atau buyut dari Brawijaya terakhir. Beliau moyang (cikal bakal-red) dari pendiri kerajaan Mataram yaitu Sutawijaya. Termasuk Sri Sultan Hamengku Buwono X (Yogyakarta) maupun Paku Buwono XIII (Surakarta).

Menurut cerita Babad Tanah Jawi (Meinama, 1905; Al-thoff, 1941), Prabu Brawijaya terakhir beristri putri Wandan kuning dan berputra Bondan Kejawan/Ki Ageng Lembu Peteng yang diangkat sebagai murid Ki Ageng Tarub. Ia dikawinkan dengan putri Ki Ageng Tarub yang bernama Dewi Nawangsih, dari ibu Bidadari Dewi Nawang Wulan. Dari perkawinan Lembu Peteng dengan Nawangsih, lahir lah Ki Getas Pendowo (makamnya di Kuripan, Purwodadi). Ki Ageng Getas Pandowo berputra tujuh dan yang paling sulung Ki Ageng Selo.

Ki Ageng gemar bertapa di hutan, gua, dan gunung sambil bertani menggarap sawah. Dia tidak mementingkan harta dunia. Hasil sawahnya dibagi-bagikan kepada tetangganya yang membutuhkan agar hidup berkecukupan. Salah satu muridnya tercintanya adalah Mas Karebet/Joko Tingkir yang kemudian jadi Sultan Pajang Hadiwijaya, menggantikan dinasti Demak.

Putra Ki Ageng Selo semua tujuh orang, salah satunya Kyai Ageng Enis yang berputra Kyai Ageng Pamanahan. Ki Pemanahan beristri putri sulung Kyai Ageng Saba, dan melahirkan Mas Ngabehi Loring Pasar atau Sutawijaya. Melalui perhelatan politik Jawa kala itu akhirnya Sutawijaya mampu mendirikan kerajaan Mataram menggantikan Pajang.

== Legenda Sang Penangkap Petir ==

Kisah ini terjadi pada jaman ketika Sultan Demak Trenggana masih hidup. Syahdan pada suatu sore sekitar waktu ashar, Ki Ageng Sela sedang mencangkul sawah. Hari itu sangat mendung, pertanda hari akan hujan. Tidak lama memang benar - benar hujan lebat turun. Petir datang menyambar-nyambar. Petani lain terbirit-birit lari pulang ke rumah karena ketakutan. Tetapi Ki Ageng Sela tetap enak - enak menyangkul, baru sebentar dia mencangkul, datanglah petir itu menyambar Ki Ageng Selo. Gelegar..... petir menyambar cangkul di genggaman Ki Ageng. Namun, ia tetap berdiri tegar, tubuhnya utuh, tidak gosong, tidak koyak. Petir berhasil ditangkap dan diikat, dimasukkan ke dalam batu sebesar genggaman tangan orang dewasa. Lalu, batu itu diserahkan ke Kanjeng Sunan di Kerajaan Istana Demak.

Kanjeng Sunan Demak –sang Wali Allah-- makin kagum terhadap kesaktian Ki Ageng Selo. Beliau pun memberi arahan, petir hasil tangkapan Ki Ageng Selo tidak boleh diberi air.

Kerajaan Demak heboh. Ribuan orang --perpangkat besar dan orang kecil-- datang berduyun-duyun ke istana untuk melihat petir hasil tangkapan Ki Ageng Selo. Suatu hari, datanglah seorang wanita, ia adalah intruder (penyusup) yang menyelinap di balik kerumunan orang-orang yang ingin melihat petirnya Ki Ageng.

Wanita penyusup itu membawa bathok (tempat air dari tempurung kelapa) lalu menyiram batu petir itu dengan air. Gelegar... gedung istana tempat menyimpan batu itupun hancur luluh lantak, oleh ledakan petir. Kanjeng Sunan Demak berkata, wanita intuder pembawa bathok tersebut adalah “petir wanita” pasangan dari petir “lelaki” yang berhasil ditangkap Ki Ageng Selo. Dua sejoli itupun berkumpul kembali menyatu, lalu hilang lenyap.


Versi lainnya

Versi lain menyebutkan petir yang ditangkap oleh Ki Ageng Selo berwujud seorang kakek. Kakek itu cepat - cepat ditangkap nya dan kena, kemudian diikat dipohon gandri, dan dia meneruskan mencangkul sawahnya. Setelah cukup, dia pulang dan “ bledheg “ itu dibawa pulang dan dihaturkan kepada Sultan demak. Oleh Sultan “ bledheg “ itu ditaruh didalam jeruji besi yang kuat dan ditaruh ditengah alun - alun. Banyak orang yang berdatangan untuk melihat ujud “ bledheg “ itu. Ketika itu datanglah seorang nenek - nenek dengan membawa air kendi. Air itu diberikan kepada kakek “ bledheg “ dan diminumnya. Setelah minum terdengarlah menggelegar memekakkan telinga. Bersamaan dengan itu lenyaplah kakek dan nenek “ bledheg : tersebut, sedang jeruji besi tempat mengurung kakek “ bledheg hancur berantakan.

Sejak saat itulah, petir tak pernah unjuk sambar di Desa Selo, apalagi di masjid yang mengabadikan nama Ki Ageng Selo. "Dengan menyebut nama Ki Ageng Selo saja, petir tak berani menyambar," kata Sarwono kepada Gatra.

Soal petir yang tidak pernah ada di Desa Selo diakui oleh Sakhsun, 54 tahun. Selama 22 tahun ia menjadi muazin Masjid Ki Ageng Selo, dan baru pada akhir November 2004 dilaporkan ada petir yang menyambar kubah masjid Ki Ageng Selo. Lelaki berambut putih itu pun terkena dampaknya. Petir itu menyambar sewaktu ia memegang mikrofon hendak mengumadangkan azan asar.

Sakhsun pun tersengat. Bibirnya bengkak. "Saya tidak tahu itu isyarat apa. Segala kejadian kan bisa dijadikan sebagai peringatan bagi kita untuk lebih beriman," katanya. Dia sedang menebak-nebak apa yang bakal terjadi di desa itu. Menurut kepercayaan setempat, kubah masjid adalah simbol pemimpin. Apakah artinya ada pemimpin setempat yang akan tumbang?


Larangan Menjual Nasi

Suatu hari ada dua orang pemuda yang bertamu ke rumah Ki Ageng Selo, Mereka bermaksud hendak belajar ilmu agama pada KI Ageng Selo. Sebagai tuan rumah yang baik, KI Ageng selo menghidangkan nasi pada mereka, namun mereka menolakya dengan alasan masih kenyang. Setelah merasa sudah cukup ( belajar ilmu agama ), kedua pemuda itu pun memohon untuk pamit pulang. Sepulang dari rumah Ki Ageng, kedua pemuda itu tidak langsung pulang, melainkan mampir ke warung nasi dulu untuk makan. KI Ageng Selo melihat hal itu. Beliau merasa sakit hati dan setelah itu beliau berkata “ Orang-orang di desa selo tidak boleh menjual nasi, kalau ada yang melanggarnya maka bledheg akan menyambar-nyambar di langit desa Selo “. Hingga saat ini penduduk yang tinggal di sekitar Komplek Makam KI Ageng Selo tidak ada yang menjual nasi.

Napak Tilas KI Ageng Selo

Terletak di dusun Krajan, RT II RW 02, Desa Selo Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan. Tempat ini juga merupakan salah satu tempat wisata di Kabupaten Grobogan karena mengandung nilai-nilai sejarah yang luar biasa.

Tempat-tempat penting yang masih berkaitan dengan KI Ageng Selo

  • Makam KI Ageng Tarub, terletak di desa Tarub, Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan sekitar 4 Km dari Makam KI Ageng Selo. Beliau adalah Buyut dari KI Ageng Selo. Di komplek Makam ada gentong yang airnya berasal dari sendang bidadari.
  • Makam Bondan Kejawan / Lembu Peteng ( Kakek KI Ageng Selo ), terletak di dusun Mbarahan Desa Tarub, Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan. Sekitar 3 Km dari Makam KI Ageng Selo. Di area komplek makam banyak di bangun patung dan stupa. Kini kondisinya semakin tidak terawat. Banyak patung yang mulai rusak. Namun masih banyak orang yang datang untuk berziarah
  • KI Ageng Getas Pendowo, beliau adalah Bapak dari KI Ageng Selo. Makamnya terletak di Kuripan Purwodadi sekitar 15 Km dari Makam KI Ageng Selo.
1982/6 <123> 3.4.1.1.2. Ratu Mas Cempaka [Demak]
DIPUTUS JALUR AYAHNYA : 26355
1993/6 <138> Dyah Banowati / Kanjeng Ratu Mas Hadi [Pajang]
== Pangeran Benawa ==


Menurut tradisi Jawa, Pangeran Benawa adalah raja Pajang ketiga dan memerintah tahun 1586-1587, bergelar Prabuwijaya.


Садржај

Silsilah Pangeran Benawa

Pangeran Benawa adalah putera Hadiwijaya atau Jaka Tingkir, raja pertama Pajang. Sejak kecil ia dipersaudarakan dengan Sutawijaya, anak angkat ayahnya, yang mendirikan Kerajaan Mataram.

Pangeran Benawa memiliki putri bernama Dyah Banowati yang menikah dengan Mas Jolang putra Sutawijaya. Dyah Banowati bergelar Ratu Mas Adi, yang kemudian melahirkan Sultan Agung, raja terbesar Mataram.

Selain itu, Pangeran Benawa juga memiliki putra bernama Pangeran Radin, yang kelak menurunkan Yosodipuro dan Ronggowarsito, pujangga-pujangga besar Kasunanan Surakarta.


Kisah Hidup Pangeran Benawa

Pangeran Benawa dikisahkan sebagai seorang yang lembut hati. Ia pernah ditugasi ayahnya untuk menyelidiki kesetiaan Sutawijaya terhadap Pajang. Waktu itu Benawa berangkat bersama Arya Pamalad (kakak iparnya yang menjadi adipati Tuban) dan Patih Mancanegara.

Sutawijaya menjamu ketiga tamunya dengan pesta. Putra sulung Sutawijaya yang bernama Raden Rangga tidak sengaja membunuh seorang prajurit Tuban, membuat Arya Pamalad mengajak rombongan pulang.

Sesampai di Pajang, Arya Pamalad melaporkan keburukan Sutawijaya, bahwa Mataram berniat memberontak terhadap Pajang. Sementara itu Benawa melaporkan kebaikan Sutawijaya, bahwa terbunuhnya prajurit Tuban karena ulahnya sendiri.

Sutawijaya akhirnya terbukti memerangi Pajang tahun 1582, dan berakhir dengan kematian Hadiwijaya. Pangeran Benawa yang seharusnya naik takhta disingkirkan oleh kakak iparnya, yaitu Arya Pangiri adipati Demak.

Benawa kemudian menjadi adipati Jipang Panolan. Pada tahun 1586 ia bersekutu dengan Sutawijaya untuk menurunkan Arya Pangiri dari takhta, karena kakak iparnya itu dianggap kurang adil dalam memerintah.

Dikisahkan, Arya Pangiri hanya sibuk menyusun usaha balas dendam terhadap Mataram. Orang-orang Demak juga berdatangan, sehingga warga asli Pajang banyak yang tersisih. Akibatnya, penduduk Pajang sebagian menjadi penjahat karena kehilangan mata pencaharian, dan sebagian lagi mengungsi ke Jipang.

Persekutuan Benawa dan Sutawijaya terjalin. Gabungan pasukan Mataram dan Jipang berhasil mengalahkan Pajang. Arya Pangiri dipulangkan ke Demak. Benawa menawarkan takhta Pajang kepada Sutawijaya. Namun Sutawijaya menolaknya. Ia hanya meminta beberapa pusaka Pajang untuk dirawat di Mataram.

Sejak itu, Pangeran Benawa naik takhta menjadi raja baru di Pajang bergelar Prabuwijaya.


Akhir Kerajaan Pajang

Naskah-naskah babad memberitakan versi yang berlainan tentang akhir pemerintahan Pangeran Benawa. Ada yang menyebut Benawa meninggal dunia tahun 1587, ada pula yang menyebut Benawa turun takhta menjadi ulama di Gunung Kulakan bergelar Sunan Parakan. Bahkan ada yang menyatakan bahwa Pangeran Benawa menuju ke arah barat dan membangun sebuah pemerintahan yang sekarang bernama Pemalang. Konon beliau juga meninggal di Pemalang, di desa Penggarit.

Sepeninggal Benawa, Kerajaan Pajang berakhir pula, dan kemudian menjadi bawahan Mataram. Yang diangkat menjadi bupati di Pajang ialah Pangeran Gagak Baning adik Sutawijaya. Setelah meninggal, Gagak Baning digantikan putranya yang bernama Pangeran Sidawini.


Kepustakaan

Andjar Any. 1980. Raden Ngabehi Ronggowarsito, Apa yang Terjadi? Semarang: Aneka Ilmu
Andjar Any. 1979. Rahasia Ramalan Jayabaya, Ranggawarsita & Sabdopalon. Semarang: Aneka Ilmu
Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
H.J. de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius
Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu
2044/6 <123> Ratu Mas Pambayun [Raden Trenggono]
Рођење: Level 1 = Putera ke 2 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro
Свадба: <41> Kyai Ageng Lang / Pangeran Langgar [Raden Trenggono]
Свадба: <41!> Kyai Ageng Lang / Pangeran Langgar [Raden Trenggono]
2125/6 <186> Nyai Ageng Brondong [Ki Bimotjili]
Рођење: Sedayu - Lawas / Lamongan, Puteri Ki Bimotjili dari Djungpangkah (Ujungpangka) di Sedayu Lawas Surabaya.
Свадба: <42> Ki Ageng Brondong / Pangeran Lanang Dangiran [Brawijaya V] d. 1638
2136/6 <161+221!> 2.1.1.1. Raden Aryawangsa / Sultan Muhamad Wangsa Adipati Pakuan [Azmatkhan]
Титуле : Penasehat Sultan Banten III
Kiprah Putra Pati Unus di Banten

Sebagian riwayat turun temurun menyebutkan Pangeran Yunus (Raden Abdullah putra Pati Unus) ini kemudian dinikahkan oleh Mawlana Hasanuddin dengan putri yang ke III, Fatimah. Tidak mengherankan, karena Kesultanan Demak telah lama mengikat kekerabatan dengan Kesultanan Banten dan Cirebon. Selanjutnya pangeran Yunus yang juga banyak disebut sebagai Pangeran Arya Jepara dalam sejarah Banten, banyak berperan dalam pemerintahan Sultan Banten ke II Mawlana Yusuf (adik ipar beliau) sebagai penasehat resmi Kesultanan . Dari titik ini keturunan beliau selalu mendapat pos Penasehat Kesultanan Banten , seperti seorang putra beliau Raden Aryawangsa yang menjadi Penasehat bagi Sultan Banten ke III Mawlana Muhammad dan Sultan Banten ke IV Mawlana Abdul Qadir.

Ketika penaklukan Kota Pakuan terakhir 1579, Raden Aryawangsa yang masih menjadi Panglima dalam pemerintahan Sultan Banten ke II Mawlana Yusuf (yang juga paman beliau sendiri karena Ibunda beliau adalah kakak dari Mawlana Yusuf yang dinikahi Raden Abdullah putra Pati Unus) mempunyai jasa besar, sehingga diberikan wilayah kekuasaan Pakuan dan bermukim hingga wafat di desa Lengkong (sekarang dekat Serpong). Raden Aryawangsa menikahi seorang putri Istana Pakuan dan keturunannya menjadi Adipati Pakuan dengan gelar Sultan Muhammad Wangsa yang secara budaya menjadi panutan wilayah Pakuan yang telah masuk Islam (Bogor dan sekitarnya), tapi tetap tunduk dibawah hukum Kesultanan Banten.

Seperti yang disebut diatas, Raden Aryawangsa kemudian lebih banyak berperan di Kesultanan Banten sebagai Penasehat Sultan, setelah beliau wafat kiprah keluarga Pati Unus kemudian diteruskan oleh putra dan cucu beliau para Sultan Pakuan Islam hingga Belanda menghancurkan keraton Surosoan di zaman Sultan Ageng Tirtayasa (1683), dan membuat keraton Pakuan Islam ,sebagai cabang dari Keraton Banten, ikut lenyap dari percaturan politik dengan Sultan yang terakhir Sultan Muhammad Wangsa II bin Sultan Muhammad Wangsa I bin Raden Aryawangsa bin Raden Abdullah bin Pangeran Sabrang Lor bin Raden Muhammad Yunus Jepara ikut menyingkir ke pedalaman Bogor sekitar Ciampea.
2157/6 <139+153!> R Harya Tambakbaya [Sultan Pajang - Joko Tingkir]
Рођење: Level 2 = Cucu; Adalah trah urutan ke 2 dari (pancer) Kanjeng Sultan Pajang / Joko Tingkir 1568-1582 );
2228/6 <161+144!+?> Raden Aryawangsa ? (Wangsa Clan) [?]
Рођење: Versi : Malaysia
2349/6 <138> Pangeran Radin [Pajang]
Рођење: DIPUTUS AYAHNYA : 26361
23910/6 <146> Ki Ageng Pandanaran [Br.6.1.1] (Pangeran Made Pandan) [Brawijaya VI]
Рођење: Versi 1 : http://www.jatiningjati.com/2009/08/akan-banyak-orang-yang-tidak-percaya.html Versi 2 : http://kincho-ngerang.blogspot.com/ Versi 3 : http://kiagengmandaraka.blogspot.com/2011/06/saya-pengagum-beliau.html
Свадба: <277!> 3.4.1.1.4. Ratu Mas Mantingan [Demak]
26711/6 <162> 11.2.1.2.3. Nyai Made Pandan [Azmatkhan]
Рођење: DIPUTUS AYAHNYA : 850721
26912/6 <142+30> 4.3.1.1.6. Sunan Hadi / Panembahan Kali [Azmatkhan]
Рођење: Pengganti Sunan Kalijaga sebagai Kepala Perdikan Kadilangu.
"Bendera Kerajaan Champa"
"Bendera Kerajaan Champa"
30613/6 <187> 4.1.2.2.1. Ibrahim, who Became Raja Ibrahim bin Sultan 'Abdu'l Hamid Shah [Azmatkhan]
Титуле : Datu Kelantan 1634-1637
Титуле : Raja of Champa 1637-1684
21614/6 <128+35> Sunan Kudus [Azmatkhan]
Рођење: 1400
Смрт: 1550
                         Sumber : Keraton Sumedang Larang
Sumber : Keraton Sumedang Larang
28615/6 <181+172!+?> Pangeran Santri / Kusumadinata I (Raden Solih) [Wretikandayun]
Рођење: 29 мај 1505проц
Свадба: <43> Ratu Pucuk UmuN / Nyi Mas Ratu Inten Dewata (Pangeran Istri) [Wretikandayun]
Титуле : од 21 октобар 1530, Sumedang Larang, Raja Sumedang Larang Ke 9
Смрт: 1580изр
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


Sumedang Selatan

Sunan Tuakan digantikan oleh putrinya yang kedua yang bernama Ratu Sintawati alias Nyai Mas Patuakan (1462 – 1530 M) sebagai raja Sumedang Larang ketujuh, Ratu Sintawati menikah dengan Sunan Corenda raja Talaga putera Ratu Simbar Kancana dari Kusumalaya putra Dewa Niskala penguasa Galuh. Dari Ratu Sintawati dan Sunan Corenda mempunyai putri bernama Satyasih atau dikenal sebagai Ratu Inten Dewata setelah menjadi penguasa Sumedang yang kedelapan bergelar Ratu Pucuk Umum (1530 – 1578 M).

Pada masa Ratu Sintawati agama Islam mulai menyebar di Sumedang pada tahun 1529 M. Agama Islam disebarkan oleh Maulana Muhammad alias Pangeran Palakaran putera Maulana Abdurahman alias Pangeran Panjunan. Pangeran Palakaran menikah dengan Nyi Armilah, seorang puteri Sindangkasih Majalengka (versi lainnya dengan Ratu Mertasari puteri Sunan Gunung Jati-Cirebon) dan hasil pernikahan tersebut pada tanggal 6 bagian gelap bulan jesta tahun 1427 saka (+ 29 Mei 1505 M) lahirlah seorang putra bernama Rd. Solih atau Ki Gedeng Sumedang alias Pangeran Santri. Kemudian Pangeran Santri menikah dengan Ratu Pucuk Umum, yang akhirnya Pangeran Santri menggantikan Ratu Pucuk Umum sebagai penguasa Sumedang, Pangeran Santri dinobatkan sebagai raja Sumedang Larang dengan gelar Pangeran Kusumadinata I pada tanggal 13 bagian gelap bulan Asuji tahun 1452 saka (+ 21 Oktober 1530 M), Pangeran Santri merupakan murid Sunan Gunung Jati.

Pangeran Santri merupakan penguasa Sumedang pertama yang menganut agama Islam dan berkedudukan di Kutamaya Padasuka sebagai Ibukota Sumedang Larang yang baru, sampai sekarang di sekitar situs Kutamaya dapat dilihat batu bekas fondasi tajug keraton Kutamaya. Pada tanggal 3 bagian terang bulan srawana tahun 1480 saka (+ 19 Juli 1558 M) lahirlah Pangeran Angkawijaya yang kelak bergelar Prabu Geusan Ulun putera dari Pangeran Santri dan Ratu Pucuk Umum. Pada masa pemerintahan Pangeran Santri kekuasaan Pajajaran sudah menurun di beberapa daerah termasuk Sumedang dan pada tanggal 11 Suklapaksa bulan Wesaka 1501 Sakakala atau tanggal 8 Mei 1579 M Pajajaran “Sirna ing bumi” Ibukota Padjajaran jatuh ke tangan pasukan Kesultanan Surasowan Banten . Pada tahun 1578 tepatnya pada hari Jum’at legi tanggal 22 April 1578 atau bulan syawal bertepatan dengan Idul Fitri di Keraton Kutamaya Sumedang Larang Pangeran Santri menerima empat Kandaga Lante yang dipimpin oleh Sanghiang Hawu atau Jaya Perkosa, Batara Dipati Wiradidjaya (Nganganan), Sangiang Kondanghapa, dan Batara Pancar Buana Terong Peot membawa pusaka Pajajaran dan alas parabon untuk di serahkan kepada penguasa Sumedang Larang dan pada masa itu pula Pangeran Angkawijaya / Pangeran Kusumadinata II dinobatkan sebagai raja Sumedang Larang dengan gelar Prabu Geusan Ulun (1578 – 1610) sebagai nalendra penerus kerajaan Sunda dan mewarisi daerah bekas wilayah Pajajaran, sebagaimana dikemukakan dalam Pustaka Kertabhumi I/2 (h. 69) yang berbunyi; “Ghesan Ulun nyakrawartti mandala ning Pajajaran kangwus pralaya, ya ta sirnz, ing bhumi Parahyangan. Ikang kedatwan ratu Sumedang haneng Kutamaya ri Sumedangmandala” (Geusan Ulun memerintah wilayah Pajajaran yang telah runtuh, yaitu sirna, di bumi Parahiyangan. Keraton raja Sumedang ini terletak di Kutamaya dalam daerah Sumedang) selanjutnya diberitakan “Rakyan Samanteng Parahyangan mangastungkara ring sira Pangeran Ghesan Ulun” (Para penguasa lain di Parahiyangan merestui Pangeran Geusan Ulun). “Anyakrawartti” biasanya digunakan kepada pemerintahan seorang raja yang merdeka dan cukup luas kekuasaannya. Dalam hal ini istilah “nyakrawartti” maupun “samanta” sebagai bawahan, cukup layak dikenakan kepada Prabu Geusan Ulun, hal ini terlihat dari luas daerah yang dikuasainya, dengan wilayahnya meliputi seluruh Padjajaran sesudah 1527 masa Prabu Prabu Surawisesa dengan batas meliputi; Sungai Cipamali (daerah Brebes sekarang) di sebelah timur, Sungai Cisadane di sebelah barat, Samudra Hindia sebelah Selatan dan Laut Jawa sebelah utara. Daerah yang tidak termasuk wilayah Sumedang Larang yaitu Kesultanan Banten, Jayakarta dan Kesultanan Cirebon. Dilihat dari luas wilayah kekuasaannya, wilayah Sumedang Larang dulu hampir sama dengan wilayah Jawa Barat sekarang tidak termasuk wilayah Banten dan Jakarta kecuali wilayah Cirebon sekarang menjadi bagian Jawa Barat.
20716/6 <123> 5. Retna Kencana / Ratu Mas Kalinyamat [Raden Trenggono]
Рођење: 1514, Demak Bintoro
Свадба: <44> Pangeran Kalinyamat / Pangeran Toyib / Pangeran Tanduran / Tjie Bin Tang [Sultan Mughayat Syah] d. 1549
Титуле : од 10 април 1527, Jepara, Kanjeng Ratu Kalinyamat
Смрт: 1579, Jepara, Dimakamkan di dekat makam Pangeran Kalinyamat di desa Mantingan.
24617/6 <158+285!> 5.1.1.1.2.1. Pangeran Jayakarta III / Sungerasa Jayawikarta [Azmatkhan]
Рођење: 1515изр
== Pangeran Jayakarta ==

'Pangeran Jayakarta alias Sungerasa adalah nama seorang penguasa kota pelabuhan Jayakarta, yang menjabat sebagai wakil dari Kesultanan Banten. Kekuasaan Banten atas wilayah ini berhasil direbut oleh Belanda, setelah Pangeran Jayakarta dikalahkan oleh pasukan VOC di bawah pimpinan Jan Pieterszoon Coen pada tanggal 30 Mei 1619.

Asal-usul

Asal-usul Pangeran Jayakarta masih samar. Dalam situs internet Pemerintah Jakarta Timur disebutkan, Pangeran Jayakarta adalah nama lain dari Pangeran Achmad Jakerta, putra Pangeran Sungerasa Jayawikarta dari Kesultanan Banten. Namun ada juga yang menganggap Pangeran Jayakarta adalah Pangeran Jayawikarta. Menurut Hikayat Hasanuddin dan Sajarah Banten Rante-rante yang disusun pada abad ke-17 (yaitu sesudah Sajarah Banten, 1662/3), Pangeran Jayakarta atau Jayawikarta adalah putra Tubagus Angke dan Ratu Pembayun, puteri Hasanuddin, anak Sunan Gunung Jati.

Menurut Adolf Heukeun SJ dalam buku Sumber-sumber Asli Sejarah Jakarta Jilid II, silsilah ini tidak sesuai dengan sumber-sumber sekunder lain karena sumber-sumber yang digunakan oleh hikayat mengandung banyak cerita dongeng.[1]

Peran politik di Banten

Pada tahun 1596 Pangeran Muhammad, penguasa Banten ketiga, gugur waktu menyerang Palembang. Putera satu-satunya ialah Abdul Kadir, yang baru berusia lima bulan. Maka dipilihlah seorang mangkubumi yang sekaligus menjadi wali putera itu. Tetapi mangkubumi ini wafat pada tahun 1602. Maka ibu putra mahkota menjadi wali dan menikah dengan mangkubumi yang ketiga. Karena ayah tiri disayang putera mahkota Banten dan dihormati rakyat, maka para pangeran menjadi iri dan memberontak. Pangeran dari Jayakarta datang dengan banyak bawahannya sehingga pemberontak mengalah dan berdamai.
29318/6 <173+33> Pangeran Kesatriyan [Gunung Jati]
Рођење: 1516
29219/6 <173+33> 2. Panembahan Losari [Cirebon]
Рођење: 1518
24420/6 <134+157!> 5.1.1.1.1. Ratu Nawati Rarasa [Gunung Jati] 20021/6 <123+?> 3.4.1.1.3. Sunan Prawoto I [Demak]
Титуле : од 1546, Demak
Смрт: 1549, Demak
Sultan ke IV ( terakhir ) dari Kerajaan Islam Demak DIPUTUS PUTRANYA :2655
20522/6 <123+?> 3. Sunan Prawoto / Panembahan Prawoto I (Sultan Mukmin) [Brawijaya V]
Свадба:
Титуле : од 1546, Demak Bintoro, Sultan Demak IV
Смрт: 1549, Demak Bintoro
Sunan Prawoto adalah raja keempat Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama aslinya ialah Raden Mukmin. Ia lebih cenderung sebagai seorang ahli agama dari pada ahli politik.

Raden Mukmin Semasa Muda Naskah babad dan serat menyebut Raden Mukmin adalah putra sulung Sultan Trenggana. Ia lahir saat ayahnya masih sangat muda dan belum menjadi raja.

Pada tahun 1521 Pangeran Sabrang Lor meninggal dunia tanpa keturunan. Kedua adiknya beraing memperebutkan takhta, yaitu Raden Trenggana dan Raden Kikin. Raden Trenggana adalah adik kandung Pangeran Sabrang Lor, sama-sama lahir dari permaisuri Raden Patah, sedangkan Raden Kikin meskipun lebih tua usianya, tapi lahir dari selir, yaitu putri bupati Jipang.

Dalam persaingan ini tentu saja Raden Mukmin memihak ayahnya. Ia mengirim pembantunya yang bernama Ki Surayata untuk membunuh Raden Kikin sepulang Salat Jumat. Raden Kikin tewas di tepi sungai, sedangkan para pengawalnya sempat membunuh Ki Surayata.

Sejak saat itu Raden Kikin terkenal dengan sebutan Pangeran Sekar Seda ing Lepen, artinya "bunga yang gugur di sungai". Pangeran Sekar Seda Lepen meninggalkan dua orang putra dari dua orang istri, yang bernama Arya Penangsang dan Arya Mataram.

[sunting] Pemerintahan Sunan Prawoto Sultan Trenggana memerintah Kesultanan Demak tahun 1521-1546. Sepeninggalnya, Raden Mukmin selaku putra tertua naik takhta. Ambisinya sangat besar untuk melanjutkan usaha ayahnya menaklukkan Pulau Jawa. Namun keterampilannya dalam berpolitik sangat rendah. Ia lebih suka hidup sebagai ulama suci dari pada sebagai raja.

Pusat pemerintahan Raden Mukmin dipindahkan dari kota Bintoro menuju bukit Prawoto. Oleh karena itu, Raden Mukmin pun terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto.

Pemerintahan Sunan Prawoto juga terdapat dalam catatan seorang Portugis bernama Manuel Pinto. Pada tahun 1548 Manuel Pinto singgah ke Jawa sepulang mengantar surat untuk uskup agung Pastor Vicente Viegas di Makassar. Ia sempat bertemu Sunan Prawoto dan mendengar rencananya untuk mengislamkan seluruh Jawa, serta ingin berkuasa seperti sultan Turki. Sunan Prawoto juga berniat menutup jalur beras ke Malaka dan menaklukkan Makassar. Akan tetapi, rencana itu berhasil dibatalkan oleh bujukan Manuel Pinto.

Pada kenyataannya, cita-cita Sunan Prawoto tidak pernah terlaksana. Ia lebih sibuk sebagai ahli agama dari pada mempertahankan kekuasaannya. Satu per satu daerah bawahan, misalnya Banten, Cirebon, Surabaya, dan Gresik berkembang bebas sedangkan Demak tidak mampu menghalanginya.

[sunting] Kematian Sunan Prawoto Selain Sunan Prawoto muncul dua orang lagi menjadi tokoh kuat sepeninggal Sultan Trenggana, yaitu Arya Penangsang bupati Jipang, dan Hadiwijaya bupati Pajang. Masing-masing adalah keponakan dan menantu Sultan Trenggana.

Arya Penangsang adalah putra Pangeran Sekar Seda ing Lepen yang mendapat dukungan dari gurunya, yaitu Sunan Kudus untuk merebut takhta Demak. Pada tahun 1549 ia mengirim anak buahnya yang bernama Rangkud untuk membalas kematian ayahnya.

Menurut Babad Tanah Jawi, pada suatu malam Rangkud berhasil menyusup ke dalam kamar tidur Sunan Prawoto. Sunan mengakui kesalahannya telah membunuh Pangeran Seda Lepen. Ia rela dihukum mati asalkan keluarganya diampuni.

Rangkud setuju. Ia lalu menikam dada Sunan Prawoto yang pasrah tanpa perlawanan sampai tembus. Ternyata istri Sunan sedang berlindung di balik punggungnya. Akibatnya ia pun tewas pula. Melihat istrinya meninggal, Sunan Prawoto marah dan sempat membunuh Rangkud dengan sisa-sisa tenaganya.

Sunan Prawoto tewas meninggalkan seorang putra yang masih kecil bernama Arya Pangiri, yang kemudian diasuh bibinya, yaitu Ratu Kalinyamat dari Jepara. Setelah dewasa, Arya Pangiri menjadi menantu Sultan Hadiwijaya raja Pajang, dan diangkat sebagai bupati Demak.

Pada tahun itu pula, 1549 Aryo Penangsang berhasil dibunuh oleh Danag Sutawijaya atas siasat cerdas Ki Juru Martani.

[sunting] Raden Mukmin dalam Kronik Cina Kronik Cina dari kuil Sam Po Kong menyebut Raden Mukmin dengan nama Muk Ming. Pada tahun 1529 ia menggantikan Kin San sebagai kepala galangan kapal di Semarang. Kin San adalah adik Jin Bun (alias Raden Kusen adik Raden Patah).

Muk Ming bekerja keras dibantu masyarakat Cina baik yang muslim ataupun non muslim menyelesaikan 1.000 kapal besar yang masing-masing dapat memuat 400 orang prajurit. Pembangunan kapal-kapal perang tersebut untuk kepentingan angkatan laut ayahnya, yaitu Tung-ka-lo (Sultan Trenggana) yang berniat merebut Maluku.

Belum sempat Tung-ka-lo merebut Maluku, ia lebih dulu tewas saat menyerang Panarukan tahun 1546. Muk Ming pun naik takhta namun dimusuhi sepupunya yang menjadi bupati Ji-pang (alias Arya Penangsang).

Perang saudara terjadi. Kota Demak dihancurkan bupati Ji-pang. Muk Ming pindah ke Semarang tapi terus dikejar musuh. Akhirnya ia tewas di kota itu. Galangan kapal hancur terbakar pula. Yang tersisa hanya masjid dan kelenteng saja.
21023/6 <123> 9. Pangeran Timur / Pangeran Mas Kumambang (Rangga Jumena) [Raden Trenggono]
Титуле : Panembahan Mas -
Професија : од 18 јул 1568, Bupati Madiun Ke 1, Hari jadi Kabupaten Madiun
== Pangeran Timoer ==


Kegigihan dan Kebijakan

Pangeran Timoer yang kemudian hari diangkat menjadi Bupati Purabaya pada tanggal 18 Juli 1568 dan mengakhiri pemerintahan Pengawasan Kasultanan Demak di Purabaya di bawah Kyai Rekso Gati (SaGaten), kemudian membuka dan mewarnai Sejarah Awal Kabupaten Madiun, sebagai Bupati yang Pertama (ke-1) Madiun dengan masa jabatan antara tahun 1568 sampai 1586.

Beberapa tahun setelah diangkat menjadi Bupati Purabaya, sekitar tahun 1575, Pangeran Timoer melaksanakan gagasan untuk memindahkan Pusat Pemerintahan dari bagian Utara ke Selatan, yang sekarang berada di Desa Kuncen.

Pemindahan Pusat Pemerintahan itu dilakukan dengan beberapa alasan, pertama Pangeran Timoer ingin mempunyai tempat kedudukan yang baru sebagai satu peringatan atas dimulainya kekuasaannya sebagai seorang Bupati Purabaya di samping kedudukannya sebagai Wedana Bupati di Mancanegoro Timur bagian dari Kasulatanan Demak. Kedua, pemindahan tempat itu juga dilandasi satu anggapan bahwa temapt yang lama sebelumnya bukan sebagai pusat pemerintahan. Tetapi hanya sebagai tempat “pengawasan”.

Alasan lain atas pemindahan itu adalah bahwa menurut pengamatan tempat yang baru ternyata mempunyai fasilitas penunjang yang lebih baik dibanding daerah atau tempat yang lama. Fasilitas penunjang yang dianggap akan lebih banyak menjamin, karena letak desa yang mengelilingi satu dengan yang lain berdekatan. Hal itu menjamin pula untuk memberikan satu kekuatan, dukungan serta perlindungan terhadap adanya ketahanan wilayah.

Tempat yang kemudian dipilih sebagai pusat pemerintahan merupakan satu daerah yang diapit muara sungai Gondang dan sungai Catur yang sangat besar artinya dalam satu kepentingan strategis serta kepentingan sosial ekonomi, karena kedua sungai itu merupakan jalan simpang lalu lintas besar kali Madiun.

Disamping itu, daerah baru ini merupakan daerah dataran kering yang dalam keadaan demikian berpengaruh sekali terhadap kegiatan seluruh masyarakat dan Pemerintahan secara keseluruhan.

Keadaan sosial ekonomi di daerah selatan ini dirasa juga lebih baik dan lebih penting dibanding dengan daerah utarra. Demikian juga mekanisme keseluruhan pola kegiatan pemerintahan meliputi wilayah Kabuparten Purabaya secara utuh.

Sementara itu perang antara Pajang dengan Mataram yang berakhir dengan runtuhnya Pajang sekitar tahun 1586 menyebabkan putusnya hubungan formalitas antara Kabupaten Purabaya dengan Pajang.

Tetapi bukan berarti Kabupaten Purabaya “tunduk” terhadap pemerintahan Mataram. Pangeran Timoer yang kemudian hari juga dikenal sebagai Panembahan Rama menyatakan Purabaya sebagai kabupaten yang berdiri “bebas” dan tidak ada ikatan hierarkis dengan Mataram yang sudah mengalahkan Pajang. Dan ....”Purabaya adalah ahli waris dari tahta kerajaan Pajang”.

Pendirian yang keras dari Panembahan Rama ini ternyata mendapat dukungan dari beberapa Bupati Mancanegoro Timur. Akibatnya sudah cukup diperhitungkan oleh Panembahan Rama dan timbullah kemudian bentrokan yang tidak dapat dihindari lagi antara Mataram dengan Purabaya.

Pihak Mataram kemudian berusaha untuk mendudukan Purabaya dan menfgirimkan pasukannya untuk menggempur Purabaya yang dilakukan pertama kali pada tahun 1586. Setahun berikutnya di tahun 1587 pasukan Mataram juga dikirimkan untuk menggempur Purabaya. Tetapi dua kali serangan pasukan Mataram ke Purabaya ini mengalami kegagalan dan dapat dipatahkan di bagian sebelah barat kali Madiun. Kekalahan itu menjadikan Mataram lebih cermat dan memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan berikutnya.
22524/6 <129+?> 14.1.1.1.1. Panembahan Maulana Yusuf [Kesultanan Banten]
Титуле : од 1570, Banten, Sultan Banten II
Смрт: 1585
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang added info by Person:1197198
27825/6 <123> 3.4.1.1.5. Ratu Mas Kalinyamat [Demak]
Смрт: 1579, Mantingan
Lambang Kesultanan Bima
Lambang Kesultanan Bima
28926/6 <182+?> 2. Sultan Abdul Khair Sirajuddin / Ruma Mantau Uma Jati / La Mbila / I Ambela [Kesultanan Bima]
Рођење: април 1627, Sultan Bima II (1640 M)
Смрт: 22 јул 1682
31127/6 <189> Dato' Tonggara / Dato' Tenggara [Raja Gowa]
Рођење: 1658изр, Nasab Ke 30
==Asal-Usul Dato' Tonggara==

Dalam beberapa literatur yang ada, disebutkan bahwa Dato' Tonggara berasal dari Sulawesi Selatan. Kemudian dari daerah mana Sulawesi Selatannya ? Kami berpendapat bahwa Dato' Tonggara adalah putera Raja Gowa / Sultan Gowa yang tidak menjadi penerus Raja, alias Puang (Kalau di Jawa, Pangeran). Puang yang berprofesi di bidang Agama (Islam), menggunakan Gelar "Dato'/Datoek". Sebagai contoh, Sayyid Husain Jumadil Kubra Al-Asghar putra ke 19 Asy Syaikh Sayyid Husain Jamaluddin Akbar Jumadil Kubra yang menikah dengan Puteri Raja Wajo ke 4 LaTadampare Puangrimaggalatung, memiliki putra yang bernama Dato' Sulaeman.

Pada tahun 1666, di bawah pimpinan Cornelis Speelman, Kompeni berusaha menundukkan kerajaan-kerajaan kecil, tetapi belum berhasil menundukkan Kerajaan Gowa. Di lain pihak, setelah Sultan Hasanuddin naik takhta, ia berusaha menggabungkan kekuatan kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia bagian timur untuk melawan Kompeni. Pertempuran terus berlangsung, Kompeni menambah kekuatan pasukannya hingga pada akhirnya Kerajaan Gowa. Gowa wa terdesak dan semakin lemah sehingga pada tanggal 18 November 1667 bersedia mengadakan Perdamaian Bungaya di Bungaya. Gowa merasa dirugikan, karena itu Sultan Hasanuddin mengadakan perlawanan lagi. Akhirnya pihak Kompeni minta bantuan tentara ke. Batavia. Pertempuran kembali pecah di berbagai tempat. Sultan Hasanuddin memberikan perlawanan sengit. Bantuan tentara dari luar menambah kekuatan pasukan Kompeni, hingga akhirnya Kompeni berhasil menerobos benteng terkuat Gowa yaitu Benteng Sombaopu pada tanggal 12 Juni 1669. Sultan Hasanuddin kemudian mengundurkan diri dari takhta kerajaan dan wafat pada tanggal 12 Juni 1670.

Sepeninggal Sultan Hasanuddin, Belanda melakukan kriminalisasi terhadap Kesultanan Gowa dengan cara mengasingkan keluarga dekat Sultan Hasanuddin termasuk putera-puteranya ke Batavia. Di Batavia, antara tahun 1673-1686 VOC membuat perkampungan baru bekas hutan Jati yang kemudian dinamakan Kampung Makasar. Disamping keluarga dan kerabat Sultan Hasanudin juga ditempatkan mantan pasukan tempur Kerajaan Gowa dijadikan budak untuk membantu VOC di Pulau Jawa, dan mereka juga di tempatkan di perkampungan lain dekat Batavia, seperti Depok, Cimanggis dan tempat-tempat lainnya.

Sultan Hasanuddin lahir pada tahun 1631, wafat tahun 1670, tahta Kesultaan Gowa pada tahun 1669 dilanjutkan oleh Putranya yang bernama I Mappasomba Daeng Nguraga Sultan Amir Hamzah Tuminanga ri Allu' yang lahir pada tahun 1656. Sedangkan Dato Tonggara lahir pada tahun 1658, diperkirakan ia adalah putera ke 2 Sultan Hasanudin yang berprofesi dibidang keagamaan (Qadhi & Mufti Kesultanan Gowa). Kemudian Dato-Dato lainnya sepeti : Dato Tanjung Kait, Kumpo Datuk Depok, Dato Ibrahim Condet, dan Dato Biru Rawabangke, juga masih putera-putera Sultan Hasanudin, kakak-beradik dengan Dato Tonggara, yang menjadi korban kriminalisasi VOC.
29028/6 <149+37> Pangeran Dalem [Ronggolawe]
Професија : од 1700, Tuban, Adipati Tuban XVII
20129/6 <147+36> Nyi Ageng Sela [Br.6.3.1] Nyai Bicak (Roro Kinasih) [Brawijaya VI] 20230/6 <136+?> Raden Karah [?]
20331/6 <123> 1. Pangeran Tumenggung Mangkurat [Raden Trenggono]
20632/6 <123> 4. Ratu Mas Mantingan / Pemantingan [Raden Trenggono] 20833/6 <123> 6. Ratu Mas Hario [Raden Trenggono]
20934/6 <123> 7. Ratu Mas Kekambang / Ratu Mas Gegambang [Raden Trenggono] 21135/6 <123> 10. Raden Ayu Sekarkedaton [Raden Trenggono]
21436/6 <123> 3.4.1.1.8. Ratu Mas Cempaka [Demak]
21737/6 <143> Orang Kayo Pingai [Jambi]
21838/6 <143> Orang Kayo Hitam [Jambi]
21939/6 <143> Orang Kayo Kedataran [Jambi]
22040/6 <143> Orang Kayo Gemuk [Jambi]
22141/6 <129+?> 4.1.1.1.3. Syarifah Fatimah / Ratu Winahon II [Banten]
22342/6 <129> 4.1.1.1.2. Syarifah Khadijah [Cirebon]
22443/6 <124> Pangeran Made Pandan ( Pulau Terang ) [Pandan ( Pulau Terang )]
22644/6 <138> Dyah Banowati / Kanjeng Ratu Mas Hadi [Pajang]
Шаблон:Mergewith

Садржај

Pangeran Benawa

Menurut tradisi Jawa, Pangeran Benawa adalah raja Pajang ketiga dan memerintah tahun 1586-1587, bergelar Prabuwijaya.


Silsilah Pangeran Benawa

Pangeran Benawa adalah putera Hadiwijaya atau Jaka Tingkir, raja pertama Pajang. Sejak kecil ia dipersaudarakan dengan Sutawijaya, anak angkat ayahnya, yang mendirikan Kerajaan Mataram.

Pangeran Benawa memiliki putri bernama Dyah Banowati yang menikah dengan Mas Jolang putra Sutawijaya. Dyah Banowati bergelar Ratu Mas Adi, yang kemudian melahirkan Sultan Agung, raja terbesar Mataram.

Selain itu, Pangeran Benawa juga memiliki putra bernama Pangeran Radin, yang kelak menurunkan Yosodipuro dan Ronggowarsito, pujangga-pujangga besar Kasunanan Surakarta.


Kisah Hidup Pangeran Benawa

Pangeran Benawa dikisahkan sebagai seorang yang lembut hati. Ia pernah ditugasi ayahnya untuk menyelidiki kesetiaan Sutawijaya terhadap Pajang. Waktu itu Benawa berangkat bersama Arya Pamalad (kakak iparnya yang menjadi adipati Tuban) dan Patih Mancanegara.

Sutawijaya menjamu ketiga tamunya dengan pesta. Putra sulung Sutawijaya yang bernama Raden Rangga tidak sengaja membunuh seorang prajurit Tuban, membuat Arya Pamalad mengajak rombongan pulang.

Sesampai di Pajang, Arya Pamalad melaporkan keburukan Sutawijaya, bahwa Mataram berniat memberontak terhadap Pajang. Sementara itu Benawa melaporkan kebaikan Sutawijaya, bahwa terbunuhnya prajurit Tuban karena ulahnya sendiri.

Sutawijaya akhirnya terbukti memerangi Pajang tahun 1582, dan berakhir dengan kematian Hadiwijaya. Pangeran Benawa yang seharusnya naik takhta disingkirkan oleh kakak iparnya, yaitu Arya Pangiri adipati Demak.

Benawa kemudian menjadi adipati Jipang Panolan. Pada tahun 1586 ia bersekutu dengan Sutawijaya untuk menurunkan Arya Pangiri dari takhta, karena kakak iparnya itu dianggap kurang adil dalam memerintah.

Dikisahkan, Arya Pangiri hanya sibuk menyusun usaha balas dendam terhadap Mataram. Orang-orang Demak juga berdatangan, sehingga warga asli Pajang banyak yang tersisih. Akibatnya, penduduk Pajang sebagian menjadi penjahat karena kehilangan mata pencaharian, dan sebagian lagi mengungsi ke Jipang.

Persekutuan Benawa dan Sutawijaya terjalin. Gabungan pasukan Mataram dan Jipang berhasil mengalahkan Pajang. Arya Pangiri dipulangkan ke Demak. Benawa menawarkan takhta Pajang kepada Sutawijaya. Namun Sutawijaya menolaknya. Ia hanya meminta beberapa pusaka Pajang untuk dirawat di Mataram.

Sejak itu, Pangeran Benawa naik takhta menjadi raja baru di Pajang bergelar Prabuwijaya.


Akhir Kerajaan Pajang

Naskah-naskah babad memberitakan versi yang berlainan tentang akhir pemerintahan Pangeran Benawa. Ada yang menyebut Benawa meninggal dunia tahun 1587, ada pula yang menyebut Benawa turun takhta menjadi ulama di Gunung Kulakan bergelar Sunan Parakan. Bahkan ada yang menyatakan bahwa Pangeran Benawa menuju ke arah barat dan membangun sebuah pemerintahan yang sekarang bernama Pemalang. Konon beliau juga meninggal di Pemalang, di desa Penggarit.

Sepeninggal Benawa, Kerajaan Pajang berakhir pula, dan kemudian menjadi bawahan Mataram. Yang diangkat menjadi bupati di Pajang ialah Pangeran Gagak Baning adik Sutawijaya. Setelah meninggal, Gagak Baning digantikan putranya yang bernama Pangeran Sidawini.


Kepustakaan

Andjar Any. 1980. Raden Ngabehi Ronggowarsito, Apa yang Terjadi? Semarang: Aneka Ilmu
Andjar Any. 1979. Rahasia Ramalan Jayabaya, Ranggawarsita & Sabdopalon. Semarang: Aneka Ilmu
Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
H.J. de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius
Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu
22745/6 <129> (Poss) Son of Maulana Hasanuddin [Cirebon]
22846/6 <140> 2. Nyai Ageng Pakis [Brawijaya]
22947/6 <140> 3. Nyai Ageng Purna [Brawijaya]
23048/6 <140> 4. Nyai Ageng Kare [Brawijaya]
23149/6 <140> 5. Nyai Ageng Wanglu [Brawijaya]
23250/6 <140> 6. Nyai Ageng Bokong [Brawijaya]
23351/6 <142+180!> 4.3.1.1.8. Raden Ayu Penengah / Nyai Ngerang III [Azmatkhan] 23552/6 <147+36> 1.1.1.2. Ki Ageng Ngerang II Kyai Bodo [Azmatkhan]
23653/6 <151+456!> Pangeran Mandura [Brawijaya]
23754/6 <151+456!> Pangeran Juru Kithing [Ki Juru Martani]
23855/6 <151+456!> Adipati Jagabaya Banten [Juru Martani]
Mas Karebet / Sultan Hadiwijaya pada waktu masih balita telah ditinggal wafat ayah, dan tak lama kemudian ibunya wafat. Sepeninggalan orang tuanya diasuh oleh Kiyai Ageng Tingkir, beliau adalah seperguruan dengan ayah Mas Karebet. Oleh karenya tempat tinggal berpindah dari Pengging ke Tingkir (letaknya dekat kota Slatiga), dan kebetulan Kiayi Ageng Tingkir tidak mempunyai keturunan.

Dalam riwayat Mas Karebet setelah dewasa mengabi ke Demak menjadi prajurit Tamtama, karena berparas tampan dan cerdik diambil menantu oleh Sang Prabu, dinikahkan dengan Ratu Mas Cempaka.

Menurunkan 7(tujuh) putera puteri, adalah:

1. Ratu Mas Pambayun, di Ngarisbaya;
2. Ratu Mas Kumelut, di Tuban;
3. Ratu Mas Adipati, di Surabaya;
4. Ratu Mas Banten, dinikahi Adipati Mondoroko/Ki Juru Martani, sebagai Patih dari Sinuhun Panembahan Senopati.
5. Ratu Mas Japara;
6. Adipati Benawa, nama gelar Sultan Hawijaya, di Pajang, dan
7. Pangeran Sindusena.

Ratu Mas Banten, menikah dengan Adipati Mondoroko Ki Jurumartani, menjabat Patih Paduka Sinuhun Panembahan Senapati ing Ngalaga, di Mataram, menurunkan putera puteri :

1. Adipati Jagabaya Banten, menurunkan putra :

   a. Adipati Senabaya Banten, menurunkan putra :
   b. Kanjeng Panembahan Bagus Banten, mwnurunkan putra :
   c. Raden Ayu Tirtokusumo ing Pancuran, menurunkan putra :
   d. Raden Ajeng Temu, menikah dengan Adipati Sindurejo, menjabat Patih dari Hingkang Sinuhun
      Paku Buwana III di Surakarta, menurunkan putra :
   e. Kanjeng Bandara Raden Ayu Adipati Mangkunegoro II di Surakarta, menurunkan putra :
   f. Raden Ayu Notokusumo (Raden Ajeng Sayati) menurunkan putra :
   g. Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Mangkunegoro III.


Ini adalah Trah Keturunan dari Adipati Mondoroko Ki Jurumartani.

Adipati Mondoroko menurunkan putra :

  • Pangeran Hupasanta hing Batang, menikah dengan putri Adipati Benawa hing Pajang, menurunkan putra :
 1. Kanjeng Ratu Batang, sebagai Prameswari Paduka Sinuhun Kanjeng Sultan Agung Prabu 
    Hanyokrokusumo, di Mataram.
 2. Panembahan Mas, menjabat Adipati di Pajang putra dari Adipati Benawa, peputra Panembahan Radin, 
    Panembahan Ramawijaya, dan Raden Ayu Purbaya III.
 3. Kanjeng Ratu Kulon, sebagai prameswari dari Paduka Sinuhun Prabu Hamangkurat Agung ing Mataram.
 4. Pangeran Pujamenggala.
 5. Pangeran Adipati Wiramenggala.
Sumber : http://asalsilahipunparanata.blogspot.com/
24056/6 <154> 11.3.1.1.1. Panembahan Palembang ( Ki Mas Syahid ) [Azmatkhan]
24157/6 <154> 11.3.1.1.2. Panembahan Pakaos [Azmatkhan]
24258/6 <162> 11.2.1.2.1. Sunan Sedo Ing Margi / Pangeran Wiro Kesumo Cirebon (Sunan Sedamargi) [Azmatkhan]
24359/6 <156+148!> 4.3.1.1.1. Sunan Ngadilangu [Azmatkhan]
24560/6 <134+157!> 5.1.1.1.2. Pangeran Sendang Garuda [Azmatkhan]
24761/6 <159> 3.2.6.1.1. Ahmad Khamil / Tok Kayo Hitam [Azmatkhan]
24862/6 <123> 3.4.1.1.1. Pangeran Prawoto [Demak]
24963/6 <129+?> 4.1.1.1.4. Pangeran Arya Japara [Banten]
25064/6 <129+?> 4.1.1.1.5. Pangeran Suniararas / Syekh Tajul Arsy al-Bantani [Kasultanan Banten]
25165/6 <129+?> 4.1.1.1.6. Pangeran Pajajaran [Banten]
25266/6 <129+?> 4.1.1.1.7. Pangeran Pringgalaya [Banten]
25367/6 <129+?> 4.1.1.1.8. Pangeran Sabrang Lor [Banten]
25468/6 <129+?> 4.1.1.1.8. Ratu Keben [Banten]
25569/6 <129+?> 4.1.1.1.9. Ratu Terpenter [Banten]
25670/6 <129+?> 4.1.1.1.10. Ratu Biru [Banten]
25771/6 <129+?> 4.1.1.1.11. Ratu Ayu Arsanengah [Banten]
25872/6 <129+?> 4.1.1.1.12. Pangeran Pajajaran Wado [Banten]
25973/6 <129+?> 4.1.1.1.13. Tumenggung Wilatikta [Banten]
26074/6 <129+?> 4.1.1.1.14. Ratu Ayu Kamudarage [Banten]
26175/6 <129+?> 4.1.1.1.15. Pangeran Sabrang Wetan [Banten]
26276/6 <173+33> 4.1.1.3.1. Pangeran Agung / Panembahan Ratu I (Pangeran Emas) [Gunung Jati II] 26377/6 <174> 6.1.1.1. Abdul Halim ( Pangeran Benawa I) [Azmatkhan]
26478/6 <175> 11.2.7.1.1. Ki Ageng Gribig I / Raden Jaka Dholog (Ki Ageng Jatinom) [Azmatkhan]
26579/6 <138+126!> Pangeran Hadipati Benowo II [Pajang]
26680/6 <162> Sunan Prapen Adi / Maulana Muhammad [Azmatkhan]
26881/6 <142+30> 4.3.1.1.5. Nyai Ageng Panenggak Kyai Ageng Pakar. [Azmatkhan]
27082/6 <142+30> 4.3.1.1.7. Raden Abdurrahman [Azmatkhan]
27183/6 <142+31> 4.3.1.1.9. Nyai Ageng Mandoko [Azmatkhan] 27284/6 <123> 3.4.1.1.3. Ratu Ayu Kirana [Azmatkhan] 27385/6 <138> Pangeran Haryo Wiromenggolo [Kajoran]
27486/6 <140> 7. Nyai Ageng Adibaya [Brawijaya]
27587/6 <123> 3.4.1.1.1. Panembahan Mangkurat [Demak]
27688/6 <123> 3.4.1.1.2. Ratu Mas Pambayun, Menikah Dengan Kiyai Ageng Lang [Demak]
27789/6 <123> 3.4.1.1.4. Ratu Mas Mantingan [Demak] 27990/6 <123> 3.4.1.1.6. Ratu Mas Hario di Surabaya [Demak]
28091/6 <123> 3.4.1.1.7. Ratu Mas Katambang [Demak]
28192/6 <123> 3.4.1.1.9. Panembahan Mas di Madiun [Demak]
28293/6 <123> 3.4.1.1.10. Ratu Sekarkedaton [Demak]
28394/6 <172+?> Pangeran Kusumahdinata / Pangeran Santri [Brawijaya V]
28495/6 <142+30> 4.3.1.1.4. Kanjeng Ratu Pembayun [Azmatkhan]
28596/6 <134+157!> 5.1.1.1.3. Ratu Ayu Pembayun [Azmatkhan] 28797/6 <173+33> Pangeran Sedang Kemuning / Pangeran Suwarga (Pangeran Pakungja) [Gunung Jati II] 28898/6 <173+33> Ratu Petak (Syarifah Halimah) [Petak] 29199/6 <184> Raden Harya Setrabaya [Hadiwijaya]
294100/6 <173+33> Ratu Emas [Gunung Jati] 295101/6 <173+33> Pangeran Weruju [Gunung Jati]
296102/6 <162> Pangeran Sedalaut [Sunan Giri]
297103/6 <162> Pangeran Bulu [Sunan Giri]
298104/6 <162> Nyai Ageng Waru [Sunan Giri]
299105/6 <162> Pangeran Bongkok [Sunan Giri]
300106/6 <162> Pangeran Dheket [Sunan Giri]
301107/6 <162> Pangeran Lor [Sunan Giri]
302108/6 <162> Nyai Ageng Kulakan [Sunan Giri]
303109/6 <162> Nyai Ageng Kurugangurun [Sunan Giri]
"Lambang Kerajaan Kelantan / Kelantan Arm"
"Lambang Kerajaan Kelantan / Kelantan Arm"
304110/6 <176> 4.1.2.1.1. Raja Loyor, who Became Sultan Adil Ud-din bin Jamal Ud-din, Raja of Kelantan [Azmatkhan]
"Lambang Kerajaan Kelantan / Kelantan Arm"
"Lambang Kerajaan Kelantan / Kelantan Arm"
305111/6 <176> 4.1.2.1.2. Raja Ekok, who Became Sultan Samir Ud-din bin Jamal Ud-din, Raja of Kelantan [Azmatkhan]
307112/6 <187> 4.1.2.2.2. Badrus-Salam [Azmatkhan]
308113/6 <187> 4.1.2.2.3. Ali. Datuk Maharaja Lela and Panglima Agung Tentara of Patani. [Azmatkhan]
309114/6 <188> Abdullah [Maulana Ishaq]
310115/6 <189> I Mappasomba Daeng Nguraga Sultan Amir Hamzah Tuminanga ri Allu' Lahir 31 Maret 1656, Berkuasa Mulai Tahun 1669 Hingga 1674, dan Wafat 7 Mei 1681. [Raja Gowa]
312116/6 <148+156!> Raden Ayu Nawangsih Sunan Muria - [-]
313117/6 <190> Sumonegoro [?]
314118/6 <191> Kandjeng Pangeran Adipati Ing Padjang [?]
315119/6 <192> Panembahan Djagaraga [Patah]
316120/6 <193> Kanjeng Gusti Panembahan Agung Kajoran [Agung] 317121/6 <194> Panembahan Jiwo (Tembayat) [Kyai Pandanarang]
318122/6 <142+31> Raden Thohir [Azmatkhan]
319123/6 <142+31> Raden Joko Said (Sunan Panggung) [Azmatkhan]
320124/6 <196> Syarif Muhammad Kebungsuan (ii) Maguindanao Philipina [Maguindanao Philipina]

7

3341/7 <210> Raden Ayu Semi Ing Kalinyamat [Raden Trenggono]
Рођење: Level 2 Cucu ke 1 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 1 Pangeran Timur / Pangeran Maskumambang
Титуле : di Kalinyamat
Свадба: <52> Raden (Nama tdk tercatat) [Tidak tercatat]
3352/7 <210> Raden Ayu Pengulu [Raden Trenggono]
Рођење: Level 2 Cucu ke 2 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 2 Pangeran Timur / Pangeran Maskumambang
Титуле : di Muryopodo
3363/7 <210> Raden Ayu Winongan [Raden Trenggono]
Рођење: Level 2 = Cucu ke 3 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 3 Pangeran Timur / Pangeran Maskumambang
3374/7 <210> Raden Mas Kaputran [Raden Trenggono]
Рођење: Level 2 = Cucu ke 4 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 4 Pangeran Timur / Pangeran Maskumambang
3385/7 <210> Pangeran Adipati Atmowidjoyo [Raden Trenggono]
Рођење: Level 2 = Cucu ke 5 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 5 Pangeran Timur / Pangeran Maskumambang
Титуле : di Tuban
3396/7 <210> Raden Ayu Pandam [Raden Trenggono]
Рођење: Level 2 = Cucu ke 6 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 6 Pangeran Timur / Pangeran Maskumambang
3407/7 <210> Pangeran Haryo Kanoman [Raden Trenggono]
Рођење: Level 2 = Cucu ke 7 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 7 Pangeran Timur / Pangeran Maskumambang
3418/7 <210> Raden Ayu Pasangi [Raden Trenggono]
Рођење: Level 2 = Cucu ke 8 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 8 Pangeran Timur / Pangeran Maskumambang
3429/7 <210> Raden Mas Lontang Hirawan / Pangeran Haryo Hirawan [Raden Trenggono]
Рођење: Level 2 = Cucu ke 9 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 9 Pangeran Timur / Pangeran Maskumambang
Титуле : di Djapan, Panembahan Djapan II
Смрт: Butuh, Dimakamkan di Butuh - Kebumen
34410/7 <210> Raden Mas Tangsang Hurawan / Raden Mas Tangsang Hirawan [Raden Trenggono]
Рођење: Level 2 = Cucu ke 11 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 11 Pangeran Timur / Pangeran Maskumambang
Други догађај: di Madiun
34511/7 <210> Raden Mangkurat Wiryawan [Raden Trenggono]
Рођење: Level 2 = Cucu ke 12 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 12 Pangeran Timur / Pangeran Maskumambang
Титуле : di Madiun
34612/7 <210> Raden Haryo Sememi [Raden Trenggono]
Рођење: Level 2 = Cucu ke 13 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 13 Pangeran Timur / Pangeran Maskumambang
34713/7 <210> Raden Balap [Raden Trenggono]
Рођење: Level 2 = Cucu ke 14 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 14 Pangeran Timur / Pangeran Maskumambang
34814/7 <210> Raden Ajeng Sulah [Raden Trenggono]
Рођење: Level 2 = Cucu ke 15 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 15 Pangeran Timur / Pangeran Maskumambang
34915/7 <210> Raden Ajeng Dilah [Gp.2] / Raden Ayu Dumilah [Raden Trenggono]
Рођење: Level 2 = Cucu ke 16 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 16 Pangeran Timur / Pangeran Maskumambang
Свадба: <53> Kanjeng Panembahan Senopati / Danang Sutawijaya (Raden Sutowijoyo) [Mataram] d. 1601
35016/7 <210> Raden Haryo Sumantri [Raden Trenggono]
Рођење: Level 2 = Cucu ke 17 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 17 Pangeran Timur / Pangeran Maskumambang
35117/7 <210> Raden Ayu Pamegatan [Raden Trenggono]
Рођење: Level 2 = Cucu ke 18 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 18 Pangeran Timur / Pangeran Maskumambang
35218/7 <210> Raden Kakap [Raden Trenggono]
Рођење: Level 2 = Cucu ke 19 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 19 Pangeran Timur / Pangeran Maskumambang
35319/7 <210> Raden Haryo Paningrom [Raden Trenggono]
Рођење: Level 2 = Cucu ke 20 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 20 Pangeran Timur / Pangeran Maskumambang
35420/7 <210> Raden Haryo Kanoman [Raden Trenggono]
Рођење: Level 2 = Cucu ke 21 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 21 Pangeran Timur / Pangeran Maskumambang
35621/7 <212+42> 5. Nyai Lurah nDalem Wiroguno [Ki Ageng Brondong]
Рођење: ~, Surabaya, Menurunkan Trah Demang Sutoyudo Peneleh - Suroboyo
Свадба: <54> Patih Wiroguno [Wiroguno]
Nyai Lurah Sutodjoyo menurunkan Trah Demang Sutodjoyo bertempat tinggal di Peneleh Surabaya Silsilah C.3menurunkan Trah Sutodjayan
35722/7 <212+42> 4. Nyai Setro / Astro [Ki Ageng Brondong]
Рођење: Surabaya, Menurunkan Trah Botoputih Surabaya
35923/7 <212+42> 3. Nyai Danoe Singopoero [Ki Ageng Brondong]
Рођење: Menurunkan Trah Singopredaton
36024/7 <212+42> 7. Nyai Wongsoito / Nyai Wongsosuto [Ki Ageng Brondong]
Рођење: Menurunkan Trah Tumenggung Setjonegoro, Tjibolang dan Trah Honggosutan / Wongsosutan
36725/7 <215> R Harya Setroboyo I [Sultan Pajang - Joko Tingkir]
Рођење: Level 3 = Buyut; Adalah trah urutan ke 3 dari (pancer) Kanjeng Sultan Pajang / Joko Tingkir 1568-1582 );
37726/7 <233+380!> Ki Ageng Penjawi ? ([Br.6.3.2.1.1], Brawijaya VI / Sunan Kalijaga) [?]
Рођење: Diputus Nomor Silsilah dibawah ini : 70469 769464 705736
38727/7 <236> 2. Pangeran Huposonto / Pangeran Adipati Batang (Pangeran Upasanta) [Brawijaya]
Титуле : Bupati Batang
Свадба: <55> Putri Adipati Benawa Hing Pajang [?]
Ini adalah Trah Keturunan dari Adipati Mondoroko Ki Jurumartani.

Adipati Mondoroko menurunkan putra :

  • Pangeran Hupasanta hing Batang, menikah dengan putri Adipati Benawa hing Pajang, menurunkan putra :
 1. Kanjeng Ratu Batang, sebagai Prameswari Paduka Sinuhun Kanjeng Sultan Agung Prabu Hanyokrokusumo, di Mataram.
 2. Panembahan Mas, menjabat Adipati di Pajang putra dari Adipati Benawa, peputra Panembahan Radin, 
    Panembahan Ramawijaya,dan Raden Ayu Purbaya III.
 3. Kanjeng Ratu Kulon, sebagai prameswari dari Paduka Sinuhun Prabu Hamangkurat Agung ing Mataram.
 4. Pangeran Pujamenggala.
 5. Pangeran Adipati Wiramenggala.
Sumber : http://asalsilahipunparanata.blogspot.com/
38828/7 <239+267!> Ki Ageng Pakringan [Br.6.1.1.1] [Brawijaya VI]
Рођење: Versi Ulil Ahbab
40229/7 <210> Raden Ayu Reno Dumilah [Demak]
Рођење: Putri ke 10 Pangeran Timur, Sultan Trenggono
Свадба: <56> 9. Pangeran Singasari / Raden Santri [Mataram]
41530/7 <222+?> Raden Aria Nasharuddin [Azmatkhan]
Рођење: Versi Malaysia
===PANGERAN ARIA NASARUDIN ATAU PANGLIMA JAMBI ATAU SULTAN MUHAMAD WANGSA 1 (1651-1760)===


Pangiran Aria Nasarudin lahir di Jambi pada tahun 1651M. Ibunya bernama bernama Puteri Syaripah Alawiyah cucu Sunan Gunung Jati. Bapa beliau ialah Raden Surya Wangsa atau Radin Aria Darma Wangsa daripada keturunan Sunnan Gunung Jati. dan Pati Unus. Beliau dididik dikalangan keluarga bangsawan yang semestinya dalam ilmu Islam atau ilmu peperangan. Setelah dewasa beliau dikenali dengan nama Panglima Jambi. Seorang PangIima Perang dari Kerajaan Jambi dan Banten.

Pengeran Aria banyak membantu Kerajaan Banten didalam peperangan melawan Penjajah Belanda. Beliau juga tinggal lama di Pulau Jawa dalam urusan dakwah Islam.Selain menjadi Panglima Perang Jambi dan Banten ,beliau juga Adipati Pakuan.Pakuan Pejajaran ,atau nama lain nya setelah islam dinamakan Pakuan Islam.Wilayah ini masih dalam Kesultanan Banten.Beliau banyak membantu Kesultanan Banten dalam misi dakwah di seluruh pulau Jawa.Setelah dapat menawan Pakuan Pejajaran beliau dilantik menjadi Adipati Pakuan digelar SULTAN MOHAMAD WANGSA 1.

Pada tahun 1680M beliau berkahwin dengan Puteri Cempaka Biru dari Jambi. Daripada perkahwinan mereka, maka lahirlah Raden Aria Mohyidin. Beliau wafat di Jambi pada tahun 1760M.
32131/7 <197+201!> 7. Ki Ageng Enis / Ki Ageng Luwih (Bagus Henis) [Brawijaya]
Свадба: <57> Nyai Ageng Ngenis [Ngenis]
Смрт: 1503
Pendiri Kraton Mataram adalah penembahan senopati. Dalam menjalankan pemerintahan-Nya, Dia selalu mendapat bimbingan spritual dari sunan Kali Jaga. Pada tahun 1568, Joko Tingkir naik tahta dikerajaan Pajang dan bergelar Sultan Hadiwijaya. Kedudukan direstui oleh Sunan Giri, seorang wali sekaligus penasehat politi Jawa yang tinggal dikewalian Giri, Gresik Jawa bagian Timur. Sultan Hadiwijaya yang arif dan bijaksana itu segera mendapat pengakuan dari Adipati-Adipati diseluruh Jawa Tengah dan Jawa timur. Sedangkan salah seorang anak sultan Prawoto yaitu Arya Panggiri diangkat menjadi Adipati Demak. Dalam usahanya untuk menegakkan kekuasaan Pajang, Sultan Hadiwijaya harus berhadapan dengan Adipati Jipang, Arya Penangsang, putra sinuwun Sekar seda Lepen yang tidak rela tahta Demak diambil oleh Sultan Hadiwijaya, karena Ia menantu Sultan Trenggana. Sultan Hadiwijaya membuat strategi jitu untuk menghadapinya. Ia percaya bahwa dirinya akan mampu mengalahkan, walaupun tidak mudah. Arya Penangsang terkenal memiliki senjata ampuh, yaitu keris setan kober yang selalu menggetarkan dan mencundangi musuh. Kemudian atas nasehat para pini sepuh, Sultan Hadiwijaya mengadakan sayembara, siapa saja yang dapat mengalahkan Arya Penangsang akan mendapatkan hadiah tanah Pati dan Mataram.Ahirnya Arya Penangsang bisa dikalahkan Oleh Danang Sustawijaya, Putra Pemanahan. Karena kesuksesannya ini merupakan strategi Pemanahan dan Penjawi, Maka Sultan Hadi Wijaya memberikan hadiah tanah itu kepada mereka. Penjawi mendapatkan tanah Pati sebuah kadipaten dipesisir utara dan Pemanahan mendapatkan Tanah Mataram yang masih berupa hutan Memtaok. Menurut sisilah, Pemanahan adalah putra dari Ki Ageng Enis cucu Kiageng Sela. Alas Mentaok berada disekitar Kota Gede Yogyakarta. Pemanahan kemudian lebih dikenal dengan Ki Gede Mataram. Berdasarkan ramalan Sunan Giri, Mataram kelak akan menjadi sebuah kerajaan yang besar, sehingga hal itu membuat Sultan Pajang mengulur-ulur waktu untuk menyerahkan tanah Mataram ke Ki Pemanahan. Atas nasehat Ki Juru mertani, agar Pemanahan agar segera menghadap Sunan Kalijaga. Sunan Kali Jaga memberikan fatwa bahwa Sultan Hadiwijaya adalah benar, seorang raja harus konsisten, sabda pandita ratu tan kena wola wali. Sunan Kalijaga juga menasehati agar Ki Pemanahan menepati janji untuk tidak memberontak kepada Pajang.

Atas jasa Sunan Kalijaga inilah Mataram diserahkan kepada Ki Pemanahan.

Kerajaan Mataram berkembang pesat,namun Ki Ageng Pemanahan meninggal dunia pada tahun 1575, sebelum menikmati hasilnya. Kemudian usahanya diteruskan sang anak yaitu Danang Sustawijaya. Beliau terkenal ahli strategi perang dengan julukan Senopati Ing Alaga. Dan menjadi Raja dengan gelar Panembahan Senopati (1575-1601). (http://banyumataramkasampurnan.blogspot.com/2010/11/sunan-kali-jaga-guru-para-raja-mataram.html)

Foto: Makam Ki Ageng Henis (tengah). Sebelah kanan adalah makam Nyai Ageng Pati, istri dari Ki Penjawi yang merupakan putra dari Ki Ageng Henis. Yang kiri adalah makam Nyai Ageng Pandanaran. (http://www.harianjogja.com/tag/ki-ageng-henis/)
39632/7 <246> 5.1.1.1.2.1.1. Pangeran Ahmad Jakerta / Pangeran Jayakarta IV [Azmatkhan]
Рођење: 1543изр
                         Sumber : Keraton Sumedang Larang
Sumber : Keraton Sumedang Larang
40633/7 <286+43> 1.1. Prabu Geusan Ulun / Pangeran Kusumadinata II (Pangeran Angkawijaya) [Sumedang Larang]
Рођење: 19 јул 1556проц
Свадба: <58> 3. Nyimas Cukang Gedeng Waru [Pajajaran]
Свадба: <59> Ratu Harisbaya [Cirebon]
Свадба: <60> Nyi Mas Pasarean [Pajajaran]
Титуле : од 1578, Prabu Sumedang Larang Ke 9
Смрт: 1610
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


Generasi ke-1

1 Pangeran Santri KOESOEMADINATA, I , (Ki Gedeng Sumedang)
1X Ratoe Poetjoek Oemoen ., (NM. Ratoe Dewi Ratoe Inten Dewata. NM. Ratu Satyasih)
1.1 Pangeran Geusan Oeloen KOESOEMADINATA, II. 
1.2 Dmg. Rangga Dadji . 
1.3 Dmg. Watang . 
1.4 Santoan Wirakoesoemah . 
1.5 Santoan Tjikeroeh . 
1.6 Santoan Awi Loear .
39534/7 <244+262!+287!> 4.1.1.3.1.1. Panembahan Ratu I / Pangeran Mas Zainul Arifin [Azmatkhan]
Свадба: <59!> Ratu Harisbaya [Cirebon]
Свадба: <125!> Ratu Pembayun [Sultan Hadiwijaya]
Титуле : од 1570, Sultan Cirebon IV (1568-1649)
== Panembahan Ratu I, Sultan Cirebon IV (1570-1649) == Sepeninggal Fatahillah, oleh karena tidak ada calon lain yang layak menjadi raja, takhta kerajaan jatuh kepada cucu Sunan Gunung Jati yaitu Pangeran Mas, putra tertua Pangeran Dipati Carbon atau cicit Sunan Gunung Jati. Pangeran Emas kemudian bergelar Panembahan Ratu I dan memerintah Cirebon selama kurang lebih 79 tahun.
41235/7 <287> Panembahan Ratu I [?]
Рођење: 1570, Cirebon
Професија : Cirebon, Sultan Cirebon III ( 1589 - 1649 )
Смрт: 1649, Cirebon
37236/7 <224> Pangeran Pandanaran I [Pandanaran]
Рођење: 1575
36537/7 <205> Arya Pangiri / Sultan Ngawantipura [Demak]
Свадба: <366!> Ratu Pembayun [Pajang]
Титуле : од 1583, Pajang, Sultan Pajang II bergelar Sultan Ngawantipura
Arya Pangiri adalah adipati Demak yang berhasil menjadi raja kedua Kesultanan Pajang, yang memerintah tahun 1583-1586 bergelar Sultan Ngawantipura.

[[Asal-Usul]] Arya Pangiri adalah putra Sunan Prawoto raja keempat Demak, yang tewas dibunuh Arya Penangsang tahun 1549. Ia kemudian diasuh bibinya, yaitu Ratu Kalinyamat di Jepara.

Arya Penangsang kemudian tewas oleh sayembara yang diadakan Hadiwijaya bupati Pajang. Sejak itu, Pajang menjadi kerajaan berdaulat di mana Demak sebagai bawahannya.

Setelah dewasa, Arya Pangiri dinikahkan dengan Ratu Pembayun, putri tertua Sultan Hadiwijaya dan dijadikan sebagai bupati Demak.

[sunting] Arya Pangiri Sebagai Bupati Demak Kerajaan Aceh mencatat Arya Pangiri sebagai seorang bupati yang mudah curiga. Pada tahun 1564 Sultan Ali Riayat Syah raja Aceh mengirim utusan meminta bantuan Demak untuk bersama mengusir Portugis dari Malaka. Tapi Arya Pangiri justru membunuh utusan tersebut. Akhirnya pada tahun 1567 Aceh tetap menyerang Malaka tanpa bantuan Jawa. Serangan itu gagal walaupun memakai meriam hadiah dari sultan Turki.

Arya Pangiri Merebut Pajang Sepeninggal Sultan Hadiwijaya akhir tahun 1582 terjadi permasalahan takhta di Pajang. Putra mahkota yang bernama Pangeran Benawa disingkirkan Arya Pangiri dengan dukungan Sunan Kudus. Alasan Sunan Kudus adalah usia Pangeran Benawa lebih muda daripada istri Pangiri, sehingga tidak pantas menjadi raja.

Pangeran Benawa yang berhati lembut merelakan takhta Pajang dikuasai Arya Pangiri sedangkan ia sendiri kemudian menjadi bupati Jipang Panolan (bekas negeri Arya Penangsang).

Tokoh Sunan Kudus yang diberitakan Babad Tanah Jawi perlu dikoreksi, karena Sunan Kudus sendiri sudah meninggal tahun 1550. Mungkin tokoh yang mendukung Arya Pangiri tersebut adalah penggantinya, yaitu Panembahan Kudus, atau mungkin Pangeran Kudus.

Pemerintahan Arya Pangiri Arya Pangiri menjadi raja Pajang sejak awal tahun 1583 bergelar Sultan Ngawantipura. Ia dikisahkan hanya peduli pada usaha untuk menaklukkan Mataram daripada menciptakan kesejahteraan rakyatnya.

Arya Pangiri melanggar wasiat mertuanya (Hadiwijaya) supaya tidak membenci Sutawijaya. Ia bahkan membentuk pasukan yang terdiri atas orang-orang bayaran dari Bali, Bugis, dan Makassar untuk menyerbu Mataram.

Arya Pangiri juga berlaku tidak adil terhadap penduduk asli Pajang. Ia mendatangkan orang-orang Demak untuk menggeser kedudukan para pejabat Pajang. Bahkan, rakyat Pajang juga tersisih oleh kedatangan penduduk Demak. Akibatnya, banyak warga Pajang yang berubah menjadi perampok karena kehilangan mata pencaharian. Sebagian lagi pindah ke Jipang mengabdi pada Pangeran Benawa.

Kekalahan Arya Pangiri Pada tahun 1586 Pangeran Benawa bersekutu dengan Sutawijaya di Mataram. Kedua saudara angkat itu berunding di desa Weru. Akhirnya diambilah keputusan untuk menyerbu Pajang.

Gabungan pasukan Mataram dan Jipang berangkat untuk menurunkan Arya Pangiri dari takhtanya. Perang terjadi di kota Pajang. Pasukan Arya Pangiri yang terdiri atas 300 orang Pajang, 2000 orang Demak, dan 400 orang seberang dapat ditaklukkan. Arya Pangiri sendiri tertangkap dan diampuni nyawanya atas permohonan Ratu Pembayun, istrinya.

Sutawijaya mengembalikan Arya Pangiri ke Demak, serta mengangkat Pangeran Benawa sebagai raja baru di Pajang.
LAMBANG  KESULTANAN  BANTEN
LAMBANG KESULTANAN BANTEN
38638/7 <225> 14.1.1.1.1.14. Panembahan Sultan Maulana Muhammad Nashruddin [Kesultanan Banten]
Титуле : од 1585, Banten, Sultan Banten III
Смрт: 1596, Palembang
34339/7 <210> Raden Ayu Retno Dumilah [Raden Trenggono]
Рођење: Level 2 = Cucu ke 10 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 10 Pangeran Timur / Pangeran Maskumambang Diputus Ayahnya : 188342
Свадба: <61> Kanjeng Panembahan Senapati /Danang Sutawijaya (Raden Bagus Sutawijaya) [Kesultanan Mataram] b. 1530изр d. 1601
Професија : од 1586, Bupati Madiun Ke 2
== Raden Ayu Retno Djumilah ==

Kegagahan Panglima Perang Perempuan

Saat Mataram dibawah Sutowidjojo berusaha menundukkan Purabaya di tahun 1586 kepemimpinan Kabupaten Purabaya telah diserahkan dari tangan Pangeran Timoer yang juga Panembahan Rama kepada putrinya Raden Ayu Retno Djumilah.

Putri Purabaya yang ternyata cukup tangkas ini bukan saja mendapat limpahan kepemimpinan sebagai Bupati Purabaya ke II di tahun 1586, tetapi juga bertindak sebagai Panglima Perang dari Kabupaten Purabaya. Didukung oleh beberapa bupati di kawasan Mancanegoro, sekuranganya lima belas kabupaten di kawasan timur, panglima perang ini ternyata sanggup mematahkan kekuatan pasukan lawan yang tak lain Pasukan Mataram.

Mataram yang telah dua kali ggagal dalam serangannya ke Purabaya dengan cermat memperhitungkan kembali rencana serangan yang ketiga. Serangan Mataram ketiga kalinya ke Purabaya dilakukan pada tahun 1590. Taktik yang sudah diperhitungkan sebelumnya oleh Pasukan Mataram dengan serangan mendadak serta berhasil menyusup masuk pusat kota dan istana Wonorejo, yang saat itu hanya dipertahankan oleh Manggalaning Perang Raden Ayu Retno Djumilah. Pertempuran satu lawan satu tak dapat dihindarkan lagi antara Manggalaning Perang Purabaya Raden Ayu Retno Djumilah dengan pimpinan ppasukan Mataram yang tak lain adalah Sutowidjojo sendiri.

Manggalaning Perang Purabaya cukup gigih bertempur sebagai senjata andalan panglima perang ini berupa sebilah keris bernama “ Kyai Kala Gumarang”. Pusaka ini merupakan pusaka andalan kabupaten. Pertarungna antara dua pemimpin pasukan ini beerjalan cukup seru dan berlangsung di sebuah sendang tidak jauh dari istana Kabupaten Wonorejo.

Besarnya pasukan kerajaan Mataram memang sangat merepotkan pasukan Kabupaten Madiun yang jumlahnya terbatas. Dalam perang tanding itu, pusaka andalan Kyai Kala Gumarang berpindah tangan. Bersamaan dengan itu pula, Retno Djumilah berpikir bijaksana. Jika diteruskan, maka peperangan itu hanya akan melahirkan kematian dan menyisakan kebencian serta dendam yang tak pernah berhenti. Pikiran bijak itulah yang kemudian akhirnya diwujudkan dalam kompromi kedua belah pihak. Bahkan dalam perjalanan waktu selanjutnya, Retno Djumilah, Sang Panglima perang sekaligus Bupati Madiun ke Mataram. Wanita cerdas dan trengginas tersebut akhirnya dipersunting sebagai permaisuri Mataram.

Menandai berakhirnya peperangan, pada 16 Nopember 1590 digantilah Purabaya menjadi Madiun. Penggantian nama Purabaya menjadi Madiun terjadi pada: hari Jum’at legi, tanggal 16 Nopember 1950 M. Atau hari Jum’at Legi, tanggal 21 Suro Tahun Dal 1510 Jawa.


PERJUANGAN SANG PEREMPUAN

Raden Ayu Retno Djumilah, sosok perempuan yang cerdas dan trengginas. Sebagai putri seorang bupati, bukan hanya trengginas dalam olah kanuragan tetapi juga sebagai sosok perempuan pemimpin yang disegani. Putri Bupati Pangeran Timoer ini memang kemudian juga mengemban tugas sebagai bupati, setelah ayahanda menyelesaikan tugasnya.

Sejarah mencatat bahwa Retno Djumilah harus berhadapan dengan kekuasaan yang lebih besar, Kasultanan Mataram. Akibat jauhnya Demak, dan kemudian kekuasaan pindah ke Mataram, maka ada kebijakan dari Mataram yang menjadikan wilayah Demak berada dalam kekuasaannya.

Kabupatem Madiun memang menjadi sasaran utama untuk dikuasai Mataram. Ini terjadi karena memang posisi Kabupaten Madiun sangat strategis. Kabupaten Madiun dan Bupatinya, memang menjadi pemimpinan para bupati-bupati di wilayah brang wetan. Ada lima belas kabupaten yang pada waktu itu di bawaqh kendali Bupati Madiun.

Kebijakan Mataram yang menyatakan bahwa Kabupaten Madiun harus berada dalam kekuasaannya, sejak awal ditolak oleh Pangeran Timoer. Akibatnya, terjadilah serangan Mataram ke Madiun. Dua kali, tahun 1586 dan 1587, Mataram gagal menundukkan Madiun. Usaha Mataram tak berhenti, ketika masa kepemimpinan Sutowidjojo, pada tahun 1590 dilakukanlah serangan ke Madiun. Kala itu, yang Madiun dipimpin oleh Raden Ayu Retno Djumilah. Sebuah titik balikterjadi. Peperangan dan permusuhan itu akhirnya berhenti. Raden Ayu Retno Djumilah yang memimpin perlawanan tersebut, pada akhirnya menggambil inisiatif untuk berkompromi dengan situasi. Dia lebih memilih kepentingan masa depan, ketimbang mengorbankan rakyat untuk berperang. Keputusan penghentian peperangan ini tentunya menguntungkan kedua belah pihak.

Dalam perjalanan waktu selanjutnya, Retno Djumilah justru mampu mengambil simpati Pangeran Sutowidjojo. Karena, kemudian Retno Djumilah dipersunting menjadi permaisuri oleh Pangeran Sutowidjojo. Perkawinan dengan pemimpin Mataram lebih dari sebuah hubungan pribadi, tetapi juga menempatkan Madiun secara terhormat dalam sejarah kerajaan jawa. Sebagai perempuan, dia amat hebat. Retno Djumilah bukan sekedar anak Bupati, tetapi juga tokoh pemimpin yang mampu memimpin sebuah pasukan perang. Dia juga yang berhasil menghentikan konflik yang sempat terjadi antara Mataram dan Madiun.

Untuk memberikan pemaknaan terhadap peran kepemimpinan perempuan yang luar biasa, Bupati Djunaedi Mahendra meprakarsai berdirinya sebuah patung di halaman masuk pendopo Kabupaten Madiun. Patung ini bukanlah patungnya Retno Djumilah, tetapi sebagai simbol atau penandaan bahwa kaum perempuan di Kabupaten Madiun sejak lama telah berada dalam kedudukan sejajar dengan kaum pria.
32240/7 <199+40> 1. Sultan Agung / Raden Mas Djatmika (Raden Mas Rangsang) [Mataram]
Рођење: 1593, Kuto Gede - Kesultanan Mataram
Свадба: <530!> 1. Kanjeng Ratu Batang [Gp.2] / Ratu Ayu Wetan (R.Ayu Prahilla) [Brawijaya]
Свадба: <371!> Kanjeng Ratu Kulon [Gp.1] / Ratu Mas Tinumpak (Ratu Mas Ayu Sakluh) [Cirebon] d. 1653
Свадба: <62> Mas Ayu Wangen [?]
Свадба: <63> Mas Ayu Sekar Rini [?]
Титуле : од 1613, Mataram, SULTAN MATARAM KE 4 bergelar Panembahan Hanyakrakusuma atau Prabu Pandita Hanyakrakusuma
Смрт: 1645, Plered, Bantul, Kesultanan Mataram
== Sultan Agung dari Mataram ==


Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma

Sultan Abdullah Muhammad Maulana Mataram
Sultan Agung Senapati-ing-Ngalaga Abdurrahman
Susuhunan Hanyakrakusuma
Panembahan Hanyakrakusuma
Prabu Pandita Hanyakrakusuma
Senapati-ing-Ngalaga Sayidin Panatagama

Masa kekuasaan : 1613 – 1645 Pendahulu  : Adipati Martapura Pengganti  : Amangkurat I

Permaisuri-1  : Ratu Kulon putri Kesultanan Cirebon

Permaisuri-2  : Ratu Wetan putri Adipati Batang Wangsa  : Dinasti Mataram Ayah  : Panembahan Hanyakrawati Ibu  : Ratu Mas Hadi Dyah Banawati

Perangko Republik Indonesia cetakan tahun 2006 edisi Sultan Agung. Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma (Bahasa Jawa: Sultan Agung Adi Prabu Hanyokrokusumo, lahir: Kutagede, Kesultanan Mataram, 1593 - wafat: Karta (Plered, Bantul), Kesultanan Mataram, 1645) adalah Sultan ke-tiga Kesultanan Mataram yang memerintah pada tahun 1613-1645. Di bawah kepemimpinannya, Mataram berkembang menjadi kerajaan terbesar di Jawa dan Nusantara pada saat itu.

Atas jasa-jasanya sebagai pejuang dan budayawan, Sultan Agung telah ditetapkan menjadi pahlawan nasional Indonesia berdasarkan S.K. Presiden No. 106/TK/1975 tanggal 3 November 1975.

Daftar isi

2 Gelar yang Dipakai
3 Awal pemerintahan
4 Menaklukkan Surabaya
5 Pasca penaklukan Surabaya
6 Hubungan dengan VOC
7 Menyerbu Batavia
8 Setelah kekalahan di Batavia
9 Akhir kekuasaan
10 Wafatnya Sultan Agung
11 Rujukan
12 Lihat pula
13 Referensi


Садржај

Silsilah keluarga

Nama aslinya adalah Raden Mas Jatmika, atau terkenal pula dengan sebutan Raden Mas Rangsang. Merupakan putra dari pasangan Prabu Hanyakrawati dan Ratu Mas Adi Dyah Banawati. Ayahnya adalah raja kedua Mataram, sedangkan ibunya adalah putri Pangeran Benawa raja Pajang.

Versi lain mengatakan, Sultan Agung adalah putra Pangeran Purbaya (kakak Prabu Hanyakrawati). Konon waktu itu, Pangeran Purbaya menukar bayi yang dilahirkan istrinya dengan bayi yang dilahirkan Dyah Banawati. Versi ini adalah pendapat minoritas sebagian masyarakat Jawa yang kebenarannya perlu untuk dibuktikan.

Sebagaimana umumnya raja-raja Mataram, Sultan Agung memiliki dua orang permaisuri utama. Yang menjadi Ratu Kulon adalah putri sultan Cirebon, melahirkan Raden Mas Syahwawrat atau "Pangeran Alit". Sedangkan yang menjadi Ratu Wetan adalah putri Adipati Batang (cucu Ki Juru Martani) yang melahirkan Raden Mas Sayidin (kelak menjadi Amangkurat I).


Gelar yang Dipakai

Pada awal pemerintahannya, Raden Mas Rangsang bergelar "Panembahan Hanyakrakusuma" atau "Prabu Pandita Hanyakrakusuma". Kemudian setelah menaklukkan Madura tahun 1624, ia mengganti gelarnya menjadi "Susuhunan Agung Hanyakrakusuma", atau disingkat "Sunan Agung Hanyakrakusuma".

Setelah 1640-an beliau menggunakan gelar "Sultan Agung Senapati-ing-Ngalaga Abdurrahman". Pada tahun 1641 Sunan Agung mendapatkan gelar bernuansa Arab. Gelar tersebut adalah "Sultan Abdullah Muhammad Maulana Mataram", yang diperolehnya dari pemimpin Ka'bah di Makkah,

Untuk mudahnya, nama yang dipakai dalam artikel ini adalah nama yang paling lazim dan populer, yaitu "Sultan Agung".


Awal pemerintahan

Raden Mas Rangsang naik takhta pada tahun 1613 dalam usia 20 tahun menggantikan adiknya(beda ibu), Adipati Martapura, yang hanya menjadi Sultan Mataram selama satu hari. Sebenarnya secara teknis Raden Mas Rangsang adalah Sultan ke-empat Kesultanan Mataram, namun secara umum dianggap sebagai Sultan ke-tiga karena adiknya yang menderita tuna grahita diangkat hanya sebagai pemenuhan janji ayahnya, Panembahan Hanyakrawati kepada istrinya, Ratu Tulungayu. Setelah pengangkatannya menjadi sultan, dua tahun kemudian, patih senior Ki Juru Martani wafat karena usia tua, dan kedudukannya digantikan oleh Tumenggung Singaranu.

Ibu kota Mataram saat itu masih berada di Kota Gede. Pada tahun 1614 mulai dibangun istana baru di desa Karta, sekitar 5 km di sebelah barat daya Kota Gede, yang kelak mulai ditempati pada tahun 1618.

Saingan besar Mataram saat itu tetap Surabaya dan Banten. Pada tahun 1614 Sultan Agung mengirim pasukan menaklukkan sekutu Surabaya, yaitu Lumajang. Dalam perang di Sungai Andaka, Tumenggung Surantani dari Mataram tewas oleh Panji Pulangjiwa menantu Rangga Tohjiwa bupati Malang. Lalu Panji Pulangjiwa sendiri mati terjebak perangkap yang dipasang Tumenggung Alap-Alap.

Pada tahun 1615 Sultan Agung memimpin langsung penaklukan Wirasaba ibukota Majapahit (sekarang Mojoagung, Jombang). Pihak Surabaya mencoba membalas. Adipati Pajang juga berniat mengkhianati Mataram namun masih ragu-ragu untuk mengirim pasukan membantu Surabaya. Akibatnya, pasukan Surabaya dapat dihancurkan pihak Mataram pada Januari 1616 di desa Siwalan.

Kemenangan Sultan Agung berlanjut di Lasem dan Pasuruan tahun 1616. Kemudian pada tahun 1617 Pajang memberontak tapi dapat ditumpas. Adipati dan panglimanya (bernama Ki Tambakbaya) melarikan diri ke Surabaya.


Menaklukkan Surabaya

Pada tahun 1620 pasukan Mataram mulai mengepung kota Surabaya secara periodik. Sungai Mas dibendung untuk menghentikan suplai air, namun kota ini tetap mampu bertahan.

Sultan Agung kemudian mengirim Tumenggung Bahureksa (bupati Kendal) untuk menaklukkan Sukadana (Kalimantan sebelah barat daya) tahun 1622. Dikirim pula Ki Juru Kiting (putra Ki Juru Martani) untuk menaklukkan Madura tahun 1624. Pulau Madura yang semula terdiri atas banyak kadipaten kemudian disatukan di bawah pimpinan Pangeran Prasena yang bergelar Cakraningrat I.

Dengan direbutnya Sukadana dan Madura, posisi Surabaya menjadi lemah, karena suplai pangan terputus sama sekali. Kota ini akhirnya jatuh karena kelaparan pada tahun 1625, bukan karena pertempuran. Pemimpinnya yang bernama Pangeran Jayalengkara pun menyerah pada pihak Mataram yang dipimpin Tumenggung Mangun-oneng.

Beberapa waktu kemudian, Jayalengkara meninggal karena usia tua. Sementara putranya yang bernama Pangeran Pekik diasingkan ke Ampel. Surabaya pun resmi menjadi bawahan Mataram, dengan dipimpin oleh Tumenggung Sepanjang sebagai bupati.


Pasca penaklukan Surabaya

Setelah penaklukan Surabaya, keadaan Mataram belum juga tentram. Rakyat menderita akibat perang yang berkepanjangan. Sejak tahun 1625-1627 terjadi wabah penyakit melanda di berbagai daerah, yang menewaskan dua per tiga jumlah penduduknya.

Pada tahun 1627 terjadi pula pemberontakan Pati yang dipimpin oleh Adipati Pragola, sepupu Sultan Agung sendiri. Pemberontakan ini akhirnya dapat ditumpas namun dengan biaya yang sangat mahal.


Hubungan dengan VOC

Pada tahun 1614 VOC (yang saat itu masih bermarkas di Ambon) mengirim duta untuk mengajak Sultan Agung bekerja sama namun ditolak mentah-mentah. Pada tahun 1618 Mataram dilanda gagal panen akibat perang yang berlarut-larut melawan Surabaya. Meskipun demikian, Sultan Agung tetap menolak bekerja sama dengan VOC.

Pada tahun 1619 VOC berhasil merebut Jayakarta di bagian Barat pulau Jawa yang belum ditaklukkan Mataram, dan mengganti namanya menjadi Batavia. Markas mereka pun dipindah ke kota itu. Menyadari kekuatan bangsa Belanda tersebut, Sultan Agung mulai berpikir untuk memanfaatkan VOC dalam persaingan menghadapi Surabaya dan Banten.

Maka pada tahun 1621 Mataram mulai menjalin hubungan dengan VOC. Kedua pihak saling mengirim duta besar. Akan tetapi, VOC ternyata menolak membantu saat Mataram menyerang Surabaya. Akibatnya, hubungan diplomatik kedua pihak pun putus.


Menyerbu Batavia

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Serangan Besar di Batavia

"Serangan Besar di Batavia oleh Sultan Mataram" pada tahun 1628 (cetakan setelah 1680).[1] [2] Sasaran Mataram berikutnya setelah Surabaya jatuh adalah Banten yang ada di ujung Barat pulau Jawa. Akan tetapi posisi Batavia yang menjadi penghalang perlu diatasi terlebih dahulu oleh Mataram.

Bulan April 1628 Kyai Rangga bupati Tegal dikirim sebagai duta ke Batavia untuk menyampaikan tawaran damai dengan syarat-syarat tertentu dari Mataram. Tawaran tersebut ditolak pihak VOC sehingga Sultan Agung memutuskan untuk menyatakan perang.

Maka, pada 27 Agustus 1628 pasukan Mataram dipimpin Tumenggung Bahureksa, bupati Kendal tiba di Batavia. Pasukan kedua tiba bulan Oktober dipimpin Pangeran Mandurareja (cucu Ki Juru Martani). Total semuanya adalah 10.000 prajurit. Perang besar terjadi di benteng Holandia. Pasukan Mataram mengalami kehancuran karena kurang perbekalan. Menanggapi kekalahan ini Sultan Agung bertindak tegas, pada bulan Desember 1628 ia mengirim algojo untuk menghukum mati Tumenggung Bahureksa dan Pangeran Mandurareja. Pihak VOC menemukan 744 mayat orang Jawa berserakan dan sebagian tanpa kepala.

Sultan Agung kembali menyerang Batavia untuk kedua kalinya pada tahun berikutnya. Pasukan pertama dipimpin Adipati Ukur berangkat pada bulan Mei 1629, sedangkan pasukan kedua dipimpin Adipati Juminah berangkat bulan Juni. Total semua 14.000 orang prajurit. Kegagalan serangan pertama diantisipasi dengan cara mendirikan lumbung-lumbung beras di Karawang dan Cirebon. Namun pihak VOC berhasil memusnahkan semuanya.

Walaupun kembali mengalami kekalahan, serangan kedua Sultan Agung berhasil membendung dan mengotori Sungai Ciliwung, yang mengakibatkan timbulnya wabah penyakit kolera melanda Batavia. Gubernur jenderal VOC yaitu J.P. Coen meninggal menjadi korban wabah tersebut.


Setelah kekalahan di Batavia

Sultan Agung pantang menyerah dalam perseteruannya dengan VOC Belanda. Ia mencoba menjalin hubungan dengan pasukan Kerajaan Portugis untuk bersama-sama menghancurkan VOC. Namun hubungan kemudian diputus tahun 1635 karena ia menyadari posisi Portugis saat itu sudah lemah.

Kekalahan di Batavia menyebabkan daerah-daerah bawahan Mataram berani memberontak untuk merdeka. Diawali dengan pemberontakan para ulama Tembayat yang berhasil ditumpas pada tahun 1630. Kemudian Sumedang dan Ukur memberontak tahun 1631. Sultan Cirebon yang masih setia berhasil memadamkan pemberontakan Sumedang tahun 1632.

Pemberontakan-pemberontakan masih berlanjut dengan munculnya pemberontakan Giri Kedaton yang tidak mau tunduk kepada Mataram. Karena pasukan Mataram merasa segan menyerbu pasukan Giri Kedaton yang masih mereka anggap keturunan Sunan Giri, maka yang ditugasi melakukan penumpasan adalah Pangeran Pekik pemimpin Ampel. Pangeran Pekik sendiri telah dinikahkan dengan Ratu Pandansari adik Sultan Agung pada tahun 1633. Pemberontakan Giri Kedaton ini berhasil dipadamkan pasangan suami istri tersebut pada tahun 1636.

[Akhir kekuasaan]

Wilayah kekuasaan Kesultanan Mataram dalam masa pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusuma (1613-1645) Pada tahun 1636 Sultan Agung mengirim Pangeran Selarong (saudara seayah Sultan Agung, putra Panembahan Hanyakrawati dan selir Lung Ayu dari Panaraga) untuk menaklukkan Blambangan di ujung timur Pulau Jawa. Meskipun mendapat bantuan dari Bali, negeri Blambangan tetap dapat dikalahkan pada tahun 1640.

Dalam masa Sultan Agung, seluruh Pulau Jawa sempat tunduk dalam kekuasaan Kesultanan Mataram, kecuali Batavia yang masih diduduki militer VOC Belanda. Sedangkan desa Banten telah berasimilasi melalui peleburan kebudayaan. Wilayah luar Jawa yang berhasil ditundukkan adalah Palembang di Sumatra tahun 1636 dan Sukadana di Kalimantan tahun 1622. Sultan Agung juga menjalin hubungan diplomatik dengan Makassar, negeri terkuat di Sulawesi saat itu.

Sultan Agung berhasil menjadikan Mataram sebagai kerajaan besar yang tidak hanya dibangun di atas pertumpahan darah dan kekerasan, namun melalui kebudayaan rakyat yang adiluhung dan mengenalkan sistem-sistem pertanian. Negeri-negeri pelabuhan dan perdagangan seperti Surabaya dan Tuban dimatikan, sehingga kehidupan rakyat hanya bergantung pada sektor pertanian.

Sultan Agung menaruh perhatian besar pada kebudayaan Mataram. Ia memadukan Kalender Hijriyah yang dipakai di pesisir utara dengan Kalender Saka yang masih dipakai di pedalaman. Hasilnya adalah terciptanya Kalender Jawa Islam sebagai upaya pemersatuan rakyat Mataram. Selain itu Sultan Agung juga dikenal sebagai penulis naskah berbau mistik, berjudul Sastra Gending.

Di lingkungan keraton Mataram, Sultan Agung menetapkan pemakaian bahasa bagongan yang harus dipakai oleh para bangsawan dan pejabat demi untuk menghilangkan kesenjangan satu sama lain. Bahasa ini digunakan supaya tercipta rasa persatuan di antara penghuni istana.

Sementara itu Bahasa Sunda juga mengalami perubahan sejak Mataram menguasai Jawa Barat. Hal ini ditandai dengan terciptanya bahasa halus dan bahasa sangat halus yang sebelumnya hanya dikenal di Jawa Tengah.


Wafatnya Sultan Agung

Pintu masuk ke makam Sultan Agung di Pemakaman Imogiri di Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia (foto tahun 1890). Menjelang tahun 1645 Sultan Agung merasa ajalnya sudah dekat. Ia pun membangun Astana Imogiri sebagai pusat pemakaman keluarga raja-raja Kesultanan Mataram mulai dari dirinya. Ia juga menuliskan serat Sastra Gending sebagai tuntunan hidup trah Mataram.

Sesuai dengan wasiatnya, Sultan Agung yang meninggal dunia tahun 1645 digantikan oleh putranya yang bernama Raden Mas Sayidin sebagai raja Mataram selanjutnya, bergelar Amangkurat I.


Rujukan

Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius
Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu
Pogadaev, V. A. Sultan Agung (1591 - 1645). The Ruler of the Javanese Kingdom; Kris – the sacred weapon of Java; On the Pirates Ship. Istorichesky Leksikon. XVII vek (Historical Lexicon. XVII Century). Мoscow: “Znanie”, 1998, p. 20 - 26.

Lihat pula

Babad Tanah Jawi
Rara Mendut

Referensi

1.^ Montanus, A. "Oud en nieuw Oost-Indien", hal. 358

2.^ [1] Afbeelding - AMH (Berkas AMH)
37141/7 <262> Kanjeng Ratu Kulon [Gp.1] / Ratu Mas Tinumpak (Ratu Mas Ayu Sakluh) [Cirebon]
Свадба: <322!> 1. Sultan Agung / Raden Mas Djatmika (Raden Mas Rangsang) [Mataram] b. 1593 d. 1645
Смрт: 1653, Putri Panembahan Ratu (Sultan Cirebon Ke 4 setelah Sunan Gunung Jati)
== Tokoh Sunan Amangkurat Tegalwangi ==

Disarikan oleh : RE. Suhendar Diponegoro dari tulisan Sartono Kusumaningrat (http://www.tembi.org/majalah-prev/ratu.htm)

Sunan Amangkurat Agung adalah putra kesepuluh Sultan Agung Hanyakrakusuma dan merupakan putra kedua dari permaisuri kedua yang bernama Raden Ayu Wetan. Permaisuri pertama Sultan Agung Hanyakrakusuma bernama Kanjeng Ratu Kulon (Ratu Emas Tinumpak). Permaisuri pertama ini setelah melahirkan putranya yang diberi nama Raden Mas Sahwawrat diusir dari kraton dan tempatnya digantikan oleh permaisuri kedua. Setelah permaisuri pertama meninggalkan kraton, permaisuri kedua diganti namanya menjadi Kanjeng Ratu Kulon.

Amangkurat I lahir pada tahun 1619 dengan nama Raden Mas Sayidin kemudian diberi nama Jibus dan Rangkah ( yang berarti 'semak berduri', 'tutup batas'). Sebagai putra mahkota secara resmi ia diberi nama Pangeran Aria Mataram. Raja ini juga dikenal dengan nama Susuhunan Amangkurat Senapati Ingalaga, Susuhunan Tegalwangi, dan Sultan Plered. Sering pula ia disebut dengan nama Tegalwangi saja. Ia diberi nama Tegalwangi karena meninggal di Tegalwangi (daerah Tegal, Jawa Tengah) dalam pelariannya karena penyerbuan Trunajaya.

Raja ini pulalah yang memindahkan kratonnya dari Kerta ke Plered tidak lama setelah ia menerima tampuk pimpinan pemerintahan. Usaha pemindahan kraton itu sendiri sebenarnya telah dimulai sejak 26 Januari 1648 semasa Sultan Agung masih memegang pemerintahan.

Amangkurat Tegalwangi pernah menghadapi pemberontakan yang dilakukan oleh adiknya sendiri yang bernama Pangeran Alit / Raden Mas Alit (putra kedua Kanjeng Ratu Kulon) yang mendapat dukungan kaum ulama Mataram. Menurut cerita tutur pemberontakan Pangeran Alit terjadi karena hasutan Tumenggung Pasingsingan (pengasuh Pangeran Alit) dan anaknya yang bernama Tumenggung Agrayuda. Kedua tumenggung itu mengobarkan nafsu Pangeran Alit untuk menjadi raja dan mereka menjamin bahwa separuh Mataram berpihak kepadanya. Akan tetapi pemberontakan Pangeran Alit tidak berhasil karena rencananya terburu diketahui oleh pihak Amangkurat Tegalwangi. Pangeran Alit sendiri tewas oleh karena tergores oleh kerisnya sendiri yang beracun.

Untuk membalas dendam atas dukungan kaum ulama Mataram terhadap adiknya yang memberontak itu, Amangkurat memerintahkan empat orang kepercayaannya untuk melakukan sapu bersih kaum ulama. Empat orang kepercayaannya itu adalah Raden Mas atau Pangeran Aria, Tumenggung Nataairnawa atau Kiai Suta (Tumenggung Pati), Tumenggung Suranata (Tumenggung Demak)., dan Kiai Ngabei Wirapatra. Dalam tragedi ini sebanyak 5-6 ribu orang ulama tewas dibantai secara mengerikan.
37342/7 <199+40> 5. Ratu Mas Sekar / Ratu Pandansari (Raden Ajeng Walik) [Mataram]
Свадба: <531!> Pangeran Pekik Suroboyo Panembahan Romo ING Kadjoran [Panembahan Romo ING Kadjoran] d. 1663
Смрт: 21 фебруар 1659, Kotagede Yogyakarta, Dimakamkan di Pajimatan Imogiri
36143/7 <212+42> Kyai Tumenggung Djangrono I / Kyai Onggowongso (Honggowongso) [Ki Ageng Brondong]
Рођење: Surabaya, Catatan: >> nama lain : Ki Lembu Amiluhur / ver RB Yasin )
Титуле : од 1670, Surabaya, Adipati Surabaya XI
Смрт: децембар 1678, Surabaya, Gugur di Kediri dalam peperangan, dimakamkan di Pesarean Sentono Boto Putih Surabaya
Menjabat Panglima Perang dalam pemerintahan Sunan Amangkurat I, Tegalarum Mataram, dalam konflik melawan R.Trunodjoyo.

Wafat 26-02-1709 /(1678 ms) dimakamkan di Pesarean Sentono Boto Putih Surabaya.

Index Silsilah No:C.3
35544/7 <212+42> 1. Kyai Tumenggung Onggodjoyo I / Kyai Lanang Glangsing (Honggodjoyo / Gentono) [Ki Ageng Brondong]
Професија : од 1678, Pasuruan, Adipati Pasuruan
Смрт: 1690, Surabaya, Dimakamkan di Pesarean Sentono Botoputih Surabaya
Jumeneng Bupati di Pasuruan nama gelar: Kyai Tumenggung Onggodjoyo I.

Senioritas satu angkatan dengan Amangkurat (Mataram)

Pada tahun 1686 di Pasuruan konflik dengan UNTUNG SUROPATI, dan minta perlindungan keponakannya Kyai Adipati Djangrono II di Surabaya. Pulang ke Surabaya dan wafat dimakamkan di Pesarean Sentono Botoputih Surabaya

Mulai Keturunan pertama dari Ki Tumenggung Honggodjojo tsb. mendapatkan tanda/tetenger KASEPUHAN Surabaya;

Nama isteri-istri tidak tercatat, yang menurunkan 14 putera/puteri (ver Botoputih = hal 52); 15 putera/p
43745/7 <311> Pangeran Astawana [Raja Gowa]
Рођење: 1683изр
"Bendera Kerajaan Champa"
"Bendera Kerajaan Champa"
42046/7 <307> 4.1.2.2.2.1. Wan Muhammad Amin bin Nik Badr us-Salam (Po Jatamuh), of Champa 1684 [Azmatkhan]
Титуле : 1684, Raja Champa
"Bendera Kerajaan Champa"
"Bendera Kerajaan Champa"
42147/7 <307> 4.1.2.2.2.2. Dato' Pengkalan, of Champa 1684-1692. [Azmatkhan]
Титуле : од 1684, Raja Champa
32348/7 <265> Hadipati Hadimenggolo [Banten]
32449/7 <265> Pangeran Hadipati Darajad [Cirebon]
32550/7 <265> Pangeran Samhud Bagda [Pajang]
32651/7 <239+267!> Kyai Ageng Saba [Br.6.1.1.2] (Ki Ageng Made Pandan) [Brawijaya VI] 32752/7 <197+201!> 1. Nyai Ageng Lurung Tengah [Mataram]
32853/7 <197+201!> Nyai Ageng Saba [Br.6.3.1.2] (Nyai Ageng Wonosobo) [Brawijaya VI] 32954/7 <197+201!> 3. Nyai Ageng Bangsri [Mataram]
33055/7 <197+201!> 4. Nyai Ageng Jati [Mataram]
33156/7 <197+201!> 5. Nyai Ageng Patanen [Mataram]
33257/7 <201+197!> 6. Nyai Ageng Pakis Dadu [Mataram]
33358/7 <202> Raden Praseno [?]
35859/7 <212+42> 6. Nyai Udju / Nyai Lundu [Ki Ageng Brondong]
Menurunkan Trah Sutokromo Petunjungan
36260/7 <265> Pangeran Selarong [Pajang]
36361/7 <265> Pangeran Mas / Pangeran Adipati Padjang [Pajang]
36462/7 <207+44> Raden Ayu Rambe [Sultan Mughayat Syah] 36663/7 <198> Ratu Pembayun [Pajang] 36864/7 <265> Pangeran Alit Kusumoyudho [Pajang]
36965/7 <223+?> Mas Sulaiman Mojoagung [Basyaiban]
37066/7 <216> Ψ Panembahan Kudus [?]
37467/7 <265> Kanjeng Pangeran Kaputran Jipang [?]
37568/7 <227> (Poss) Grand Son of Maulana Hasanuddin [Cirebon]
37669/7 <199+40> 6. Kanjeng Ratu Mas Sekar [Brawijaya]
Diputus : 663633
37870/7 <265> Raden Ayu Jungut [Pajang]
37971/7 <200> Panembahan Djojoprono I / Panembahan Pruwita [Trenggono]
38072/7 <235> 1.1.1.2.1. Ki Ageng Ngerang III Kyai Buyut (Pati) [Azmatkhan] 38173/7 <200> Raden Ayu Juru [Trenggono]
38274/7 <200> Raden Ayu Surajaya [Trenggono]
38375/7 <210> Panembahan Hawuryan [Raden Trenggono]
38476/7 <238> Adipati Senabaya Banten [Juru Martani]
38577/7 <199+40> 3. Pangeran Bumidirja ? (Ki Bumi) [Brawijaya]
38978/7 <235> Ki Ageng Ngerang IV [Br.6.3.2.2] [Brawijaya VI]
39079/7 <235> Ki Ageng Ngerang V [Br.6.3.2.3] [Brawijaya VI]
39180/7 <235> Pangeran Kalijenar [Br.6.3.2.4] [Brawijaya VI]
39281/7 <241> 11.3.1.1.2.1. Pangeran Ketandar (Bangkalan) [Azmatkhan]
39382/7 <242> 3.2.1.1.2.1.1. Pangeran Adipati Sumedang [Azmatkhan]
39483/7 <266> 11.2.1.2.2.1. Raden Ayu Ledah [Azmatkhan] 39784/7 <246> 5.1.1.1.2.1.2. Ratu Mertakusuma [Azmatkhan]
39885/7 <247> 3.2.6.1.1.1. Zaharuddin / Panglima Lidah Hitam [Azmatkhan]
39986/7 <264> 3.2.7.1.1.1. Ki Ageng Gribig II / Ki Ageng Pangkaknyana (Pangeran Wasijiwa) [Brawijaya V] 40087/7 <263> 6.1.1.1.1. Pangeran Hadipati Benowo II [Azmatkhan]
40188/7 <273> Pangeran Adipati Wiromenggolo [Kajoran]
40389/7 <237> Raden Wirakusuma ? (Raden Aria Wirakusuma) [Ki Juru Martani]
40490/7 <236> 1. Pangeran Adipati Mandurareja [Brawijaya V]
40591/7 <266> Sunan Kawis Guwo [Azmatkhan]
 Sumber : Keraton-Sumedanglarang.com
Sumber : Keraton-Sumedanglarang.com
40792/7 <286+43> 1.2. Demang Rangga Hadji [Wretikandayun]
yang mengalahkan Aria Kuda Panjalu ti Narimbang, supaya memeluk agama Islam
 Sumber : Keraton-Sumedanglarang.com
Sumber : Keraton-Sumedanglarang.com
40893/7 <286+43> 1.3. Kiyai Demang Watang di Walakung [Wretikandayun]
 Sumber : Keraton-Sumedanglarang.com
Sumber : Keraton-Sumedanglarang.com
40994/7 <286+43> 1.4. Santowaan Wirakusumah [Wretikandayun]
Keturunannya berada di Pagaden dan Pamanukan, Subang
 Sumber : Keraton-Sumedanglarang.com
Sumber : Keraton-Sumedanglarang.com
41095/7 <286+43> 1.5. Santowaan Cikeruh [Wretikandayun]
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


 Sumber : Keraton-Sumedanglarang.com
Sumber : Keraton-Sumedanglarang.com
41196/7 <286+43> 1.6. Santowaan Awiluar [Wretikandayun]
41397/7 <288+49> Pangeran Panjunan ? (Syekh Maulana Abdurahman) [?] 41498/7 <244+287!> Nji Bimotjili [Gunung Jati]
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
41699/7 <199+40> 13. Pangeran Koesoemadiningrat or Pgn Koesoema Diningrat (1.1.1.5.28x ) [Kesultanan Mataram]
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


1.1.15.4 NR. Soemalintang or NR Ajoemajar or RA Soedarsah .
1.1.15.4X Pangeran Koesoemadiningrat or Pgn Koesoema Diningrat 
Keseluruhan keturunannya terdapat dibuku "Sajarah Babon Luluhur Sukapura" (SBLS), disusun oleh Rd. Sulaeman Anggapradja, sesepuh KWS (Kumpulan Wargi Sukapura) Cabang Garut, tertanggal 27 September 1976. Dalam bentuk file report lengkap yang tercakup dalam database silsilah pada "Descendants of Pangeran Koesoemadiningrat or Pgn Koesoema Diningrat"]
417100/7 <237> Pangeran Juru Wirapraba [Ki Juru Martani]
418101/7 <244+262!> Pangeran Manis [Cirebon]
Lambang Kesultanan Bima
Lambang Kesultanan Bima
419102/7 <289> 1. Sultan Nuruddin Abu Bakar Ali Shah bin Sultan Abdul Khair Sirajuddin (1682 – 1687) [Kesultanan Bima]
422103/7 <309> Abdurrahman [Maulana Ishaq]
423104/7 <225> 4.1.1.1.1.1. Pangeran Arya Upapati [?]
424105/7 <225> 4.1.1.1.1.2.Pangeran Arya Adikara [?]
425106/7 <225> 4.1.1.1.1.3. Pangeran Arya Mandalika [Gunung Jati]
426107/7 <225> 4.1.1.1.1.4. Pangeran Arya Ranamanggala [Gunung Jati]
427108/7 <225> 4.1.1.1.1.5. Pangeran Arya Seminingrat [Gunung Jati]
428109/7 <225> 4.1.1.1.1.6. Ratu Demang [Gunung Jati]
429110/7 <225> 4.1.1.1.1.7. Ratu Pecatanda [Gunung Jati]
430111/7 <225> 4.1.1.1.1.8. Ratu Rangga [Gunung Jati]
431112/7 <225> 4.1.1.1.1.9. Ratu Ayu Wiyos / Ratu Ayu Kusuma [Gunung Jati]
432113/7 <225> 4.1.1.1.1.10. Ratu Manis [Gunung Jati]
433114/7 <225> 4.1.1.1.1.11. Pangeran Manduraraja [Gunung Jati]
434115/7 <225> 4.1.1.1.1.12. Pangeran Widara [Gunung Jati]
435116/7 <225> 4.1.1.1.1.13. Ratu Belimbing [Gunung Jati]
436117/7 <310> I Mallawakkang Daeng Mattinri Karaeng Kanjilo Tuminanga ri Passiringanna [Raja Gowa]
438118/7 <225> Pangeran Upapatih [Upapatih]
439119/7 <250> Syekh Maswi al-Bantani [Kasultanan Banten]
440120/7 <313> Mbah Mutamakkin [?]
441121/7 <314> Kandjeng Panembahan Pangeran Kadjoran [?]
442122/7 <315> Kyai Ageng Hampoewan Ing Djagaraga [Patah]
443123/7 <316> Pangeran Raden Kajoran [Kadjoran] 444124/7 <287> Panembahan Wirasuta (Pangeran Gebang) [Gunung Jati II]
445125/7 <317> Panembahan Minangkabul (Tembayat) [Kyai Pandanarang]
446126/7 <320> Syarif Makaalang [?]

8

4501/8 <323> Pangeran Renu [Banten]
Рођење:
4512/8 <324+?> Ratu Mas Kalisapu [Cirebon]
Рођење:
4523/8 <324+?> Pangeran Hadipati Cirebon [Cirebon]
Рођење:
4544/8 <325> Abdul Halim [Pajang]
Рођење:
4595/8 <334+52> Raden Ayu Semi ing Ngurawan [Tidak tercatat]
Рођење: Level 3 = Buyut ke 1 Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 1 dari Raden Ayu Semi ing Kalinyamat
Титуле : di Nggurawan
4616/8 <336> Raden Winongan [Winongan]
Рођење: Level 3 = Buyut ke 3 Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 3 Raden Ayu Winongan
4627/8 <338> Pangeran Haryo Matahun [Raden Trenggono]
Рођење: Level 3 = Buyut ke 4 Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 1 Pangeran Adipati Atmowidjoyo ing Tuban
4638/8 <338> Adipati Kanoman [Raden Trenggono]
Рођење: Level 3 = Buyut ke 5 Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 2 Pangeran Adipati Atmowidjoyo ing Tuban
Титуле : di Tuban
4649/8 <354> Raden Ayu Djapan [Raden Trenggono]
Рођење: Level 3 = Buyut ke 1 Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 1 Raden Haryo Kanoman
46510/8 <342> Raden Ayu Mangun Nagoro [Raden Trenggono]
Рођење: Level 3 = Buyut ke 10 Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 4 RM Lontang / Pangeran Haryo Hirawan / Panembahan Djapan
46611/8 <342> Pangeran Haryo Sudjonopuro [Raden Trenggono]
Рођење: Level 3 = Buyut ke 7 Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 1 RM Lontang / Pangeran Haryo Hirawan / Pangeran Djapan
Други догађај: Title : di Tuban
46712/8 <342> Pangeran Haryo Tondonagoro [Raden Trenggono]
Рођење: Level 3 = Buyut ke 8 Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 2 RM Lontang / Pangeran Hirawan / Pangeran Djapan
Титуле : di Djapan
46813/8 <342> Raden Panji Karsula [Raden Trenggono]
Рођење: Level 3 = Buyut ke 9 Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 3 RM Lontang / Pangeran Haryo Hirawan / Panembahan Djapan
Титуле : Mataram, Bupati Penumping
47114/8 <344> Pangeran Adipati Djapan Kanoman [Raden Trenggono]
Рођење: Level 3 = Buyut ke 14 Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 1 Raden Mas Tangsang Hurawan di Madiun
47215/8 <344> Raden Ayu Kudus [Raden Trenggono]
Рођење: Level 3 = Buyut ke 15 Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 2 Raden Mas Tangsang Hurawan di Madiun
Свадба: <69> Pangeran Mas Kudus [Mas Kudus]
47316/8 <344> Pangeran Haryo Hurawan [Raden Trenggono]
Рођење: Level 3 = Buyut ke 16 Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 3 Raden Mas Tangsang Hurawan di Madiun
47417/8 <344> Pangeran Haryo Semi [Raden Trenggono]
Рођење: Level 3 = Buyut ke 17 Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 4 Raden Mas Tangsang Hurawan di Madiun
47518/8 <344> Pangeran Haryo Wiromantri [Raden Trenggono]
Рођење: Level 3 = Buyut ke 18 Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 5 Raden Mas Tangsang Hurawan di Madiun
47619/8 <344> Raden Ayu Tanggumung [Raden Trenggono]
Рођење: Level 3 = Buyut ke 19 Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 6 Raden Mas Tangsang Hurawan di Madiun
Свадба: <70> Raden Adipati Sedayu [Sedayu]
48620/8 <355> Raden Panji Tjondro Adinegoro [Ki Ageng Brondong]
Титуле : Pekalongan, Patih
49321/8 <355> Kyai Onggodjoyo II [Ki Ageng Brondong]
Титуле : Surabaya, Patih Luar Kasepuan Surabaya
49922/8 <355> Nyai Ajeng Rana / Rangga [Ki Ageng Brondong]
Рођење: level 2 = Cucu dari Ki Ageng Brondong, putera no 1 Kyai Tumenggung Onggodjoyo I
50023/8 <355> Ki Onggodjoyo [Ki Ageng Brondong]
Рођење: level 2 = Cucu dari Ki Ageng Brondong, atau Putera No:2 dari Kyai Tumenggung Onggodjoyo I. Diasingken Belanda ke pulau Ceylon
50124/8 <355> Nyai Ajeng nDalem Notopraduto [Ki Ageng Brondong]
Рођење: level 2 = Cucu dari Ki Ageng Brondong, atau Putera No:3 dari Kyai Tumenggung Onggodjoyo I.
50225/8 <355> Nyai Ajeng Notoprono [Ki Ageng Brondong]
Рођење: level 2 = Cucu dari Ki Ageng Brondong, atu puteri no:9, Kyai Onggodjoyo I
50326/8 <355> Kyai Onggodjoyo Djagir [Ki Ageng Brondong]
Рођење: level 2 = Cucu dari Ki Ageng Brondong, atau Putera No:5 dari Kyai Tumenggung Onggodjoyo I. Bertempat tinggal di Jagir Wokoromo Surabaya
50427/8 <355> Kyai Sutaprana [Ki Ageng Brondong]
Рођење: level 2 = Cucu dari Ki Ageng Brondong, atau Putera No:6 dari Kyai Tumenggung Onggodjoyo I.
50528/8 <355> Nyai Ajeng Sumoyudo [Ki Ageng Brondong]
Рођење: level 2 = Cucu dari Ki Ageng Brondong, atau Putera No:7 dari Kyai Tumenggung Onggodjoyo I.
50629/8 <355> Kyai Dipomenggolo [Ki Ageng Brondong]
Рођење: level 2 = Cucu dari Ki Ageng Brondong, atau Putera No:8 dari Kyai Tumenggung Onggodjoyo I.
50730/8 <355> Nyai Onggodiwongso [Ki Ageng Brondong]
Рођење: level 2 = Cucu dari Ki Ageng Brondong, atau Putera No:4 dari Kyai Tumenggung Onggodjoyo I.
50831/8 <355> Nyai Ajeng Wirodipuro [Ki Ageng Brondong]
Рођење: level 2 = Cucu dari Ki Ageng Brondong, atau Putera No:11 dari Kyai Tumenggung Onggodjoyo I.
50932/8 <355> Kanjeng Raden Tumenggung Djimat Tjondronegoro I / Kyai Onggowidjoyo [Ki Ageng Brondong]
Рођење: level 2 = Cucu dari Ki Ageng Brondong, atau Putera No:12 dari Kyai Tumenggung Onggodjoyo I.
Професија : Menjabat Bupati Kasepuan Surabaya 1752-1763, jumeneng Bupati nama gelar Kyai Tumenggung Djimat Tjondronegoro
Свадба: <71> Ψ Trah Ageng Tjondronegoro [?]
Свадба: <72> Putri dari: Panembahan Tjakraningrat [Panembahan Tjakraningrat]
51033/8 <355> Nyai Ajeng Kinjeng [Ki Ageng Brondong]
Рођење: level 2 = Cucu dari Ki Ageng Brondong, atau Putera No: 14 dari Kyai Tumenggung Onggodjoyo I. Menikah dengan keturunan China/Tionghoa, nama: TJOE KWIE SWIE dimakamkan di Kampung ketandan Surabaya; disebelah selatan Kyai TONDO; Nyai Ajeng Kinjeng dimak
Свадба: <73> Han Bwee Koe / Han Bwee Kong [HAN dinasti - China]
51234/8 <361> R. Arya Djoyopuspito R. Adipati Djangrono Panotogomo [Ki Ageng Brondong]
Рођење: level 2 = cucu Ki Ageng Brondong, putera no:5 dari 8 putera Ki Onggowongso / Kyai Tumenggung Djangrono I / Gentini
Професија : Surabaya, Bupati Kasepuan Surabaya (Bupati Surabaya ke 15); Melakukan perlawanan terhadap Mataram dan Belanda Th 1710 di kenal Peperangan Surabaya, (ver K5 bergelar Adipati Djangrono Panotogomo = Kyai Tumenggung Djangrono Panotogomo), sebagai balas dendam kematian
51335/8 <361> Kyai Wirodirdjo / Ki Tumenggung Djangrono III / Kyai Ngabei Wirosroyo [Ki Ageng Brondong]
Рођење: level 2 = cucu Ki Ageng Brondong, putera No:3 dari 8 putera Ki Onggowongso / Kyai Tumenggung Djangrono I / Gentini
51436/8 <361> Raden Panji Srenggono / Adipati Notopuro / Raden Panji Surengrono [Ki Ageng Brondong]
Рођење: level 2 = cucu Ki Ageng Brondong, putera no:4 dari 8 putera Ki Onggowongso / Kyai Tumenggung Djangrono I / Gentini
Професија : Lamongan, Bupati Lamongan th 1723-1750, sebagai Adipati Notopuro /Adipati Lamongan,
Смрт: gugur dalam perang melawan Kompeni Belanda / Amangkurat I di Surabaya
Riwayat jumeneng :

Mengganti kedudukan / jabatan ayahnya sebagai Bupati Kanoman Surabaya SAWUNGGALING.

Magang dari Kartosuro - Solo,
51637/8 <355> Kyai Djoyodirono / Kyai Mas Tumenggung Djoyodirono I [Ki Ageng Brondong]
Рођење: level 2 = Cucu dari Ki Ageng Brondong, atau Putera No:13 dari 14 putera Kyai Tumenggung Onggodjoyo I.
Професија : Surabaya, Bupati Kanoman di Wonokromo Surabaya, 1746-1758. Diangkat dalam th 1752 ( De Jonge deel 10-11 ) Pengangkatan bersamaan Kyai Onggowidjoyo. Orang Belanda mengatakan "tweede Regent"; Karena pada waktu itu Kadipaten Surabaya dipecah menjadi dua Kadipaten, s
51738/8 <355> Nyai Ajeng Galih Wirokusumo [Ki Ageng Brondong]
Рођење: level 2 = Cucu dari Ki Ageng Brondong, atau Putera No:15 dari Kyai Tumenggung Onggodjoyo I. (ver PK.5)
51839/8 <355> Kyai Onggodimedjo [Ki Ageng Brondong]
Рођење: level 2 = Cucu dari Ki Ageng Brondong, atau Putera No:10 dari Kyai Tumenggung Onggodjoyo I.
52040/8 <361> Ki Demang Kertoyudo / Panji Sosronegoro [Ki Ageng Brondong]
Рођење: level 2 = cucu Ki Ageng Brondong, putera no:6 dari 8 putera Ki Onggowongso / Kyai Tumenggung Djangrono I / Gentini
Смрт: Ki Demang Kertoyudo juga berperan dalam peperangan melawan Kompeni Belanda / Amangkurat I, dikenal keberaniannya. Gugur, dimakamkan di Japanan - Mojokerto
52141/8 <361> Raden Ayu Kaliwungu [Ki Ageng Brondong]
Рођење: level 2 = cucu Ki Ageng Brondong, atau puteri no 7 dari 8 putera Ki Onggowongso / Kyai Tumenggung Djangrono I / Gentini.
52242/8 <361> Raden Ayu Djaleka Tjakraningrat [Ki Ageng Brondong]
Рођење: level 2 = cucu Ki Ageng Brondong, atau Puteri no: 8 dari 8 putera Ki Onggowongso / Kyai Tumenggung Djangrono I / Gentini
52343/8 <335> Raden Ayu Pengulu Hanem [Raden Pengulu]
Рођење: Level 3 = Buyut ke 2 Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 2 dari R Ay Pengulu ing Muryopodo
52444/8 <340> Raden Ayu Djapan [Raden Trenggono]
Рођење: Level 3 = Buyut ke 6 Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 1 Pangeran Haryo Kanoman / Panembahan Djapan
52645/8 <367> R Kertoyudo [Sultan Pajang - Joko Tingkir]
Рођење: Level 4 = Canggah; Adalah trah urutan ke 4 dari (pancer) Kanjeng Sultan Pajang / Joko Tingkir 1568-1582 );
53046/8 <387+55> 1. Kanjeng Ratu Batang [Gp.2] / Ratu Ayu Wetan (R.Ayu Prahilla) [Brawijaya]
Рођење: Setelah Kanjeng Ratu Kulon (Cirebon) diusir dari Keraton, berubah nama menjadi Kanjeng Ratu Kulon
Свадба: <322!> 1. Sultan Agung / Raden Mas Djatmika (Raden Mas Rangsang) [Mataram] b. 1593 d. 1645
55247/8 <388+?> Ki Jurumertani [Br.6.1.1.1.4] [Brawijaya VI]
Рођење: Versi 1 : http://www.jatiningjati.com/2009/08/akan-banyak-orang-yang-tidak-percaya.html Versi 2 : http://kincho-ngerang.blogspot.com/ Versi 3 : http://kiagengmandaraka.blogspot.com/2011/06/saya-pengagum-beliau.html
== ASAL-USUL KI JURU MARTANI ==

Disarikan oleh : RE. Suhendar Diponegoro

Terdapat 2 versi mengenai asal-usul Ki Juru Martani :

  • 1. Versi Wikipedia (http://id.wikipedia.org/wiki/Ki_Juru_Martani) dengan sumber referensi :
    • 1.Andjar Any. 1980. Raden Ngabehi Ronggowarsito, Apa yang Terjadi? Semarang: Aneka Ilmu
    • 2.Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
    • 3.H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
    • 4.Hayati dkk. 2000. Peranan Ratu Kalinyamat di jepara pada Abad XVI. Jakarta: Proyek Peningkatan Kesadaran Sejarah Nasional **5.Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional
    • 6.M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
    • 7.Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius

Silsilahnya sebagai berikut :

Ki Juru Martani adalah putra Ki Ageng Saba atau Ki Ageng Madepandan, putra Sunan Kedul, putra Sunan Giri anggota Walisanga pendiri Giri Kedaton. Ibunya adalah putri dari Ki Ageng Sela, yang masih keturunan Brawijaya raja terakhir Majapahit (versi babad).

Juru Martani memiliki adik perempuan bernama Nyai Sabinah yang menikah dengan Ki Ageng Pamanahan, putra Ki Ageng Ngenis, putra Ki Ageng Sela. Dengan demikian, Ki Ageng Pemanahan adalah adik sepupu sekaligus ipar Juru Martani.

Juru Martani memiliki beberapa orang anak yang menjadi bangsawan pada zaman Kesultanan Mataram, antara lain Pangeran Mandura dan Pangeran Juru Kiting.

Pangeran Mandura berputra Pangeran Mandurareja dan Pangeran Upasanta. Mandurareja pernah mencoba berkhianat pada pemerintahan Sultan Agung tapi batal. Ia kemudian ikut menyerang Batavia yahun 1628 dan dihukum mati di sana bersama para panglima lainnya karena kekalahannya. Sementara itu Upasanta diangkat menjadi bupati Batang. Putrinya dinikahi Sultan Agung sebagai selir, yang kemudian melahirkan Amangkurat I.

  • 2. Versi tulisan Ulil Ahbab 17 Februari 2010 (http://kincho-ngerang.blogspot.com/), sumber referensinya adalah :
    • 1.RT. Hamaminatadipura, “Babad Karaton Mataram”.
    • 2.Soeprapto, “Riwayat Keraton Surakarta”.
    • 3.Umar Hasyim, “Sunan Muria Antara fakta dan Legenda”.
    • 4.M. Puspopranoto, “Riwayat Negeri pati”.
    • 5.Ahmadi, S.Pd.” Sejarah Pati”.
    • 6.Sholikhin Salim, “Sekitar Walisongo”.
    • 7.A.M. Nurtjahyo, “Cerita Rakyat Sekitar Walisongo”.
    • 8.K.H. Mustofa Bisri, “Tarikhul Auliya”.
    • 9.Praba Hapsara dan Eva Banowati, “Kisah – Kisah Lama dari Pati”.
    • 10.Endar Wisnu Mulyani, ”Kejayaan Bangsa di jaman”. Kerajaan.
    • 11.Ahnan M.H. dan Ustad Maftuh Ahnan, 1994. “Serpihan Mutiara Kisah walisongo. Anugerah, Surabaya”.
    • 12.Graff. DR.H. J. de. 1987. “Awal Kebangkitan Mataram”. Pt. Pustaka grafitti. Jakarta
    • 13.Wirya Panitra, 1993.” Babad Tanah Jawi”, Dahara Prize Semarang.
    • 14.Moedjanto, 1987. ”Konsep Kekuasaan Jawa”, Jakarta.
    • 15.………. Himpunan Sejarahing Nata Tanah Jawi.

Silsilahnya sebagai berikut :

Sekitar tahun 1468 – 1478 M. ada seorang Prabu Kertabumi yang bertahta, raja Brawijaya V. kerajaan Majapahit yang menikah dengan seorang putri yang bernama Dewi Wandan Kuning. Atas pernikahan itu menurunkan putra bernama Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng. Dan dari perkawinan Raden Bondan Kejawan dan Dewi Nawangsih yang menjadi putri Ki Ageng Jaka Tarub dan Nawangwulan. Pernikahan Raden Bondan Kejawan dan Dewi Nawangsih mempunyai tiga orang Putra yaitu :

  • 1.Ki Ageng Wanasaba
  • 2.Ki Ageng Getas Pendawa dan
  • 3.Nyai Ageng Ngerang / Roro Kasihan

1. Ki Ageng Wanasaba, yang nama aslinya adalah Kyai Ageng Ngabdullah merupakan kakak kandung Nyai Ageng Ngerang yang pertama / sulung, yang sekarang makamnya ada di daerah yang bernama kabupaten Wonosobo, tepatnya di desa Plobangan Selo merto[9].

Dalam masa hidupnya, Ki Ageng Wanasaba juga sebagai seorang Pemimpin yang yang hebat dan karismatik. Ki Ageng Wanasaba dikenal juga dengan julukan Ki Ageng Dukuh, akan tetapi desa Plobangan lebih dikenal dengan Ki wanu / Ki wanusebo. Perbedaan nama tersebut disebabkan dialek daerah Wanasaba tersebut terpengaruh oleh dialek Banyumas.

Ki Ageng Wanasaba dipercaya dan diyakini sebagai waliyullah, yang telah melanglang buana keberbagai tempat dalam rangka mencari ilmu sekaligus menyiarkan agama Islam. Ki Ageng Wanasaba merupakan cucu dari Prabu Brawijaya V, Raja Majapahit dan merupakan putra Raden Bondan Kejawan, Lembu Peten , putra Brawijaya V yang menikah dengan Nawangsih, dan Nawangsih sendiri putri dari Ki jaka Tarub yang menikah dengan Dewi Nawang wulan ( epos Jaka Tarub ).

Ki Ageng Wanasaba mempunyai Putra yaitu Pangeran Made Pandan, nama lain dari Ki Ageng Pandanaran. Pangeran Made Pandan mempunyai putra Ki Ageng Pakiringan yang mempunyai istri bernama Rara Janten. Dari pasangan ini mempunyai empat Putra yaitu Nyai Ageng Laweh, Nyai Ageng Manggar, Putri dan Ki juru Mertani.
55648/8 <397> 5.1.1.1.2.1.2. Ratu Mertakusumah [Azmatkhan]
Рођење: PENYEIMBANG
55749/8 <402+56> Radin Mas Bagus/ Pangeran Blitar I (Kanjeng Pangeran Adipati Jumina Petak) [Demak]
Рођење: Bupati of Madiun 1601-1613
56250/8 <387+55> 3. Kanjeng Ratu Kulon [?]
Рођење: prameswari dari Paduka Sinuhun Prabu Hamangkurat Agung ing
56551/8 <395> 4.1.1.3.1.1.1. Pangeran Adipati Anom / Pangeran Adipati Carbon (Pangeran Sedang Gayem) [Gunung Djati II]
Смрт: Wafat sebelum Suksesi
Setelah Panembahan Ratu I meninggal dunia pada tahun 1649, pemerintahan Kesultanan Cirebon dilanjutkan oleh cucunya yang bernama Pangeran Rasmi atau Pangeran Karim, karena ayah Pangeran Rasmi yaitu Pangeran Seda ing Gayam atau Panembahan Adiningkusumah meninggal lebih dahulu. Pangeran Rasmi kemudian menggunakan nama gelar ayahnya almarhum yakni Panembahan Adiningkusuma yang kemudian dikenal pula dengan sebutan Panembahan Girilaya atau Panembahan Ratu II.[rujukan?]

Panembahan Girilaya pada masa pemerintahannya terjepit di antara dua kekuatan kekuasaan, yaitu Kesultanan Banten dan Kesultanan Mataram. Banten merasa curiga sebab Cirebon dianggap lebih mendekat ke Mataram (Amangkurat I adalah mertua Panembahan Girilaya). Mataram dilain pihak merasa curiga bahwa Cirebon tidak sungguh-sungguh mendekatkan diri, karena Panembahan Girilaya dan Sultan Ageng Tirtayasa dari Banten adalah sama-sama keturunan Pajajaran. Kondisi ini memuncak dengan meninggalnya Panembahan Girilaya di Kartasura dan ditahannya Pangeran Martawijaya dan Pangeran Kartawijaya di Mataram.[rujukan?]

Panembahan Girilaya adalah menantu Sultan Agung Hanyakrakusuma dari Kesultanan Mataram. Makamnya di Jogjakarta, di bukit Girilaya, dekat dengan makam raja raja Mataram di Imogiri, Kabupaten Bantul. Menurut beberapa sumber di Imogiri maupun Girilaya, tinggi makam Panembahan Girilaya adalah sejajar dengan makam Sultan Agung di Imogiri.[rujukan?]
56752/8 <406+58> 1.1.2. Raden Aria Wirareja I / Ali (Kitab Negara Kertha Bumi Dari Cirebon) [Sumedang Larang]
Одсељавање: di Lemahbeureum, Darmawangi
56953/8 <406+58> 1.1.4. Kiyai Rangga Patra Kelana / Kalasa / Pangeran Rangga Permana [Sumedang Larang]
Професија : Raja Galuh Kertabumi Ke 1 (1585 – 1602 M)., Leluhur Galuh dan Karawang
Свадба: <74> 3. Nyi Tanduran Ageung [Talaga]
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


IV. Prabu Munding Surya Ageung ( Raja Maja ) Menurut Sejarah Panjalu Ciamis, Prabu Munding Surya Ageung adalah ayah dari Rd.Ranggamantri/Parunggangsa ( Raja Maja terakhir ). Rd. Ranggamantri selanjutnya menikah dengan Ratu Dewi Sunyalarang ( Ratu Parung - 1500 M ) putra Sunan Parung /Batara Sakawayana ( Raja Talaga – 1450 M ) dan akhirnya merangkap sebagai Raja Talaga terakhir. Diislamkan oleh Syarif Hidayatullah tahun 1529 M, Rd. Ranggamantri/Parunggangsa diberi julukan “ Pucuk Umum “. Rd. Ranggamantri ( + 1530 M ) mempunyai 3 orang putra, yaitu :

  1. Prabu Haurkuning

Prabu Haurkuning adalah Pendiri Kerajaan Galuh Pangauban. Beliau mempunyai 3 orang putra, yaitu  :

    1. Maharaja Upama, menggantikan ayahnya sebagai Raja Galuh Pangauban di Putra Pinggan.
    2. Maharaja Cipta Sanghiang, menjadi raja di Galuh Salawe ( daerah Cmaragas Sekarang ). Maharaja Cipta Sanghiyang, mempunyai 3 orang putra, yaitu :
      1. Nyi Tanduran Ageung, beliau adalah isteri Pangeran Rangga Permana putra Prabu Geusan Ulun yang mendirikan Kerajaan Galuh Kertabumi ( Raja Galuh Kertabumi 1585 – 1602 M ). Menurut catatan Rd. Yusuf Suriadiputra ( Bupati Ciamis 1954 – 1958 M ) salah satu keturunan Rd. Wirasuta ( Bupati Karawang pertama ) bahwa Nyi Tanduran Ageung mendapatkan wilayah sebelah Timur alun-alun Ciamis sekarang meliputi Kec. Ciamis, Cijeungjing (Bojong ), Rancah, distrik Banjar sampai ke sebelah Selatan.

Pangeran Rangga Permana ( Prabu di Muntur ) dengan Nyi Tanduran Ageung berputrakan 2 orang yaitu :

  1. Maraja Cipta ( Adipati Kertabumi II ), beliau adalah mertua Adipati Panaekan ( Bupati Nagara Tengah ).
  2. Rd. Kanduruan Singaperbangsa ( Adipati Kertabumi III ), beliau yang menurunkan para Bupati Galuh Kertabumi/ Ciancang, yaitu sbb :
    1. Rd.Adipati Singaperbangsa II atau Rd. Pagergunung dan disebut Adipati Kertabumi IV ( 1618 – 1641 ). Putra Adipati Kertabumi III.
    2. Kanduruan Singaperbangsa III ( Adipati Kertabumi V ) ( (1641– 1654 ).
    3. Rd. Wirasuta disebut Mas Galak atau Kanduruan Singaperbangsa IV (1654 – 1656 ), Bupati Galuh Kertabumi terakhir, kemudian pindah ke Karawang menjadi Bupati Karawang 1 dengan gelar Dalem Panatayuda I ( 1679 – 1721 ) putra 2
    4. Rd. Candramerta ( 1676 - 1681 ) putra 3
    5. Rd. Jayanagara ( 1681 – 1683 ) putra 4
    6. Rd. Puspanagara ( 1683 – 1685 ) putra 4
    7. Panembahan Wargamala ( 1685 – 1700 )
    8. Dalem Candranagara ( 1700 – 1714 ) putra 4
    9. Nyi Rd. Ayu Rajakusumah ( Bupati Istri ) ( 1714 – 1718 ) putra 8
    10. Dalem Kertayana/ Dalem Wiramantri I ( 1718 – 1736 ) suami Nyi Rd. Ayu Rajakusumah.( menantu 8 )
    11. Dalem Wiramantri II ( 1736 – 1762 ) putra 10
    12. Dalem Wiramantri III ( 1762 – 1787 ) putra 11
    13. Dalem Wiramantri IV ( 1787 – 1803 ) putra 12 ( Kabupaten Utama ).
    14. Rd. Demang Wirantaka ( 1803 – 1811 ) putra 13 Bupati terakhir

Pada tahun 1811 Kabupaten Utama – Ciamis – Banagara disatukan menjadi satu Kabupaten Ciamis, sampai dengan sekarang.

Keterangan : * ).Karena pada tahun 1679 M daerah Karawang dijadikan Kabupaten, maka beliau yang menjadi Bupati Karawang pertama (1679 – 1721 M ) dengan gelar Dalem Panatayuda I. Beliaulah yang menurunkan para Bupati Karawang sebagai berikut :

1.    Dalem Panatayuda II ( 1721 – 1732 ).
2.    Dalem Panatayuda III ( 1732 – 1752 ).
3.    Rd. Apun Balon /Dalem Panatayuda IV ( 1752 – 1783 ).
4.    Rd. Singasari /Dalem Panatayuda V   ( menantu 3 ) ( 1783 – 1809 ).

Dalem Panatayuda V pada tahun 1809 dipindahan menjadi Bupati Brebes dengan gelar Dalem Singasari Panatayuda I, putranya Rd. Sastrapraja ( Demang Karawang ) menjalankan pemerintahan Kab. Karawang sampai kekosongan Bupati diisi oleh Dalem Surialaga II ( 1811 – 1813 M ) putra Dalem Surialaga I ( Bupati Sumedang ).

Sejak tahun 1813 – 1821 M pemerintah tidak mengangkat Bupati di Karawang, dan daerah Karawang dipegang oleh RA Sastradipura. Baru ada tahun 1821 M Kabupaten Karawang didirikan kembali sampai dengan sekarang.
57054/8 <406+58> 1.1.5. Kyai Aria Rangga Pati [Sumedang Larang]
Одсељавање: di Haurkuning
57355/8 <406+58> 1.1.8. Nyi Mas Ngabehi Martayuda [Sumedang Larang]
Одсељавање: di Ciawi
57456/8 <406+58> 1.1.9. Nyi Mas Rangga Wiratama [Sumedang Larang]
Одсељавање: di Cibeureum
57757/8 <406+58> 1.1.12. Endén Saribanon [Sumedang Larang] 57958/8 <406+58> 1.1.14. Kiyai Demang Cipaku [Sumedang Larang]
Одсељавање: di Dayeuh Luhur
58759/8 <412+?> Ratu Mas Tinumpak [?]
Рођење: Cirebon
58960/8 <413+?> Pangeran Pamalekaran [?]
Професија : Adiati Telerung
Свадба: <76> Ratu Martasari [?]
60961/8 <385> Kyai Bagus [Bumidirdja]
Професија : Mataram, Lurah Wirobumi
61162/8 <385> Kyai Bekel [Bumidirdja]
Професија : Lurah Lundong Kebumen
48163/8 <355> Kanjeng Tumenggung Djimat Djoyonegoro [Ki Ageng Brondong]
Титуле : -1815, Probolinggo, Bupati Banger Probolinggo
47864/8 <355> Raden Panji Djayengrono [Ki Ageng Brondong]
Титуле : -1783, Surabaya, Raden Adipati Panji
44765/8 <321+57> Ki Ageng Pemanahan / Bagus Kacung (Kyai Gede Mataram) [Brawijaya]
Рођење: 1501, Sultan Trenggana wafat 1546, Panembahan Senapati turut serta dalam Sayembara menangkap Arya Panangsang dalam usia sekitar 18 tahun, Senapati lahir (1546-18+2=1530) pada tahun 1530. Pemanahan lahir (1530-29=1501) pada tahun 1501
Свадба: <455!> Nyai Ageng Pamanahan / Nyai Sabinah [Brawijaya]
Професија : tahun 1556 Ki Ageng Pemanahan di beri hadiah tanah di daerah MATARAM yang merupakan peninggalan Kerajaan Mataram Kuno yg kini sudah menjadi hutan. Di tanah inilah Ki Ageng Pemanahan mulai menata struktur kerajaan baru yg pada saat berdirinya dimulai oleh putranya yaitu Panembahan Senopati.
Смрт: ~ 1575, Mataram, Yogyakarta
== Ki Ageng Pamanahan ==


Ki Ageng Pamanahan atau Ki Gede Pamanahan, adalah pendiri desa Mataram tahun 1556, yang kemudian berkembang menjadi Kesultanan Mataram di bawah pimpinan putranya, yang bergelar Panembahan Senapati.

Садржај

Asal usul

Ki Pamanahan adalah putra Ki Ageng Henis, putra Ki Ageng Sela. Ia menikah dengan sepupunya sendiri, yaitu Nyai Sabinah, putri Nyai Ageng Saba (kakak perempuan Ki Ageng Henis).

Ki Pamanahan dan adik angkatnya, yang bernama Ki Penjawi, mengabdi pada Hadiwijaya bupati Pajang yang juga murid Ki Ageng Sela. Keduanya dianggap kakak oleh raja dan dijadikan sebagai lurah wiratamtama di Pajang.


Peran awal

Sepeninggal Sultan Trenggana tahun 1546, Kesultanan Demak mengalami perpecahan akibat perebutan takhta. Putra Sultan yang naik takhta bergelar Sunan Prawata tewas dibunuh sepupunya sendiri, yaitu Arya Penangsang, bupati Jipang.

Arya Penangsang yang didukung Sunan Kudus juga membunuh Pangeran Hadiri, suami Ratu Kalinyamat, putri Sultan Trenggana. Sejak itu, Ratu Kalinyamat memilih hidup bertapa di Gunung Danaraja menunggu kematian Arya Penangsang bupati Jipang.

Arya Penangsang ganti mengirim utusan untuk membunuh Hadiwijaya di Pajang tapi gagal. Sunan Kudus pura-pura mengundang keduanya untuk berdamai. Hadiwijaya datang ke Kudus dikawal Ki Pamanahan. Pada kesempatan itu, Ki Pamanahan berhasil menyelamatkan Hadiwijaya dari kursi jebakan yang sudah dipersiapkan Sunan Kudus.

Dalam perjalanan pulang, Hadiwijaya singgah ke Gunung Danaraja. Ki Pamanahan bekerja sama dengan Ratu Kalinyamat membujuk Hadiwijaya supaya bersedia menghadapi Arya Penangsang. Sebagai hadiah, Ratu Kalinyamat memberikan cincin pusakanya kepada Ki Pamanahan.


Melawan Arya Penangsang

Hadiwijaya segan memerangi Arya Penangsang karena masih sama-sama anggota keluarga Kesultanan Demak. Maka, ia pun mengumumkan sayembara, barang siapa bisa membunuh Arya Penangsang akan mendapatkan hadiah tanah Mataram dan Pati.

Ki Pamanahan dan Ki Penjawi mengikuti sayembara atas desakan Ki Juru Martani (kakak ipar Ki Pamanahan). Putra Ki Pamanahan yang juga anak angkat Hadiwijaya, bernama Sutawijaya ikut serta. Hadiwijaya tidak tega sehingga memberikan pasukan Pajang untuk melindungi Sutawijaya.

Perang antara pasukan Ki Pamanahan dan Arya Penangsang terjadi di dekat Bengawan Sore. Berkat siasat cerdik yang disusun Ki Juru Martani, Arya Penangsang tewas di tangan Sutawijaya.

Ki Juru Martani menyampaikan laporan palsu kepada Hadiwijaya bahwa Arya Penangsang mati dibunuh Ki Pamanahan dan Ki Penjawi. Apabila yang disampaikan adalah berita sebenarnya, maka dapat dipastikan Hadiwijaya akan lupa memberi hadiah sayembara mengingat Sutawijaya adalah anak angkatnya.


Membuka Mataram

Hadiwijaya memberikan hadiah berupa tanah Mataram dan Pati. Ki Pamanahan yang merasa lebih tua mengalah memilih Mataram yang masih berupa hutan lebat, sedangkan Ki Penjawi mandapat daerah Pati yang saat itu sudah berwujud kota.

Bumi Mataram adalah bekas kerajaan kuno yang runtuh tahun 929. Seiring berjalannya waktu, daerah ini semakin sepi sampai akhirnya tertutup hutan lebat. Masyarakat menyebut hutan yang menutupi Mataram dengan nama Alas Mentaok.

Setelah kematian Arya Penangsang tahun 1549, Hadiwijaya dilantik menjadi raja baru penerus Kesultanan Demak. Pusat kerajaan dipindah ke Pajang, di daerah pedalaman. Pada acara pelantikan, Sunan Prapen cucu (Sunan Giri) meramalkan kelak di daerah Mataram akan berdiri sebuah kerajaan yang lebih besar dari pada Pajang.

Ramalan tersebut membuat Sultan Hadiwijaya resah. Sehingga penyerahan Alas Mentaok kepada Ki Pamanahan ditunda-tunda sampai tahun 1556. Hal ini diketahui oleh Sunan Kalijaga, guru mereka. Keduanya pun dipertemukan. Dengan disaksikan Sunan Kalijaga, Ki Pamanahan bersumpah akan selalu setia kepada Sultan Hadiwijaya.

Maka sejak tahun 1556 itu, Ki Pamanahan sekeluarga, termasuk Ki Juru Martani, pindah ke Hutan Mentaok, yang kemudian dibuka menjadi desa Mataram. Ki Pamanahan menjadi kepala desa pertama bergelar Ki Ageng Mataram. Adapun status desa Mataram adalah desa perdikan atau daerah bebas pajak, di mana Ki Ageng Mataram hanya punya kewajiban menghadap saja.

Babad Tanah Jawi juga mengisahkan keistimewaan lain yang dimiliki Ki Ageng Pamanahan selaku leluhur raja-raja Mataram. Konon, sesudah membuka desa Mataram, Ki Pamanahan pergi mengunjungi sahabatnya di desa Giring. Pada saat itu Ki Ageng Giring baru saja mendapatkan buah kelapa muda bertuah yang jika diminum airnya sampai habis, si peminum akan menurunkan raja-raja Jawa.

Ki Pamanahan tiba di rumah Ki Ageng Giring dalam keadaan haus. Ia langsung menuju dapur dan menemukan kelapa muda ajaib itu. Dalam sekali teguk, Ki Pamanahan menghabiskan airnya. Ki Giring tiba di rumah sehabis mandi di sungai. Ia kecewa karena tidak jadi meminum air kelapa bertuah tersebut. Namun, akhirnya Ki Ageng Giring pasrah pada takdir bahwa Ki Ageng Pamanahan yang dipilih Tuhan untuk menurunkan raja-raja pulau Jawa.

Ki Ageng Pamanahan memimpin desa Mataram sampai meninggal tahun 1584. Ia digantikan putranya, yaitu Sutawijaya sebagai pemimpin desa selanjutnya.Kelak Sutawijaya menjadi raja Mataram Islam yang pertama dengan nama Panembahan Senopati.

Kepustakaan

Babad Tanah Jawi. 2007. (terj.). Yogyakarta: Narasi
H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
Purwadi. (2007). Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu
                         Sumber : Keraton Sumedang Larang
Sumber : Keraton Sumedang Larang
56666/8 <406+58> 1.1.1. Pangeran Rangga Gede / Kusumadinata IV [Sumedang Larang]
Рођење: 1580изр, Perhitungan Tahun Lahir : 1625-45 = 1580
Свадба: <77> 6. NM. Kokom Ruhada (Nyimas Roro / Buyut Lidah) [Pajajaran]
Свадба: <78> 1.5.1.1. NM. Romlah [Sumedang Larang]
Титуле : од 1625, memerintah di Canukur, Sukatali - Situraja lalu dipindahkan ke Parumasan, Conggeang, Naik Tahta pada usia 45 tahun, karena didahului oleh Raden Aria Suradiwangsa. Adipati Sumedang II
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


Садржај

PANGERAN RANGGA GEDE

Pasca Prabu Geusan (Rd. Angka Wijaya), bentuk pemerintahan Kerajaan berubah menjadi Kabupatian karena pengaruh dari intervensi dan ekspansi Kesulltanan Mataram. Karena Prabu Geusan Ulun mempunyai dua putra mahkota yaitu Pangeran Rangga Gede dan Pangeran Soeriadiwangsa.

Pangeran Rangga Gede putra pertama dari Prabu Geusan Ulun (Rd. Angka Wijaya) dan Ratu Cukang Gedeng Waru, memerintah di Canukur, Sukatali - Situraja lalu dipindahkan ke Parumasan, Conggeang.

Ratu Harisbaya diperistri oleh Pangeran Geusan Ulun sebagai istri ke 2 dan memiliki 3 orang anak salah satunya bernama Soeriadiwangsa yang kelak bergelar Pangeran Kusumadinata III, sementara dari istri pertama yang bernama Nyai Mas Cukang Gedeng Waru memiliki 12 anak salah satunya bernama Rangga Gede dan diberi gelar Pangeran Kusumadinata IV, untuk tidak menimbulkan pertengkaran di kemudian hari maka pada tahun 1601 wilayah Sumedang Larang dibagi dua yang masing-masing dipimpin oleh ke dua putranya diatas.

Dalam masa tersebut Kesultanan Mataram - Jawa Tengah dibawah pimpinan Sultan Agung mengalami masa keemasan dan merupakan kesultanan yang sangat kuat, dilatarbelakangi kekhawatiran terhadap ekspansi kesultanan Banten ke arah Timur setelah menaklukkan Pakuan Pajajaran, mendorong Soeriadiwangsa berangkat ke Mataram meminta perlindungan.

Setibanya di Mataram beilau menyampaikan maksudnya kepada Sultan Agung, dan mendapat sambutan hangat serta mendapat gelar Rangga Gempol Kusumadinata dari Sultan Agung yang dalam urutan silsilah Sumedang disebut Rangga Gempol I, penghargaan lain dari Sultan Agung menjuluki wialayah kekuasaan Sumedang dengan nama Prayangan artinya daerah yang berasal dari pemberian dibarengi oleh hati yang ikhlas dan tulus, di kemudian hari dengan lafal setempat nama prayangan berubah menjadi Priangan, berbeda dengan kata Parahiangan (Para-Hyang-an) yang artinya identik tempat tinggal para dewa atau orang suci (Hyang).

Latar belakang lainnya yang mendorong Sumedang menempatkan diri dibawah pretensi / proteksi Mataram :

  1. Hanya Kesultanan Mataram dibawah kepemimpinan Sultan Agung yang dianggap dapat mengimbangi kekuatan Banten.
  2. Ratu Harisbaya merupakan kerabat Sultan Mataram, sehingga yang berangkat ke Mataram adalah putranya sendiri (Raden Suriadiwangsa / Rangga Gempol I).
  3. Seperti halnya Sumedang Larang, Kesultanan Mataram memiliki pendahulu yang sama yaitu Kerajaan Galuh, sehingga masih memiliki kekerabatan.
  4. Rasa sakit hati terhadap Banten yang telah menghancurkan Pakuan Pajajaran, dibarengi pula rasa takut menghadapi kemungkinan ekspansi Kesultanan Banten dalam rangka menguasai wilayah bekas Pakuan Pajajaran.
  5. Akibat peristiwa Harisbaya hubungan Sumedang Larang dengan Cirebon menjadi kurang harmonis, timbul pula kekhawatiran terhadap ekspansi Cirebon.
  6. Sementara itu sedang terjadi perang dingin antara Kesultanan Banten dengan Kesultanan Cirebon sementara Sumedang Larang terjepit diantara dua kekuasaan tadi sehingga mengambil jalan keluar dengan mengabdikan diri ke Mataram, yang memiliki kekuatan melebihi kedua Kesultanan tadi.

Catatan : Kesultanan Banten, Cirebon dan Mataram sangat kuat pada masa itu, karena mereka memiliki pantai-pelabuhan tempat berbagai kegiatan bukan hanya perdagangan tetapi juga masuknya persenjataan modern ukuran masa itu, Sumedang baru pertama kali memiliki meriam dan senjata api ± 30 tahun kemudian pada periode pemerintahan Pangeran Rangga Gempol IV (Pangeran Panembahan) itupun dalam jumlah sedikit yang diperoleh dari pemberian Belanda.

Soeriadiwangsa / Kusumadinata III / Rangga Gempol I diangkat sebagai Bupati Wadana Prayangan, jabatan yang setingkat dengan Gubernur masa kini yang membawahi wilayah seluruh Jawa Barat kecuali Cirebon dan Banten (sebelum Banten menjadi propinsi) termasuk membawahi wilayah yang dikuasai Rangga Gede, tidak berapa kemudian beliau mendapat perintah untuk menaklukkan Sampang Madura. Wilayah kekuasaannya dititipkan kepada Rangga Gede karena putra-putranya belum ada yang dewasa.

Beliau berhasil menaklukkan Sampang Madura namun tidak berapa lama sekembalinya ke Mataram malah beliau dijatuhi hukuman mati oleh Sultan Agung akibat fitnah dari Bupati Purbalingga.

Mendengar saudaranya telah dihukum mati. Rangga Gede mengambil-alih dan mempersatukan wilayah titipan dengan wilayah miliknya, berarti Sumedang Larang kembali keluas asalnya, salah satu putra Soeriadiwangsa / Rangga Gempol I yang bernama Kartajiwa menuntut kembali wilayah kekuasaan ayahnya namun tidak ditanggapi, akhirnya ia pergi dan meminta bantuan Sultan Banten.

Mulailah pemerintahan Pangeran Rangga Gede (Pangeran Kusumadinata IV) baik sebagai Bupati Sumedang maupun sebagai Bupati Wadana Prayangan (Priangan) dari tahun 1625 sampai tahun 1633, dibawah pengaruh Mataram dan terdapat berbagai perubahan baik struktur organisasi dan pengenalan nama jabatan antara lain Bupati, Wadana, Kabupaten (dari Ka-Bupati-an), termasuk nama Sumedang Larang menjadi Sumedang saja tanpa Larang, juga berbagai gelar kepangkatan, dalam silsilah dianggap sebagai Bupati Sumedang ke 4.

Beberapa waktu kemudian terjadilah intervensi Kesultanan Banten akibat pengaruh Rd. Kartajiwa (Soeriadiwangsa 2) putra Dipati Aria Soeriadiwangsa (Rangga Gempol 1) yang ingin memperoleh kembali haknya, beberapa wilayah Sumedang ditaklukan dan dikuasai Banten. Karena dianggap tidak mampu menghadapi serangan Banten akhirnya Rangga Gede dipecat oleh Sultan Agung dan dipenjarakan di Mataram.

Jabatan beliau sebagai Bupati Wadana Prayangan dicopot dan diserahkan kepada Dipati Ukur yang memindahkan pusat pemerintahan ke Daerah Ukur (Bandung sekarang) dengan misi pertama mengusir tentara Kesultanan Bamten dari wilayah Priangan. Setelah berhasil mengusir Banten misi kedua adalah menyerang Batavia namun misi kedua ini gagal dan Dipati Ukur tidak berani pulang ke Mataram. Oleh Sultan Agung tindakan Dipati Ukur dianggap desersi dan harus dihukum berat, namun tidak ada yang sanggup menangkap Dipati Ukur yang terkenal gagah berani serta memiliki sisa-sisa pasukan yang kuat.

Akhirnya Sultan Agung membebaskan Rangga Gede dari hukuman dan memberi tugas menangkap Dipati Ukur hidup atau mati, namun tugas tersebut tidak dapat terlaksana karena beliau keburu meninggal dunia sewaktu pusat pemerintahannya di Parumasan - Conggeang dan Pangeran Rangga Gede dimakamkan Jalan Panday Desa Regol Wetan Kecamatan Sumedang Sekatan.

Sedangkan Dipati Ukur sendiri akhirnya dapat ditangkap hidup-hidup oleh Bahureksa salah satu panglima perang Mataram akibat pengkhianatan beberapa pengikutnya, dibawa ke Mataram dan dihukum mati disana.

Tidak ada keterangan siapa dan berapa jumlah istri Rangga Gede hanya tercatat beliau memiliki 29 orang anak, oleh karenanya penulis membahasnya dibawah tulisan ini.

Pemerintahan Kabupaten Sumedang selanjutnya dipegang oleh salah seorang putra Rangga Gede yang bernama Raden Bagus Weruh yang kemudian bergelar Pangeran Rangga Gempol II sebagai Bupati Sumedang ke 5 dari tahun 1633 sampai tahun 1656, dan terjadi lagi pemindahan ibu-kota dari Canukur ke Kampung Sulambitan Kelurahan Regol Wetan Kecamatan Sumedang Selatan, berbeda dengan pendahulunya beliau bukan Bupati Wadana sebagai akibat peristiwa Dipati Ukur karena dalam masa awal pemerintahnya terjadi pemecahan wilayah di Prayangan / Priangan oleh Mataram menjadi empat Kabupaten yang sejajar kedudukannya yaitu Kabupaten Parakan Muncang, Bandung, Sukapura dan Sumedang sendiri, berarti wilayah Kabupaten Sumedang menjadi kecil hanya seperempat dari wilayah semasa Prabu Geusan Ulun, maksud pemecahan ini adalah penghargaan terhadap 3 orang bekas pengikut Dipati Ukur yang membelot dan ikut serta dalam operasi pengejaran serta penangkapan Dipati Ukur oleh Bahureksa dan masing-masing diangkat sebagai Bupati juga dalam rangka persiapan penyerangan ke Batavia untuk yang ketiga kalinya, namun tidak terwujud karena Sultan Agung keburu meninggal dunia.


SEKILAS SEJARAH PEMERINTAHAN PADA MASA RANGGA GEDE

Daerah Galuh yang sudah ditaklukan terlebih dahulu oleh Mataram pada tahun 1595. Selanjutnya Sultan Mataram membagi-bagi wilayah Priangan, yang dalam sumber-sumber Belanda disebut Westerlanden, menjadi kabupaten-kabupaten yang masing-masing dikepalai oleh seorang bupati.

Untuk mengawasi serta mengkoordinasikan para bupati ini, salah seorang bupati yang dianggap terkemuka atau cukup berpengaruh diangkat menjadi wedana bupati. Wedana bupati per-tama adalah Rangga Gempol I (1620 -1625 M), yang kedua adalah Dipati Ukur (1625 - 1629 M), dan yang terakhir adalah Pangeran Rangga Gempol II (1641 - 1656 M).

Setelah yang terakhir ini, jabatan wedana bupati dihapuskan dan selanjutnya para bupati bertanggung jawab langsung kepada Sultan Mataram.

Adapun berpindahnya jabatan Wedana Bupati dari Rangga Gempol I (Rd. Aria Soeriadiwangsa) kepada Dipati Ukur, bermula dari perintah Sultan Mataram kepada Rangga Gempol I untuk membantu menaklukkan daerah Sampang, Madura.

Jabatan sebagai penguasa Sumedang diserahkan kepada kakak tirinya, yaitu Rangga Gede. Oleh karena Rangga Gempol I meninggal, putranya, yaitu Aria Soeriadiwangsa II (Rd. Kartadjiwa), menuntut haknya atas tahta Sumedang. Rangga Gede menolak sehingga Aria Soeriadiwangsa II (Rd. Kartadjiwa) meminta bantuan Sultan Banten untuk merebut kekuasaan dengan janji, ia akan tunduk kepada Kesultanan Banten.

Permintaan ini dipenuhi oleh Sultan Banten karena dukungan Sumedang diperlukan dalam menghadapi persaingan dengan Mataram.

Rangga Gede ternyata tidak mampu menahan serangan Banten. Ia kemudian dipanggil ke Mataram dan ditahan di sana. Jabatan wedana bupati kemudian diserahkan kepada Dipati Ukur dari Tatar Ukur karena ia menyanggupi membantu merebut Batavia dari VOC. Ternyata usaha Dipati Ukur gagal. Ia ditangkap tentara Mataram dan dihukum di Mataram. Jabatan wedana bupati diserahkan kembali kepada Rangga Gede.

Untuk mengembalikan stabilitas politik yang terganggu akibat peristiwa Dipati Ukur, Sultan Mataram melakukan reorganisasi wilayah Priangan antara tahun 1641 dan 1645 M.

Wilayah kekuasaan Dipati Ukur yang meliputi Sumedanglarang dahulu, yaitu Pamanukan, Ciasem, Karawang, Sukapura, Limbangan, Bandung dan mungkin Cianjur dibagi menjadi 4 kabupaten yaitu : Sumedang, Sukapura, Parakanmuncang dan Bandung pada tahun 1641 M.

Daerah Galuh kemudian dipecah-pecah menjadi Bojonglopang, Imbanagara, Utama, Kawasen dan Banyumas. Selain itu, di Krawang dibangun koloni-koloni yang penduduknya didatangkan dari Jawa. Setelah Sultan Agung wafat pada tahun 1645, putranya yaitu Sunan Amangkurat I meneruskan reorganisasi wilayah barat. Daerah itu dibagi menjadi dua belas ajeg yaitu : Sumedang, Parakanmuncang, Bandung, Sukapura, Krawang, Imbanagara, Kawasen, Wirabaya (Galuh), Sekace, Banyumas, Ayah, dan Banjar.

Kekuasaan Mataram atas Priangan berakhir dengan adanya perjanjian 19-20 Oktober 1677 dan 5 Oktober 1705, antara Mataram dengan VOC. Dalam perjanjian pertama disebutkan bah-wa Mataram menyerahkan wilayah Priangan Timur kepada VOC, sedangkan dalam perjanjian kedua Mataram menyerahkan wila-yah Priangan Tengah dan Priangan Barat kepada VOC. Penyerahan wilayah Priangan kepada VOC dilakukan Mataram sebagai balas jasa kepada VOC yang telah membantu menyelesaikan perebutan kekuasaan di Mataram. Pengambilalihan wilayah Priangan tidak berlangsung cepat. Baru pada tanggal 15 Nopember 1684, Komandan Jacob Couper. dan Kapten Joachurn Michiels menangani daerah Priangan atas perintah Gubernur Jenderal Johannes Camphuijs. Bupati pertama yang mendapat surat pengangkatan dari VOC adalah Wangsatanoe yang ditetapkan menjadi Bupati Pamanukan pada tanggal 24 Desember 1701.

Pada tahun 1706 Pangeran Aria Cirebon diangkat sebagai pengawas (overseer) bupati-bupati Priangan, kecuali Krawang dan Cianjur yang sudah dianggap termasuk wilayah Batavia. Kedudukan Pangeran Aria Cirebon dikukuhkan berdasarkan Resolusi 9 Februari 1706. Sebelumnya, Pangeran Sumedang juga mengajukan permohonan untuk menjadi Wedana Bupati. Permohonan ini ditolak karena VOC berpendapat bahwa kedudukan para bupati Priangan semuanya sama dan semuanya mengabdi langsung kepada VOC.

Setelah Pangeran Aria Cirebon meninggal tahun 1723, ternyata tidak diangkat penggantinya. Putra Pangeran Aria Cirebon, Martawijaya, mencoba mengajukan permohonan untuk mengisi jabatan ayahnya, tetapi ditolak karena jabatan wedana bupati tidaklah untuk diwariskan.


ISTERI-ISTERINYA PANGERANG RANGGA GEDE

Dalam Buku Sarsilah tidak tercatat siapa saja istrinya Pangeran Rangga Gede. Adapun Istri-istrinya Pangeran Rangga Gede adalah :

1. Nyimas Romlah, putri dari Arasuda dari istrinya NM. Ngabehi Mertayuda, putra Ratu Cukang Gedeng Waru (NM. Sari Hatin) dan Prb. Geusan Ulun (Rd. Angka Wijaya). NM. Romlah adalah putra dari Santowan Cikeruh dari istrinya Nyimas Sari (Buyut Sedet - Kampung Legok Cijambe Paseh), dan NM. Sari adalah putri dari NM. Romlah Karomah dan Hosto Husma. NM. Romlah Karomah putra dari Rd. Meumeut dan NM. Mala Rokaya. Rd. Meumeut putra dari Prb. Siliwangi (Jaya Dewata) dari ke 4, yaitu Ratu Raja Mantri (Ratu Ratnasih) dari Sumedanglarang putra pertama Prabu Tirta Kusuma (Sunan Tuakan) dan Ratu Nurcahya.

2. Nyimas Asidah, adalah putra ke 4 dari Sutra Bandera (R. Sastra Pura Kusumah) dan NM. Hatimah. Sutra Bandera (Sastra Pura Kusumah adalah putra ke 4 dari Prb. Nusiya Mulya (Prb. Saryoni Nyata) / Panembahan Pulosari dari NM. Oo Imahu. NM. Hatimah adalah adik dari Terong Peot dan Nangganan, putra dari Kusnaedi Kusumah dari NM. Harsari. R. Sutra Bandera (Sastra Pura Kusumah) menikah dengan NM. Hatimah, berputra :

1. Rd. Sutrra Mulut / Eyang Haji Baginda.
2. Rd. Mara Suda
3. Rd. Rohimat
4. NM. Asidah.

Dari Istrinya NM Asidah, Pangeran Rangga Gede berputra salah satunya yaitu Rd. Bagus Weruh atawa digelari Rangga Gempol 2 (1633 - 1656 M).

3. Nyimas Roro atau Nyimas Kokom Ruhada (Buyut Lidah), putra dari Prb. Raga Mulya / Panembahan Pulosari dan NM Oo Imahu (NM Harom Muthida). Makam Nyimas Roro di Kampung Cijambe Legok Paseh Sumedang).

Keterangan dibawah ini : Prabu Nusiya Mulya /Panembahan Pulosari (1567 - 1579 M), menikah dengan Nyimas Oo Imahu (Harom Muthida), berputra :

  1. NM. Harim Hotimah, makam di Bogor.
  2. NM. Sari Atuhu (Buyut Eres), diperisteri oleh Santowan Awiluar (Pangeran Bungsu), putra bungsu dari Pangeran Santri dan Ratu Inten Dewata. Makam NM. Sari Atuhu (Buyut Eres) di Parugpug Paseh Legok.
  3. R. Sastra Pura Kusumah (Sutra Bandera), menikahi NM. Hatimah putranya R. Kusnaedi Kusumah dan NM. Harsari. NM. Hatimah adalah adiknya Terong Peot dan Nangganan. Makamnya Sutra Bandera di Sagara Manik Desa Cipancar Sumedang Selatan.
  4. R. Istihilah Kusumah / Pangeran Sunan Umbar / Sutra Umbar (Embah Ucing), memperistri NM Pamade salah putri Prabu Geusan dan Ratu Cukang Gedeng Waru. Makamnya Istihilah Kusumah (Sutra Umbar) di Makam Tajur Cipancar Sumedang Selatan.
  5. NM. Kokom Ruhada (Nyimas Roro / Buyut Lidah), diperistri menjadi salah salah satu Istri Pangeran Rangga Gede, makamnya di Kampung Cijambe Legok Paseh Sumedang.
  6. NM. Suniasih, diperisteri oleh Jaya Perkasa (Sayang Hawu) Makamnya NM. Suniasih di Tajur Cipancar Sumedang.


PUTRA-PUTRI PANGERAN RANGGA GEDE

1.1.1 Pangeran Rangga Gede (Koesoemahdinata IV), berputra :
1.1.1.1 Dalem Aria Bandayuda 
1.1.1.2 Dalem Djajoeda  
1.1.1.3 Dalem Wargaita  
1.1.1.4 Dalem Wangsa Subaya
1.1.1.5 Dalem Rangga Gempol II (Koesoemahdinata V)
1.1.1.6 Dalem Loerah 
1.1.1.7 Rd. Singamanggala 
1.1.1.8 Ki Wangsaparamadja  
1.1.1.9 Ki Wiratama 
1.1.1.10 Ki Wangsaparadja  
1.1.1.11 Ki Djasinga  
1.1.1.12 Ki Wangsasabadra  
1.1.1.13 Kiyahi Anggatanoe  
1.1.1.14 Ki Martabaja 
1.1.1.15 NM. Anggadasta 
1.1.1.16 NM. Nataparana 
1.1.1.17 NM. Arjapawenang 
1.1.1.18 NM. Martarana 
1.1.1.19 NM. Djagasatroe 
1.1.1.20 NM. Wargakarti  
1.1.1.21 NM. Bajoen 
1.1.1.22 NM. Wangsapatra  
1.1.1.23 NM. Warga Komara  
1.1.1.24 NM. Joedantaka 
1.1.1.25 NM. Toean Soekadana 
1.1.1.26 NM. Oetama  
1.1.1.27 NM. Kawangsa  
1.1.1.28 NM. Wirakarti 
1.1.1.29 NR. Nalawangsa
57567/8 <406+58> 1.1.10. Rd. Rangga Nitinagara [Sumedang Larang]
Рођење: 1587изр, Kalkulasi: (1578+(9x1) = 1587
Одсељавање: di Pagaden dan Pamanukan
1.1.10 Rd. Rangga Nitinagara .
1.1.10.1 Dlm. Panengan . 
1.1.10.2 Dlm. Djajapoespa . 
1.1.10.3 Kiai Parajasoeta . 
1.1.10.4 NM. Gempler .
46968/8 <343+61> 11. Pangeran Adipati Pringgoloyo I ? (Raden Mas Djulig) [Kesultanan Mataram]
Рођење: Level 3 = Buyut ke 11 Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 1 Raden Ayu Djumilah + Panembahan Senopati
Титуле : од 1595, Bupati Madiun Ke 5
Raden Mas Djulig Pringgolojo memegang tampuk pimpinan pemerintahan di Kabupaten Madiun tahun 1595-1661 menggantikan Raden Mas Sumekar dan Raden Mas Rangsang
LAMBANG  KESULTANAN  BANTEN
LAMBANG KESULTANAN BANTEN
54769/8 <386+?> 14.1.1.1.1.1.1. Sultan Abu Al Mafakhir Mahmud 'Abdul Qadir / Pangeran Ratu [Kesultanan Banten]
Свадба:
Титуле : од 23 јун 1596, Banten, Sultan Banten IV
Смрт: 10 март 1651, Pemakaman Kenari Banten
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

berputra :

   Sultan ‘Abdul Maali Ahmad Kenari (Putra Mahkota)
   Ratu Dewi
   Ratu Ayu
   Pangeran Arya Banten
   Ratu Mirah
   Pangeran Sudamanggala
   Pangeran Ranamanggala
   Ratu Belimbing
   Ratu Gedong
   Pangeran Arya Maduraja
   Pangeran Kidul
   Ratu Dalem
   Ratu Lor
   Pangeran Seminingrat
   Ratu Kidul
   Pangeran Arya Wiratmaka
   Pangeran Arya Danuwangsa
   Pangeran Arya Prabangsa
   Pangeran Arya Wirasuta
   Ratu Gading
   Ratu Pandan
   Pangeran Wirasmara
   Ratu Sandi
   Pangeran Arya Jayaningrat
   Ratu Citra
   Pangeran Arya Adiwangsa
   Pangeran Arya Sutakusuma
   Pangeran Arya Jayasantika
   Ratu Hafsah
   Ratu Pojok
   Ratu Pacar
   Ratu Bangsal
   Ratu Salamah
   Ratu Ratmala
   Ratu Hasanah
   Ratu Husaerah
   Ratu Kelumpuk
   Ratu Jiput
Ratu Wuragil
44870/8 <343+61> 12. Ki Ageng Panembahan Djuminah ? (Pangeran Adipati Djuminah Petak / Pangeran Blitar I) [Kesultanan Mataram]
Рођење: Level 3 = Buyut ke 12 Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 2 Raden Ayu Djumilah + Panembahan Senopati
Титуле : од 1601, Bupati Madiun Ke 6
Diputus :

25705 706867 Pada periode berikutnya setelah Raden Mas Djulig Pringgolojo menjadi Bupati Madiun selama tidak kurang dari 12 tahun Kabupaten Madiun berada di bawah pemerintahan Bupati yang bernama Raden Mas Bagus Djunina Petak alias Mangkunegoro I. Bupati ini mengawali masa jabatannya pada tahun 1601 dan berakhir tahun 1613.


Silsilah Versi http://silsilah-pangeran-haryo-juminah.blogspot.co.id/2011/08/silsilah-pangeran-juminah.html SILSILAH KANJENG PANGERAN HARYO JUMINAH(PUTRA SENOPATEN) SILSILAH KPH HARYO JUMINAH (PUTRA SENOPATEN)

KANJENG PANGERAN HARYO (KPH) JUMINAH adalah putra Paembahan Senopati RAJA Mataram dari isteri Ratu Retno Dumilah putra bupati madiun. Makamnya berada pada makam HASTONO GIRILOYO timur HASTONO IMOGIRI Bantul Daeral Istimewa Jogjakarta. Kalau ditarik dari Garis silsilah aayah dan ibu, akan bertemu pada Prabu Brawijoyo V Raja Majapahit terakhir. Satu makam dengan RATU MAS ADI ( Isteri SUSUHUNAN HANYOKROWATI ing Krapyak). Dari keturunan KPH Haryo Juminah ini, para bupati Kaliwungu tempo doelu hampir semuanya anak cucunya. Salah satu putera KPH Juminah adalah RM Ronggo Wongsoprono dimakamkan di HASTANA Kuntul ngelayang Komplek pemakaman PARA PANGGEDE (Pejabat tempo doelu) Desa Protomulyo Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal Jawa Tengah. RM RONGGO Wongsoprono yang orang menganggapnya Pangeran Juminah Kaliwungu sebenarnya adalah putera pangeran Juminah Giriloyo. Berdampingan dengan makam RM RONGGO Hadimanggolo ke 1 Bupti Kaliwungu Pertama beserta Istri Bupati Kaliwungu pertama. 3 orang tersebut berada dalam satu cungkup (Gedung kecil) posisi ini berada di bagian Gedung Lor(Utara) di sekitarnya masih dalam Komplek Gedung Lor kecuali itu ada makam RT. RONODIWIRYO Bupati Batang tempo doeloe. Selanjutnya di bagian Gedung Tengah terdapat makam Bupati Kaliwungu ke II (RM Ronggo Hadi Manggolo II), RT Sumo Diwiryo II (Bupati Kaliwungu ke VII, RT. REKSO NAGORO (salah satu Bupati Semarang). Raden Ayu Reksonegoro dan Garwo (Ronggo/Bupati Anom Ungaran) Pada bagian Gedung Kidul (selatan) terdapat makam RM Ronggo Hadi Manggolo III (Bupati Kaliwungu ke III). RT Soemo Diwiryo ke-1 (Bupati Kaliwungu ke VI) RT Hadi Negoro II Bupati Demak, RT Hadi Negoro III Bupati Demak, RT Kromo Manduro Bupati Kaliwungu ke-5.

PANEMBAHAN SENOPATI BERPUTERA DIANTARANYA :

1. PANGERAN JUMINAH. (makamnya di Hastana Giriloyo Bantul Jogyakarta) berputera diantaranya : 1.1 RM. Ronggo Wongsoprono (KY Ageng Lempuyang, Makamnya di Gedong Lor satu cungkup dengan makam Bupati Kaliwungu Pertama, sedangkan sebelahnya adalah Makam Istri Bupati Kaliwungu Pertama 1.2 Pangeran Haryo Balitar 1.3 R. Ayu Sarifah Mertokusumo (guru ngaji Jepara) 1.4 R. Ay. Sontodirdjo 1.5 R. Ay. Wonoboyo 1.6 R. Ayu Kadjoran 1.7 RM. Surolojo

1.1 RM Ronggowongso Prono Berputra diantaranya : 1.1.1 RM Ronggo Hadi Manggolo I (Bupati Kaliwungu Pertama) makamnya menyatu dengan RM Ronggowongso Prono dan isteri Bupati Kaliwungu pertama). Sekarang sudah dibangun cungkup (Gedung) oleh pemerintah Kabupaten Kendal.

1.1.1 RM Ronggo Hadi Manggolo I berputera diantaranya : 1.1.1.1 RM Ronggo Hadi Manggolo II (Bupati Kaliwungu ke II) berputera diantaranya :

1.1.1.1.1 RM Ronggo Hadi Manggolo III (Bupati Kaliwungu ke III, pecah perang di Tlogohaji Gubug) berputera diantaranya :

1.1.1.1.1.1 RT Ronggo Hadimanggolo IV (Hadinegoro Sepuh) Bupati Kaliwungu ke IV pernah menjabat Bupati Batang, menantu Adipati citrosomo Bupati Jepara. Berputera diantaranya :

1.1.1.1.1.1.1 RT Suro Hadiningrat (Kyai Kromo Manduro) Bupati Kaliwungu ke V 1.1.1.1.1.1.2 RT Sumo Diwiryo I (Bupati Kaliwungu ke VI) 1.1.1.1.1.1.3 RT Ronodiwiryo Bupati Batang

1.1.1.1.1.1.2 RT Sumo Diwiryo I (Bupati Kaliwungu ke VI) berputera diantaranya :

1.1.1.1.1.1.2.1 R. Ayu Mertokusumo menantu Bupati Kendal 1.1.1.1.1.1.2.2 RT. Sumo Diwiryo II (Bupati Kaliwungu ke VII) 1.1.1.1.1.1.2.3 Kyai Hadipati Hadinegoro Bupati Kaliwungu ke VIII, kemudian pindah menjadi Bupati Demak berputera diantaranya :

1.1.1.1.1.1.2.3.1 R.A.A. Adinegoro Bupati Demak (Tahun 1839) berputera diantaranya :

1.1.1.1.1.1.2.3.1.1 R. Ngabei Hastronagoro Wedono Ungaran berputera diantaranya :

1.1.1.1.1.1.2.3.1.1.1 R. Ayu Darmi (R. Ayu Hastrodilogo) 1.1.1.1.1.1.2.3.1.1.2 R. Sudardjo

1.1.1.1.1.1.2.3.1.2 R. Ngabei Wiryo Wijoyo (Bekti) berputera diantaranya : 1.1.1.1.1.1.2.3.1.2.1 R. Hadiwidjojo (Sutik) 1.1.1.1.1.1.2.3.1.2.2 R. Nganten Surodipuro (Isteri Mas Surodipuro Grogol) 1.1.1.1.1.1.2.3.1.2.3 R. Nganten Haji abdul Majit (pabrik tahu Kauman Semarang) 1.1.1.1.1.1.2.3.1.2.4 R. Tjitrokumoro 1.1.1.1.1.1.2.3.1.2.5 R. Hadi Sumelang

1.1.1.1.1.1.2.3.2 R. Ayu Purbokusumo 1.1.1.1.1.1.2.3.3 R. Ayu Prawirokusumo 1.1.1.1.1.1.2.3.4 R. Ayu Adipati Mangkudipuro II Bupati Juwana (Isteri ke-1 Adipati Mangkudipuro)

1.1.1.1.1.1.2.3.5 Isteri ke-2 R. Adipati Mangkudipuro II Bupati Juwana berputera diantaranya :

1.1.1.1.1.1.2.3.5.1 R. Ngabei Prawirodipuro Wedono Ngerang 1.1.1.1.1.1.2.3.5.2 R. Ayu Ronggowiratmojo berputera diantaranya :

1.1.1.1.1.1.2.3.5.2.1 R. Notowiratmejo 1.1.1.1.1.1.2.3.5.2.2 R. Mertokusumo Fiskal Pati 1.1.1.1.1.1.2.3.5.2.3 R. Ngabei Surowinoto Wedono Juwana

1.1.1.1.1.1.2.3.5.3 R. Ayu Hardjokusumo Isteri Fiskal Pati 1.1.1.1.1.1.2.3.5.4 R. Ngabei Wirjodipuro Kolektor Juwana berputera diantaranya : 1.1.1.1.1.1.2.3.5.4.1. R. Ayu Panji Sumoprojo 1.1.1.1.1.1.2.3.5.4.2. R. Ayu Sastrodimejo (isteri Jaksa Semarang) 1.1.1.1.1.1.2.3.5.4.3. R. Wirjo Saputro

1.1.1.1.1.1.2.3.5.4.1 R. Ayu Tirtoredjo (Garwo R. Tirtorejo Wedono Jeporo) berputera diantaranya :

1.1.1.1.1.1.2.3.5.4.1.1 R. Supardi Jaksa Solotigo 1.1.1.1.1.1.2.3.5.4.1.2 R. Ayu Sudarjo 1.1.1.1.1.1.2.3.5.4.1.3 R. Suparman

1.1.1.1.1.1.2.3.5.4.2 R. Ayu Sumowidjojo 1.1.1.1.1.1.2.3.5.4.3 R. Surodipuro 1.1.1.1.1.1.2.3.5.4.4 R. Ayu Notodipuro 1.1.1.1.1.1.2.3.5.4.5 R. Ayu Murti (isteri Mantri Kabupaten Juwana)

1.1.1.1.1.1.2.3.5.5 R. Ayu Hadipati Aryo Tejokusumo (isteri Bupati Kediri)

1.1.1.1.1.1.2.3.5.6 R. Ngabei Kromodipoero Patih Kudus berputera diantaranya :

1.1.1.1.1.1.2.3.5.6.1 R. Kromohadipuro 1.1.1.1.1.1.2.3.5.6.2 R. Ayu Suryodiputro (isteri patih Kendal) 1.1.1.1.1.1.2.3.5.6.3 R. Ayu Muslimah 1.1.1.1.1.1.2.3.5.6.4 R. Kromodipuro

1.1.1.1.1.1.2.3.5.7 R. Ngabei Notodipuro Wedono Undaan 1.1.1.1.1.1.2.3.5.8 R. Ayu Hastronagoro

1.1.1.1.1.1.2.3.6 R. Ngabei Mangkudiwiryo Wedono Grobogan 1.1.1.1.1.1.2.3.7 R. Ngabei Citrodiwirjo Patih Demak 1.1.1.1.1.1.2.3.8 R. Ngabei Condrodiwirjo Patih Demak 1.1.1.1.1.1.2.3.9 R. Ayu Purwodiwirjo (Isteri Wedono Wedung)

1.1.1.1.1.1.2.4 R. Ayu Rekso Negoro (Isteri Rekso Negoro Ronggo Ungaran(Setingkat Bupati Anom, Wedono, Wakil Bupati Ungaran tempo doelu)) berputera diantaranya :

1.1.1.1.1.1.2.4.1 RT. Aryo Reksonegoro Bupati Semarang (meninggal tahun 1862 M) berputera diantaranya 1.1.1.1.1.1.2.4.1.1 R. Ngabehi Reksodirdjo ( Patih Semarang) berputera diantaranya ; 1.1.1.1.1.1.2.4.1.1.1 R. Ay. Djojodirdjo (Mantri Polisi Ungaran) 1.1.1.1.1.1.2.4.1.1.2 R. Reksobronto Juru tulis Wedono Srondol

1.1.1.1.1.1.2.5 R. Ayu Wirosaroyo (isteri Demang Desa Gunungpati ). Keterangan : Demang setingkat Kepala Desa, Glondong, Kentol. Berputera diantaranya ;

1.1.1.1.1.1.2.5.1 R. Wirokusumo Demang Desa Gunungpati 1.1.1.1.1.1.2.5.2 R. Wirotanoyo Demang Desa Gunungpati

1.1.1.1.1.1.2.6 RT. Aryo Adinegoro Bupai Demak tahun 1825 – 1830 perang Diponegaran berputera diantaranya :

1.1.1.1.1.1.2.6.1 R. Ayu Merto Hadinegoro (Isteri RT. Merto Hadinegoro Bupati Grobogan) berputera diantaranya :

1.1.1.1.1.1.2.6.1.1 R. Ayu Surodipuro Nilo Prabongso (Isteri R. Surodipuro Nilo Prabongso Wedono Tengaran, Putera Surohadi Manggolo VII Bupati Semarang)


1.2 Pangeran Haryo Balitar berputra diantaranya :

1.2.1 Pangeran Tumenggung Balitar berputra diantaranya :

1.2.1.1 Putri (Istri Pakubuwana ke 1) 1.2.1.2 Pangeran Haryo Balitar

1.3 R. Ayu Sarifah Mertokusumo (guru ngaji Jepara) berputera diantaranya : 1.3.1 R. Ayu Noyowongso Djongke (makam Gendingan Semarang) berputera diantaranya : 1.3.1.1 Kyai Ngabei Boestam Kartoboso Onder Regent (Bupati Anom) Terboyo Semarang

Keterangan : masih dalam perbaikan, selanjutnya silsilah secara lengkap menyusul

Diposkan oleh SILSILAH KPH HARYO JUMINAH (PUTRA SENOPATEN) di 07.15
45671/8 <326+328!> Ki Juru Martani / Adipati Mandaraka (Mondoroko I) [Brawijaya]
Рођење: Versi 1 : http://www.jatiningjati.com/2009/08/akan-banyak-orang-yang-tidak-percaya.html Versi 2 : http://kincho-ngerang.blogspot.com/ Versi 3 : http://kiagengmandaraka.blogspot.com/2011/06/saya-pengagum-beliau.html
Свадба: <151!> Ratu Mas Banten [Sultan Hadiwijaya]
Титуле : од 1601, Mataram, Patih Kesultanan Mataram
Смрт: 1615
== ASAL-USUL KI JURU MARTANI ==

Disarikan oleh : RE. Suhendar Diponegoro

Terdapat 2 versi mengenai asal-usul Ki Juru Martani :

  • 1. Versi Wikipedia (http://id.wikipedia.org/wiki/Ki_Juru_Martani) dengan sumber referensi :
    • 1.Andjar Any. 1980. Raden Ngabehi Ronggowarsito, Apa yang Terjadi? Semarang: Aneka Ilmu
    • 2.Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
    • 3.H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
    • 4.Hayati dkk. 2000. Peranan Ratu Kalinyamat di jepara pada Abad XVI. Jakarta: Proyek Peningkatan Kesadaran Sejarah Nasional **5.Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional
    • 6.M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
    • 7.Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius

Silsilahnya sebagai berikut :

Ki Juru Martani adalah putra Ki Ageng Saba atau Ki Ageng Madepandan, putra Sunan Kedul, putra Sunan Giri anggota Walisanga pendiri Giri Kedaton. Ibunya adalah putri dari Ki Ageng Sela, yang masih keturunan Brawijaya raja terakhir Majapahit (versi babad).

Juru Martani memiliki adik perempuan bernama Nyai Sabinah yang menikah dengan Ki Ageng Pamanahan, putra Ki Ageng Ngenis, putra Ki Ageng Sela. Dengan demikian, Ki Ageng Pemanahan adalah adik sepupu sekaligus ipar Juru Martani.

Juru Martani memiliki beberapa orang anak yang menjadi bangsawan pada zaman Kesultanan Mataram, antara lain Pangeran Mandura dan Pangeran Juru Kiting.

Pangeran Mandura berputra Pangeran Mandurareja dan Pangeran Upasanta. Mandurareja pernah mencoba berkhianat pada pemerintahan Sultan Agung tapi batal. Ia kemudian ikut menyerang Batavia yahun 1628 dan dihukum mati di sana bersama para panglima lainnya karena kekalahannya. Sementara itu Upasanta diangkat menjadi bupati Batang. Putrinya dinikahi Sultan Agung sebagai selir, yang kemudian melahirkan Amangkurat I.

  • 2. Versi tulisan Ulil Ahbab 17 Februari 2010 (http://kincho-ngerang.blogspot.com/), sumber referensinya adalah :
    • 1.RT. Hamaminatadipura, “Babad Karaton Mataram”.
    • 2.Soeprapto, “Riwayat Keraton Surakarta”.
    • 3.Umar Hasyim, “Sunan Muria Antara fakta dan Legenda”.
    • 4.M. Puspopranoto, “Riwayat Negeri pati”.
    • 5.Ahmadi, S.Pd.” Sejarah Pati”.
    • 6.Sholikhin Salim, “Sekitar Walisongo”.
    • 7.A.M. Nurtjahyo, “Cerita Rakyat Sekitar Walisongo”.
    • 8.K.H. Mustofa Bisri, “Tarikhul Auliya”.
    • 9.Praba Hapsara dan Eva Banowati, “Kisah – Kisah Lama dari Pati”.
    • 10.Endar Wisnu Mulyani, ”Kejayaan Bangsa di jaman”. Kerajaan.
    • 11.Ahnan M.H. dan Ustad Maftuh Ahnan, 1994. “Serpihan Mutiara Kisah walisongo. Anugerah, Surabaya”.
    • 12.Graff. DR.H. J. de. 1987. “Awal Kebangkitan Mataram”. Pt. Pustaka grafitti. Jakarta
    • 13.Wirya Panitra, 1993.” Babad Tanah Jawi”, Dahara Prize Semarang.
    • 14.Moedjanto, 1987. ”Konsep Kekuasaan Jawa”, Jakarta.
    • 15.………. Himpunan Sejarahing Nata Tanah Jawi.

Silsilahnya sebagai berikut :

Sekitar tahun 1468 – 1478 M. ada seorang Prabu Kertabumi yang bertahta, raja Brawijaya V. kerajaan Majapahit yang menikah dengan seorang putri yang bernama Dewi Wandan Kuning. Atas pernikahan itu menurunkan putra bernama Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng. Dan dari perkawinan Raden Bondan Kejawan dan Dewi Nawangsih yang menjadi putri Ki Ageng Jaka Tarub dan Nawangwulan. Pernikahan Raden Bondan Kejawan dan Dewi Nawangsih mempunyai tiga orang Putra yaitu :

  • 1.Ki Ageng Wanasaba
  • 2.Ki Ageng Getas Pendawa dan
  • 3.Nyai Ageng Ngerang / Roro Kasihan

1. Ki Ageng Wanasaba, yang nama aslinya adalah Kyai Ageng Ngabdullah merupakan kakak kandung Nyai Ageng Ngerang yang pertama / sulung, yang sekarang makamnya ada di daerah yang bernama kabupaten Wonosobo, tepatnya di desa Plobangan Selo merto[9].

Dalam masa hidupnya, Ki Ageng Wanasaba juga sebagai seorang Pemimpin yang yang hebat dan karismatik. Ki Ageng Wanasaba dikenal juga dengan julukan Ki Ageng Dukuh, akan tetapi desa Plobangan lebih dikenal dengan Ki wanu / Ki wanusebo. Perbedaan nama tersebut disebabkan dialek daerah Wanasaba tersebut terpengaruh oleh dialek Banyumas.

Ki Ageng Wanasaba dipercaya dan diyakini sebagai waliyullah, yang telah melanglang buana keberbagai tempat dalam rangka mencari ilmu sekaligus menyiarkan agama Islam. Ki Ageng Wanasaba merupakan cucu dari Prabu Brawijaya V, Raja Majapahit dan merupakan putra Raden Bondan Kejawan, Lembu Peten , putra Brawijaya V yang menikah dengan Nawangsih, dan Nawangsih sendiri putri dari Ki jaka Tarub yang menikah dengan Dewi Nawang wulan ( epos Jaka Tarub ).

Ki Ageng Wanasaba mempunyai Putra yaitu Pangeran Made Pandan, nama lain dari Ki Ageng Pandanaran. Pangeran Made Pandan mempunyai putra Ki Ageng Pakiringan yang mempunyai istri bernama Rara Janten. Dari pasangan ini mempunyai empat Putra yaitu Nyai Ageng Laweh, Nyai Ageng Manggar, Putri dan Ki juru Mertani.
Lambang Kesultanan Bima
Lambang Kesultanan Bima
59172/8 <419+?> 1. Kyai Ageng Datuk Sulaiman / Kyai Suleman Bekel Jamus [Kesultanan Bima]
Рођење: 1601, Bima (Tahun Saka)
Рођење: 1680, Bima (Masehi)
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

ASAL-USUL

Versi 1

Dalam babad Lombok dijelaskan bahwa Islam dibawa ke Lombok oleh Sunan Prapen dari Giri (Gresik). Setelah berhasil mengislamkan Lombok, Sunan Prapen bergerak ke timur untuk mengislamkan Sumbawa dan Bima. Sementara Rouffaer berpendapat bahwa Islam di Bima berasal dari Melayu, Aceh dan Cirebon. Pendapatnya ini didasarkan pada inskripsi-inskripsi yang tersebar di Bima. Muballig-muballig ini datang pada sekitar tahun 1605 M.

Menurut Sejarawan H Abdullah Tayeb dalam buku Sejarah Bima – Dana Mbojo, salah seorang keturunan Raja Bima kelak hijrah ke tanah Jawa dan dikenal dengan nama Kyai Ageng Datuk Sulaiman Bekel Jamus. Berdasarkan genealogy Kesultanan Yogyakarta, Kyai Ageng Sulaiman (Suleman) menikah dengan putri Madura bernama Ratu Kedhaton, dan memiliki putri bernama Roro Widuri atau dikenal sebagai Nyai Ageng Derpayuda.

Salah seorang putri dari Nyai Ageng Derpayuda bernama Niken Lara Yuwati, kelak menjadi permaisuri Sultan Hamengku Buwono I dan dikenal dengan nama Ratu Ageng Tegalrejo. Ratu Ageng Tegalrejo merupakan buyut dari Pangeran Diponegoro, sekaligus menjadi pengasuh sang pangeran ketika masih kecil

Image:bima2.jpg

Catatan Penambahan :

  • Berdasarkan data situs akasara.com, Ratu Ageng Tegalrejo lahir pada tahun 1735, jika jarak usia dengan sang kakek Kyai Ageng Datuk Sulaiman adalah sekitar 50-60 tahun, maka diperkirakan Kyai Ageng Datuk Sulaiman lahir sekitar tahun 1675-1685.
  • Diperkirakan Kyai Ageng Datuk Sulaiman satu generasi dengan Sultan Bima ke-4 yang bernama Sultan Jamaluddin. Hal tersebut bermakna Kyai Ageng Datuk Sulaiman kemungkinan putra Sultan Bima ke-3 yang bernama Sultan Nuruddin bin Sultan Abil Khair bin Sultan Abdul Kahir.
  • Menurut catatan Genealogy Kesultanan Bima, ibunda dari Sultan Nuruddin Bima adalah adik kandung dari Sultan Hasanuddin Gowa yang bernama Karaeng Bonto Je’ne.
  • Berdasarkan buku Bo’ Sangaji Kai: Catatan Kerajaan Bima, Sultan Nuruddin pernah mambantu perlawanan Trunojoyo dalam polemik internal wangsa Mataram. Sultan Nuruddin bersama pasukannya berada di Jawa dari tahun 1676 hingga 1682. Sultan Nuruddin juga tercatat ikut membantu perlawanan Sultan Ageng Tirtayasa Banten dalam menghadapi kolonial Belanda. Bahkan Sultan Nuruddin pernah menjadi tawanan Belanda di wilayah Tambora Jakarta Barat.
  • Terkait dokumen yang menyatakan Kyai Ageng Suleman lahir tahun 1601 kemungkinan yang dimaksud adalah tahun saka, atau dengan kata lain bersamaan dengan sekitar tahun 1679 – 1680 Masehi.
  • Garis silsilah Kyai Derpoyudo (Kyai Ageng Derpayuda) yang merupakan suami dari Nyai Ageng Derpayuda adalah sebagai berikut Kyai Ageng Derpoyudo bin Ki Ageng Wiroyudo bin Tumenggung Sontoyudo II bin Tumenggung Sontoyudo I (sumber: Trah Derpoyudo). Dalam beberapa catatan, ibunda dari Ratu Kedaton Madura adalah Raden Ayu Sontoyudo binti Tumenggung Sontoyudo I.


ASAL-USUL

Versi-2

Mungkin kita sudah banyak tahu bahwa dari beberapa tulisan sejarah yang menyatakan tentang keabsahan Diponegoro sebagai keturunan Raja Bima. Dalam buku Sejarah Bima Dana Mbojo jelas terurai dengan apik oleh Alm. H. Abdullah Tajib tentang Pangeran Diponegoro. Pada catatan kaki buku berjudul Asal Usul Perang Jawa karangan Dr. Peter Carey tertulis :

“Moyang perempuan Dipanegara, Ratu Ageng ( Tegalrejo ) ( C. 1735 - 1803 ) adalah putera Ki Ageng Derpayuda, Kyai termashur pada awal abad 18 yang berdiam di kawasan Sragen di dekat Surakarta. Melalui Ibunya Ni Agung Derpayuda ratu Ageng ( Tegalrejo ) dilahirkan dalam generasi Ketiga dari Sultan Bima di Sumbawa, kesultanan di Indonesia bagian Timur yang tersohor ketaatannya pada agama Islam. Karena itu dalam diri Dipanegara mengalir darah Madura ( dari neneknya ratu Kedhaton yang meninggal tahun 1620) dan darah Bima”.

Yang menarik sesungguhnya bukan pada keberadaan Pangeran Diponegoro sebagai turunan dalam transmisi genetik Raja Bima. Melainkan pada sosok fenomenal misterius bernama Sulaiman. Untuk sekedar diketahui, dalam Sejarah Nganjuk (Kerajaan Berbek dan Godean), nama Sulaiman juga muncul. Kali ini dengan sebutan Haji Datuk Sulaiman, dan dalam silsilah tersebut beliau didudukkan pada posisi pertama. Pada dokumen lain yang berasal dari Raja-Raja Mataram ada disebutkan : “ Kyai Suleman Bekel Jamus ( Surakarta ) adalah putera raja Bima dan lahir 1601”. Dokumen ini memberikan petunjuk bahwa dalam abad 17 di Kerajaan Mataram terdapat putera Raja Bima yang sedang mengabdi di sana. Dihubungkan dengan tulisan Dr. Peter Carey, maka kedua dokumen itu saling mengukuhkan dan membenarkan.

Dari uraian tersebut menjadi kian jelas, bahwa Sulaiman yang muncul dalam transmisi silsilah Diponegoro dengan silsilah para pemimpin Berbek-Godean adalah sosok yang sama. Dan Ratu Kedhaton yang dipersunting oleh Kyai Sulaiman tersebut ialah puteri dari Kyain Wiroyudo.

Siapa sesungguhnya Kyai Sulaiman ini ?

Untuk menelusuri asal-usul Kyai Sulaiman, saya menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan fenomenologis dan pendekatan kritik teks. Secara fenomenologis, saya akan sampai pada kesimpulan bahwa Sulaiman adalah anak dari Sultan Abdul Kahir I, sedangkan kritik teks silsilah mengarahkan saya pada kesimpulan bahwa Sulaiman adalah anak dari Tureli Belo, masih dalam lingkup bangsa Rato Cingi.


Dugaan Pertama : KYAI SULAIMAN ADALAH PUTERA DARI LA KAI

Untuk melacak transmisi genetik Kyai Sulaiman dalam silsilah Raja Bima, maka kita perlu menggarisbawahi beberapa hal, yaitu :

  1. Dari LAMPIRAN V BO’ Sangaji Kai tertulis bahwa Abdul Kahir Mantau Bata Wadu diperkirakan lahir pada tahun 1583, kawin dengan Daeng Melu, dan wafat pada sekitar 22-12-1640. (Saya cenderung menduga kalau Abdul Kahir mangkat di usia renta, sekitar ±65 tahun, buktinya adalah penghormatan Kesultanan kepada beliau dengan menempatkan makamnya di atas bukit Danatraha).
  2. Masa pemerintahan Sultan pertama, Abdul Kahir, hanya samar diketahui. Setelah Bima dikalahkan dua kali oleh armada Makassar tahun 1618 dan 1619.
  3. Raja Bima masuk Islam pada tanggal 7 Februari 1621 (Noorduyn 1987a : 317, 319); saya sendiri menduga kalau tanggal ini adalah waktu penyerahan diri seorang pemimpin Hindu-Syiwa di Nagari Bima, yang bersedia masuk Islam setelah kalah dari Makassar, sekaligus berakhirnya masa kekuasaan Bima Nagari ditandai pengukuhan Abdul Kahir sebagai Sultan Bima oleh Raja Goa Alauddin. (Baca juga : TAFSIR FITUA TENTANG KUDETA NAGARI BIMA)
  4. Tahun 1632 terjadi perang besar ketika sebahagian masyarakat Bima dibantu oleh Raja Dompu menyerang Abdul Kahir, dan selanjutnya tahun 1633 sebuah kapal Belanda yang melewati perairan Bima melihat semua sawah, rumah dan desa dibakar dan dihancurkan oleh armada Makassar sebesar 400 perahu dan ribuan orang.
  5. Pada tahun 1640 Abdul Kahir mangkat, dan diganti di atas tahta kerajaan oleh anak yang diperoleh dari perkawinannya dengan putri Makassar. Sultan baru digelarkan dengan nama Abi’l Khair Sirajuddin, namun ketika diangkat sebagai Sultan, dia baru berumur 11 tahun. (Berarti Abi’l Khair Sirajuddin diperkirakan lahir pada tahun 1629 M)

Dari petunjuk di atas dapatlah kita uraikan kemunculan Kyai Sulaiman sebagai berikut :

  1. Dalam postingan lain saya menulis bahwa La Kai sejak awal adalah seorang muslim yang tinggal di belahan lain wilayah Nagari Bima, dalam artian bahwa pada masa pemerintahan Nagari Bima Hindu, sebenarnya di Bima sudah ada perkampungan muslim awal yang dirintis oleh pedagang-pedagang Arab yang singgah dan menetap di sana. (Lihat : SALISI DAN LA KAI)
  2. Konsolidasi awal La Kai dan Dato’ Ri Bandang untuk mengambil alih kekuasaan Nagari Bima sudah dimulai pada tahun 1609 M. Pada masa ini, La Kai sudah menjadi seorang kepala keluarga, dan telah dikaruniai anak, mungkin usia La Kai sekitar ±25 tahun.
  3. Pernikahan antara Abdul Kahir dengan saudara ipar Sultan Alauddin adalah usaha untuk merekatkan kekerabatan dua kebudayaan, yang sudah dipersatukan dalam semangat ideologi kerajaan yang sama, yakni Islam. Dan di sini, peran para mubalig Melayu masih dominan.
  4. Kemungkinan besar, La Kai memiliki isteri pertama yang melahirkan anak-anaknya yang lain.
  5. Pada saat Nagari Bima mulai memasuki kemelut di awal tahun 1609 M, putera-putera Abdul Kahir masih kecil (Abil Khair Sirajuddin belum lahir), dan pada masa ini Nagari Bima masih menjadi Kerajaan Hindu yang kuat.
  6. Sekira di atas tahun 1610 M, Abdul Kahir sudah membangun kontak dengan Raja Goa yang lebih dahulu sudah merubah statuta Kerajaannya menjadi Kesultanan. Kontak ini difasilitasi langsung oleh Datuk Ri Bandang dan Datuk Ri Tiro.
  7. Ketika pada tahun 1618 dan 1619, armada Makassar mulai menyerang Nagari Bima (Hindu), dan sejak saat ini konstalasi kemelut di Bima terus meningkat. Tahun 1633, armada Makassar menyerbu Bima secara sporadis karena masih adanya pemberontakan dan pembangkangan karena tidak mengakui kepemimpinan Sultan Abdul Kahir sebagai Raja baru mereka, apalagi pemberontakan orang-orang Bima tersebut diback-up oleh Raja Dompu yang pada masa itu mungkin menjadi Kerajaan eks Majapahit yang tersisa.

Setelah dikukuhkan menjadi Pemimpin baru nagari Bima pada tahun 1621, Abdul Kahir harus menghadapi pergolakan dan guncangan-guncangan sosio-politik domestik. Meski Makassar berada di belakangnya, namun itu bukan berarti bahwa Abdul Kahir sudah aman dari pemberontakan. Di satu sisi, dia sudah harus berpikir untuk mempersiapkan seorang pengganti jika kelak dirinya sudah tiada. Karena itulah, Abdul Kahir memutuskan untuk mengirim Sulaiman ke Jawa, agar belajar dan memperdalam ilmu agama Islam di sana. Mungkin sebahagian dari kita bertanya; kenapa tidak diutus ke Goa (?). Jawabannya sederhana saja, karena Goa pada masa itu juga baru merintis sebuah Kerajaan Islam, sehingga belum ada pusat-pusat pesantren untuk memperdalam ilmu agama, terlebih lagi para Ulama sebagai guru yang menguasai ilmu Islam hanya berpusat di Jawa dan Malaka, sedangkan di Jawa selain terkenal sebagai pusat ilmu pengetahuan di Nusantara, juga di sana sudah tersohor keberadaan pesantren Kasunanan Giri.

Di sanalah kemudian, Sulaiman belajar dan menunjukkan kedalaman pengetahuan agamanya. Kepergian Sulaiman sepertinya juga direstui oleh sahabat sekaligus guru spiritual Ayahnya, yakni Datuk Ri Bandang, karena konon Datuk Ri Bandang adalah salah satu murid dari panembahan Giri yang berasal dari Pagaruyung Minangkabau (beliau diutus untuk membantu proses dakwah di kerajaan-kerajaan tengah seperti Bima dan Goa). Itulah sebabnya, kenapa kemudian di depan nama Sulaiman dicantumkan gelar Haji Datuk Sulaiman; karena sepertinya Sulaiman hadir ke Jawa dengan menyebut dirinya sebagai putera Raja Bima sekaligus kerabat Datuk Ri Bandang, dan kemungkinan besar di penghujung masa hidupnya sosok fenomenal ini sepertinya sudah menunaikan ibadah Haji.

Lalu kenapa Sulaiman justru menyebut dirinya sebagai Raja Bima, kenapa tidak menyebut dirinya sebagai putera Sultan Bima (?). Perlu dicatat, bahwa pada masa awal-awal merintis Kerajaan Islam, gelar Sultan belum serta merta digunakan sebagai gelar, penamaan tersebut muncul kemudian sebagai akibat dari politik identitas yang dilakukan oleh seluruh mubaligh dan guru spiritual para Raja, gelar Sultan sendiri muncul dari Malaka (Samudera Pasai). Dan setahu Sulaiman, ayahnya adalah seorang Raja Nagari Bima. Betapa kedalaman spiritual dan kecintaannya pada ilmu agama itulah yang membuatnya mendapat gelar Bekel Jamus, Bekel dalam istilah Jawa adalah setara Pamong Desa atau seorang pembantu Ulama; sedangkan Jamus berarti azimat, jadi pencantuman itu dinobatkan karena kekeramatan beliau sebagai seorang Ulama dan Pemimpin wilayah. Inilah yang memikat hati Kyai Wiroyudo untuk mempersuntingkan puterinya Derpayuda dengan Sulaiman. Dari pernikahan inilah kemudian kalangan bangsawan Jawa menyebutnya dengan Kyai Sulaiman.

Meskipun kita membutuhkan penelusuran-penelusuran secara ilmiah, namun dari fakta fenomonologis ini dapat terlihat sebuah gambaran, bahwa Abdul Kahir sejak mudanya sudah mempunyai kontak-kontak awal yang akrab dengan beberapa santri dari Jawa, termasuk adanya kemungkinan persahabatannya dengan santri langsung dari Sunan Prapen seperti Sayyid Ali Murtadho’ yang diutus Sunan Prapen pada akhir abad ke XVI ke pulau Sumbawa, dari sinilah kemudian Abdul Kahir mempelajari Islam secara mendalam (atau boleh jadi, Abdul Kahir adalah seorang pemuda Bima yang pernah ditempa secara khusus oleh beberapa santri Sunan Giri di Gresik). Dari sinilah saya makin menguatkan dugaan, bahwa Kyai Sulaiman yang disebut-sebut sebagai leluhur Pangeran Diponegoro dan dicatat dalam beberapa dokumen silsilah Raja Berbek maupun wilayah Jawa lainnya, tidak lain adalah putera pertama dari Abdul Kahir, sehingga dia tepatnya bernama HAJI SULAIMAN BIN ABDUL KAHIR. Dan bersaudara lain ibu dengan Abi’l Khair Sirajuddin. Antara Sulaiman dengan Sirajuddin sepertinya berselisih jauh usianya sekitar 19 tahun.

Dari pernikahannya dengan puteri dari Kyai Wiroyudho, Haji Datuk Sulaeman dianugerahi empat orang anak, yakni :

  1. Nyai Sontoyudo
  2. Nyai Honggoyudo
  3. Kyai Derpoyudo
  4. Nyai Damis Rembang

Lihat : Sejarah Nganjuk (http://www.nganjukkab.go.id) Dari Kyai Ageng Derpayuda inilah, transmisi genetik ini kemudian berkembang melahirkan Ki Ageng Tegalrejo, ayah dari Raden Ayu Mangkarawati (dipersunting oleh Sultan Hamengkubuwono III) yang tidak lain merupakan ibu kandung Pangeran Diponegoro.

Sedangkan dari puterinya Nyai Hanggayuda, melahirkan generasi Raja di wilayah Berbek-Godean, yakni Raden Ayu Tumenggung Sosronegoro, selanjutnya Raden Ayu Tumenggung Sosronegoro I menjadi Bupati Grobongan (mempunyai putra sebanyak 30 orang), salah satunya Raden Tumenggung Sosrokoesoemo I (Bupati Berbek).

Dari gambaran inilah kemudian kita tidak perlu terkejut ketika membaca sejarah pemberontakan Trunojoyo. Seperti yang sudah dikupas oleh sejarah, bahwa Trunojoyo adalah seorang pangeran dari Madura yang memerangi Amangkurat I dan Mataram yang dituding bekerjasama dengan VOC. Pada kesempatan itu, Raden Trunojoyo disebutkan mendapat dukungan dari blok spiritual Panembahan Giri di Surabaya dan bala bantuan dari Karaeng Galesong Makassar, termasuk di dalamnya Sultan Abil Khair Sirajuddin sendiri ikut memberikan dukungan, ini bukan tidak beralasan, karena Kyai Sulaiman menjadi simpul pemersatu transmisi ideologis empat kutub sekaligus yakni Panembahan Giri, Madura, Gowa dan Bima. Kyai Sulaimanlah yang kemudian mendekatkan hubungan emosional antara Pangeran Trunojoyo, Karaeng Galesong dan Abi’l Khair Sirajuddin dalam semangat jihad yang sama untuk melawan Belanda. Pemberontakan tersebut terjadi pada tahun 1676 M, dan Kyai Sulaiman –kalaupun masih hidup- sudah berusia ±75 tahun. Mungkin karena beliau yang dituakan, sehingga tidak sulit untuk mempengaruhi adik-adiknya sendiri. Di kemudian hari, sejarah pun mencatat bahwa Sultan Nuruddin Abubakar Ali Syah (putera dari Abi’l Khair Sirajuddin) juga menuntut ilmu selama enam tahun di tanah Jawa (Kerajaan Mataram), sebelum dikukuhkan menjadi Sultan Bima menggantikan ayahnya. Dalam urutan silsilah, Kyai Sulaiman adalah Ua’ dari Sultan Nuruddin, boleh jadi Sultan Abi’l Khair Sirajuddin menitipkan Nuruddin kepada saudara tuanya.


Dugaan Kedua : SULAIMAN KETURUNAN RATO CINGI

Dalam penjabaran silsilah Raja-Raja Bima sebelum Islam, terdapat nama La Suleiman yang merupakan keturunan pejabat Rato Cingi. Menurut penjelasan silsilah Bo’ Sangaji Kai, Rato Cingi adalah keturunan dari Mambora Ese Taja yang mempermasurikan anak perempuan Dewa Dalam Bata Ncandi, anak perempuan dari Dewa Bata Ncandi ini diperanakkan (dibesarkan) di kerajaan Majapahit. Mambora Ese Taja melahirkan Dewa Hyang Nyata di Saruhu, Dewa ini melahirkan Dewa Bata Lambu, lalu Bata Lambu melahirkan Bata Bou, yang memiliki 30 orang anak, 20 puluh laki-laki dan 10 perempuan. Dari 30 bersaudara inilah kemudian melahirkan Manggampo Donggo, Bilmana dan Mambora Ba Pili Tuta.

Mambora Ba Pili Tuta melahirkan beberapa orang anak, salah satunya adalah Rato Manggegiri, yang merupakan kakek buyut dari Tureli Belo yang melahirkan Sulaiman. Bangsa Rato Cingi sendiri sangat identik dengan Majapahit, hal tersebut bisa terungkap dari silsilah ke bawah dari Rato Cingi sebagai berikut :

  1. Perempuan, Inilah Dewa diperanakkan di Majapahit, ialah asal bangsa Rato Cingi, cucu daripada anak perempuan oleh Sebangi Ama Cuna.
  2. Perempuan, inilah anaknya Dewa diperanakkan di Majapahit, Rato Cingi yang kemudian lagi.
  3. Laki-Laki, Anak Rumata yang dibunuh oleh orang mencuri, ialah Mambora Ba Iso di Dompu.
  4. Perempuan, Cucu dewa diperanakkan di Majapahit, Rato Cingi lagi.
  5. Laki-Laki, Cucu daripada anak perempuan oleh Rumata Tureli itu, ia lagi cucu daripada anak laki-laki oleh Rumata Mawa’a Taho di Dompu anak mabora Balonde Ombo, naik kerajaan dalam tanah Dompu.
  6. Laki-Laki, Cucu daripada anak perempuan oleh Rato Cingi, maka beranak empat orang, dua perempuan dua laki-laki. Maka yang pertama isterinya Rato Waro Nggau, anak Rumata Mawa’a Ndapa, ialah bunda waro siri. Dan seorang lagi isterinya cucu daripada anak laki-laki Rumata Mambora Aka Ramba Ranggo, ialah Bunda Waro Suma, dan [yang laki-laki] Tureli Donggo dan Tureli Belo ayahnya La Suleiman. Ompu Mambora Ba Rige diperistrikan Rato Waro Siri maka beranak tiga perempuan, ialah bunda Tureli Woha empunya kubur di Muku dan Rato Lewi empunya kubur di Pane, dan Bumi Punti bernama La Nggawu, dan Bumi Donggo Bolo bernama Ladu.

Tidak ada penjelasan lebih lanjut tentang siapa Tureli Belo dan anaknya La Suleiman yang disebut dalam turunan silsilah di atas. Dari uraian itu saya menguraikan beberapa point penting :

  1. Bahwa Rato Cingi bukanlah nama orang, melainkan adalah sebuah jabatan yang diembankan kepada salah satu keturunan dari Dewa yang Nyata di Saruhu.
  2. Rato Cingi adalah sebuah klan besar yang bertalian erat dengan Nggampo Jawa, serta berhubungan langsung dengan Majapahit.
  3. Semenjak Bima menjadi Kesultanan, klan Rato Cingi dihilangkan dalam struktur hadat kerajaan, tetapi sebagian orang diberikan jabatan sepadan sebagai bentuk kompromi politik antara beberapa klan yang berkepentingan pasca kudeta Bima terjadi. Sedangkan sebagian lagi justru memilih untuk kembali ke Jawa.
  4. Sultan-sultan Bima dan para penutur sejarah lama mungkin tidak tahu tentang siapa La Suleiman yang mereka tulis itu, karena dalam silsilah resmi Raja Bima sebelum kesultanan, justru muncul nama-nama Islami seperti Wahid, Brahim dan Suleiman sendiri. Bahkan, butir keterangan tersebut hanya tertulis dalam margin dan agaknya merupakan koreksi atas keterangan yang disalin dalam teks sebelumnya. Sehingga penyebutan Tureli Donggo dan Tureli Belo ayahnya La Suleiman merupakan usulan yang disisipkan kemudian.

Oleh karena itu, kesimpulan saya yang kedua ialah, bahwa Datuk Haji Sulaiman yang muncul dalam catatan Jawa ialah putera dari Tureli Belo, yang dilahirkan dalam keturunan keempat Klan Rato Cingi, dari namanya saja dengan label Rato menunjukkan bahwa mereka adalah pemegang kendali penting dalam Kerajaan Bima. Hanya saja, silsilah ini menjadi kabur karena hanya nama Suleiman yang muncul dengan nama Islami, sisanya semua masih menggunakan nama-nama julukan lama orang Bima.

Mudah-mudahan catatan ini bermanfaat bagi para sejarawan untuk menelusuri lebih jauh tentang asal muasal Kyai Suleiman Bekel Jamus yang menjadi salah satu tokoh penting leluhur Raja-Raja Berbek di Nganjuk.

Sebagai wujud penghormatan kita pada jasa-jasanya mengembangkan Islam dan meretas keturunan bangsawan-bangsawan Jawa, alangkah indahnya jika posting ini kita tutup dengan sama-sama mengirimkan Al Faatihah kepada Almarhum Haji Datuk Sulaiman Al Bimawi. Al Faatihah !!!

Sumber Tambahan : BO' Sangaji Kai (Henry Chambert-Loir & Siti Maryam R. Salahuddin)
52973/8 <372> Pangeran Adipati Mangkubumi [Pandanaran]
Рођење: 1605
Смрт: 1657
                         Sumber : Keraton Sumedang Larang
Sumber : Keraton Sumedang Larang
58074/8 <406+59> 1.1.15. Pangeran Rangga Gempol I / Kusumadinata III / Pangeran Aria Soeriadiwangsa [Sumedang Larang]
Титуле : од 1610, Prabu Sumedang Larang II
Титуле : 1620, Adipati Sumedang I, merangkap Bupati Wadana Parahyangan (1610-1624)
Смрт: 1624, Mataram, Dimakamkan di Bembem Yogyakarta
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

RANGGA GEMPOL / PANGERAN SURIADIWANGSA

Pada tahun 1610 Prabu Geusan Ulun wafat dan digantikan oleh putranya Pangeran Aria Soeriadiwangsa I dari Ratu Harisbaya istri kedua Geusan Ulun. Setelah wafatnya Geusan Ulun negeri-negeri bawahan Sumedang Larang dahulu, seperti Karawang, Ciasem, Pamanukan dan Indramayu dan lain-lain melepaskan diri dari Sumedang Larang sehingga wilayah kekuasaan Pangeran Aria Soeriadiwangsa I menjadi lebih kecil meliputi Parakanmuncang, Bandung dan Sukapura (Tasikmalaya). Setelah menjadi Bupati Pangeran Aria Suriadiwangsa memakai gelar Dipati Kusumadinata III dengan Ibukota pemerintahan dipindahkan dari Dayeuh Luhur ke Tegal Kalong, sedangkan putra Geusan Ulun dari Nyai Mas Gedeng Waru, Pangeran Rangga Gede diangkat menjadi bupati Sumedang dan berkedudukan di Canukur, pada masa itu Sumedang di bagi menjadi dua pemerintahan, setelah wafatnya Pangeran Aria Soeriadiwangsa di Mataram, Sumedang disatukan kembali oleh Rangga Gede dengan Ibukota di Parumasan Kecamatan Conggeang Sumedang.

Pada masa Pangeran Aria Soeriadiwangsa, Mataram melakukan perluasan wilayah ke segala penjuru tanah air termasuk ke Sumedang. Pada waktu itu Sumedang Larang sudah tidak mempunyai kekuatan untuk melawan yang akhirnya Pangeran Aria Soeriadiwangsa I pergi ke Mataram untuk menyatakan penyerahan Sumedang Larang menjadi bagian wilayah Mataram pada tahun 1620. Wilayah bekas Sumedang Larang diganti nama menjadi Priangan yang berasal dari kata “Prayangan” yang berarti daerah yang berasal dari pemberian dan tugas yang timbul dari hati yang ikhlas dan Pangeran Aria Soeriadiwangsa I diangkat menjadi Bupati Wadana dan diberi gelar Rangga Gempol atau Pangeran Dipati Rangga Gempol Kusumadinata. Penyerahan Sumedang ke Mataram karena Pangeran Aria Soeriadiwangsa I mengganggap Sumedang sudah lemah dari segi kemiliteran, menghindari serangan dari Mataram karena waktu itu Mataram memperluas wilayah kekuasaannya dari segi kekuatan Mataram lebih kuat daripada Sumedang dan menghindari pula serangan dari Cirebon. Sultan Agung kemudian membagi-bagi wilayah Priangan menjadi beberapa Kabupaten yang masing-masing dikepalai seorang Bupati, untuk koordinasikan para bupati diangkat seorang Bupati Wadana. Pangeran Rangga Gempol adalah Bupati Sumedang yang pertama merangkap Bupati Wadana Prayangan (1620 – 1625). Pada tahun 1614 Sultan Agung mengemukakan pengakuan atas seluruh wilayah Jawa Barat kecuali Banten dan Cirebon kepada VOC . Pada tahun 1624 Rangga Gempol diminta Sultan Agung untuk membantu menaklukan Sampang Madura. Jabatan Bupati di Sumedang sementara dipegang oleh Rangga Gede . Penaklukan Sampang oleh Rangga Gempol tidak melalui peperangan tetapi melalui jalan kekeluargaan karena Bupati Sampang masih berkerabat dengan Rangga Gempol dari garis keturunan ibunya Harisbaya, sehingga Bupati Madura menyatakan taat kepada Pangeran Rangga Gempol. Atas keberhasilnya Rangga Gempol tidak diperkenankan kembali ke Sumedang oleh Sultan Agung, sampai sekarang ada kampung bernama Kasumedangan yang dahulunya merupakan tempat menetap para bekas prajurit Rangga Gempol dari Sumedang. Sejak Rangga Gempol menetap di Mataram, pemerintahan di Sumedang dipegang oleh Pangeran Rangga Gede (1625 – 1633). Pangeran Rangga Gempol wafat di Mataram dimakamkan di Lempuyanganwangi. Pangeran Dipati Rangga Gempol Kusumadinata meninggalkan 5 putera – putri, salah satunya anak pertama Raden Kartajiwa / Raden Soeriadiwangsa II menuntut haknya sebagai putra mahkota akan tetapi Rangga Gede menolaknya sehingga Raden Soeriadiwangsa II meminta bantuan kepada Sultan Banten untuk merebut kabupatian Sumedang dari Pangeran Rangga Gede, meskipun Banten memenuhi permintaan Raden Suriadiwangsa tetapi serangan langsung tentara Banten ke Sumedang pada masa Pangeran Panembahan (1656 – 1706). Pada tahun 1641 wilayah Sumedang Larang meliputi Pamanukan, Ciasem, Karawang, Sukapura, Limbangan, Bandung dan Cianjur dibagi menjadi empat Kabupaten yaitu Sumedang, Sukapura, Parakanmuncang dan Bandung dan pada tahun 1645 dibagi lagi menjadi 12 ajeg (setaraf Kabupaten) yaitu Sumedang, Parakanmuncang, Bandung, Sukapura, Karawang, Imbanagara, Wirabaya, Kawasen, Sekace, Banyumas, Ayah dan Banjar. Pada tahun 1656 jabatan Bupati Wadana dihapuskan dan setiap bupati langsung dibawah Mataram. Sejak wafatnya Rangga Gede digantikan oleh puteranya Raden Bagus Weruh /Rangga Gempol II (1633 – 1656) menjadi Bupati Sumedang sedangkan jabatan Bupati Wadana dipegang oleh Dipati Ukur / Raden Wangsanata Bupati Purbalingga dengan tempat pemerintahan di Bandung. Jabatan Bupati Wadana diberikan ke Dipati Ukur dari Rangga Gede karena Rangga Gede dianggap tidak mampu menjaga wilayah Mataram dari tentara Banten memasuki daerah yang dikuasai Mataram yaitu Pamanukan dan Ciasem (peristiwa Raden Suriadiwangsa II).
47075/8 <343+61> 13. Pangeran Adipati Martoloyo / Mangkunegoro II (Raden Mas Kanitren) [Kesultanan Mataram]
Рођење: Level 3 = Buyut ke 13 Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 3 Raden Ayu Djumilah + Panembahan Senopati
Титуле : од 1613, Bupati Madiun Ke 7
Memasuki tahun 1613 Raden Mas Keniten Mertolojo alias Mangkunegoro II menduduki jabatan. Bupati Madiun yang dalam urutannya sebagai bupati yang ke-7 memerintah hingga saat wafatnya tahun 1645, pusaranya di makam Taman.
44976/8 <371+322!> 6. Sunan Prabu Amangkurat Agung / Susuhunan Ing Alaga (Raden Mas Sayidin) [Mataram]
Рођење: 24 јун 1619
Титуле : од 1646, SULTAN MATARAM KE 4 bergelar Kanjeng Susuhunan Prabu Amangkurat Agung (Amangkurat 1)
Смрт: 13 јул 1677, Wanayasa, Banyumas
Sri Susuhunan Amangkurat Agung atau disingkat Amangkurat I adalah raja Kesultanan Mataram yang memerintah tahun 1646-1677. Ia adalah anak dari Sultan Agung Hanyokrokusumo. Ia banyak mengalami pemberontakan selama masa pemerintahannya. Ia meninggal dalam pelariannya tahun 1677 dan dimakamkan di Tegalwangi (dekat Tegal), sehingga dikenal pula dengan gelar anumerta Sunan Tegalwangi atau Sunan Tegalarum. Nama lainnya ialah Sunan Getek, karena ia terluka saat menumpas pemberontakan Mas Alit adiknya sendiri.

Silsilah Amangkurat I Nama aslinya adalah Raden Mas Sayidin, putra Sultan Agung. Ibunya bergelar Ratu Wetan, yaitu putri Tumenggung Upasanta bupati Batang (keturunan Ki Juru Martani). Ketika menjabat Adipati Anom ia bergelar Pangeran Arya Prabu Adi Mataram.

Sebagaimana umumnya raja-raja Mataram, Amangkurat I memiliki dua orang permaisuri. Putri Pangeran Pekik dari Surabaya menjadi Ratu Kulon yang melahirkan Raden Mas Rahmat, kelak menjadi Amangkurat II. Sedangkan putri keluarga Kajoran menjadi Ratu Wetan yang melahirkan Raden Mas Drajat, kelak menjadi Pakubuwana I.

Awal pemerintahanPada tahun 1645 ia diangkat menjadi raja Mataram untuk menggantikan ayahnya, dan mendapat gelar Susuhunan Ing Alaga. Ketika dinobatkan secara resmi tahun 1646, ia bergelar Amangkurat atau Mangkurat, lengkapnya adalah Kanjeng Susuhunan Prabu Amangkurat Agung. Dalam bahasa Jawa kata Amangku yang berarti "memangku", dan kata Rat yang berarti "bumi", jadi Amangkurat berarti "memangku bumi". Demikianlah, ia menjadi raja yang berkuasa penuh atas seluruh Mataram dan daerah-daerah bawahannya, dan pada upacara penobatannya tersebut seluruh anggota keluarga kerajaan disumpah untuk setia dan mengabdi kepadanya.

Amangkurat I mendapatkan warisan Sultan Agung berupa wilayah Mataram yang sangat luas. Dalam hal ini ia menerapkan sentralisasi atau sistem pemerintahan terpusat. Amangkurat I juga menyingkirkan tokoh-tokoh senior yang tidak sejalan dengan pandangan politiknya. Misalnya, Tumenggung Wiraguna dan Tumenggung Danupaya tahun 1647 dikirim untuk merebut Blambangan yang telah dikuasai Bali, namun keduanya dibunuh di tengah jalan.

[[Pada tahun 1647 ibu kota Mataram dipindah ke Plered]]. Istana baru ini lebih banyak dibangun dari batu bata, sedangkan istana lama di Kerta terbuat dari kayu. Perpindahan istana tersebut diwarnai pemberontakan Raden Mas Alit atau Pangeran Danupoyo, adik Amangkurat I yang menentang penumpasan tokoh-tokoh senior. Pemberontakan ini mendapat dukungan para ulama namun berakhir dengan kematian Mas Alit. Amangkurat I ganti menghadapi para ulama. Mereka semua, termasuk anggota keluarganya, sebanyak 5.000 orang lebih dikumpulkan di alun-alun untuk dibantai.

Hubungan dengan pihak lainAmangkurat I menjalin hubungan dengan VOC yang pernah diperangi ayahnya. Pada tahun 1646 ia mengadakan perjanjian, antara lain pihak VOC diizinkan membuka pos-pos dagang di wilayah Mataram, sedangkan pihak Mataram diizinkan berdagang ke pulau-pulau lain yang dikuasai VOC. Kedua pihak juga saling melakukan pembebasan tawanan. Perjanjian tersebut oleh Amangkurat I dianggap sebagai bukti takluk VOC terhadap kekuasaan Mataram. Namun ia kemudian tergoncang saat VOC merebut Palembang tahun 1659.

Permusuhan Mataram dan Banten juga semakin buruk. Pada tahun 1650 Cirebon ditugasi menaklukkan Banten tapi gagal. Kemudian tahun 1652 Amangkurat I melarang ekspor beras dan kayu ke negeri itu.

Sementara itu hubungan diplomatik Mataram dan Makasar yang dijalin Sultan Agung akhirnya hancur di tangan putranya setelah tahun 1658. Amangkurat I menolak duta-duta Makasar dan menyuruh Sultan Hasanuddin datang sendiri ke Jawa. Tentu saja permintaan itu ditolak.

Perselisihan dengan putra mahkotaAmangkurat I juga berselisih dengan putra mahkotanya, yaitu Raden Mas Rahmat yang menjadi Adipati Anom. Perselisihan ini dilatarbelakangi oleh berita bahwa jabatan Adipati Anom akan dipindahkan kepada Pangeran Singasari (putra Amangkurat I lainnya).

Pada tahun 1661 Mas Rahmat melancarkan aksi kudeta tetapi gagal. Amangkurat I menumpas seluruh pendukung putranya itu. Sebaliknya, Amangkurat I juga gagal dalam usaha meracun Mas Rahmat tahun 1663. Perselisihan memuncak tahun 1668 saat Mas Rahmat merebut calon selir ayahnya yang bernama Rara Oyi.

Amangkurat I menghukum mati Pangeran Pekik mertuanya sendiri, yang dituduh telah menculik Rara Oyi untuk Mas Rahmat. Mas Rahmat sendiri diampuni setelah dipaksa membunuh Rara Oyi dengan tangannya sendiri.

Pemberontakan TrunajayaMas Rahmat yang sudah dipecat dari jabatan Adipati Anom berkenalan dengan Raden Trunajaya menantu Panembahan Rama alias Raden Kajoran tahun 1670. Panembahan Rama mengusulkan agar ia membiayai Trunajaya untuk melakukan pemberontakan. Kemudian Trunajaya dibiayai untuk melakukan pemberontakan terhadap Amangkurat I.

Maka dimulailah [[pemberontakan Trunajaya pangeran Madura]]. Trunajaya dan pasukannya juga dibantu para pejuang Makasar pimpinan Karaeng Galesong, yaitu sisa-sisa pendukung Sultan Hasanuddin yang dikalahkan VOC tahun 1668. Sebelumnya tahun 1674 pasukan Makasar ini pernah meminta sebidang tanah untuk membuat perkampungan, namun ditolak Amangkurat I.

Pertempuran demi pertempuran terjadi di mana kekuatan para pemberontak semakin besar. Diperkirakan terjadi perselisihan antara Trunajaya dan Adipati Anom, sehingga Trunajaya tidak jadi menyerahkan kekuasaan kepada Adipati Anom sebagaimana yang direncanakan sebelumnya dan malah melakukan penjarahan terhadap istana Kartasura. Mas Rahmat yang tidak mampu lagi mengendalikan Trunajaya pun berbalik kembali memihak ayahnya.

Puncaknya, tanggal 28 Juni 1677 Trunajaya berhasil merebut istana Plered. Amangkurat I dan Mas Rahmat melarikan diri ke barat. Babad Tanah Jawi menyatakan, dengan jatuhnya istana Plered menandai berakhirnya Kesultanan Mataram. Setelah mengambil rampasan perang dari istana, Trunajaya kemudian meninggalkan keraton Mataram dan kembali ke pusat kekuasaannya di Kediri, Jawa Timur.

Kesempatan tersebut diambil oleh Pangeran Puger untuk menguasai kembali keraton yang sudah lemah, dan mengangkat dirinya menjadi raja di Plered dengan gelar Susuhunan ing Alaga. Dengan demikian sejak saat itu terpecahlah kerajaan Mataram.

Kematian Amangkurat IPelarian Amangkurat I membuatnya jatuh sakit. Menurut Babad Tanah Jawi, kematiannya dipercepat oleh air kelapa beracun pemberian Mas Rahmat. Meskipun demikian, ia tetap menunjuk Mas Rahmat sebagai raja selanjutnya, tapi disertai kutukan bahwa keturunannya kelak tidak ada yang menjadi raja, kecuali satu orang dan itu pun hanya sebentar. Amangkurat I meninggal pada 13 Juli 1677 di desa Wanayasa, Banyumas dan berwasiat agar dimakamkan dekat gurunya di Tegal. Karena tanah daerah tersebut berbau harum, maka desa tempat Amangkurat I dimakamkan kemudian disebut Tegalwangi atau Tegalarum. Oufers hadir disana dengan dua belas orang serdadu. Amangkurat I juga berwasiat agar Mas Rahmat meminta bantuan VOC dalam merebut kembali takhta dari tangan Trunajaya. Mas Rahmat ini kemudian bergelar Amangkurat II dan mendirikan Kasunanan Kartasura sebagai kelanjutan Kesultanan Mataram.
53177/8 <443+68> Pangeran Pekik Suroboyo Panembahan Romo ING Kadjoran [Panembahan Romo ING Kadjoran]
Свадба: <373!> 5. Ratu Mas Sekar / Ratu Pandansari (Raden Ajeng Walik) [Mataram] d. 21 фебруар 1659
Смрт: 1663, Kotagede Yogyakarta, Dimakamkan di Makam Banyusumurup, Imogiri
51178/8 <361> Kyai Adipati Tumenggung Djangrono I / Djoko Tangkeban [Ki Ageng Brondong]
Рођење: level 2 = cucu Ki Ageng Brondong, putera no:5 dari 8 putera Ki Onggowongso / Kyai Tumenggung Djangrono I / Gentini
Професија : Surabaya, Mengangkat dirinya sebagai Bupati Surabaya dengan nama gelar Tumenggung Djangrono-I Djoko Tangkeban juga melakukan perlawanan terhadap Kompeni Belanda, menguatkan perlawanan Arya Djoyopuspito (Djangrono III). Ver Botoputih: Djoko Tangkeban sebagai pute
Смрт: 1678, Surabaya
Wafat Pebruari 1709 di Kartosuro, dimakamkan di Laweyan - Surakarta/Solo
60779/8 <437+?> Pangeran Astawana-2 [Raja Gowa]
Рођење: 1708изр
51980/8 <361> 1. Surodrono / Surodirono (Kyai Adipati Djangrono II) [Ki Ageng Brondong]
Свадба: <79> Nyai Adipati Djangrono II [Mangun Oneng]
Смрт: 20 фебруар 1709, Mataram Kartosuro, Wafat pada hari Kamis 17 Besar 1632 Jawa atau 18 Dzulhidjah 1120 Hijrah jam 09.00 pagi di gapuro Kemandungan Keraton Kartosuro. Dimakamkan di Sentono Laweyan-Solo.
59381/8 <415+?> Raden Aria Muhyidin [Azmatkhan]
Рођење: Perkawinan : 1825
Рођење: 1769, Pulau Karimun Jawa
Сахрана: 1899, Tanah Perkuburan Pantai Rembang
===RADIN ARIA MOHYIDIN ATAU TOK DIN (1769-1899)===


Radin Aria Mohyidin lahir pada tahun 1769M di Pulau Karimun. Bapa Raden Aria Mohyidin ialah Pengeran Aria Diwangsa. Ibunya ialah Puteri Cempaka Sari juga dikenali dengan nama Puteri Hijau. Puteri Cempaka Sari ialah Puteri Jambi, beliau juga adalah seorang Panglima yang handal semasa berperang. Semasa beliau kecil Raden Aria Mohyidin diajar cara Islam dan seni persilatan. Kaum kerabat mereka boleh dikatakan banyak daripada golongan ulama dan panglima.

Raden Aria Mohyidin berkahwin dengan Daeng Sapiah pada tahun 1825M. Daeng Sapiah adalah cucu Raja Haji, Al-Marhum Telok Ketapang. Pada tahun 1826M beliau mengetuai rombongan keluarga, serta kaum kerabat yang lain berpindah ke Melaka.Sebenar nya kaum kerabat mereka yang lain memang telah ada di Bukit Rambai (Syeikh Umar Said). Raden Aria Mohyidin memilih kawasan Pantai Puteri (Pantai Rombang). Penempatan orang-orang Bugis telah sedia ada di Tanjung Keling dan Bukit Darat. Beliaulah yang telah membuka perkampungan baru yang bernama Pantai Rombang. Semasa mendarat di Pantai Rombang beliau menukar namanya daripada Raden Aria Mohyidin kepada Din Bin Baba dari Jambi.

Ini adalah disebabkan, yang akan diceritakan nanti dibahagian Rahsia Keturunan.

 Tok Din dan Nenek Piah berkahwin dan mendapat 1 orang anak iaitu:

a.Raden Muhamad Bular atau Bulang

Radin Aria Mohyidin atau Tok DIN wafat pada tahun 1899M. beliau telah dimakamkan di Tanah Perkuburan Pantai Rombang.
48982/8 <355> Kyai Tumenggung Onggowidjoyo [Ki Ageng Brondong]
Титуле : Lamongan, Bupati Lamongan
Титуле : 1808, Pati, Bupati Pati
45383/8 <321+57> Ki Ageng Karotangan [Br.6.2.1.1.2] (Pagergunung I) [Brawijaya VI] 45584/8 <326+328!> Nyai Ageng Pamanahan / Nyai Sabinah [Brawijaya] 45785/8 <333> Raden Oendakan [?]
45886/8 <322> Raden Mas Kasim / Pangeran Demang Tanpa Nangkil (Kanjeng Pangeran Haryo Demang Sukawati) [Mataram]
46087/8 <335> Raden Ayu Pangulu Anem (Pengulu Muda) [Trah Pangeran Timur]
47788/8 <355> Nyai Ajeng Surodipuro [Ki Ageng Brondong]
47989/8 <355> Nyai Ajeng Surowidjoyo [Ki Ageng Brondong]
48090/8 <355> Kyai Wanengpati [Ki Ageng Brondong]
48291/8 <355> Nyai Ajeng Ronggolawe [Ki Ageng Brondong]
48392/8 <355> Nyai Ajeng Wiryokusumo [Ki Ageng Brondong]
48493/8 <355> Nyai Ajeng Wirosroyo [Ki Ageng Brondong]
48594/8 <355> Nyai Ajeng Wiryodipuro [Ki Ageng Brondong]
48795/8 <355> Ratu Lor Djoyodiningrat [Ki Ageng Brondong]
48896/8 <355> Mas Ngabei Tjondrowijoyo [Ki Ageng Brondong]
49097/8 <355> Mas Ngabei Kertoyudo [Ki Ageng Brondong]
49198/8 <355> Raden Ayu Galuh [Ki Ageng Brondong]
49299/8 <355> Nyai Ajeng Djangrono [Ki Ageng Brondong]
494100/8 <355> Nyai Ajeng Wangsengsari [Ki Ageng Brondong]
495101/8 <355> Mas Ngabei Sutondo [Ki Ageng Brondong]
496102/8 <355> Mas Ngabei Niloperbongso [Ki Ageng Brondong]
497103/8 <355> Mas Ngabei Mangkuyudo [Ki Ageng Brondong]
498104/8 <355> Nyai Ajeng Tambak Haji [Ki Ageng Brondong]
515105/8 <362> Pangeran Sumoyudo (Kyai Abdul Jabbar) [Jojogan Tuban]
525106/8 <363> Pangeran Adipati Prabuwidjaya [Pajang]
527107/8 <368> Pangeran Aryo Pringgodani [Pajang]
528108/8 <370> Ψ Pangeran Demang, Kediri [?]
532109/8 <373+531!+?> Ratu Kulon II / Roro Oyi [Giri]
533110/8 <401> Ratu Wetan (Kajoran) [Kajoran]
534111/8 <374> Kanjeng Pangeran Danupoyo [?]
535112/8 <375> (poss) Great Grand Son of Maulana Hasanuddin [Cirebon]
536113/8 <377> 1.1.1.2.1.1.1. Waskita Jawi / Ratu Mas (Putri Waskita Jawi) [Azmatkhan]
537114/8 <378> Raden Mas Sarakusuma [Pajang]
538115/8 <379> Panembahan Djojoprono II [?]
539116/8 <377> 1.1.1.2.1.1.2. Prince (Raden) Adipati Pragola II (Pangeran Adipati Pragola II) [Azmatkhan]
===Adipati Pragola II===


atau Wasis Jayakusuma II, putra dari Wasis Jayakusuma I atau Adipati Pragola I. Adipati Pragola II, beristrikan Raden Ajeng Tulak atau Ratu Mas Sekar yg merupakan Adik Sultan Agung. Maka, Adipati Pragola II tidak lain adalah adik ipar dari Sultan Agung, sang penguasa Mataram.

Pada masa kepemimpinanya, sang adipati meneruskan kebijakan ayahnya, yang menyatakan bahwa Pati dan Mataram sederajat. Karena hal ini, sang adipati tidak mau mengikuti Pisowanan Agung yang diwajibkan bagi bawahan Mataram. Awalnya, Sultan Agung masih membiarkan ketidakhadiran adik iparnya itu. Karena daerah Pati, termasuk wilayah basis kekuatan bagi Mataram, dan Kadipaten yg paling kuat karena satu-satunya wilayah yg belum terkalahkan. Sehingga, jangan sampai melakukan pemberontakan.

Akhir dari hubungan Mataram-Pati, adalah dengan meletusnya perang Pati. Sebab perang ini adalah, penyerangan Pati ke Jepara karena sebuah konflik. Namun, oleh Patih Endranata, Pati dilaporkan akan memberontak dari Mataram.

Sultan Agung memutuskan untuk menyerbu Pati dari tiga penjuru, yaitu Timur, Selatan dan Barat. Ratusan ribu prajurit Mataram dikerahkan untuk menghancurkan Pati. Sebagai Senapatinya, Mataram menunjuk Tumenggung Alap-alap.

Pasukan dari arah Timur, yang dipimpin Adipati Martoloyo membawai pasukan Mancanegara, dan bermukim di Pekuwon Juwana bagian timur. Pasukan Mataram dari arah selatan dipimpin oleh Pangeran Madura yg membawahi prajurit Kedu, Begalan dan Pamijen, pasukan ini mendirikan tenda-tenda perkemahan di kaki Gunung Kendeng sekitar daerah Cengkalsewu sebelah selatan Pati.

Pasukan dari arah barat dipimpin oleh bupati Sumedang (Rangga Gempol I) yang membawahi pasukan khusus berkuda, pasukan ini mendirikan barak di sekitar wilayah Matraman Margorejo sebelah barat Pati. Terakhir keluarga raja yang memimpin pasukan-pasukan Pamejagan mataram. Pengawal pribadi terdiri dari 2.000 prajurit semua kapendak yang ada diantara mereka harus mengikuti raja.

Dalam pertempuran ini, Adipati Pragola II dibantu oleh enam tumenggung. Ke enam tumenggung tersebut yaitu, Tumenggung Mangunjaya, Adipati Kenduruan, Tumenggung Ramananggala, Tumenggung Tohpati, Adipati Sawunggaling, Tumenggung Sindurejo, serta seluruh rakyat Pati.

Pada hari Jum’at Wage, tanggal 4 Oktober 1627 M, Adipati Pragola II wafat setelah tertusuk tombak Kyai Baru milik Sultan Agung, yang diserahkan pada Lurah Kapedak, Naya Derma. Sang adipati meninggal dan dikebumikan di Sendang Sani.

Setelah wafatnya Adipati Pragola II, Sultan Agung menemui adiknya, Ratu Mas Sekar, yang tidak lain adalah istri dari sang adipati. Sultan Agung menanyakan alasan pemberontakan Pati terhadap Mataram. Ratu Mas Sekar, dengan perasaan duka yang mendalam, menjawab bahwa semua berita yang didengar oleh sang sultan adalah berita yang dipalsukan oleh Patih Endranata. Patih Endranata akhirnya ditangkap, dan dieksekusi.

Perlawanan Adipati Pragola II yang gagah berani dalam melawan Mataram, untuk menjaga kehormatan Kadipaten Pati terus hidup dalam ingatan masyarakat Pati. Karena peristiwa penyerangan Mataram ini, ada sebuah pantangan bagi masyarakat Pati. Yaitu, orang Pati jangan sampai menikah dengan orang Mataram.
540117/8 <322> 8. Pangeran Danupoyo/Raden Mas Alit [Mataram]
== Tokoh Sunan Amangkurat Tegalwangi ==

Disarikan oleh : RE. Suhendar Diponegoro dari tulisan Sartono Kusumaningrat (http://www.tembi.org/majalah-prev/ratu.htm)

Sunan Amangkurat Agung adalah putra kesepuluh Sultan Agung Hanyakrakusuma dan merupakan putra kedua dari permaisuri kedua yang bernama Raden Ayu Wetan. Permaisuri pertama Sultan Agung Hanyakrakusuma bernama Kanjeng Ratu Kulon (Ratu Emas Tinumpak). Permaisuri pertama ini setelah melahirkan putranya yang diberi nama Raden Mas Sahwawrat diusir dari kraton dan tempatnya digantikan oleh permaisuri kedua. Setelah permaisuri pertama meninggalkan kraton, permaisuri kedua diganti namanya menjadi Kanjeng Ratu Kulon.

Amangkurat I lahir pada tahun 1619 dengan nama Raden Mas Sayidin kemudian diberi nama Jibus dan Rangkah ( yang berarti 'semak berduri', 'tutup batas'). Sebagai putra mahkota secara resmi ia diberi nama Pangeran Aria Mataram. Raja ini juga dikenal dengan nama Susuhunan Amangkurat Senapati Ingalaga, Susuhunan Tegalwangi, dan Sultan Plered. Sering pula ia disebut dengan nama Tegalwangi saja. Ia diberi nama Tegalwangi karena meninggal di Tegalwangi (daerah Tegal, Jawa Tengah) dalam pelariannya karena penyerbuan Trunajaya.

Raja ini pulalah yang memindahkan kratonnya dari Kerta ke Plered tidak lama setelah ia menerima tampuk pimpinan pemerintahan. Usaha pemindahan kraton itu sendiri sebenarnya telah dimulai sejak 26 Januari 1648 semasa Sultan Agung masih memegang pemerintahan.

Amangkurat Tegalwangi pernah menghadapi pemberontakan yang dilakukan oleh adiknya sendiri yang bernama Pangeran Alit / Raden Mas Alit (putra kedua Kanjeng Ratu Kulon) yang mendapat dukungan kaum ulama Mataram. Menurut cerita tutur pemberontakan Pangeran Alit terjadi karena hasutan Tumenggung Pasingsingan (pengasuh Pangeran Alit) dan anaknya yang bernama Tumenggung Agrayuda. Kedua tumenggung itu mengobarkan nafsu Pangeran Alit untuk menjadi raja dan mereka menjamin bahwa separuh Mataram berpihak kepadanya. Akan tetapi pemberontakan Pangeran Alit tidak berhasil karena rencananya terburu diketahui oleh pihak Amangkurat Tegalwangi. Pangeran Alit sendiri tewas oleh karena tergores oleh kerisnya sendiri yang beracun.

Untuk membalas dendam atas dukungan kaum ulama Mataram terhadap adiknya yang memberontak itu, Amangkurat memerintahkan empat orang kepercayaannya untuk melakukan sapu bersih kaum ulama. Empat orang kepercayaannya itu adalah Raden Mas atau Pangeran Aria, Tumenggung Nataairnawa atau Kiai Suta (Tumenggung Pati), Tumenggung Suranata (Tumenggung Demak)., dan Kiai Ngabei Wirapatra. Dalam tragedi ini sebanyak 5-6 ribu orang ulama tewas dibantai secara mengerikan.
541118/8 <384> Kanjeng Panembahan Bagus Banten [Juru Martani]
542119/8 <343+61> 14. Pangeran Demang Tanpa Nangkil ? (Raden Mas Kadawung) [Kesultanan Mataram]
543120/8 <322+63> Pangeran Ronggo Kajiwan / Raden Mas Hino [Sultan Agung]
544121/8 <322+62> Gusti Ratu Ayu Winongan / Gusti Raden Ajeng Jenap [Sultan Agung]
545122/8 <322> 5. Pangeran Purubaya [Mataram] 546123/8 <322> 7. Gusti Raden Ayu Wiromantri [Mataram]
548124/8 <322> 4. Pangeran Ngabehi Loring Pasar [Mataram]
549125/8 <388+?> Nyai Ageng Laweh [Br.6.1.1.1.1] [Brawijaya VI]
550126/8 <388+?> Nyai Manggar [Br.6.1.1.1.2] [Brawijaya VI]
551127/8 <388+?> Putri [Br.6.1.1.1.3] [Brawijaya VI]
553128/8 <392> 11.3.1.1.2.1.1. Kyai Khatib [Azmatkhan]
554129/8 <393> 3.2.1.1.2.1.1.1. Tumenggung Manco Negoro [Azmatkhan] 555130/8 <400> 6.1.1.1.1.1. Ratu Mas Hadi [Azmatkhan]
558131/8 <371+322!> 1. Raden Mas Sahwawrat / Pangeran Temenggong Pajang [Mataram]
559132/8 <405> Panembahan Giri [Azmatkhan]
560133/8 <399+394!> 3.2.7.1.1.1.1. Ki Ageng Gribig III / Maulana Sulaiman (Kyai Getayu) [Brawijaya V]
561134/8 <387+55> 2. Panembahan Mas, Menjabat Adipati di Pajang [?]
563135/8 <387+55> 4. Pangeran Pujamenggala [?]
564136/8 <387+55> 5. Pangeran Adipati Wiramenggala [?]
568137/8 <406+58> 1.1.3. Kiyai Kadu Rangga Gede [Sumedang Larang]
571138/8 <406+58> 1.1.6. Kyai Ngabehi Watang [Sumedang Larang]
572139/8 <406+60> 1.1.7. Nyi Mas Demang Cipaku [Sumedang Larang]
576140/8 <406+58> 1.1.11. Nyi Mas Rangga Pamade [Sumedang Larang]
578141/8 <406+58> 1.1.13. Pangeran Tumenggung Tegalkalong [Sumedang Larang]
581142/8 <407> 1.2.1. Santoan Anoet Nangga [Sumedang Larang]
582143/8 <407> 1.2.2. Santoan Anoet Paradja [Sumedang Larang]
583144/8 <407> 1.2.3. Santoan Ngabehi [Wretikandayun]
584145/8 <409> 1.4.1. Rd. Anggawangsa [Sumedang Larang]
585146/8 <412+?> Toemenggoeng Adiningkoesoemah [?] 586147/8 <414+?> Nji Ageng Brondong [?]
588148/8 <322> Ratu Pandansari [Mataram] 590149/8 <413> Tu Bagus Angke [?]
592150/8 <376+66+65> Raden Ayu Ketib Grobogan [Mataram]
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
594151/8 <416+?> 1.1.15.4.1 Seureupeun Manangel [Kesultanan Mataram]
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
595152/8 <416+?> 1.1.15.4.2 Seureupeun Cibeuli [Kesultanan Mataram]
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
596153/8 <416+?> 1.1.15.4.3 Seureupeun Cihaurbeuti [Kesultanan Mataram]
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
597154/8 <416+?> 1.1.15.4.4 Seureupeun Dawagung [Kesultanan Mataram]
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
598155/8 <416+?> 1.1.15.4.5 Sareupeun Ciboeni Agoeng [Kesultanan Mataram]
599156/8 <404> Raden Pasingsingan [Ki Juru Martani]
600157/8 <342> Panembahan Juminah II [Demak]
601158/8 <442> Kyai Ageng Karanglo / Ki Ageng Karang Lo [Patah] 602159/8 <404> Raden Mas Tumenggung Karto Nagoro / Ki Ageng Ketib Grobogan [Brawijaya V]
Lambang Kesultanan Bima
Lambang Kesultanan Bima
603160/8 <419+?+?+?+?> Sultan Jamaluddin Inayat Shah bin Sultan Nuruddin A bu Bakar Ali Shah (1687 – 1695) [Kesultanan Bima]
604161/8 <365> Syech Nurhasan [?]
605162/8 <422> Abdul Halim [Maulana Ishaq]
606163/8 <436> Sultan Mohammad Ali (Karaeng Bisei) Tumenanga ri Jakattara Lahir 29 November 1654, Berkuasa Mulai 1674 Sampai 1677, dan Wafat 15 Agustus 1681 [Raja Gowa]
608164/8 <385> Kyai Gusti / Raden Tumenggung Wongsodirjo [Bumidirdja]
610165/8 <385> Nyai Ageng [Bumidirdja] 612166/8 <373+531!> Kanjeng Gusti Pangeran Timur [Sultan Agung]
613167/8 <322> Raden Bagus Rinangku [Mataram]
614168/8 <438> Pangeran Iwardaya [Iwardaya]
615169/8 <439> Syekh Masnun al-Bantani [Kasultanan Banten]
616170/8 <440> Nyai Ulfiah [?]
617171/8 <440> Nyai Ageng Godhek [?]
618172/8 <441> Kandjeng Pangeran Hardjo Djajakusuma [?]
619173/8 <444> Pengeran Sutajaya I [Gunung Jati II]
620174/8 <445> Panembahan Masjid Wetan (Tembayat) [Kyai Pandanarang]
621175/8 <411+?> 1.6.1. Rd. Iman Hotib [Wretikandayun]
622176/8 <411+?> 1.6.2. NM.Sulhalimah [Wretikandayun]
623177/8 <411+?> 1.6.3. Rd. Abdul Hosibah [Wretikandayun]
624178/8 <410+?> 1.5.1. Rd. Arasuda [Sumedang Larang]
625179/8 <431+?> 1.1.1.11.1. Rd. Mas Urwa (Buyut Sampang) [Sumedang Larang]
626180/8 <434> 4.1.1.1.1.12. Ratu Widara [Kesultanan Banten]
627181/8 <446> Datu Bangkaya [?]