11. Raden Sudjana / Lembu Niroto - Индекс потомака

Из пројекта Родовид

Особа:733607
Generation of a large tree takes a lot of resources of our web server. Anonymous users can only see 7 generations of ancestors and 7 - of descendants on the full tree to decrease server loading by search engines. If you wish to see a full tree without registration, add text ?showfulltree=yes directly to the end of URL of this page. Please, don't use direct link to a full tree anywhere else.
11/1 <?> 11. Raden Sudjana / Lembu Niroto [Brawijaya V]
Титуле : Adipati Blambangan
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
0.Geneology Kasunanan Surakarta Hadiningrat, disusun-dipost oleh : HR Widodo AS
1.Buku Silsilah Trah Pangeran Lanang Dangiran - Silsilah Pangeran Lanang Dangiran ( Ki Ageng Brondong ),Bab Asal Usul Keluarga Kasepuhan Kanoman Surabaya, 142 halaman (Cetakan). Diselesaikan di Surabaya, Senen Kliwon,Tanggal 01 Agustus 1966 atau 14 Bakdo-Mulud 1898. Oleh Raden Panji Ario Makmoer, beralamat di Kapas Krampung No:90, Surabaya. Penasihat:
 -Raden Adipati Arya Nitiadiningrat (Bupati Surabaya)
 -Raden Tumenggung Arya Notoadikoesoemo (Zainal Fattah), Bupati Pamekasan-Madura;
 -Raden Ngabei Kromodjoyoadirono/R.B.Yasin (Asisten Wedana) 
   
2.Buku Silsilah Keluarga K5 (Keluarga Kasepuan_ Kanoman_Kromodjayan_Kesambongan) Surabaya - Bab I s/d Bab IX, terdiri     dari  49 Halaman, (Cetakan) Oleh :
 -Raden Tumenggung Arya Notoadikoesoemo (Zainal Fattah), Bupati Pamekasan-Madura; , Surabaya (saat itu)
 -Dan ditulis kembali oleh Mas Ngabei Soekotjo Purbokusumo, Surabaya 06 Desember 1956;
3.Buku Silsilah Keluarga Kromodjayan Mojokerto - Silsilah Kromodjayan, Pakem Kilat trah Boto Putih, trah Kasepuhan Surabaya, trah Kanoman Surabaya, trah Kasepuhan Sidoarjo, trah Sambongan,trah Nitidingrat_Pasuruan, trah Notodiningrat_Bangil Pasuruan, trah Bustaman_Semarang, trah Puspunegoro Gresik, Han Dinasti, trah Tjitrosoma Tuban, trah Batoro Katong_Ponorogo, trah Suryowinoto Gresik., 102 Halaman(Tulisan Tangan). Oleh Raden Ngabei Kromodjoyoadirono (Raden Bagus Yasin) Diselesaikan di Surabaya tanggal. 08 Juni 1980.
4. Buku Asal Silah - Kumpulan Silsilah Trah (Pengeran Lanang Dangiran, Sambongan, Kasepuhan Sidoarjo, Tjitrosoma Tuban, Batoro Katong Ponorogo). Oleh Raden Anang Soekarso, 66 halaman; diselesaikan di Surabaya 21 Agustus 2008 dan di edit ulang 18 Sya'ban 1429 H.


-

2

21/2 <1> Menak Simbar [Brawijaya V]
Титуле : Adipati Puger

3

31/3 <2> Menak Sumende [Brawijaya V]
Титуле : Adipati Blambangan

4

41/4 <3> Menak Gadru [Brawijaya V]
Титуле : Adipati Babatab

5

51/5 <4> Menak Werdati / Menak Lampor [Brawijaya V]
Рођење: NB: Eyang dari Raden Paku Sunan Giri. PANCER Trah Dermoyudo
Титуле : Jumeneng Bupati Blambangan
Свадба:
Trah Keturunan Brawijaya V, jumeneng Adipati di Blambangan.

Leluhur Kasepuan Kanoman Surabaya dan Kromodjayan NB: Menak Werdati adalah eyang dari Raden Paku Sunan Giri Gresik (pancer isteri).

   Saat pemerintahan Adipati Menak Werdati Kadipaten Blambangan dipecah menjadi 2(dua) 
Referensi Silsilah : B.8

6

61/6 <5> 1. Sunan Rebut Payung / Menak Beduyu [Brawijaya V]
Рођење: Leluhur/nenek moyang dari Trah Kasepuan - Kanoman
Титуле : Blambangan, Adipati Blambangan Timur bergelar Pangeran Rebut Payung
Pangeran Rebut Payung sebagai nenek moyang Trah Keturunan Kasepuan-Kanoman Surabaya
72/6 <5> 2. Menak Lapat [Brawijaya V]
Рођење: Leluhur dari Trah Dermoyudo, ataupun Kromodjayan
Титуле : Lumajang, Adipati Blambangan Kulon (Barat) bergelar Adipati Lumajang
Menak Lapat adalah nenek moyang Trah Keturunan Kromodjayan
83/6 <5> Nyai Lurah Sutodjayan [Ki Ageng Brondong]
Титуле : Peneleh Surabaya
94/6 <5> Nyai Wongsosuto [Ki Ageng Brondong]
Титуле : Surabaya
105/6 <5> Ψ Kyai Lanang Glangsing [Lanang Glangsing]
Титуле : -1686, Pasuruan, Tumenggung Pasuruan

7

111/7 <6> Pangeran Kedawung [Brawijaya V]
Титуле : Blambangan Timur, Kasatriya
Pangeran Kedawung di Blambangan Wetan(timur) = Banyuwangi; dikenal sebagai kasatria yang tangguh
122/7 <7> Menak Lumpat [Brawijaya V]
Титуле : Kasatriya tangguh (sakti) di Grogolan Jawa Timur
133/7 <6> Sunan Tawang Alun [Brawijaya V]
Титуле : 1596, Jawa Timur - Banyuwangi, Raja Blambangan Wetan
Kekuasaan pemerintahan dibawah Kerajaan Buleleng-Bali 1596 ms pada saat itu. ( De Jounge : De onsluimige groof Gouveneur Tawangalun van Blambangan onder denvost van Buleleng Bali).Kejadian ini Tahun 1596, ketika Belanda pertama kali masuk Pulau Jawa.

8

151/8 <12> Menak Koncar [Brawijaya V]
Титуле : Kasatriya tangguh (sakti) di Lumajang Tengah
162/8 <13> R Ayu Sunan Amangkurat I ((garwa ampean)) [Brawijaya V]
Титуле : Mataram, dipersunting Sunan Amangkurat I Raja Mataram di Tegalarum
143/8 <11> Ki Ageng Brondong / Pangeran Lanang Dangiran [Brawijaya V]
Рођење: Di Desa Brondong – Sedayu Lawas, atau Paciran Lamongan tepi laut utara Jawa. Kiyahi Ageng Brondong memiliki keturunan Raden Tumenggung Panji Tjokronegoro I, Bupati Sidoarjo yang pertama, diambil dari silsilah pangeran Lanang Dangiran Kyai Ageng Brondong kang sumareh ing pesarehan sentono Botoputih Surabaya. Pangeran Lanang Dangiran Kiyahi Ageng Brondong. Kang Sumareh Ing Pesarehan “Sentono Boto Putih” Surabaya Riwayat Hidup Kiyahi Ageng Brondong Botoputih Suroboyo. Konon dituturkan Pangeran Kedawung, disebut juga Sunan Tawangalun adalah raja di Blambangan atau dikatakan juga Bilumbangan. Beliau mempunyai 5 orang anak dan diantaranya ialah pangeran Lanang Dangiran. Diceritakan bahwa Lanang Dangiran pada usia 18 tahun bertapa dilauy dan menghanyutkan dirinya diatas sebuah papan kayu sebuah beronjong (alat penangkap ikan), tanpa makan atau minum, arus air laut dan gelombang membawa Lanang Dangiran hingga dilaut jawa dan akhirnya suatu taufan dan gelombang besar melemparkan Lanang Dangiran dengan beronjongnya dalam keadaan tidak sadar, disebabkan karena berbulan-bulan tidak makan dan minum, dipantai dekat Sedayu. Seluruh badannya telah dilekati oleh karang, keong serta karang-karang (remis) sehingga badan manusia itu seolah-olah ditempeli dengan bakaran jagung yang disebut dengan bahasa jawa “Brondong” Badan Pangeran Lanang Dangiran diketemukan oleh seorang kiyahi yang bernama Kiyahi Kendil Wesi. Pangeran Lanang Dangiran dirawat oleh Kiyahi Kendil Wesi serta istrinya dengan penuh kasih sehingga sadar kembali dan akhirnya menjadi sehat seperti sediakala. Pangeran Lanang Dangiran menceritakan asal-usulnya kepada Kiyahi Kendil Wesi. Setelah Kiyahi Kendil Wesi mendapat keterangan tentang asal usulnya Pangeran Lanang Dangiran, maka diceritakan oleh Kiyahi tadi bahwa ia juga asal keturunan dan raja-raja di Blambangan yang bernama Menak Soemandi dimana beliau masih satu keturunan dengan Lanang Dangiran. Lanang Dangiran tinggal dan kumpul dengan Kiyahi Kendil Wesi, dan dianggap sebagai anaknya kiyahi sendiri. Pangeran Lanang Dangiran memeluk agama Islam, karena rajin dan keteguhan imannya serta keluhuran budinya serta kesucian hatinya, maka tidak lama pula ia dapat tampil kemuka sebagai guru Agama Islam, Pangeran Lanang Dangiran berisitrikan putrid dan Ki Bimotjili dan Panembahan di Cirebon yang asal usulnya dituliskan sebagai berikut : Pangeran Kebumen Bupati Semarang, berisitrikan putrid dan Sultan Bojong, bernama Prabu Widjaja (Djoko Tingkir). Ki Bomotjili adalah salah satu seorang putra dan Pangeran Kebumen tersebut diatas, seorang putri dan Ki Bimotjilimi bersuamikan Pangeran Lanang Dangiran alias Kiyahi Brondong (dimakamkan di Boto Putih). Nama Brondong diperoleh karena ia diketemukan oleh Kiyahi Kendil Wesi badannya dilekati dengan “Brondong” Kiyahi Kendil Wesi yang waspada dan mengetahui nasib seseorang, mengatakan kepada Lanang Dangiran yang sudah mendapat sebutan Kiyahi Brondong dan masyarakat sekitar tempat Kiyahi Kendil Wesi, supaya pergi ke Ampel Dento Suroboyo, dan meluaskan ajaran Agama Islam, karena di Surabaya Kiyahi Brondong kelak akan mendapat kebahagiaan serta turun temurunnya kelak akan timbul dan tambah menjadi orang-orang yang mulya. Kemudian Kiyahi Brondong dengan istrinya dan beberapa anaknya yang masih kecil pergi ke Surabaya dan pada Tahun 1595 menetap diseberang timur kali Pegiri’an, dekat Ampel ialah Dukuh Boto Putih (Batu Putih) ditempat baru inilah Kiyahi Brondong mendapatkan martabat yang tinggi dan masyarakat, karena keluhuran budinya Kiyahi Brondong (pangeran Lanang Dangiran) wafat pada tahun 1638 dalam usia + 70 tahun dan meninggalkan 7 orang anak, diantaranya 2 orang laki-laki yaitu : Honggodjoyo dan Honggowongso. Bupati Sidoarjo yang pertama adalah keturunan dan Honggodjoyo, Kiyahi Ageng Brondong (Pangeran Lanang Dangiran) dikebumikan ditempat kediamannya sendiri di Botoputih Surabaya makamnya dimulyakan oleh putra-putranya dan selanjutnya dihormati oleh turun-turunnya hingga kini. Semoga arwah beliau diterima Allah Swt, dan Allah Swt juga memberikan kepada seluruh keturunannya Kiyahi Ageng Brondong kemulyaan, kesehatan dan kesejahteraan sebagaimana beliau senantiasa mendoakan cucu cicitnya selama hidupnya. Ada hal penting yang anda ketahui bahwa bertepatan dengan hari jadi Kabupaten Sidoarjo, pejabat Pemerintah Kabupaten Sidoarjo beserta rombongan merupakan agenda rutin berkunjung ke : Pesarean Asri ing Pendem untuk nyekar ke makam Bupati pertama Sidoarjo Raden Tumenggung Panji Tjokronegoro I wafat tahun 1863 Ke Pesarehan keluarga Tjondronegoro (belakang masjid Djamik/ Agung Sidoarjo) nyekar Raden Adipati Aryo Panji Tjondronegoro I wafat tahun 1906 Langsung menuju Pesarehan Boto Putih Surabaya ke makam Raden Tumenggung Adipati Aryo Tjondronegoro II (Kanjeng Djimat Djokomono).
Титуле : Surabaya, Pangeran Lanang Dangiran / Kyai Ageng Brondong sebagai PANCER = yaitu Leluhur/nenek moyang Trah Kasepuhan & Kanoman Surabaya / sebagai cikal bakal / pakem Sejarah Kasepuan – Kanoman Surabaya, atau Level 1 = Putera ke 2 Pangeran Kedawung ;
Свадба: <1> Nyai Ageng Brondong [Ki Bimotjili]
Смрт: 1638
== Ki Ageng Brondong, Boto Putih Sruroboyo ==

Dalam melestarikan warisan leluhur kami unggah ke website Rodovid tentang Silsilah keluarga yang berkaitan dengan Trah Botoputih, dengan pancer leluhur Ki Ageng Brondong, untuk itu disini kami sajikan sedikit cerita Ki Ageng Brondong, nama gelar lainnya adalah Pangeran Lanang Dangiran di Ampel Surabaya. Serta perkembangan Trah sebagai penerus generasi. Konon dituturkan bahwasanya Pangeran Kedawung atau disebut juga Sunan Tawangalun adalah nama gelar saat menjadi Raja di Blambangan ( sekarang wilayah Banyuwangi-Jawa Timur), berputra sebanyak 5(lima) anak diantaranya Pangeran Lanang Dangiran atau dikenal dengan nama Kyai Brondong. Dalam usia 18 tahun beliau melakukan bertapa, dengan menghanyutkan diri diatas sebuah papan kayu dan sebuah bronjong (alat penangkap ikan terbuat dari anyaman bambu ) di sungai. Dalam bertapanya tersebut dihanyutkan sampai dipantai utara Jawa. Gelombang dan arus air laut mengehempaskannya, dan akhirnya terdampar ditepi pantai dekat Sedayu - Lamongan dalam keadaan tidak sadar. Keadaan seluruh badannya dilekati oleh berbagai binatang laut seperti kerang,remis dlsb. Sehingga terlihat kulit tubuhnya seperti diselimuti butiran jagung bakar (bhs jawa = brondong ). Pangeran Lanang Dangiran saat terdampar tersebut ditemukan oleh Kyai Kendil Wesi, dan dirawatnya dan dibawa pulang , sampai sehat seperti sedia kala. Selang beberapa waktu lamanya, Kyai Kendil Wesi mengetahui asal-usul Pangeran Lanang Dangiran, yang tidak lain masih satu keturunan dengan Kyai Kendil Wesi, yaitu keturnan dari raja-raja Blambangan, yang mana Kyai Kendil Wesi dari Trah Menak Soemende. Didalam asuhan Kyai kendil Wesi terhadap Pangeran Lanang Dangiran dianggap sebagai anak sendiri, dan ketika dewasa beliau memeluk/masuk agama Islam, dan sampai menjadi guru agama. Berselang dewasa Pangeran Lanang Dangiran menikah dengan puteri dari Ki Bimo Tjili, berasal dari Panembahan di Cirebon. Dan kemudian dikenal Kyai Brondong. Kyai Kendil Wesi mengetahui bahwa kelak kemudian hari puteranya akan hidupnya mulia, serta menjadi pemuka agama, maka disarankan agar Pangeran Lanang Dangiran untuk meluaskan ajaran Agama Islam, ke wilayah Ampel Dento di Surabaya. Akhirnya pada tahun 1595, Kyai Brondong dengan keluarga menetap di Surabaya, tepatnya diseberang Timur Sungai/kali Pegirikan, dekat Ampel disebut padukuhan Botoputih. Disinilah di awal penyembar Agama Islam tepatnya di Ampel Surabaya. Pada waktu itu Kadipaten Surabaya masih merdeka, tidak dibawah kekuasaan Mataram, dan saat itu yang memegang kekuasaan adalah Pangeran Pekik.

Dalam perjalanan sejaran Surabaya pada tahun 1625, akhirnya dikuasai / dalakekuasaan Mataram. Pangeran Pekik masih ditetapkan sebagai Adipati di Surabaya dibawah kekuasaan pemerintahan Amangkurat I. Kyai Brondong / Ki Ageng Brondong / Pangeran Lanang Dangiran wafat pada tahun 1638 dalam usia 70 tahun, dimakamkan di makam Sentono Botoputih Kasepuan Surabaya. Meninggalkan putera sebanyak 7(tujuh)orang, diantaranya putera laki-lakinya adalah :

  • Onggodjoyo
  • Honggowongso.

Setelah Pangeran Pekik wafat karena dibunuh oleh Amangkurat I, Onggowongso ditetapkan menjadi Tumenggung di Surabaya, sedangkan Onggodjoyo sebagai Tumenggung di Pasuruan sebagai penghargaan jasa-jasanya dalam Peperangan Pemberontakan Trunodjoyo.

Beliau adalah Nenek moyang (cikal bakal) pakem Sejarah seperti halnya: trah Boto Putih, trah Kasepuhan Surabaya, trah Kanoman Surabaya, trah Kasepuhan Sidoarjo, trah Sambongan,trah Nitidingrat_Pasuruan, trah Notodiningrat_Bangil Pasuruan, trah Bustaman_Semarang, trah Puspunegoro Gresik, Han Dinasti, trah Tjitrosoma Tuban, trah Batoro Katong_Ponorogo, trah Suryowinoto Gresik. Untuk melestarikan warisan leluhur beberapa pencinta Genealogy Family Tree sebagai pendahulu telah meninggalkan hasil karyanya, beliau sebagai pengamat, peneliti, serta penyusun Silsilah / Asal Silah adalah Raden Adipati Arya Nitidiningrat Bupati Suroboyo, Raden Ngabei Tjokro Hadiwikromo (Onder Colleteur Kendal), Raden Panji Makmoer (Ketua Paguyuban Sentono Botoputih Surabaya), Raden Tumenggung Arya Noto Adikusumo (Zainal Fattah = Bupati Pamekasan), Raden Bagus Yasin / Raden Ngabei Kromodjoyoadirono ( Asisten Wedana Ngebel Ponorogo ) dan masih banyak lagi.

Catatan : Jenjang susunan pada Silsilah Keluarga atau Genealogy Diagram dibuat / dimulai dari atas yaitu yang tertua kebawah s/d. keturunan termuda, ini menganut pakem budaya Jawa Kasunanan Surakarta Hadiningrat khususnya dan pada umumnya, atau dikenal dengan nama Trah = Keturunan. Penulisan silsilah dibuat rentang jenjang setiap /sampai ke 10(sepuluh) level / graad). Dibuat berdasarkan petujuk membuat silsilah dalam buku "Serat Piagem Sentana “ (gebookteakte) ngrewat sala-silahing ing Kasunanan Surakarta Adiningrat (Paku Buwana)", yaitu dimulai dari:

 Pancer …………… = Trah adalah nama nenek moyang/leluhur yang dijadikan pedoman cikal bakal  Level/urutan 1 = Anak / putera  Level/urutan 2 = Cucu  Level/urutan 3 = Buyut  Level/urutan 4 = Canggah  Level/urutan 5 = Wareng  Level/urutan 6 = Udeg-udeg  Level/urutan 7 = Gantung Siwur  Level/urutan 8 = Gropak senthe  Level/urutan 9 = Debog bosok  Level/urutan 10 = Galih Asem.

Urutan penulisan dimulai dari Pancer, misal yang dianut pancer laki-laki (patrinial), yang kemudian sampai rentang keturunan kesepuluh (Galih Asem), dan yang kemudian akan menjadi “Pancer” Trah/Keturunan berikutnya. Dengan adanya vasilitas dari genealogical chart di website http://id.rodovid.org/wk/...., maka 10(sepuluh) level / graad oleh penulis diterapkan. Sedangkan dalam hardcopy penyusun gunakan dalam bentuk simbul-simbul yang nampak pada pembagian kelompok level (dapat dilihat samping kiri & di kiri bawah lembar silsilah).

Dapatlah kami sampaikan bahwa silsilah ini (Family Tree) pancer Laki-laki terbentuk dan akan berakhir jika keturunan berstatus perempuan. Artinya dari keturunan seorang Ibu yang semula dari marga A, anak keturunannya akan ikut pada suaminya misal marga B. Hal ini tidak mengubah makna apapun, ini hanyalah ilustrasi susunan keluarga walaupun menganut garis perempuan (matrinial) kesemuanya dibuat menganut petunjuk cara menulis silsilah yang benar.