Фатима Бинт Ассад Хашими - Индекс потомака
Из пројекта Родовид
2
71/2 <1+1> ♀ Fakhitah Bint Abu Talib [?] 42/2 <1+1> ♂ Aqeel bin Abu Taalib [Hachémite]Свадба: <3> ♀ Fatimah Binte Zauja-e-ʻUthmān bin ʻAffān (al-Walid) [?] b. изм 576 и 611
Свадба: <4> Ψ Несколько жён [?]
Смрт: 580, Médine
Свадба: <5> ♀ Khawlah Bint Ja'far [?]
Свадба: <6> ♀ Umaamah Bint Abu al-'As [?] b. изм 581 и 629 d. 685
Свадба: <7> Ψ ещё Несколько жён [?]
Свадба: <8> ♀ Хаят, Дочь Имру аль-Кайса бин Удая [?] b. изм 518 и 650
Свадба: <9> ♀ Makhba'ah [?] b. изм 518 и 650
Свадба: <10> ♀ Daraj [?] b. изм 518 и 650
Свадба: <11> ♀ Safiyya Bint al-Rabi Abu al-Hay al-Nadir [?] b. ~ 630
Свадба: <12> ♀ No Name [?] b. изм 518 и 650
Свадба:
Свадба: <13> ♀ Дочь Зейнеб [?]
Свадба: <14> ♀ Асма [?]
Свадба: <15> ♀ w Fatima Zahra [Hachémite] b. 605 d. 28 август 632
Фамилијарно стање: од 656, Аравія, Халіф і Правитель Віруючих
Смрт: 28 јануар 661, Город Куфа, Ірак
3
321/3 <7+2> ♂ 'Amru bin Hubairah bin 'Amru al-Makhzumi [?]Титуле : од 661, Imam of Shia Islam, 2nd
Смрт: 9 март 670
Hasan bin Ali bin Abu Thalib (Bahasa Arab: حسن بن علي بن أﺑﻲ طالب) (c. 625 – 669) adalah anak dari Ali bin Abi Thalib dan Fatimah az-Zahra, dan cucu pertama dari Muhammad. Menurut hampir seluruh sekte Syi'ah, Ia merupakan Imam kedua, sedangkan sekte lainnya menyebut bahwa Imam kedua adalah saudaranya Husain bin Ali. Walaupun begitu, ia merupakan salah seorang figur utama baik dalam Sunni dan Syi'ah karena ia merupakan Ahlul Bait dari Nabi Muhammad SAW. Beliau juga sangat dihormati kaum Sufi karena menjadi Waliy Mursyid yang ke 2 setelah ayah beliau terutama bagi tarekat Syadziliyyah.
Kelahiran dan Kehidupan Keluarga
Kelahiran
Hasan dilahirkan dua tahun setelah Hijrah ke Madinah (622 M), orang tuanya adalah Ali, sepupu Muhammad dan orang kepercayaannya, dan Fatimah, putri Muhammad. Hasan adalah cucu pertama Muhammad. Menurut tradisi Syi'ah, ia dinamakan seperti nama kakeknya. Hasan berarti "gagah/handsome" dalam Bahasa Arab.
Adapun garis silsilahnya adalah seperti di bawah ini:
Istri-istri
Hasan menikahi sembilan orang wanita: 1.Ummu Farwa (ibu dari Qasim bin Hasan) 2.Khaulah binti Mansur al Fazariyah (ibu dari Hasan al Mutsanna) 3.Ummu Bashir 4.Saqfia 5.Ramlah (ibu dari Abu Bakar bin Hasan) 6.Ummul Hassan 7.Binti Umrul qais 8.Ju'dah binti Asy'ath bin Qays 9.UmmuIshaq binti Talhah (ibu dari Talhah bin Hasan)
Keturunan
Diriwayatkan bahwa Hasan memiliki 13 orang anak, diantaranya adalah:
1.Zaid, bergelar al-Ablaj mempunyai putra bernama: Hasan bergelar al-Anwar. Hasan al-Anwar sempat menjadi Gubernur Madinah diangkat tahun 150 H oleh Abu Ja'far al-Mansur Khalifah ke-2 Bani Abbasiyah. 2.al-Hasan, bergelar al-Mutsanna, ibunya bernama Khaulah binti Manshur al-Fazariyah, mempunyai dua orang putra: 1.Abdullah, yang oleh kaum Suni dan kaum Sufi bergelar al-Mahdi, oleh kaum Syi'ah digelari al-Kamil, dari Abdullah inilah yang kemudian menurunkan dinasti Hasyimiyah yang berkuasa atas Yordania sekarang dan pernah berkuasa atas Iraq dan sebagai pemimpin kota Mekkah, Syarif Mekkah.[2] Abdullah tercatat mempunyai 4 putra yaitu: 1. Muhammad yang sangat terkenal dengan gelar Nafsuz Zakiyyah, 2. Ibrahim, 3. Musa bergelar Al-Juni yang keturunannya sampai kepada Syekh Abdul Qadir Jilani pendiri tarekat Qadiriyyah. 4. Idris bin Abdullah. Ia mempunyai banyak keturunan di Maroko baik kaum bangsawan (Dinasti Idrissiyah di Maroko) juga kaum ulamanya di seluruh Maghribi. 2.Ali bin al-Hasan mempunyai putra bernama: Husayn, yang sangat terkenal dengan gelar al-Fukhkhiy 3.al-Qasim 4.Abu Bakar 5.Abdullah, kelimanya terbunuh bersama pamannya, Husain di Karbala, Abdullah diketahui sempat mempunyai 2 putra sebelum wafat yaitu: 1.Yahya bin Abdullah 2.Muhammad bin Abdullah. Ia mempunyai putra bernama: 1. Abdullah dengan gelar al-Asytar. 6.Amru bin Hasan 7.'Abdul Rahman 8.Hasan, yang dijuluki al-Astram 9.Muhammad diketahui mempunyai seorang putra bernama: Isa, yang mempunyai putra Muhammad yang keturunan beliau sampai kepada Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili, pendiri tarekat Syadziliyyah 10.Ya'qub 11.Ismail 12.Ibrahim mempunyai putra: Ismail mempunyai putra lagi Ibrahim yang mempunyai putra Muhammad sangat terkenal dengan julukan Ibnu Thabathaba'i. 13.Fatimah binti Hasan
Sebagai Imam dan Waliy Mursyid
Bagi kaum Syi'ah beliau adalah Imam ke-2 dari 12 Imam, sementara bagi kaum Sufi khususnya tarekat Syadziliyah (Shadiliyya) beliau adalah Waliy Mursyid generasi ke 2 setelah ayah beliau Ali bin Abi Thalib. Hingga saat ini sebagian besar tarekat sufi telah mencapai Waliy Mursyid generasi yang ke 40.
Beliau juga menjadi datuk (leluhur) bagi sebagian Waliy Mursyid besar dan sangat utama seperti Syekh Abu Hasan Syadzili keturunan beliau dari Isa bin Muhammad bin Hasan bin Ali. Juga Syekh Abdul Qadir Jaelani keturunan beliau dari Abdullah bin Hasan bin Hasan bin Ali. Dan tak terhitung juga menjadi datuk bagi banyak Waliy Mursyid di zaman sekarang terutama dari tarekat Syadziliyyah.
DUA BELAS IMAM :
- Ali bin Abi Thalib
- Hasan al-Mujtaba
- Husain asy-Syahid
- Ali Zainal Abidin
- Muhammad al-Baqir
- Ja'far ash-Shadiq
- Musa al-Kadzim
- Ali ar-Ridha
- Muhammad al-Jawad
- Ali al-Hadi
- Hasan al-Askari
- Muhammad al-Mahdi
Смрт: 682, Medina, Arabia
Свадба: <18> ♀ Shahr Banu [Sassanovici]
Свадба: <18!> ♀ Shahr Banu [Sassanovici]
Титуле : од 669, Imam of Shia Islam, 3rd
Смрт: 13 октобар 680, Kerbala, Irak
4
Смрт: 20 октобар 712, Madinah, pekuburan Baqi.
Nama : Ali
Gelar : Zainal Abidin, As-Sajjad
Julukan : Abu Muhammad
Ayah : Husein bin Ali bin Abi Thalib
Ibu : Syahar Banu
Tempat/Tgl Lahir : Madinah, 15 Jumadil Ula 36 H.
Hari/Tgl Wafat : 25 Muharram 95 H.
Umur : 57 Tahun
Sebab Kematian : Diracun Hisyam bin Abdul Malik, di Zaman al-Walid
Makam : Baqi' Madinah
Jumlah Anak : 15 orang; 11 Laki-Laki dan 4 Perempuan
Anak Laki-laki : Muhammad Al-Baqir, Abdullah, Hasan, Husein, Zaid, 'Amr Husein Al-Asghor, Abdurrahman, Sulaiman, Ali, Muhammad al-Asghor
Anak perempuan : Hadijah, Fatimah, Aliyah, Ummu Kaltsum
Riwayat hidup
Setelah kejadian "karbala", Ali Zainal Abidin a.s. menjadi pengganti al-Husein sebagai pemimpin umat dan sebagai penerima wasiat Rasul yang ke-empat. Ketika Imam Ali bin Abi Thalib memegang tapak pemerintahan, beliau menikahkan al-Husein dengan seorang pultri Yazdarij, anak Syahriar, anak kisra, raja terakhir kekaisaran Persia yang bernama Syahar Banu. Dari perkawinan yang mulia inilah Imam Ali Zainal Abidin a.s. dilahirkan.
Dua tahun pertama di masa kecilnya, beliau berada dipangkuan kakeknya, Ali bin Abi Thalib. Dan setelah kakeknya berpulang ke rahmatullah beliau diasuh pamannya al-Hasan, selama delapan tahun. Beliau mendapat perlakuan yang sangat istimewa dari pamannya.
Sejak masa kecilnya beliau telah menghiasi dirinya dengan sifat-sifat yang terpuji. Keutamaan budi, ilmu dan ketaqwaan telah menyatu dalam dirinya. al-Zuhri berkata: "Aku tidak menjumpai seorang pun dari Ahlul Bait nabi s.a.w yang lebih utama dari Ali bin Husein.
Beliau dijuluki as-sajjad, karena banyaknya bersujud. Sedang gelar Zainal Abidin (hiasannya orang-orang ibadah) karena beliau selalu beribadah kepada Allah SWT. Bila akan shalat wajahnya pucat, badannya gemetar. Ketika ditanya: Mengapa demikian? Jawabannya: "Kamu tidak mengetahui di hadapan siapa aku berdiri shalat dan kepada siapa aku bermunajat".
Setelah kesyahidan al-Husein beserta saudara-saudaranya, beliau sering kali menangis. Tangisannya itu bukanlah semata-mata hanya karena kematian keluarganya, namun karena perbuatan umat Muhammad s.a.w yang durjana dan aniaya, yang hanya akan menyebabkan kesengsaraan mereka di dunia dan di akhirat. Bukankah Rasulullah s.a.w tidak meminta upah apapun kecuali agar umatnya mencintai keluarganya. Sebagaimana firman Allah (as-Syura 23). "Dan bukti kecintaan kita kepada keluarganya adalah dengan mengikuti mereka."
Di saat keluarganya telah dibantai, sementara penguasa setempat sangat memusuhinya, misalnya di zaman Yazid bin Muawiyah beliau dirantai dan dipermalukan di depan umum, di zaman Abdul Malik raja dari Bani Umayyah beliau dirantai lagi dan dibawa dan Damaskus ke Madinah lalu kembali lagi ke Madinah, Akhirnya beliau banyak menyendiri serta selalu bermunajat kepada khaliqnya.
Amalannya dilakukan secara tersembunyi. Setelah wafat, barulah orang-orang mengetahui amalannya. Sebagaimana datuknya, Ali bin Abi Thalib, beliau memikul tepung dan roti dipunggungnya guna dibagi-bagikan kepada keluarga-keluarga fakir miskin di Madinah.
Dalam pergaulannya, beliau sangat ramah bukan hanya kepada kawannya saja melainkan juga kepada lawannya. Dalam bidang ilmu serta pengajaran, meskipun yang berkuasa saat itu al-Hajjaj bin Yusuf As-Tsaqofi seorang jiran yang kejam yang tidak segan-segan membunuh siapapun yang membela keluarga Rasulullah s.a.w, beliau masih sempat memberikan pengajaran dan menasehati para penguasa.
Namun, apapun yang dilakukannya, keluarga Umayyah tidak akan membiarkannya hidup dengan tenang. Dan pada tanggal 25 Muharram 95 Hijriah, ketika beliau berada di Madinah, Al-Walid bin Abdul Malik bin Marwan meracuni Imam Ali Zainal Abidin a.s.
Keagungan beliau sulit digambarkan dan kata-katanya bak mutiara yang berkilauan. Munajat beliau terkumpul dalam sebuah kitab yang bernama "Shahifah As-Sajjadiah". http://alraudahalridho.tripod.com/id17.html
Beliau dilahirkan di kota Madinah pada tahun 33 H, atau dalam riwayat lain ada yang mengatakan 38 H. Beliau meninggal di kota Madinah pada tanggal 18 Muharrom 94 H, dan disemayamkan di pekuburan Baqi’, dekat makam dari pamannya, Al-Imam Hasan, yang disemayamkan di qubah Al-Abbas. Beliau wafat dengan meninggalkan 11 orang putra dan 4 orang putri. Adapun warisan yang ditinggalkannya kepada mereka adalah ilmu, kezuhudan dan ibadah. [Disarikan dari Syarh Al-Ainiyyah, Nadzm Sayyidina Al-Habib Al-Qutub Abdullah bin Alwi Alhaddad Ba'alawy, karya Al-Allamah Al-Habib Ahmad bin Zain Alhabsyi Ba'alawy]
Ali bin Husain (658-713) (Bahasa Arab: علي بن حسين زين العابدين) adalah imam ke-4 dalam tradisi Syi'ah. Ia anak dari Husain bin Ali dan cicit dari Muhammad. Ia dikenal oleh Syi'ah dengan julukan Zainal Abidin karena kemuliaan pribadi dan ketakwaannya dan as-Sajjad sebagai tanda "orang yang terus melakukan sujud dalam ibadahnya".[1] Beliau juga dipanggil dengan nama Abu Muhammad, bahkan kadang ditambah dengan Abu al-Hasan. [2] Kelahiran dan Kehidupan keluarga [sunting] Kelahiran
Ali bin Husain dilahirkan di Madinah pada tahun 38 H/658-659 M menurut mayoritas riwayat yang ada, riwayat lainnya menyatakan ia dilahirkan pada tanggal 15 Jumadil Ula 36 H. Dua tahun tinggal bersama kakeknya, Ali bin Abi Thalib, 12 tahun tinggal bersama pamannya, al-Hasan, 23 tahun tinggal bersama ayahnya, al-Husain. Dia wafat di Madinah pada 95 H/713 M dalam usia 57 tahun, ada pula yang menyatakan wafat pada 25 Muharram 95 H. 34 tahun setelah kewafatan ayahnya. 34 tahun ia menjadi Imam dan dimakamkan di Pekuburan al-Baqi, Madinah sebelah pamannya, al-Hasan.[2]
Ibu
Ada beberapa riwayat yang menyatakan tentang siapa ibu dari Ali Zainal Abidin, antara lain:
Riwayat pertama menyatakan bahwa ibunya bernama Syahzanan putri dari Yazdigard bin Syahriyar bin Choesroe. Selain itu disebut juga ia bernama Syahrbanawaih. Khalifah Ali bin Abi Thalib mengangkat Huraits bin Jabir al-Hanafi untuk menangani urusan bagian provinsi-provinsi timur, Huraits memberikan kepada Ali dua putri Yazdigard bin Syahriyar bin Choesroe. Salah satu putri Yazdigard ini yang bernama Syahzanan diberikan Ali kepada putranya yang bernama al-Husain. Syahzanan kemudian memberikan anak lelaki kepada al-Husain. Anak lelaki ini bernama Zainal Abidin. Ali memberikan putri Yazdigard yang satunya lagi kepada Muhammad bin Abu Bakar, yang melahirkan seorang anak lelaki bernama al-Qasim.[2] Riwayat lainnya menyatakan bahwa ibunya bernama Syahrbanu, putri Yazdigird, kaisar terakhir Sasaniyah, Persia. Oleh karena itu Ali Zainal Abidin dijuluki pula Ibn al-Khiyaratyn, yaitu anak dari dua yang terbaik, yaitu Quraisy di antara orang Arab dan Persia di antara orang non-Arab. Menurut riwayat itu ibunya dibawa ke Madinah sebagai tahanan pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab yang hendak menjualnya. Namun Ali bin Abi Thalib menyarankan sebaiknya Syahrbanu terlebih dahulu diberi pilihan untuk menjadi istri salah seorang Muslim, dan mas kawinnya diambil dari Baitul Mal. Khalifah Umar menyetujuinya, dan akhirnya Syahrbanu memilih putra Ali bin Abi Thalib yaitu Husain. Konon Syahrbanu wafat tak lama setelah melahirkan anak semata wayangnya ini.[1]
Keturunan
Beliau memiliki 15 orang keturunan, [sunting] 11 anak laki-laki
Muhammad al-Baqir, ibunya adalah Ummu Abdullah binti al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Merupakan Imam selanjutnya menurut Imamiyah. Abdullah al-Bahir[3] al-Hasan al-Husain al-Akbar[3] Zaid, imam pengganti menurut Zaidiyah. al-Husain al-Asghar[3] Abdurrahman Sulaiman Muhammad al-Asghar atau Qaim[3] Umar al-Asyraf[3] Ali, merupakan anak bungsu
[sunting] 4 anak perempuan
Khadijah, saudara seibu dengan Ali Fatimah Aliyah Ummu Kultsum
Sumber ^ a b ABIDIN, Imam Ali ibn al-Husain Zainal; ASH-SHAHIFAH AS-SAJJADIYYAH: kumpulan doa-doa mustajab Imam Ali Zainal Abidin AS cucu Baginda Nabi SAW. Jakarta: Lentera, 2005. ISBN 979-3018-95-X ^ a b c al-MUFID, Syaikh; Sejarah para imam ahlulbait Nabi SAW. Jakarta: Lentera, 2005. ISBN 979-24-3304-X ^ a b c d e Keturunan Ali Zainal Abidin. Naqobatul Asyraf
Foto makam Ali Zainal Abidin Di bagi (http://madinah-al-hikmah.net/2010/01/28/imam-ali-zainal-abidin-keindahan-kaum-%E2%80%98abid/}Смрт: 715, Medina
Рођење: 10 октобар 680, Karbala, Iraq
5
651/5 <44+46!> ♂ 1. Abdullah Mahdi [Al Hasani]- 1. Muhammad yang sangat terkenal dengan gelar Nafsuz Zakiyyah,
- 2. Ibrahim,
- 3. Musa bergelar Al-Juni yang keturunannya sampai kepada Syekh Abdul Qadir Jilani pendiri tarekat Qadiriyyah.
- 4. Idris bin Abdullah. Ia mempunyai banyak keturunan di Maroko baik kaum bangsawan (Dinasti Idrissiyah di Maroko) juga kaum ulamanya di seluruh Maghribi.
Професија : Imam Ke 5
Смрт: 743, Baqi, Madina
Hilal Achmar Link Nasab :
Al-Imam Muhammad bin sayid Ali Zainal Abidin bin sayid Husain putra sayid Ali + sayidah Fatimah Az-Zahro binti Rosulillah Muhammad SAW]
[Disarikan dari Syarh Al-Ainiyyah, Nadzm Sayyidina Al-Habib Al-Qutub Abdullah bin Alwi Alhaddad Ba'alawy, karya Al-Allamah Al-Habib Ahmad bin Zain Alhabsyi Ba'alawy]
Beliau adalah Al-Imam Muhammad bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib (semoga Allah meridhoi mereka semua). Digelari Al-Baqir (yang membelah bumi) karena kapasitas keilmuan beliau yang begitu mendalam sehingga diibaratkan dapat membelah bumi dan mengeluarkan isinya yang berupa pengetahuan-pengetahuan. Nama panggilan beliau adalah Abu Ja'far.
Al-Imam Ibnu Al-Madiny meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah (semoga Allah meridhoi mereka berdua) bahwasannya Jabir berkata kepada Imam Muhammad Al-Baqir yang pada waktu itu masih kecil, "Rasulullah SAW mengirimkan salam untukmu." Beliau bertanya, "Bagaimana hal itu bisa terjadi?." Jabir menjawab, "Pada suatu hari saya sedang duduk bersama Rasulullah SAW, sedangkan Al-Husain (cucu beliau) lagi bermain-main di pangkuan beliau. Kemudian Rasulullah SAW berkata, 'Pada suatu saat nanti, dia (yaitu Al-Husain) akan mempunyai seorang putra yang bernama Ali (Zainal Abidin). Jika hari kiamat datang, akan terdengar seruan, 'Berdirilah wahai pemuka para ahli ibadah.' Maka kemudian putranya (yaitu Ali-Zainal Abidin) itu akan bangun. Kemudian dia (yaitu Ali Zainal Abidin) akan mempunyai seorang putra yang bernama Muhammad. Jika engkau sempat menjumpainya, wahai Jabir, maka sampaikan salam dariku.' "
Beliau, Muhammad Al-Baqir, adalah keturunan Rasul SAW dari jalur ayah dan ibu. Beliau adalah seorang yang berilmu luas. Namanya menyebar seantero negeri. Ibu beliau adalah Ummu Abdullah, yaitu Fatimah bintu Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib (semoga Allah meridhoi mereka semua). Beliau dilahirkan di kota Madinah pada hari Jum'at, 12 Safar 57 H, atau 3 tahun sebelum gugurnya ayahnya, Al-Imam Al-Husain.
Dari sebagian kalam mutiara beliau adalah,
"Tidaklah hati seseorang dimasuki unsur sifat sombong, kecuali akalnya akan berkurang sebanyak unsur kesombongan yang masuk atau bahkan lebih."
"Sesungguhnya petir itu dapat menyambar seorang mukmin atau bukan, akan tetapi tak akan menyambar seorang yang berdzikir."
"Tidak ada ibadah yang lebih utama daripada menjaga perut dan kemaluan."
"Seburuk-buruknya seorang teman itu adalah seseorang yang hanya menemanimu ketika kamu kaya dan meninggalkanmu ketika kamu miskin."
"Kenalkanlah rasa kasih-sayang di dalam hati saudaramu dengan cara engkau memperkenalkannya dulu di dalam hatimu."
Beliau jika tertawa, beliau berkata, "Ya Allah, janganlah Engkau timpakan murka-Mu kepadaku."
Beliau adalah seorang yang mencintai dua orang yang agung, yaitu Abubakar dan Umar (semoga Allah meridhoi mereka berdua).
Diantara kalam mutiara beliau yang lain, saat beliau berkata kepada putranya, "Wahai putraku, hindarilah sifat malas dan bosan, karena keduanya adalah kunci setiap keburukan. Sesungguhnya engkau jika malas, maka engkau akan banyak tidak melaksanakan kewajiban. Jika engkau bosan, maka engkau tak akan tahan dalam menunaikan kewajiban."
Di antara kalam mutiara beliau yang lain, "Jika engkau menginginkan suatu kenikmatan itu terus padamu, maka perbanyaklah mensyukurinya. Jika engkau merasa rejeki itu datangnya lambat, maka perbanyaklah istighfar. Jika engkau ditimpa kesedihan, maka perbanyaklah ucapan 'Laa haula wa laa quwwata illaa billah'. Jika engkau takut pada suatu kaum, ucapkanlah, 'Hasbunallah wa ni'mal wakiil'. Jika engkau kagum terhadap sesuatu, ucapkanlah, 'Maa syaa'allah, laa quwwata illaa billah'. Jika engkau dikhianati, ucapkanlah, 'Wa ufawwidhu amrii ilaallah, innaallaha bashiirun bil 'ibaad'. Jika engkau ditimpa kesumpekan, ucapkanlah, 'Laa ilaaha illaa Anta, Subhaanaka innii kuntu minadz dzolimiin.' " Beliau wafat di kota Madinah pada tahun 117 H (dalam riwayat lain 114 H atau 118 H) dan disemayamkan di pekuburan Baqi', tepatnya di qubah Al-Abbas disamping ayahnya. Beliau berwasiat untuk dikafani dengan qamisnya yang biasa dipakainya shalat. Beliau meninggalkan beberapa orang anak, yaitu Ja'far, Abdullah, Ibrahim, Ali, Zainab dan Ummu Kultsum. Putra beliau yang bernama Ja'far dan Abdullah dilahirkan dari seorang ibu yang bernama Farwah bintu Qasim bin Muhammad bin Abubakar Ash-Shiddiq Radhiyallohu anhu wa ardhah. (http://majlismajlas.blogspot.com/2008/12/al-imam-muhammad-bin-ali-zainal-abidin.html).
Nama : Muhammad
Gelar : Al-Baqir
Julukan : Abu Ja'far
Ayah : Ali Zainal Abidin
lbu : Fatimah binti Hasan
Tempat/Tgl Lahir : Madinah, 1 Rajab 57 H.
Hari/Tgl Wafat : Senin, 7 Dzulhijjah 114 H.
Umur : 57 Tahun
Sebab Kematian : Diracun Hisyam bin Abdul Malik
Makam : Baqi’, Madinah
Jumlah Anak : 8 orang; 6 laki-laki dan 2 perempuan
Anak Laki-laki : Ja’far Shodiq, Abdullah, Ibrahi, Ubaidillah, Reza, Ali
Anak Perempuan : Zainab, Ummu Salamah
Makam Di Baqi: dari kiri ke kanan : Imam Hasan ra, Imam Zainal Abidin, Imam Muhammad Al Baqir, Imam Ja'far Shodiq [[1]]
Riwayat Hidup
- Keimamahan Muhammad Al-Baqir, dimulai sejak terbunuhnya Ali Zainal Abidin a.s. melalui racun yang mematikan. Beliau merupakan oran pertama yang nasabnya bertemu antara Imam Hasan dan Imam Husein yang berarti beliau orang pertama yang bernasab kepada Fatimah Az-Zahra’, sekaligus dan pihak ayah dan ibu.
- Selama 34 Tahun beliau berada dalam perlindungan dan didikan ayahnya, Ali Zainal Abidin a.s. Selama hidupnya beliau tinggal di kota Madinah dan menggunakan sebagian besar waktunya untuk beribadah guna mendekatkan diri kepada Allah SWT serta membimbing masyarakat ke jalan yang lurus.
- Mengenal keilmuan dan ketaatannya, kita semak kata-kata lbnu Hajar al-Haitami, seorang ulama sunni yang mengatakan: "Imam Muhammad AL-Baqir telah menyingkapkan rahasia-rahasia pengetahuan dan kebijaksanaan, serta membentangkan prinsip-prinsip spiritual dan agama. Tak seorangpun dapat menyangkal keperibadiannya yang mulia, pengetahuan yang diberikan Allah, kearifan yang dikaruniakan oleh Allah dan tanggung jawab serta rasa syukurnya terhadap penyebaran pengetahuan. Beliau adalah seorang yang suci dan pemimpin spiritual yang sangat berbakat. Dan atas dasar inilah beliau terkenal dengan gelar al-baqir yang berarti pengurai ilmu. Beliau baik hati, bersih dalam keperibadian, suci jiwa, dan bersifat mulia. Imam mencurahkan seluruh waktunya dalam ketaatan kepada Allah (dan mempertahankan ajaran-ajaran nabi suci dan keturunannya). Adalah di luar kekuasaan manusia untuk menghitung pengaruh yang mendalam dan ilmu dan bimbingan yang diwariskan oleh Imam pada hati orang-orang beriman. Ucapan-ucapan beliau tentang kesalehan, pengetahuan dan kebijaksanaan, amalan dan ketaatan kepada Allah, begitu banyak sehingga isi buku ini sungguh tidak cukup untuk meliput semuanya itu".
- Beliau menipakan salah seorang imam yang bidup di zaman yang bukan zaman Rasullah s.a.w, namun jauhnya jarak waktu antara beliau dan Rasulullah bukan merupakan atasan untuk merasa jauh dengan beliau s.a.w. Diriwayatkan: "Suatu kali Jabir bin Abdullah al-Anshori bertanya kepada Rasulullah s.a.w: Ya Rasulullah, siapakah imam-imam yang dilahirkan dan Ali bin Abi Thalib? Rasulullah s.a.w menjawab, Al-Hasan dan Al-Husein, junjungan para pemuda ahli surga, kemudian junjungan orang-orang yang sabar pada zamannya, Ali ibn al-Husein, lalu al-Baqir Muhammad bin Alî, yang kelak engkau ketahui kelahirannya, Wahai Jabir. Karena itu, bila engkau nanti bertemu dengannnya, sampaikanlah salamku kepadanya".
- Mengenai situasi pemerintahan yang terjadi di zaman beliau, dua tahun pertama dipimpin oleh Al-Walid bin Abdul Malik yang sangat memusuhi keluarga nabi dan dialah yang memprakarsAl pembunuhan Ali Zainal Abidin a.s. Dua tahun berikutnya beliau juga hidup bersama raja Sulaiman bin Abdul Malik yang sama jahat dan durjananya dengan selainnya, yang seandainya dibandingkan maka dia jauh lebih bejat dari penguasa Bani Umayyah yang sebelumnya. Kemudian tampuk kepemimpinan berpindah ke tangan Umar bin Abdul Aziz, seorang penguasa Bani Umayyah yang bijaksana dan lain dari selainnya. Beliaulah yang menghapus kebiasaan melaknat Imam Ali bin Abi Thalib di setiap mimbar Jum'at, yang diprakarsai oleh Muawiyah bin Abi Sufyan dan telah berjalan kurang lebih 70 tahun. Beliau pula yang mengembalikan tanah Fadak kepada Ahlu Bait Nabi yang pada waktu itu diwakili Imam Muhammad aL-Baqir (AL-Khishal. Jilid 3. Najf Al-Asyraf). Namun sayang beliau tidak berumur panjang dan pemerintahannya hanya berjalan tidak lebih dari dua tahun lima bulan. Pemerintahan kemudian beralih ke tangan seorang pemimpin yang laim yaitu Hisyam bin Abdul Malik bin Marwan.
- Pemerintahan Hisyam diwarnai dengan kebejatan moral serta pengejaran dan pembunuhan terhadap para pengikut Ahlu Bait. Zaid bin Ali seorang keluarga rasul yang Alim dan syahid gugur di zaman ini. Hisyam kemudian memerintahkan pasukannya untuk menghancurkan markas-markas Islam yang dipimpin oleh Imam Baqir a.s. Salah seorang murid Imam al-Baqir yang bernama Jabir al-Ja'fi juga tidak luput dari sasaran pembunuhan. Namun, demi keselamatannya Imam Muhammad al-Baqir menyuruhnya agar pura-pura gila. Beliau pun menerima saran dari Imam dan selamat dari ancaman pembunuhan, karena penguasa setempat mengurungkan niatnya setelah yakin bahwa Jabir benar-henar gila.
- Ketika semua makar dan kejahatan yang telah ditempuh untuk menjatuhkan Imam Muhammad AL-Baqir tidak berhasil, sementara orang-orang semakin yakin akan keimamahannya, maka Bani Umayyah tidak punya alternatif lain kecuali pada tanggal 7 Zulhijjah 114 H, ketika Imam Baqir berusia 57 tahun, Hisyam bin Abdul Malik bin Marwan si penguasa yang zalim, menjadikan imam syahid dengan meracuninya, dan jenazahnya dibaringkan di Jannatul Baqi' Madinah.
- Ahlul Bait Nabi s.a.w berguguran satu demi satu demi mengharap ridha dari Allah SWT. Semoga salam dilimpahkan kepada mereka ketika mereka dilahirkan, di saat mereka berangkat menghadap Tuhannya, dan saat dibangkitkan kelak. (http://alraudahalridho.tripod.com/id18.html)
Keturunan
Al-Husain [2] memiliki 5 orang putra dan 2 orang putri, diantaranya adalah : 1.Ali bin Husain as-Sajjad [[3]], Dijuluki Abu Muhammad bergelar Zainal Abidin mempunyai 3 orang putra : 1.Zaid yang berputra 3 orang : 1.Muhammad 2.Isa 3.Yahya 2.Umar dengan laqob Al Asyraf yang berputra : 1.Ali yang berputra : 1.Al Qasim yang berputra : 1.Muhammad dengan laqob Shahibut Thaliqan 3.Muhammad bergelar Al Baqir [[4]] berputra 1 orang : 1.Jafar dengan laqob As Shodiq yang berputra 5 orang : 1.Ismail 2.Musa yang dijuluki Al Kazhim berputra : 1.Ali dengan laqob Ar Ridha yang berputra : 1.Muhammad bergelar At Taqiy 3.Muhammad yang dijuluki Ad Dibaj yang berputra : 1.Ali menikah dengan Makhdum Tansyuri, yang merupakan adik dari Syahir Nuwi, Raja Negeri Perlak yang berketurunan Parsi berputra satu : 1.Abdul Aziz Syah, Sultan Perlak I(Aceh-840-864 M) [[5]] 4.Ali bergelar Al Uraidhi [[6]] yang berputra : 1.Muhammad An-Naqib [[7]] yang berputra : 1.Isa Ar-Rumi [[8]] yang berputra 2 orang : 1.Muhammad 2.Ahmad [[9]] berputra : 1.Muhammad (Keturunannya tersebar di negri Baghdad ) 2..... 2..... 5.Ishaq bergelar Al Mu'tamin yang berputra : 1.Al Qasim 2.Ali bin Husain al-Akbar Syahid Pertempuran Karbala. Ibunya bernama Laila binti Abu Murrah bin Urwah bin Mas'ud ats-Tsaqafi 3.Ali bin Husain al-Asghar Syahid Pertempuran Karbala. Ibunya bernama Rubab binti Imra al-Qais, merupakan syahid termuda di Karbala 4.Ja'far bin Husain Ibunya dari suku Quda'ah. Ja'far meninggal pada saat Husain masih hidup 5.Abdullah bin Husain Syahid saat masih bayi bersama ayahnya.
Putri
6.Sukainah binti Husain Ibunya bernama Rabab binti Imru' al-Qais bin Adi dari Kalb dari Ma'd. Rabab juga ibut dari Abdullah bin Husain.7.Fatimah binti Husain Ibunya bernama Umm Ishaq binti Thalhah bin Ubaidillah dari Taim[1]
6
Титуле : од 743, Shi'a Imam, 6th
Смрт: 4 децембар 765
Hilal Achmar Lineage Study
Imam Ja'far Ash-Shodiq
Imam Ja’far Ash-Shodiq a.s. adalab anak dari Imam Muhammad al-Baqir bin As Sajjad bin Imam Husein As-Syahid bi karbala, shalawatullah wasalamuhu alaihim aj-main.Beliau dilahirkan di Madinah al-Munawwarah, di masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan, Dinasti Umayyah.
Kehidupannya sarat dengan keilmuan dan ketaatan kepadaTuhan, sebab sejak kecilnya hingga selama sembilan belas tahun, beliau bernaung di bawah asuhan dan didikan ayahnya, Imam Muhammad al-Baqir.
Setelah kepergian ayahnya yang syahid, maka sejak tahun 114 H beliau menggantikan posisi ayahnya sebagai pemimpin spiritual yang juga marji’ dalam segala bidang ilmu atas pilihan Allah dan Rasul-Nya. Situasi politik di zaman Ja’far As-Shadiq a.s. sangat menguntungkan beliau.
Sebab di saat itu terjadi pergolakan politik di antara dua kelompok yaitu Bani Umayyah dan Bani Abbasiah yang saling berebut kekuasaan. Dalam situasi politik yang labil inilah Imam Ja’far As-Shadiq a.s. mampu menyebarkan dakwah Islam dengan lebih leluasa.
Dakwah yang dilakukan beliau meluas ke segenap penjuru, sehingga digambarkan murid beliau berjumlah empat ribu orang, yang terdiri dari para ulama, para ahli hukum dan bidang lainnya seperti, Jabir bin Hayyan At-Thusi, seorang ahli matematika, Hisyam bin al-Hakam, Mu’min Thaq seorang ulama yang disegani, serta berbagai ulama sunni seperti Sofyan ats-Tsauri, Abu Hanifah (pendiri mazbab hanafi) al-Qodi As-Sukuni dan lain-lain.
Seperti yang digambarkan di atas bahwa di zaman Imam Ja’far terjadi pergolakan politik. Rakyat sudah jenuh berada di bawah kekuasaan Bani Umayyah dan muak melihat kekejaman dan penindasan yang dilakukan mereka selama ini. Situasi yang kacau dan pemerintahan yang mulai goyah dimanfaatkan oleb golongan Abbasiah yang juga berambisi kepada kekuasaan. Kemudian mereka berkampanye dengan berkedok sebagai “para penuntut batas dan bani Hasyim”.
Bani Umayyah akhirnya tumbang dan Bani Abbas mulai membuka kedoknya serta merebut kekuasaan dan Bani Umayyah. Kejatuhan Bani Umayyah serta munculnya Bani Abbasiah membawa babak baru dalam sejarah. Selang beberapa waktu ternyata Bani Abbas memusuhi Ahlu Bait dan membunuh pengikutnya. Imam Ja’far juga tidak luput dari sasaran pembunuban.
Pada 25 Syawal 148 H, al-Manshur membuat Imam Syahid dengan meracunnya. “Imam Ja’far ibn Muhammad, putra Imam kelima, lahir pada tahun 83 H/702 M. Dia wafat pada tahun 148 H/757 M, dan menurut riwayat kalangan Syiah diracun dan dibunuh karena intrik al-Manshur, khalifah Dinasti Abbasiyah. Setelah ayahnya wafat dia menjadi Imam keenam atas titah ilahi dan fatwa para pendahulunya ( Thabathaba’i dalam “Islam Syiah (Asal-Usul dan Perkembanganny hal 233-234-235).
Selama masa keimaman Imam ke-6 terdapat kesempatan yang lebih besar dan iklim yang menguntungkan baginya untuk mengembangkan ajaran-ajaran agama. Ini dimungkinkan akibat pergolakan di berbagai negeri Islam, terutama bangkit-nya kaum Muswaddah untuk menggulingkan kekhalifahan Bani Umayyah, dan perang berdarah yang akhirnya membawa kerutuhan dan kemusnahan Dinasti Umayyah.
Kesempatan yang lebih besar bagi ajaran kaum Syiah juga merupakan hasil dari landasan yang menguntungkan, yang diciptakan Imam ke-5 selama 20 tahun masa keimamannya melalui pengembangan ajaran Islam yang benar dan pengetahuan Ahlu Bait.
Imam telah memanfaatkan kesempatan ini untuk mengembangkan berbagai pengetahuan keagamaan sampai saat terakhir dari keimamannya yang bersamaan dengan akhir Dinasti Umayyah dan awal dari kekhalifahan Dinasti Abbasiyah.
Dia mendidik banyak sarjana dalam berbagai lapangan ilmu pengetahuan aqliah (intelektual) dan naqliah (agama) seperti Zararah, Muhammad ibn Muslim, Mukmin Thaq, Hisyam ibn Hakam, Aban ibn Taghlib, Hisyam ibn Salim, Huraiz, Hisyam Kaibi Nassabah, dan Jabir ibn Hayyan, ahli kimia. Bahkan beberapa sarjana terkermuka Sunni seperti Sofyan Tsauri, Abu Hanifah pendiri madzhab Hanafi, Qadhi Sukuni, Qodhi Abu Bakhtari dan lain-lain, beroleh kehormatan menjadi murid-muridnya. Disebutkan bahwa kelas-kelas dan majelis-majelis pengajaranya menghasilkan empat ribu sarjana hadis dan ilmu pengetahuan lain. Jumlah hadis yang terkumpul dari Imam ke-5 dan ke-6, lebih banyak dari seluruh hadis yang pernah dicatat dari Imam lainnya.
Tetapi menjelang akhir hayatnya, Imam menjadi sasaran pembatasan-pembatasan yang dibuat atas dirinya oleh al-Manshur, khalifah Disnati Abbasiyah, yang memerintahkan penyiksaan dan pembunuhan yang kejam terhadap keturunan nabi, yang merupakan kaum Syiah, hingga tindakan-tindakannya bahkan melampaui kekejaman kaum Umayyah.
Atas perintahnya mereka ditangkap dalam kelompok-kelompok, beberapa dan mereka dibuang dalam penjara yang gelap dan disiksa sampai mati, sedangkan yang lain dipancung atau dikubur hidup-hidup atau ditempatkan di bawah atau di antara dinding-dinding yang dibangun di atas mereka. Hisyam, khalifah Dinasti Umayyah, telah memerintahkan untuk menangkap Imam ke-6 dan dibawa ke Damaskus. Belakangan, Imam ditangkap oleh Saffah, khalifah Dinasti Abbasiyah dan dibawa ke Iraq. Akhirnya Al Manshur menangkapnya lagi dan dibawa ke Samarah untuk diawasi dan dengan segala cara mereka melakukan tindakan lalim dan kurang hormat dan berkali-kali merencanakan untuk membunuhnya.
Kemudian Imam diizinkan kembali ke Madinah, di mana dia menghabiskan sisa hidupnya dalam persembunyian, sampai dia diracun dan dibunuh melalui upaya rahasia al-Manshur.
Mendengar berita tewasnya Imam ke-6, Manshur menulis surat kepada gubenur Madinah, memerintahkan untuk pergi ke rumah Imam dengan dalih menyatakan belasungkawa kepada keluarganya, meminta pesan-pesan Imam dan wasiatnya serta membacanya.
Siapapun yang dipilih oleh Imam sebagai pewaris dan penerus harus dipenggal kepalanya seketika. Tentunya tujuan Manshur adalah untuk mengakhiri seluruh masalah keimaman dan aspirasi kaum Syiah.
Ketika gubenur Madinah, melaksanakan perintah tersebut, membacakan pesan terakhir dan wasiatnya, dia mengetahui bahwa Imam telah memilih empat orang dan bukan satu orang, untuk melaksanakan amanat dan wasiatnya yang terakhir, yakni khalifah sendiri, gubenur Madinah, Abdullah Aftah, putra Imam yang sulung, dan Musa, putranya yang bungsu. Dengan demikian rencana al-Manshur menjadi gagal”.
Meskipun Imam Ja’far telah syahid, namun peninggalannya, khususnya dalam bidang ilmu, telah membawa babak baru dalam perkembangan kebudayaan islam. http://www.aincenter.com/index.php?option=com_content&view=article&id=194:imam-jafar-bin-ash-shodiq&catid=78:tokoh-dan-peristiwa&Itemid=57
Fatimah Az-Zahro'
|
Sayedina Hussein
|
Ali Zainal Abidin
|
Muhammad Al-Baqir
|
Ja'far As-Shodiq
Beliau adalah Al-Imam Ja'far bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib (semoga Allah meridhoi mereka semua). Beliau terkenal dengan julukan Ash-Shodiq (orang yang jujur). Beliau biasa dipanggil dengan panggilan Abu Abdullah dan juga dengan panggilan Abu Ismail. Ibu beliau adalah Farwah bintu Qasim bin Muhammad bin Abubakar Ash-Shiddiq. Sedangkan ibu dari Farwah adalah Asma bintu Abdurrahman bin Abubakar Ash-Shiddiq. Oleh karena itu, beliau (Al-Imam Ja'far Ash-Shodiq) pernah berkata, "Abubakar (Ash-Shiddiq) telah melahirkanku dua kali."
Al-Imam Ja'far Ash-Shodiq dilahirkan di kota Madinah pada hari Senin, malam ke 13 dari Rabi'ul Awal, tahun 80 H (ada yang menyebutkan tahun 83 H). Banyak para imam besar (semoga Allah meridhoi mereka) yang mengambil ilmu dari beliau, diantaranya Yahya bin Sa'id, Ibnu Juraid, Imam Malik, Sufyan Ats-Tsauri, Sufyan bin 'Uyainah, Abu Hanifah, Su'bah dan Ayyub. Banyak ilmu dan pengetahuan yang diturunkan dari beliau, sehingga nama beliau tersohor luas seantero negeri. Umar bin Miqdam berkata, "Jika aku melihat kepada Ja'far bin Muhammad, aku yakin bahwa beliau adalah keturunan nabi."
Sebagian dari mutiara kalam beliau (Al-Imam Ja'far Ash-Shodiq) adalah :
"Tiada bekal yang lebih utama daripada takwa. Tiada sesuatu yang lebih baik daripada diam. Tiada musuh yang lebih berbahaya daripada kebodohan. Tiada penyakit yang lebih parah daripada berbohong."
"Jika engkau mendengar suatu kalimat dari seorang muslim, maka bawalah kalimat itu pada sebaik-baiknya tempat yang engkau temui. Jika engkau tak mampu untuk mendapatkan wadah tempat kalimat tersebut, maka celalah dirimu sendiri."
"Jika engkau berbuat dosa, maka memohon ampunlah, karena sesungguhnya dosa-dosa itu telah dibebankan di leher-leher manusia sebelum ia diciptakan. Dan sesungguhnya kebinasaan yang dahsyat itu adalah terletak pada melakukan dosa secara terus-menerus."
"Barangsiapa yang rizkinya lambat, maka perbanyaklah istighfar. Barangsiapa yang dibuat kagum oleh sesuatu dan menginginkannya demikian terus, maka perbanyaklah ucapan maa syaa-allah laa quwwata illa billah."
"Allah telah memerintahkan kepada dunia, 'Berkhidmatlah kepada orang yang berkhidmat kepadaku, dan buatlah payah orang yang berkhidmat kepadamu.' "
"Fugaha itu orang yang memegang amanah para rasul, selama tidak masuk ke dalam pintu-pintu penguasa."
"Jika engkau menjumpai sesuatu yang tidak engkau sukai dari perbuatan saudaramu, maka carilah satu, atau bahkan sampai tujuh puluh alasan, untuk membenarkan perbuatan saudaramu itu. Jika engkau masih belum mendapatkannya, maka katakanlah, 'Semoga ia mempunyai alasan tertentu (kenapa berbuat demikian) yang aku tidak mengetahuinya.' "
"Empat hal yang tidak seharusnya bagi seorang yang mulia untuk memandang rendah : bangunnya dia dari tempat duduknya untuk menemui ayahnya, berkhidmatnya dia kepada tamunya, bangunnya dia dari atas binatang tunggangannya, dan berkhidmatnya dia kepada seorang yang menuntut ilmu kepadanya."
"Tidaklah kebaikan itu sempurna kecuali dengan tiga hal : menganggapnya rendah (tidak berarti apa-apa), menutupinya dan mempercepatnya. Sesungguhnya jika engkau merendahkannya, ia akan menjadi agung. Jika engkau menutupinya, engkau telah menyempurnakannya. Jika engkau mempercepatnya, engkau akan dibahagiakannya."
Dari sebagian wasiat-wasiat beliau kepada putranya, Musa :
"Wahai putraku, barangsiapa yang menerima dengan ikhlas apa-apa yang telah dibagikan oleh Allah daripada rizki, maka ia akan merasa berkecukupan. Barangsiapa yang membentangkan matanya untuk melihat apa-apa yang ada di tangannya selainnya, maka ia akan mati miskin. Barangsiapa yang tidak rela dengan apa-apa yang telah dibagikan oleh Allah daripada rizki, maka berarti ia telah menuduh Allah di dalam qadha'-Nya."
"Barangsiapa yang memandang rendah kesalahannya sendiri, maka ia akan membesar-besarkan kesalahan orang lain. Barangsiapa yang memandang kecil kesalahan orang lain, maka ia akan memandang besar kesalahannya sendiri."
"Wahai anakku, barangsiapa yang membuka kesalahan orang lain, maka akan dibukakanlah kesalahan-kesalahan keturunannya. Barangsiapa yang menghunuskan pedang kezaliman, maka ia akan terbunuh dengannya. Barangsiapa yang menggali sumur agar saudaranya masuk ke dalamnya, maka ia sendirilah yang nanti akan jatuh ke dalamnya."
"Barangsiapa yang masuk ke dalam tempat-tempat orang-orang bodoh, maka ia akan dipandang rendah. Barangsiapa yang bergaul dengan ulama, ia akan dipandang mulia. Barangsiapa yang masuk ke dalam tempat-tempat kejelekan, maka ia akan dituduh melakukan kejelekan itu."
"Wahai putraku, janganlah engkau masuk di dalam sesuatu yang tidak membawa manfaat apa-apa kepadamu, supaya engkau tidak menjadi hina."
"Wahai putraku, katakanlah yang benar, walaupun berdampak baik kepadamu ataupun berdampak buruk."
"Wahai putraku, jadikan dirimu memerintahkan kebaikan, melarang kemungkaran, menyambung tali silaturrahmi kepada seorang yang memutuskan hubungan denganmu, menyapa kepada seorang yang bersikap diam kepadamu, dan memberi kepada seorang yang meminta darimu. Jauhilah daripada perbuatan mengadu domba, karena hal itu akan menanamkan kedengkian di hati manusia. Jauhilah daripada perbuatan membuka aib-aib manusia."
"Wahai putraku, jika engkau berkunjung, maka kunjungilah orang-orang yang baik, dan janganlah mengunjungi orang-orang pendusta."
Beliau (Al-Imam Ja'far Ash-Shodiq) meninggal di kota Madinah pada malam Senin, pertengahan bulan Rajab, tahun 148 H dan disemayamkan di pekuburan Baqi' di dalam qubah Al-Abbas, dekat dengan makam ayahnya, kakeknya dan paman kakeknya Hasan bin Ali. Beliau meninggalkan lima orang putra, yaitu Muhammad, Ismail, Abdullah, Musa dan Ali Al-'Uraidhi (kakek daripada keluarga Ba'alawy).
Radhiyallohu anhu wa ardhah...
[Disarikan dari Syarh Al-Ainiyyah, Nadzm Sayyidina Al-Habib Al-Qutub Abdullah bin Alwi Alhaddad Ba'alawy, karya Al-Allamah Al-Habib Ahmad bin Zain Alhabsyi Ba'alawy] http://alhaddads77.multiply.com/journal/item/16/_Kisah_Al-Imam_Jaafar_As-Shodiq
Foto Makam Baqi Lama tempat dimakamkan Ja'far Ash Shodiq (http://majlismajlas.blogspot.com/2008/12/al-imam-muhammad-bin-ali-zainal-abidin.html)Титуле : од 788, Sultan of Morocco
Смрт: 791
7
Титуле : од, Nizari Imam, 6th
Титуле : од, Tayibi Imam, 7th
Смрт: ~ 775, Al-Salamiyah, Syria
Свадба: <21> ♀ Ummie Hamida [?]
Титуле : од 765, Shi'a Imam, 7th
Смрт: 4 септембар 799
Смрт: 26 мај 818, Tus, Iran
Beliau adalah Al-Imam Ali bin Ja'far Ash-Shodiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib (semoga Allah meridhoi mereka semua). Beliau terkenal dengan julukan Al-'Uraidhi, karena beliau tinggal di suatu daerah yang bernama 'Uraidh (sekitar 4 mil dari kota Madinah). Beliau juga dipanggil dengan Abu Hasan.
Beliau dilahirkan di kota Madinah dan dibesarkan disana. Kemudian beliau memilih untuk tinggal di daerah 'Uraidh. Beliau adalah seorang tekun dalam beribadah, dermawan dan seorang ulama besar. Beliau, diantara saudara-saudaranya, adalah anak yang paling bungsu, yang paling panjang umurnya dan paling menonjol keutamaan. Ayah beliau (yaitu Al-Imam Ja'far Ash-Shodiq) meninggal ketika beliau masih kecil.
Beliau mengambil ilmu dari ayah dan teman ayahnya. Beliau juga mengambil ilmu dari saudaranya, yaitu Musa Al-Kadzim. Beliau juga mengambil ilmu dari Hasan bin Zeid bin Ali Zainal Abidin. Banyak orang yang meriwayatkan hadits melalui jalur beliau, diantaranya 2 putranya (yaitu Ahmad dan Muhammad), cucunya (yaitu Abdullah bin Hasan bin Ali Al-'Uraidhi), putra keponakannya (yaitu Ismail bin Muhammad bin Ishaq bin Ja'far Ash-Shodiq1), dan juga Al-Imam Al-Buzzi.
Berkata Al-Imam Adz-Dzahabi di dalam kitabnya Al-Miizaan, "Ali bin Ja'far Ash-Shodiq meriwayatkan hadits dari ayahnya, juga dari saudaranya (yaitu Musa Al-Kadzim), dan juga dari Ats-Tsauri. Adapun yang meriwayatkan hadits dari beliau di antaranya Al-Jahdhami, Al-Buzzi, Al-Ausi, dan ada beberapa lagi. At-Turmudzi juga meriwayatkan hadits dari beliau di dalam kitabnya."
Adz-Dzahabi juga berkata di dalam kitabnya Al-Kaasyif, "Ali bin Ja'far bin Muhammad meriwayatkan hadits dari ayahnya, dan juga dari saudaranya (yaitu Musa Al-Kadzim). Adapun yang meriwayatkan hadits dari beliau adalah dua putranya (yaitu Muhammad dan Ahmad) dan juga ada beberapa orang. Beliau meninggal pada tahun 112 H..."
Adz-Dzahabi juga meriwayatkan suatu hadits dengan mengambil sanad dari beliau, dari ayahnya terus sampai kepada Al-Imam Ali bin Abi Thalib, "Sesungguhnya Nabi SAW memegang tangan Hasan dan Husain, sambil berkata, 'Barangsiapa yang mencintaiku dan mencintai kedua orang ini dan ayah dari keduanya, maka ia akan bersamaku di dalam kedudukanku (surga) ada hari kiamat.' "
Asy-Syeikh Ibnu Hajar juga berkata di dalam kitabnya At-Taqrib, "Ali bin Ja'far bin Muhammad bin Ali bin Husain adalah salah seorang tokoh besar pada abad ke-10 H..."
Al-Imam Al-Yaafi'i memujinya di dalam kitab Tarikh-nya. Demikian juga Al-Imam Al-Qadhi menyebutkannya di dalam kitabnya Asy-Syifa', dan juga mensanadkan hadits dari beliau, serta meriwayatkan hadits yang panjang tentang sifat-sifat Nabi SAW. Al-Imam Ahmad di dalam Musnad-nya juga meriwayatkan hadits dari jalur beliau. Demikian juga beberapa orang menyebutkan nama beliau, di antaranya As-Sayyid Ibnu 'Unbah, Al-'Amri, dan As-Sayyid As-Samhudi.
Beliau, Al-Imam Ali Al-'Uraidhi, lebih mengutamakan menghindari ketenaran dan takut dari hal-hal yang dapat menyebabkan dikenal. Beliau dikaruniai umur panjang, sampai dapat menjumpai cucu dari cucunya.
Beliau meninggal pada tahun 112H di kota 'Uraidh dan disemayamkan di kota tersebut. Makam beliau sempat tak diketahui, lalu As-Sayyid Zain bin Abdullah Bahasan menampakkannya, sehingga terkenal hingga sekarang. Beliau meninggalkan beberapa putra, yang hidup diantaranya 4 orang, yaitu Ahmad Asy-Sya'rani, Hasan, Ja'far Al-Asghar dan Muhammad (datuk Bani Alawy).
Radhiyallohu anhu wa ardhah...
[Disarikan dari Syarh Al-Ainiyyah, Nadzm Sayyidina Al-Habib Al-Qutub Abdullah bin Alwi Alhaddad Ba'alawy, karya Al-Allamah Al-Habib Ahmad bin Zain Alhabsyi Ba'alawy] 1. Dalam sumber lain dikatakan bahwa Al-Imam Ja'far Ash-Shodiq mempunyai 8 orang putra dan 2 orang putri (Nafaais Al-'Uquud fii Syajarah Aal Ba'abud, Ustadz Muhammad bin Husin bin Ali Ba'abud, hal. 10, manuskrip). Kemungkinan Ishaq disitu adalah salah seorang dari 8 orang putra beliau yang belum disebutkan dalam manaqib Al-Imam Ja'far Ash-Shodiq kemarin.
http://alhaddads77.multiply.com/journal/item/15/Kisah_Al-Imam_Ali_Al-Uraidhi?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2FitemТитуле : од 791, Sultan of Morocco
Смрт: 828, Fes (Morocco)
8
Beliau adalah Abu Isa Muhammad bin Ali al-Uraidhi bin Imam Ja'far al-Shaddiq. Ia tinggal di Basrah, demikian juga anaknya Isa. Di sana pula Imam Ahmad al-Muhajir dilahirkan dan dibesarkan. Keturunan Imam Muhammad al-naqib ialah: Isa (gelarnya Ar-Rummi),Yahya, Hasan, Musa, Ja'far, Ibrahim, dan Ishaq dan Ali. Imam Muhammad al-Naqib wafat pada tahun 334 Hijriyah. Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ali al-Uraidhi bin Ja'far al-Shodiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib dilahirkan di kota Madinah al-Munawwarah, dibesarkan dan dididik oleh ayahnya Ali al-Uraidhi hingga ayahnya wafat. Beliau tidak pernah berpergian dan berpisah dari ayahnya kecuali setelah ayahnya wafat. Imam Muhammad bin Ali al-Uraidhi adalah seorang pemimpin yang sempurna. Para ulama sepakat atas kepemimpinannya, kewibawaannya, ilmunya, amalnya, kewara'annya, karena itulah Imam Muhammad digelari dengan al-Naqib (pemimpin). Beliau orang yang banyak beribadah, dermawan, tidak suka ketenaran. Beliau yang pertama kali pindah dari kota Madinah ke kota Iraq dan menetap di Basrah. Beliau dikaruniai banyak keturunan diantaranya: al-Muhaddits Yahya bin Husin bin Isa Arrumi bin Muhammad An-Naqib, Abu Turab Ali bin Isa al-Akbar, Abu Fawaris Ja'far bin Hamzah bin Husin bin Musa bin Isa al-Akbar, Ishaq bin Isa al-Akbar, Muhammad bin Muhsin bin Muhammad bin Husin, Isa bin Muhammad bin Husin. Beliau, Al-Imam Muhammad bin Ali Al-'Uraidhi, dilahirkan di kota Madinah dan dibesarkan disana. Dari semenjak kecil beliau dididik langsung oleh ayahnya sampai ayahnya pindah ke kota 'Uraidh. Beliau sendiri akhirnya lebih memilih untuk tinggal di kota Basrah. Beliau adalah seorang yang zuhud terhadap dunia dan menjauhi kepemimpinan. Beliau seorang yang sangat wara' dan dermawan. Beberapa ulama yang pernah menyebutkan nama beliau di antaranya Ibnu 'Unbah, Al-'Amri, dan juga para ahli syair banyak memujinya. Adapun putra beliau, yaitu Isa bin Muhammad An-Naqib bin Ali Al-'Uraidhi, adalah seorang imam yang sempurna, terkumpul pada dirinya berbagai sifat mulia, dan permata bagi Al-Husainiyyin. Beliau tinggal di Irak. Beliau dijuluki dengan Ar-Rumi, dikarenakan kulitnya yang berwarna kemerahan. Beliau juga dijuluki Al-Azraq, dikarenakan mata beliau yang berwarna biru. Beliau adalah seorang yang sangat gemar menuntut ilmu, sehingga beliau dapat menguasai berbagai macam keutamaan dan ilmu. Beliau juga adalah seorang yang dermawan, tempat meminta fatwa dan tinggi kedudukannya. Beliau beberapa kali menikah sehingga dikaruniai banyak anak. Beliau meninggal di kota Basrah. Beliau meninggalkan 30 orang putra dan 5 orang putri. Radhiyallohu anhu wa ardhah... [Disarikan dari Syarh Al-Ainiyyah, Nadzm Sayyidina Al-Habib Al-Qutub Abdullah bin Alwi Alhaddad Ba'alawy, karya Al-Allamah Al-Habib Ahmad bin Zain Alhabsyi Ba'alawy] http://wasiatnasehat.blogspot.com/2009/01/imam-muhammad-naqib-ra.html
Al-Imam Muhammad An-Naqib – Ali Al-’Uraidhi – Ja’far Ash-Shodiq – Muhammad Al-Baqir – Ali Zainal Abidin – Husain – Fatimah Az-Zahro – Muhammad SAW] Beliau, Al-Imam Muhammad bin Ali Al-’Uraidhi, dilahirkan di kota Madinah dan dibesarkan disana. Dari semenjak kecil beliau dididik langsung oleh ayahnya sampai ayahnya pindah ke kota ‘Uraidh. Beliau sendiri akhirnya lebih memilih untuk tinggal di kota Basrah. Beliau adalah seorang yang zuhud terhadap dunia dan menjauhi kepemimpinan. Beliau seorang yang sangat wara’ dan dermawan. Beberapa ulama yang pernah menyebutkan nama beliau di antaranya Ibnu ‘Unbah, Al-’Amri, dan juga para ahli syair banyak memujinya. Adapun putra beliau, yaitu Isa bin Muhammad An-Naqib bin Ali Al-’Uraidhi, adalah seorang imam yang sempurna, terkumpul pada dirinya berbagai sifat mulia, dan permata bagi Al-Husainiyyin. Beliau tinggal di Irak. Beliau dijuluki dengan Ar-Rumi, dikarenakan kulitnya yang berwarna kemerahan. Beliau juga dijuluki Al-Azraq, dikarenakan mata beliau yang berwarna biru. Beliau adalah seorang yang sangat gemar menuntut ilmu, sehingga beliau dapat menguasai berbagai macam keutamaan dan ilmu. Beliau juga adalah seorang yang dermawan, tempat meminta fatwa dan tinggi kedudukannya. Beliau beberapa kali menikah sehingga dikaruniai banyak anak. Beliau meninggal di kota Basrah. Beliau meninggalkan 30 orang putra dan 5 orang putri. Radhiyallohu anhu wa ardhah… [Disarikan dari Syarh Al-Ainiyyah, Nadzm Sayyidina Al-Habib Al-Qutub Abdullah bin Alwi Alhaddad Ba'alawy, karya Al-Allamah Al-Habib Ahmad bin Zain Alhabsyi Ba'alawy] http://apresiasi-rofiuddin.blogspot.com/2009/12/al-imam-muhammad-al-imam-muhammad-naqib.html
Imam Abu Abdillah, Muhammad bin Ali al-Uraidhi bin Ja’far al-Shodiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib dilahirkan di kota Madinah al-Munawwarah, dibesarkan dan dididik oleh ayahnya Ali al-Uraidhi hingga ayahnya wafat. Beliau tidak pernah berpergian dan berpisah dari ayahnya kecuali setelah ayahnya wafat. Imam Muhammad bin Ali al-Uraidhi adalah seorang pemimpin yang sempurna. Para ulama sepakat atas kepemimpinannya, kewibawaannya, ilmunya, amalnya, kewara’annya, karena itulah Imam Muhammad digelari dengan al-Naqib (pemimpin)[1]. Beliau orang yang banyak beribadah, dermawan, tidak suka ketenaran.
Penindasan Alawiyin di Madinah.
Gerakan-gerakan perlawanan kaum Alawiyin membawa konsekuensi perlakuan yang tidak manusiawi dari penguasa Abbasiyah. Dampak dari gerakan itu, keluarga Alawiyin banyak menerima gangguan, cobaan dan penindasan. Di Madinah, akibat yang ditimbulkan dengan terjadinya perlawanan yang dilakukan oleh Muhammad bin Ja’far al-Shadiq, Harun al-Rasyid sebagai khalifah Abbasiyah saat itu memerintahkan panglimanya al-Jaludi untuk menghukum keluarga Abu Thalib dengan memenggal kepala pemimpin Alawiyin yang melakukan perlawanan, menjarah rumah-rumah keluarga Abu Thalib dan menjarahi wanita-wanita mereka tanpa menyisakan sepotong pakaian pun untuk mereka, hingga anting-anting dan peniti-peniti mereka sekalipun. Juga semua barang yang ada di dalam rumah, yang kecil maupun yang besar, semuanya diambil oleh pasukan Harun al-Rasyid. Begitulah situasi penindasan dan petaka yang dialami keluarga Abu Thalib pada masa itu. Kekerasan Abbasiyah terhadap keluarga Alawiyin mereda, ketika al-Ma’mun menjadi khalifah Abbasiyah pada tahun 198 hijriyah.
Pada tahun 199 hijriyah terdapat gerakan perlawanan Alawiyin kepada penguasa Abbasiyah di pimpin oleh Muhammad bin Ibrahim bin Ismail bin Ibrahim bin Hasan bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib yang dikenal dengan Ibnu Thabathaba’. Perlawanannya terus meluas hingga di Iraq dan Kufah, di mana terdapat banyak pengikut dan simpatisannya. Setelah Ibnu Thabathaba’ meninggal perjuangannya dilanjutkan oleh Muhammad bin Zaid bin Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib. Kekuatan militer pun bertambah besar sehingga Basrah dapat dikuasai oleh tentara yang dipimpin oleh panglima Zaid bin Ja’far yang selanjutnya menjadi Gubernur kota itu. Di Baghdad, kota itu dikuasai oleh Muhammad bin Sulaiman bin Daud bin Hasan bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Akan tetapi gerakan perlawanan Alawiyin kalah di Kufah. Gerakan perlawanan Alawiyin lainnya dipimpin oleh Ibrahim bin Musa bin Ja’far al-Shadiq yang berhasil menguasai Yaman.
Masyarakat mendukung keluarga Alawiyin dan mempercayai mereka karena keutamaan-keutamaan yang mereka miliki seperti sifat wara’, berilmu, taqwa, benar dalam perkataan dan perbuatan. Tak heran bila muncul perlawanan-perlawanan kaum Alawiyin di banyak kawasan seperti Dailam, Khurasan, Ahwaz, Basrah, Kufah, Madinah, Mekkah, Afrika, Yaman dan lain-lain dari negeri negeri Islam, yang memperoleh dukungan dan bantuan rakyat
Dari Madinah ke Basrah
Imam Muhammad al-Naqib ialah kakek sayid Alawiyin Hadramaut yang pertama kali pindah dari kota Madinah ke kota Iraq dan menetap di Basrah. Kemungkinan di tahun 200 hijriyah, bersama rombongan Imam Ali al-Ridha, beliau mengadakan perjalanan ke Khurasan. Perjalanan tersebut dikarenakan undangan khalifah al-Ma’mun kepada Imam Ali al-Ridha yang akan diangkat menjadi putera mahkota. Menurut al-Isfahani, al-Ma’mun mengundang sekelompok keluarga Abi Thalib dan memerintahkan agar mereka dibawa menghadapnya dari Madinah. Al-Ma’mun memerintahkan agar mereka dikawal sepanjang jalan menuju Basrah sampai mereka tiba ke hadapannya.[2]
Sampai di Basrah, Imam Muhammad al-Naqib menetap di kota itu sedangkan Imam al-Ridha melanjutkan perjalanan ke Ahwaz, Syiraz hingga tiba di Merv, ibukota Khurasan. Kemudian al-Ma’mun mengundang Imam al-Ridha dan menyampaikan maksud itu. Imam al-Ridha, dibawah ancaman al-Ma’mun terpaksa menerima pengangkatan beliau sebagai putera mahkota. Untuk menghindari keterlibatannya dalam pelaksanaan pemerintahan, beliau menerima jabatan tersebut dengan syarat bahwa penerimaan beliau hanyalah bersifat simbolis, tanpa beliau terlibat secara nyata dalam urusan pemerintahan atau mengemban sesuatu tanggungjawab kenegaraan.
Setelah itu segera al-Ma’mun memerintahkan wazirnya al-Fadh bin Sahl mengumumkan kepada masyarakat mengenai ketetapan itu dan pandangannya terhadap Imam al-Ridha serta niatnya untuk mengangkat beliau sebagai putera mahkota yang akan menggantikannya sepeninggalannya, dan bahwa dia telah menamakan beliau dengan al-Ridha. Al-Ma’mun juga memerintahkan al-Fadh agar mengumumkakan kepada rakyat bahwa dia telah mengganti lambang Daulat Abbasiyah, yakni pakaian hitam, dengan lambang berwarna hijau. Pada kesempatan itu dia mengenakan pakaian berwarna hijau.
Keturunan Imam Muhammad al-Nagib.
Diantara keturunan Imam Muhammad al-Naqib ialah : Isa digelari dengan al-Rummi, Yahya, Hasan, Musa, Ja’far, Ibrahim, Ishaq dan Ali[3]. Imam Muhammad al-Naqib wafat pada tahun 234 Hijriyah.
[1] Naqib, kepala, pemimpin atau sesepuh. Istilah itu dalam tarikh Islam pertama kali digunakan pada peristiwa Bai’at al-Aqabah II. Jumlah peserta bai’at tujuh puluh tiga orang laki-laki dan dua orang perempuan. Untuk mengefektifkan tugas-tugas pembinaan, Rasulullah saw mengangkat dua belas orang pemimpin (naqib). Di antara mereka itu dengan guru utamanya Mush’ab bin Umair. Masing-masing naqib bertanggungjawab melakukan pembinaan terhadap anggota kelompoknya. Materi pembinaan adalah alquran dan akhlaq serta pembinaan sikap kesetiaan untuk membela Rasulullah saw dan ajarannya.
[2] Abu al-Faraj al-Isfahani. Maqat al-Thalibiyin, hal.375.
[3] Al-Masyhur, Op Cit, hal. 47 http://benmashoor.wordpress.com/2008/07/25/muhammad-an-naqib/
Foto: Rumah Al Faqih Al Muqaddam Muhammad Bin Ali, keturunan Muhammad An Naqib (http://anangqhosym.blogspot.com/2010/12/al-imam-al-faqih-al-muqaddam-muhammad.html)Смрт: 813, Salamyeh
Imām Alī bin Mūsā ar-Riđhā (Bahasa Arab: علي بن موسى الرضا) (Madinah, 11 Dzulkaidah 148 H - Masyhad, 17 Safar 203 H[2]) (diperkirakan 1 Januari 765 - 26 Mei 818) adalah imam ke-8 dalam tradisi Syi'ah Dua Belas Imam. Dalam Bahasa Persia, dia sering dipanggil dengan nama Imam Reza dan dijuluki dengan panggilan Abu al-Hasan.[2] Dia hidup pada masa berkuasanya tiga orang Khalifah Bani Abbasiyah yaitu Harun ar-Rasyid, al-Amin dan al-Ma'mun[3] dan diangkat oleh al-Ma'mun menjadi putra mahkota kekhalifahan dimana hal ini menyebabkan pemberontakan dari keluarga Bani Abbasiyah lainnya terhadap al-Ma'mun.[2]
Julukan lainnya yang diberikan kepada Imam Ali ar-Ridha adalah ash-Shabir, ar-Radhi, al-Wafi, az-Zaki, dan al-Wali.[4] Selain itu julukan lainnya adalah:
- Imam Zamin'i Tsamin, Tsamin berarti delapan, Zamin berarti keselamatan dan keamanan.[5]
- Gharibul-Ghurabaa[5]
- Alim'i ali Muhammad[5]
Садржај |
Kelahiran dan kehidupan keluarga

Kelahiran
Pada tanggal 11 Dzulkaidah 148 H, seorang anak laki-laki lahir di rumah Imam Musa al-Kadzim (Imam ke-7) di Madinah, yang nantinya akan mengambil posisi keimaman, setelah ayahnya.[6] Namanya adalah Ali dengan julukan ar-Ridha. Dia lahir satu bulan setelah kakeknya, Imam Ja'far ash-Shadiq meninggal.
Ibu
lbunya bernama Taktam[7][2] ada pula yang menyebut bernama Najmah[8][3][9], yang dijuluki Ummu al-Banin, seorang yang shalehah, ahli ibadah, utama dalam akal dan agamanya dan setelah melahirkan Ali ar-Ridha, Musa al-Kadzim memberinya nama at-Thahirah.[7][2]
Saudara
Dia memiliki saudara yang bernama Zaid, yang melakukan revolusi dan membuat kerusuhan di Madinah. Zaid pernah tertangkap dan dibawa atas perintah al-Ma'mun ke Khurasan untuk diadili. Al-Ma'mun membebaskannya sebagai penghormatan terhadap Imam Ali ar-Ridha.[10]
Imam memiliki saudara lain yang bernama Abdullah, dimana ia hidup sampai masa Imam Muhammad al-Jawad.[4]
Imam memiliki seorang saudari yang bernama Fatimah Maksumah, ia meninggal di Qom, Iran ketika datang dari Madinah menuju Masyhad untuk mencari kakaknya, Imam Ali ar-Ridha. Kuburan Fatimah Maksumah, sampai saat ini masih terdapat di Qom, dan menjadi pusat ziarah di sana.[11]
Istri-istri
Imam menikah dengan Sayyidah Sabika yang juga dikenal dengan nama Khaizarun. Istri Imam ini adalah keturunan sahabat Muhammad, yang juga pembela setia Ali, Ammar bin Yasir. Khaizarun merupakan ibu dari Imam ke-9, Muhammad al-Jawad.[1]
Selain itu, Imam dinikahkan pula dengan putri dari khalifah saat itu, Ummul Fadhl binti al-Ma'mun, dimana menurut riwayat, Ummul Fadhl begitu mengetahui Imam telah memiliki istri lain yang telah memberikan keturunan, maka ia menjadi marah, dan setuju untuk memberi racun kepada Imam hingga menyebabkan wafatnya Imam.[1]
Keturunan
Putra-putra Imam bernama:[7]
- Hasan
- Muhammad al-Jawad, penerus keimaman
- Ja'far
- Ibrahim
- Husain
Putri Imam bernama Aisyah.[7]
Referensi
Sumber
Lihat pula
Pranala luar
Смрт: 836