Raden Ujang Purba, Yang Bergelar Dipati Imbanagara (1625-1636) - Индекс потомака
Из пројекта Родовид
Професија : од 1625, Wedana Mataram / Bupati Galuh ke 2
2
Титуле : 12 јун 1642
Pengganti Adipati Imbanagara adalah putranya yang bergelar Adipati Panji Aria Jayanagara (1636-1642). Namanya adalah Yogaswara, sedangkan nama kecilnya adalah Mas Bongsar. Gelar Raden Panji Aria dianugerahkan oleh raja Mataram karena Jayanagara dianggap satu visi dengan raja Mataram. Ia resmi menjadi bupati Galuh pada 5 Rabi’ul Awal tahun Je yang bertepatan dengan 6 Agustus 1636. Atas saran raja Mataram, ia mengganti nama kabupaten Galuh menjadi kabupaten Galuh Imbanagara. Nama Galuh akan tetap dipakai dalam tulisan ini untuk mengidentifikasi kabupaten Galuh.Jayanagara memindahkan pusat pemerintahan kabupaten Galuh dari Gara Tengah ke Barunay. Barunay berada sekitar 10 km di sebelah barat ibu kota kabupaten Ciamis. Nama Barunay diganti menjadi Imbanagara setelah menjadi pusat pemerintahan yang baru. Pemindahan pusat pemerintahan itu dilakukan tanggal 14 Mulud tahun He atau bertepatan dengan tanggal 12 Juni 1642 yang dijadikan sebagai hari jadi kabupaten Ciamis. Pada masa pemerintahannya, Galuh dikenai kebijakan reorganisasi Priangan oleh raja Mataram. Tahun 1641 Mataram membentuk kabupaten-kabupaten baru di sekitar Galuh, yaitu Bojong Lopang, Utama, Kawasen, dan Banyumas.(F. de Haan, op. cit, hlm. 73.)
Silsilah Keluarga Sumedang Larang
1.1.1.5.29 NM. Ajoe or RA Mariah or Nyi Gedeng Muda . 1.1.1.5.29X Knj Dlm Kiai Adp Bpt Galuh IV Imbanagara / Bupati Galuh ke 3 : Raden Panji Aria Jayanegara / Mas Bongsar ( 1636-1678 ) ., 1.1.1.5.29.1 Knj Dlm Aria Bpt Imbanagara Anggapradja / Bupati Galuh ke 4 : Anggapraja ( 1678- 1679 ) . . 1.1.1.5.29.2 Knj Dlm Adp Bpt Imbanagara Angganaja / Bupati Galuh ke-5 : Angganaya ( 1679-1693 ) . . 1.1.1.5.29.3 NM. Galuh .1.1.1.5.29.4 R. Adp. Anggamadja Bupati Imbanagara ke 3 (Added by Alvin, Misplaced?, Not in Diagram. Not include in PS book) .
3
Bupati Galuh yang berkuasa saat itu adalah putra Jayanagara yang bergelar R.A. Angganaya (1678-1693).
Angganaya adalah putra kedua Jayanagara, ia diangkat menjadi bupati Galuh karena kakaknya yang bernama R. Anggapraja (nama kecilnya adalah Mas Tumbal) menolak jabatan bupati yang diwariskan ayahnya karena ia tidak mau bekerja sama dengan VOC. Angganaya memiliki empat orang anak dari seorang istri, yaitu R. A. Sutadinata, R. Angganata, R. Ay. Gilang, dan R. Kartadinata.
4
Bupati Galuh berikutnya adalah putra Angganaya yang bergelar R.A. Sutadinata (1693-1706). Nama kecilnya adalah Mas Pato, ia adalah bupati Galuh pertama yang menyerahkan hasil penanaman kepada VOC. Tahun 1695, ia menyerahkan 90 pikul lada yang ditanam di daerah Kawasen (50 pikul) dan Imbanagara (40 pikul). Selain lada, ia juga menyerahkan 80 pikul tarum dan 55 pikul kapas.
Bertepatan dengan masa pemerintahannya, VOC memberlakukan Prianganstesel sebagai sistem ekonomi dan indirect rule sebagai sistem pemerintahan di seluruh daerah kekuasaannya. Sutadinata adalah bupati Galuh pertama yang diakui sebagai bupati VOC. Kabupaten Galuh resmi diserahkan kepada VOC oleh Mataram melalui perjanjian tanggal 5 Oktober 1705 sebagai imbalan atas jasa VOC membantu Pangeran Puger merebut tahta Mataram dari Amangkurat III.5
Pengganti Sutadinata adalah putranya yang bergelar R.A. Kusumadinata I (1706-1727). Kusumadinata I memiliki nama kecil Mas Bani. Dari pernikahannya dengan dua orang istri, ia memiliki 5 orang anak, yaitu R. Ay. Candranagara, R.A. Kusumadinata II, R. Danukria, R. Danumaya, R.Ay. Sarati.
Untuk mengawasi para bupati di wilayah Priangan Timur, VOC mengangkat Pangeran Aria dari Cirebon sebagai opziener.[ Kabupaten Karawang dan Cianjur tidak diawasi oleh opziener karena kedua kabupaten itu dianggap sebagai bagian dari Batavia. Bupati kedua kabupaten itu berada dalam pengawasan langsung para pejabat VOC. Lihat Otto van Rees, op.cit, hlm. 87. ] Ia mengeluarkan kebijakan yang berkaitan dengan Galuh, yaitu mengangkat patih Cibatu sebagai bupati Kawasen karena dianggap sebagai menak tertua dan pandai. Ia juga melebur kabupaten Utama ke dalam kabupaten Bojong Lopang.6
Титуле : од 1732, Bupati Galuh ke 9 (Patih Imbanagara sebagai wali Mas Garuda/Rd.Ad. KUSUMADINATA III)
7
Mengingat R.A. Kusumadinata II meninggal muda, maka jabatan bupati diwariskan kepada keponakan R.A. Sutadinata I yang kelak bergelar R.A. Kusumadinata III putra RAy. Cndranagara. VOC tidak mengangkat salah satu adik Kusumadinata II, yaitu Danumaya dan Danukriya karena mereka berlainan ibu, oleh karena itu VOC memutuskan untuk mencalonkan putra kakak perempuan Kusumadinta II.
Nama kecil R.A. Kusumadinata III adalah Mas Garuda, ia masih anak-anak ketika ditujuk sebagai calon pengganti Kusumadinata II, oleh karenanya Jabatan Bupati di Pegang oleh 3 orang wali, dibawah pimpinan R.T. Jagabaya.
Pemerintahan Galuh diserahkan kepada Kusumadinta III (1751-1801) setelah dewasa. Nama kecil Kusumadinata III adalah Mas Garuda, ia masih anak-anak ketika ditujuk sebagai calon pengganti Kusumadinata II. Ia berhasil memulihkan kondisi Ciancang yang telah digabungkan ke dalam wilayah Imbanagara. Berkat keberhasilan Kusumadinata III memulihkan kondisi Ciancang, VOC menganugerahkan baju kebesaran dan lencana perak yang bertuliskan Vergeet Mij Niet.
Selain berhasil memulihkan kondisi wilayah Galuh yang menurun, Kusumadinta III berhasil memperkuat kehidupan agama masyarakat Galuh8
Pengganti Kusumadinata III adalah putranya yang bergelar R.A. Natadikusuma (1801-1806). Natadikusuma memiliki nama kecil Demang Gurinda, ia dikenal sebagai bupati yang sangat dekat dengan rakyatnya dan membenci Belanda. Ia cenderung keras dalam menghadapi para pejabat Belanda. Ayahnya sempat merasa khawatir dengan sikapnya yang sering menentang kebijakan kolonial. Ia sangat melindungi rakyatnya dan tidak segan-segan melawan pejabat Belanda yang dianggap bertindak keterlaluan. Tidak heran jika pemerintah kolonial mengawasinya secara ketat karena tingkah lakunya lebih banyak memberontak dari pada patuh kepada mereka. Ia memiliki 22 orang anak dari 8 orang istri.
Natadikusuma menjabat bupati Galuh dalam waktu yang relatif singkat. Ia dianggap menghina pejabat Belanda yang bernama Van Bast, sehingga dipecat dari jabatan bupati (Edi S. Ekajati, op.cit, hlm. 81). Akibat perbuatannya itu, ia ditahan untuk beberapa waktu di Cirebon tetapi kemudian dibebaskan dan dikembalikan ke Imbanagara. Jabatan bupati Galuh tidak diwariskan kepada putra Natadikusuma, tetapi diserahkan kepada bupati penyelang dari Limbangan, yaitu R.T. Surapraja (1806-1811)