15. MAS Garuda / Rd.Ad. Kusumadinata III - Индекс потомака
Из пројекта Родовид
Mengingat R.A. Kusumadinata II meninggal muda, maka jabatan bupati diwariskan kepada keponakan R.A. Sutadinata I yang kelak bergelar R.A. Kusumadinata III putra RAy. Cndranagara. VOC tidak mengangkat salah satu adik Kusumadinata II, yaitu Danumaya dan Danukriya karena mereka berlainan ibu, oleh karena itu VOC memutuskan untuk mencalonkan putra kakak perempuan Kusumadinta II.
Nama kecil R.A. Kusumadinata III adalah Mas Garuda, ia masih anak-anak ketika ditujuk sebagai calon pengganti Kusumadinata II, oleh karenanya Jabatan Bupati di Pegang oleh 3 orang wali, dibawah pimpinan R.T. Jagabaya.
Pemerintahan Galuh diserahkan kepada Kusumadinta III (1751-1801) setelah dewasa. Nama kecil Kusumadinata III adalah Mas Garuda, ia masih anak-anak ketika ditujuk sebagai calon pengganti Kusumadinata II. Ia berhasil memulihkan kondisi Ciancang yang telah digabungkan ke dalam wilayah Imbanagara. Berkat keberhasilan Kusumadinata III memulihkan kondisi Ciancang, VOC menganugerahkan baju kebesaran dan lencana perak yang bertuliskan Vergeet Mij Niet.
Selain berhasil memulihkan kondisi wilayah Galuh yang menurun, Kusumadinta III berhasil memperkuat kehidupan agama masyarakat Galuh2
Pengganti Kusumadinata III adalah putranya yang bergelar R.A. Natadikusuma (1801-1806). Natadikusuma memiliki nama kecil Demang Gurinda, ia dikenal sebagai bupati yang sangat dekat dengan rakyatnya dan membenci Belanda. Ia cenderung keras dalam menghadapi para pejabat Belanda. Ayahnya sempat merasa khawatir dengan sikapnya yang sering menentang kebijakan kolonial. Ia sangat melindungi rakyatnya dan tidak segan-segan melawan pejabat Belanda yang dianggap bertindak keterlaluan. Tidak heran jika pemerintah kolonial mengawasinya secara ketat karena tingkah lakunya lebih banyak memberontak dari pada patuh kepada mereka. Ia memiliki 22 orang anak dari 8 orang istri.
Natadikusuma menjabat bupati Galuh dalam waktu yang relatif singkat. Ia dianggap menghina pejabat Belanda yang bernama Van Bast, sehingga dipecat dari jabatan bupati (Edi S. Ekajati, op.cit, hlm. 81). Akibat perbuatannya itu, ia ditahan untuk beberapa waktu di Cirebon tetapi kemudian dibebaskan dan dikembalikan ke Imbanagara. Jabatan bupati Galuh tidak diwariskan kepada putra Natadikusuma, tetapi diserahkan kepada bupati penyelang dari Limbangan, yaitu R.T. Surapraja (1806-1811)3
Patih Galuh yang bernama Wiradikusuma (1815-1819) diangkat sebagai bupati Galuh menggantikan Sutawijaya yang kembali ke Cirebon.[ Wiradikusuma mendapat gelar Raden Tumenggung dari pemerintah kolonial setelah menjabat bupati Galuh. Ia memiliki 9 orang anak dari dua orang istri. ] Meskipun sudah lanjut usia, pemerintah kolonial mempercayainya untuk memimpin kabupaten Galuh. Pada masa pemerintahannya, pusat pemerintahan Galuh dipindahkan dari Cibatu ke Ciamis.[ Kabupaten Galuh resmi menjadi bagian dari Keresidenan Cirebon berdasarkan Besluit no. 23/ 5 Januari 1819.
] Ia mengajukan pensiun kepada pemerintah kolonial yang disetujui pada tahun 1819.4
Bupati Cibatu yang bernama R.T. Jayengpati Kartanagara (1811-1812) diangkat menjadi bupati Galuh, ia dibebankan kewajiban membayar utang kabupaten Galuh sebanyak 23.000 Rds. Natadikusuma dianggap tidak membayar upeti selama 4 tahun, seingga ia berhutang kepada pemerintah kolonial sebesar 200.000 real yang harus ditanggung oleh bupati berikutnya.
Jayengpati memindahkan pusat pemerintahan Galuh dari Imbanagara ke Cibatu. Ia tidak lama menjabat karena pemerintah kolonial menggantinya dengan R.T. Natanagara (1812) dari Cirebon.Професија : од 1812, Bupati Galuh ke 15
Penggantinya adalah putranya yang bergelar R.A. Adikusuma (1819-1939). Pada tahun 1820, Adikusuma secara resmi mendapatkan gaji dari pemeritnah kolonial sebesar f. 500 dan bengkok seluas 100 bau.
Pada masa pemerintahannya, kabupaten Kawali dan Panjalu digabungkan ke dalam kabupaten Galuh. Untuk selanjutnya kabupaten Galuh dibagi menjadi 4 distrik, yaitu Ciamis, Kepel, Kawali, dan Panjalu. Kabupaten Galuh dibagi ke dalam empat distrik, yaitu distrik Ciamis, Panjalu, Kawali, dan Kepel (diubah menjadi distrik Rancah). Jumlah desa mencapai 91 desa, yang kelak bertambah menjadi 238 desa pada pemerintahan Kusumadiningrat.
5
Raden Adipati Aria Kusumadiningrat merupakan Bupati Galuh ke III (1839-1886), menjabat pada usia 25 tahun selama 47 tahun, beliau dimakamkan di Gunung Sirnayasa, Jambansari, Ciamis.
Jasa-jasa R.A.A. Kusumadiningrat diantaranya adalah :
- Membangun Gedung Negara (Loji), Gedung Kabupaten Mesjid Agung dan Nagawiru, Kantor-kantor yang sampai sekarang bangunan tersebut masih ada.
- Berhasil menghilangkan Tanam Paksa (Cultuur Stelsel) di Ciamis, Pembangunan sarana-sarana peningkatan produksi pangan di Nagawiru, Cimandala Mangundireja berikut saluran-saluran irigasinya.
- Menebarkan bibit pohon kelapa, hingga Ciamis menghasilkan Kopra, sebagai produksi nomor dua setelah padi.
- Mendirikan sekolah-sekolah bagi rakyat biasa dan membangun mesjid-mesjid desa.
(Sumber : Buku Peringatan Hari Jadi Kabupaten Tk. II Ciamis ke 345, diterbitkan tahun 1987, halaman 67)
Raden Adipari Aria Kusumadiningrat adalah putra ke 2 dari pasangan Raden Adipati Adikoesoema adalah Bupati Galuh ke II (1819-1839) dengan Raden Ayu Gilangkantjana. Sedangkan Rd. Ad. Adikoesoema juga merupakan putra ke 2 dari pasangan Raden Tumenggung Wiradikoesoema – Bupati Galuh ke I (1815-1819) dengan Raden Ayu Natakomala.
Riwayat hidup Rd. Ad. Aria Koesoemadingrat
- Lahir di Imbanagara – 1814
- Juru Tullis Regent Galoeh – Januari 1828
- Letnan Dua Commandant Prajurit Galoeh – Januari 1831
- Hoofd Gecommitteerde dengan nama Raden Tumenggung Djajanagara – 25 September 1831
- Ganti nama menjadi Raden Tumenggung Koesoemadinata – 27 Desember 1837
- Diangkat menjadi Regent (Bupati) Galoeh – 09 Maret 1839
- Mendapat pangkat Raden Adipati Aria Koesoemadinata – 10 Mei 1851
- Ganti nama menjadi Raden Adipati Aria Koesoemadiningrat – 28 Agustus 1855
- Mendapat bintang Medaille dari Gubernur Jendral – 20 April 1865
- Mendapat izin pakai Payung Kuning Medaille dari Gubernur Jendral – 06 Februari 1874
- Mendapat Ridder Orde van den Nederlandsche Leeuw dari Ratu Belanda – 18 Februari 1878
- Wafat dan dimakamkan di Gunung Sirnayasa, Jambansari, Ciamis – 18 Oktober 1886
6
Pengganti Kusumadiningrat adalah putranya yang bernama R.A.A. Kusumasubrata (1886-1914). Sejak kecil ia sudah dibimbing dan persiapkan oleh ayahnya untuk menjadi penggantinya. Salah satu bentuknya adalah memasukkan Kusumasubrata (juga saudara-saudaranya) ke sekolah formal selain pesantren. Semua putra Kusumadiningrat disekolahkan di berbagai sekolah, ada yang di Sakola Kabupaten Galuh, Bandung, dan Sumedang, bahkan di Hoofdenschool. Awalnya Kusumasubrata disekolahkan di Sakola Kabupaten Sumedang yang memiliki guru bahasa Belanda bernama Warnaar. R.A.A. Koesoemasubrata, Ti Ngongkoak doegi ka Ngoengkoeeoek, (Bandung: Mijvorking, 1926), hlm.102.
Ia tidak melanjutkan sekolahnya karena sakit, lalu dibawa pulang ke Galuh dan di sekolahkan di Sakola Kabupaten Galuh. Kusumasubrata melanjutkan sekolahnya, ia didaftarkan ke Kweekschool di Bandung, tetapi tidak diterima.[ Tidak ada keterangan mengenai alasan tidak diterimanya Kusumasubrata di sekolah itu.
Akhirnya ia sekolah di Hoofdenschool yang baru saja dibuka di Bandung.[ Sikap Kusumadiningrat mencerminkan kesadarannya dalam menghadapi dan menyikapi perkembangan serta perubahan zaman. Ia beranggapan bahwa kualitas para putranya harus ditingkatkan untuk memenuhi tuntutan perubahan zaman. Setelah menyelesaikan sekolahnya, ia magang di kabupaten Galuh sebagai juru tulis kabupaten.[ Para magang harus mempelajari etiket dan gaya hidup menak serta menghayati metode. Mereka tinggal dalam lingkungan keluarga menak dan mengerjakan apa saja tanpa bayaran.
Keturunan Kusumasubrata tidak ada yang menjadi bupati Galuh. Meskipun dekat dengan para pejabat Belanda, namun tidak membuat mereka memihak kepada Belanda. Tidak hanya kepada pejabat Belanda saja mereka memberontak, kepada para ayah angkatnya yang berkebangsaan Belanda pun mereka cenderung memberontak. Putra Kusumasubrata yang bernama R. Otto Gurnita Kusumasubrata menjadi salah satu pendiri Negara Pasundan yang menentang Belanda.