Ki Juru Martani / Adipati Mandaraka (Mondoroko I) d. 1615 - Индекс потомака

Из пројекта Родовид

Особа:70423
Generation of a large tree takes a lot of resources of our web server. Anonymous users can only see 7 generations of ancestors and 7 - of descendants on the full tree to decrease server loading by search engines. If you wish to see a full tree without registration, add text ?showfulltree=yes directly to the end of URL of this page. Please, don't use direct link to a full tree anywhere else.
11/1 <?> Ki Juru Martani / Adipati Mandaraka (Mondoroko I) [Brawijaya]
Рођење: Versi 1 : http://www.jatiningjati.com/2009/08/akan-banyak-orang-yang-tidak-percaya.html Versi 2 : http://kincho-ngerang.blogspot.com/ Versi 3 : http://kiagengmandaraka.blogspot.com/2011/06/saya-pengagum-beliau.html
Свадба: <1> Ratu Mas Banten [Sultan Hadiwijaya]
Титуле : од 1601, Mataram, Patih Kesultanan Mataram
Смрт: 1615
== ASAL-USUL KI JURU MARTANI ==

Disarikan oleh : RE. Suhendar Diponegoro

Terdapat 2 versi mengenai asal-usul Ki Juru Martani :

  • 1. Versi Wikipedia (http://id.wikipedia.org/wiki/Ki_Juru_Martani) dengan sumber referensi :
    • 1.Andjar Any. 1980. Raden Ngabehi Ronggowarsito, Apa yang Terjadi? Semarang: Aneka Ilmu
    • 2.Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
    • 3.H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
    • 4.Hayati dkk. 2000. Peranan Ratu Kalinyamat di jepara pada Abad XVI. Jakarta: Proyek Peningkatan Kesadaran Sejarah Nasional **5.Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional
    • 6.M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
    • 7.Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius

Silsilahnya sebagai berikut :

Ki Juru Martani adalah putra Ki Ageng Saba atau Ki Ageng Madepandan, putra Sunan Kedul, putra Sunan Giri anggota Walisanga pendiri Giri Kedaton. Ibunya adalah putri dari Ki Ageng Sela, yang masih keturunan Brawijaya raja terakhir Majapahit (versi babad).

Juru Martani memiliki adik perempuan bernama Nyai Sabinah yang menikah dengan Ki Ageng Pamanahan, putra Ki Ageng Ngenis, putra Ki Ageng Sela. Dengan demikian, Ki Ageng Pemanahan adalah adik sepupu sekaligus ipar Juru Martani.

Juru Martani memiliki beberapa orang anak yang menjadi bangsawan pada zaman Kesultanan Mataram, antara lain Pangeran Mandura dan Pangeran Juru Kiting.

Pangeran Mandura berputra Pangeran Mandurareja dan Pangeran Upasanta. Mandurareja pernah mencoba berkhianat pada pemerintahan Sultan Agung tapi batal. Ia kemudian ikut menyerang Batavia yahun 1628 dan dihukum mati di sana bersama para panglima lainnya karena kekalahannya. Sementara itu Upasanta diangkat menjadi bupati Batang. Putrinya dinikahi Sultan Agung sebagai selir, yang kemudian melahirkan Amangkurat I.

  • 2. Versi tulisan Ulil Ahbab 17 Februari 2010 (http://kincho-ngerang.blogspot.com/), sumber referensinya adalah :
    • 1.RT. Hamaminatadipura, “Babad Karaton Mataram”.
    • 2.Soeprapto, “Riwayat Keraton Surakarta”.
    • 3.Umar Hasyim, “Sunan Muria Antara fakta dan Legenda”.
    • 4.M. Puspopranoto, “Riwayat Negeri pati”.
    • 5.Ahmadi, S.Pd.” Sejarah Pati”.
    • 6.Sholikhin Salim, “Sekitar Walisongo”.
    • 7.A.M. Nurtjahyo, “Cerita Rakyat Sekitar Walisongo”.
    • 8.K.H. Mustofa Bisri, “Tarikhul Auliya”.
    • 9.Praba Hapsara dan Eva Banowati, “Kisah – Kisah Lama dari Pati”.
    • 10.Endar Wisnu Mulyani, ”Kejayaan Bangsa di jaman”. Kerajaan.
    • 11.Ahnan M.H. dan Ustad Maftuh Ahnan, 1994. “Serpihan Mutiara Kisah walisongo. Anugerah, Surabaya”.
    • 12.Graff. DR.H. J. de. 1987. “Awal Kebangkitan Mataram”. Pt. Pustaka grafitti. Jakarta
    • 13.Wirya Panitra, 1993.” Babad Tanah Jawi”, Dahara Prize Semarang.
    • 14.Moedjanto, 1987. ”Konsep Kekuasaan Jawa”, Jakarta.
    • 15.………. Himpunan Sejarahing Nata Tanah Jawi.

Silsilahnya sebagai berikut :

Sekitar tahun 1468 – 1478 M. ada seorang Prabu Kertabumi yang bertahta, raja Brawijaya V. kerajaan Majapahit yang menikah dengan seorang putri yang bernama Dewi Wandan Kuning. Atas pernikahan itu menurunkan putra bernama Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng. Dan dari perkawinan Raden Bondan Kejawan dan Dewi Nawangsih yang menjadi putri Ki Ageng Jaka Tarub dan Nawangwulan. Pernikahan Raden Bondan Kejawan dan Dewi Nawangsih mempunyai tiga orang Putra yaitu :

  • 1.Ki Ageng Wanasaba
  • 2.Ki Ageng Getas Pendawa dan
  • 3.Nyai Ageng Ngerang / Roro Kasihan

1. Ki Ageng Wanasaba, yang nama aslinya adalah Kyai Ageng Ngabdullah merupakan kakak kandung Nyai Ageng Ngerang yang pertama / sulung, yang sekarang makamnya ada di daerah yang bernama kabupaten Wonosobo, tepatnya di desa Plobangan Selo merto[9].

Dalam masa hidupnya, Ki Ageng Wanasaba juga sebagai seorang Pemimpin yang yang hebat dan karismatik. Ki Ageng Wanasaba dikenal juga dengan julukan Ki Ageng Dukuh, akan tetapi desa Plobangan lebih dikenal dengan Ki wanu / Ki wanusebo. Perbedaan nama tersebut disebabkan dialek daerah Wanasaba tersebut terpengaruh oleh dialek Banyumas.

Ki Ageng Wanasaba dipercaya dan diyakini sebagai waliyullah, yang telah melanglang buana keberbagai tempat dalam rangka mencari ilmu sekaligus menyiarkan agama Islam. Ki Ageng Wanasaba merupakan cucu dari Prabu Brawijaya V, Raja Majapahit dan merupakan putra Raden Bondan Kejawan, Lembu Peten , putra Brawijaya V yang menikah dengan Nawangsih, dan Nawangsih sendiri putri dari Ki jaka Tarub yang menikah dengan Dewi Nawang wulan ( epos Jaka Tarub ).

Ki Ageng Wanasaba mempunyai Putra yaitu Pangeran Made Pandan, nama lain dari Ki Ageng Pandanaran. Pangeran Made Pandan mempunyai putra Ki Ageng Pakiringan yang mempunyai istri bernama Rara Janten. Dari pasangan ini mempunyai empat Putra yaitu Nyai Ageng Laweh, Nyai Ageng Manggar, Putri dan Ki juru Mertani.

2

21/2 <1+1> Pangeran Mandura [Brawijaya]
32/2 <1+1> Penembahan Juru Mayem / Kyai Juru Kiting [Sunan Giri]
43/2 <1+1> Adipati Jagabaya Banten [Juru Martani]
Mas Karebet / Sultan Hadiwijaya pada waktu masih balita telah ditinggal wafat ayah, dan tak lama kemudian ibunya wafat. Sepeninggalan orang tuanya diasuh oleh Kiyai Ageng Tingkir, beliau adalah seperguruan dengan ayah Mas Karebet. Oleh karenya tempat tinggal berpindah dari Pengging ke Tingkir (letaknya dekat kota Slatiga), dan kebetulan Kiayi Ageng Tingkir tidak mempunyai keturunan.

Dalam riwayat Mas Karebet setelah dewasa mengabi ke Demak menjadi prajurit Tamtama, karena berparas tampan dan cerdik diambil menantu oleh Sang Prabu, dinikahkan dengan Ratu Mas Cempaka.

Menurunkan 7(tujuh) putera puteri, adalah:

1. Ratu Mas Pambayun, di Ngarisbaya;
2. Ratu Mas Kumelut, di Tuban;
3. Ratu Mas Adipati, di Surabaya;
4. Ratu Mas Banten, dinikahi Adipati Mondoroko/Ki Juru Martani, sebagai Patih dari Sinuhun Panembahan Senopati.
5. Ratu Mas Japara;
6. Adipati Benawa, nama gelar Sultan Hawijaya, di Pajang, dan
7. Pangeran Sindusena.

Ratu Mas Banten, menikah dengan Adipati Mondoroko Ki Jurumartani, menjabat Patih Paduka Sinuhun Panembahan Senapati ing Ngalaga, di Mataram, menurunkan putera puteri :

1. Adipati Jagabaya Banten, menurunkan putra :

   a. Adipati Senabaya Banten, menurunkan putra :
   b. Kanjeng Panembahan Bagus Banten, mwnurunkan putra :
   c. Raden Ayu Tirtokusumo ing Pancuran, menurunkan putra :
   d. Raden Ajeng Temu, menikah dengan Adipati Sindurejo, menjabat Patih dari Hingkang Sinuhun
      Paku Buwana III di Surakarta, menurunkan putra :
   e. Kanjeng Bandara Raden Ayu Adipati Mangkunegoro II di Surakarta, menurunkan putra :
   f. Raden Ayu Notokusumo (Raden Ajeng Sayati) menurunkan putra :
   g. Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Mangkunegoro III.


Ini adalah Trah Keturunan dari Adipati Mondoroko Ki Jurumartani.

Adipati Mondoroko menurunkan putra :

  • Pangeran Hupasanta hing Batang, menikah dengan putri Adipati Benawa hing Pajang, menurunkan putra :
 1. Kanjeng Ratu Batang, sebagai Prameswari Paduka Sinuhun Kanjeng Sultan Agung Prabu 
    Hanyokrokusumo, di Mataram.
 2. Panembahan Mas, menjabat Adipati di Pajang putra dari Adipati Benawa, peputra Panembahan Radin, 
    Panembahan Ramawijaya, dan Raden Ayu Purbaya III.
 3. Kanjeng Ratu Kulon, sebagai prameswari dari Paduka Sinuhun Prabu Hamangkurat Agung ing Mataram.
 4. Pangeran Pujamenggala.
 5. Pangeran Adipati Wiramenggala.
Sumber : http://asalsilahipunparanata.blogspot.com/

3

61/3 <2> 2. Pangeran Huposonto / Pangeran Adipati Batang (Pangeran Upasanta) [Brawijaya]
Титуле : Bupati Batang
Свадба: <2> Putri Adipati Benawa Hing Pajang [?]
Ini adalah Trah Keturunan dari Adipati Mondoroko Ki Jurumartani.

Adipati Mondoroko menurunkan putra :

  • Pangeran Hupasanta hing Batang, menikah dengan putri Adipati Benawa hing Pajang, menurunkan putra :
 1. Kanjeng Ratu Batang, sebagai Prameswari Paduka Sinuhun Kanjeng Sultan Agung Prabu Hanyokrokusumo, di Mataram.
 2. Panembahan Mas, menjabat Adipati di Pajang putra dari Adipati Benawa, peputra Panembahan Radin, 
    Panembahan Ramawijaya,dan Raden Ayu Purbaya III.
 3. Kanjeng Ratu Kulon, sebagai prameswari dari Paduka Sinuhun Prabu Hamangkurat Agung ing Mataram.
 4. Pangeran Pujamenggala.
 5. Pangeran Adipati Wiramenggala.
Sumber : http://asalsilahipunparanata.blogspot.com/
52/3 <4> Adipati Senabaya Banten [Juru Martani]
73/3 <3> Raden Riyo Wirokusumo [Sunan Giri]
84/3 <2> 1. Pangeran Adipati Mandurareja [Brawijaya V]
95/3 <3> Kyai Juru Wiroprobo [Sunan Giri]

4

101/4 <6+2> 1. Kanjeng Ratu Batang [Gp.2] / Ratu Ayu Wetan (R.Ayu Prahilla) [Brawijaya]
Рођење: Setelah Kanjeng Ratu Kulon (Cirebon) diusir dari Keraton, berubah nama menjadi Kanjeng Ratu Kulon
Свадба: <3> 1. Sultan Agung / Raden Mas Djatmika (Raden Mas Rangsang) [Mataram] b. 1593 d. 1645
132/4 <6+2> 3. Kanjeng Ratu Kulon [?]
Рођење: prameswari dari Paduka Sinuhun Prabu Hamangkurat Agung ing
113/4 <5> Kanjeng Panembahan Bagus Banten [Juru Martani]
124/4 <6+2> 2. Panembahan Mas, Menjabat Adipati di Pajang [?]
145/4 <6+2> 4. Pangeran Pujamenggala [?]
156/4 <6+2> 5. Pangeran Adipati Wiramenggala [?]
167/4 <8> Raden Pasingsingan [Ki Juru Martani]
178/4 <8> Raden Mas Tumenggung Karto Nagoro / Ki Ageng Ketib Grobogan [Brawijaya V]
189/4 <7> Raden Ayu Jayawinata Gajah Gede [Sunan Giri]
1910/4 <9> Tumenggung Mandaraka / Arya Sindureja [Sunan Giri]

5

241/5 <18+66!> Tumenggung Jayawinata Gajah Cilik [Kyai Ageng Ngerang I]
Сахрана: (Makam Jejeran)
202/5 <11> Raden Ayu Tirtokusumo ing Pancuran [Juru Martani]
213/5 <17+?> Raden Tumenggung Sontoyudo I [Mataram]
224/5 <16> Raden Padureja [Ki Juru Martani]
235/5 <17> Kyai Gulu [Brawijaya V]
256/5 <19> Nyai Tumenggung Singaranu [Kyai Juru Martani]

6

301/6 <24> Adipati Jayaningrat Gajah Tlena [Kyai Ageng Ngerang I]
Сахрана: (Makam Jejeran)
262/6 <20> Raden Ajeng Temu [Juru Martani] 273/6 <21> Raden Tumenggung Sontoyudo II [Mataram]
284/6 <23> Kyai Honggowongso [Brawijaya V]
295/6 <23> Kyai Joyowongso [Brawijaya V]
316/6 <21> Raden Ayu Sontoyudo [Majapahit]
327/6 <25+?> Nyai Adipati Singaranu [Kyai Juru Martani]

7

401/7 <32+?> Nyai Kriyan [Brawijaya]
Сахрана: (Makam Jejeran)
342/7 <31> Ratu Kedathon [Madura]
Смрт: 1620
363/7 <30> Kanjeng Raden Tumenggung Jayaningrat / Jayaningrat Manten [Kyai Ageng Ngerang I]
Рођење: 1760проц, Remame, Kedu Selatan
Професија : Bupati Kedu Selatan
Свадба: <5> 23. Bendoro Raden Ayu Jayaningrat [Hamengku Buwono]
Сахрана: (Makam Kradenan, Srumbung, Magelang)
334/7 <26+4> Kanjeng Bendoro Raden Ayu Adipati Mangkunegoro II [Mangkunegara] 355/7 <27> Kyai Ageng Wiroyudo [Mataram]
376/7 <28> Kyai Niti Manggolo (Kyai Kerti Manggolo I) [Brawijaya V]
387/7 <29> Kyai Karto Taruno [Brawijaya V] 398/7 <30> Lord (Raden) Tumenggung Jayaningrat [Jayaningrat]

8

Lambang Kesultanan Bima
Lambang Kesultanan Bima
421/8 <34+?> Nyai Ageng Derpoyudo / Roro Widuri [Kesultanan Bima]
Рођење: Keturunan Ke 2 Sultan Bima
Сахрана: Kuncen, Yokyakarta
452/8 <35> 3. Kyai Ageng Derpoyudo [Mataram]
Сахрана: Majangjati, (Dukuh Majan, Kecamatan Kerjo, Karanganyar, Sragen)
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


SILSILAH ( GARIS KETURUNAN ) DARI PRABU BRAWIJOYO, PANAMBAHAN SENOPATI S/D KYAI AGENG DERPOYUDO

H.M.S. Citrosuhartoyo menulis surat kepada Kraton Ngayogyakarto sehubungan dengan informasi silsilah KYAI AGENG DERPOYUDO ini di kutip dari data/arsip Dinas Pariwisata Kab. Dati II Karanganyar, silsilah tsb telah ditanggapi oleh Kraton Ngayogyakarto benar dan cocok adanya, dalam silsilah tersebut H.M.S Citrosuhartoyo termasuk generasi ke IX Trah Kyai Ageng Derpoyudo.

Adapun data tsb kami dokumenkan sbb:

Image:Derpo-1.jpg

Image:Derpo-2.jpg

Image:Derpo-3.jpg

Image:Derpo-4.jpg
663/8 <40+?> Demang Puspa Truna / Tumenggung Jayawinata Gajah Gede [Kyai Ageng Ngerang I]
Сахрана: (Makam Jejeran)
Makam KRT. SUMODININGRAT
Makam KRT. SUMODININGRAT
674/8 <36+5> 1. Kanjeng Raden Tumenggung Sumadiningrat I [Kyai Ageng Ngerang I]
Рођење: 1760проц
Свадба:
Свадба: <7> 8. Gusti Kanjeng Ratu Bendara [Hamengku Buwono II]
Сахрана: 20 јун 1812, Pemakaman Jejeran, Wonokromo, Plered, Bantul, Yogyakarta, diatas jam 10 malam
Смрт: 20 јун 1812, Masjid Alun2 Selatan Kraton Yogyakarta, Geger Sepehi, Sabtu, 20 Juni 1812 Antara Jam 5-6 pagi
Oleh :R. Endang Suhendar Diponegoro, kutipan dari berbagai sumber terpercaya


Садржај

Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Sumodiningrat Trah Para Wali Besar Mataram Islam, Syahid dalam Perang Sepehi 1812, Cucu Sultan Hamengkubuwono I, Menantu Sultan Hamengkubuwono II, Panglima Perang Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat Berjulukan Singobarong


KRT SUMODININGRAT adalah pahlawan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dalam Perang Sepehi di Yogyakarta 18-20 Juni 1812, pada masa Sultan Hamengkubuwono II. Ia pernah menjabat sebagai Bupati Jaba kedua pada 1794 dan Wedana Jero pertama pada 1797 (Carey 2008, 188; Carey 1980, 191). Sehari-hari ia juga bertindak sebagai penasehat militer utama Kraton Yogyakarta (Qomar 2023, 248). Di tengah medan Perang Sepehi, ia ditugaskan untuk menjadi panglima utama yang berdiri di garis terdepan menjaga wilayah Yogyakarta. Sosok inilah yang dijuluki Singobarong oleh masyarakat Yogyakarta sebagaimana terabadikan di dalam Babad Ngayogyakarta (1876) karya Pangeran Suryanegara dan Raden Adipati Danureja V

Kelahiran dan Silsilah

KRT Sumodiningrat dilahirkan sekira 1760-an di wilayah Remame, Kedu Selatan. Ia merupakan anak KRT Jayaningrat, bupati Kedu Selatan. Di masa kecil hingga mudanya, ia mendapatkan pendidikan keislaman dari seorang guru bernama Kyai Tambi Jenggi, yang merupakan seorang wali pemilik otoritas pengasuhan anak-cucu keluarga Karaton Ngayogyakarta (Arafat 2023, 89). Dalam arsip-arsip Kraton Yogyakarta pada zaman Sultan Hamengkubuwono II diceritakan peristiwa surat-menyurat antara KRT Sumodiningrat dan gurunya ini (Carey 1980, 191). KRT Sumodiningrat merupakan cucu Sultan Hamengkubuwono I. Ayahnya, KRT Jayaningrat, menikah dengan Raden Ayu Jayaningrat, anak keempat Sultan Hamengkubuwono I (Dajapertama & Dirdjasoebrata t.t., 13; Mandoyokusumo 1988, 10). Perkawinan ini membuahkan lima orang anak: Tumenggung Sumodiningrat; Tumenggung Wiryawinata; Tumenggung Jayaningrat; Raden Ayu Rangga Madiun; dan Tumenggung Wiryadiningrat (Serat Salasilah Para Loeloehoer ing Kadanoeredjan 1899, 207).

Nasab KRT Sumodiningrat terhubung kepada Kyai Ageng Penjawi, salah satu dari tiga tokoh pembuka Kerajaan Mataram Islam di selatan Jawa pada permulaan abad ke-16. Sedangkan ke atasnya lagi, nasab ini bersambung hingga Kyai Ageng Ngerang. Diurutkan dari atas, nasab KRT Sumodiningrat adalah: Kyai Ageng Ngerang I → Kyai Ageng Ngerang II (Kyai Bodo Pajang) → Kyai Ageng Ngerang III (Ki Buyut Pati) → Kyai Ageng Panjawi (Kyai Ageng Pati) → Adipati Pragolapati I → Adipati Pragolapati II → Kyai Wonokriyo (Bagus Jaka Kriya/Kyai Kriyan) →Demang Puspatruna/Demang Jawinata/Tumenggung Gajah Mada/Tumenggung Gajah Gede → Tumenggung Jawinata/Tumenggung Gajah Cilik → Adipati Jayaningrat/Gajah Tlena → Tumenggung Jayaningrat Manten/KRT Jayaningrat → KRT Sumodiningrat (Serat Salasilah 1899, 163–64 & 201–8)

Dari jalur lain, KRT Sumodiningrat juga merupakan keturunan Kyai Jejer, Tumenggung Singaranu, dan Panembahan Juru Mayem/Kyai Juru Kiting, tiga tokoh penting pada masa kepemimpinan Sultan Agung Hanyakrakusuma yang memerintah pada 1613-1645 (Sejarah Ratu t.t., 64). Tumenggung Singaranu adalah Patih kedua Kerajaan Mataram Islam di masa Sultan Agung Hanyakrakusuma, Panembahan Juru Mayem/Kyai Juru Kiting adalah Wedana Jaksa dan anggota Dewan Ulama Penasehat Sultan Agung Hanyakrakusuma (Hanyakrakusuma 1999, 10), sedangkan Kyai Jejer adalah guru sekaligus mertua Sultan Agung Hanyakrakusuma yang juga menjadi tokoh cikal-bakal wilayah Jejeran, Bantul, Yogyakarta.

Darah ketiga tokoh besar Mataram Islam era Sultan Agung itu menyatu di dalam diri KRT Sumodiningrat. Alurnya dimulai dari perkawinan Kyai Ageng Wonokriyo/Kyai Kriyan dengan Nyai Ageng Kriyan. Siapakah Nyai Ageng Kriyan? Perempuan agung ini adalah anak dari pernikahan antara Adipati Singaranu bin Kyai Jejer dengan Nyai Adipati Singaranu binti Tumenggung Singaranu. Dari pernikahan Kyai Ageng Wonokriyo/Kyai Kriyan dengan Nyai Ageng Kriyan lahirlah Tumenggung Jayawinata Gajah Gede yang menikahi R.Ay. Jayawinata binti Raden Riyo Wirokusumo bin Panembahan Juru Mayem/Kyai Juru Kiting. Melalui alur Tumenggung Jayawinata Gajah Gede hingga ke bawah akan sampai kepada KRT Sumodiningrat.

Dari sini menjadi jelas bahwa KRT Sumodiningrat adalah juga keturunan Kyai Jejer, Tumenggung Singaranu, dan Panembahan Juru Mayem/Kyai Juru Kiting. Jadi, di dalam darah KRT. Sumodiningrat mengalir darah Sri Sultan Hamengkubuwono I, Tumenggung Singaranu, Kyai Jejer, Panembahan Juru Mayem/Kyai Juru Kiting, dan Kyai Ageng Penjawi. Dapat dipastikan secara mutlak bahwa KRT Sumodiningrat adalah tokoh pribumi negeri Mataram Islam. Dari jalur Tumenggung Singaranu, alur nasabnya hingga ke KRT Sumodiningrat adalah: Tumenggung Singaranu → Nyai Adipati Singaranu → Nyai Ageng Kriyan → Demang Puspatruna/Demang Jawinata/Tumenggung Gajah Mada/Tumenggung Gajah Gede → Tumenggung Jawinata/Tumenggung Gajah Cilik → Adipati Jayaningrat/Gajah Tlena → Tumenggung Jayaningrat Manten/KRT Jayaningrat → KRT Sumodiningrat (Serat Salasilah 1899, 163–64 & 201–8). Dari jalur Kyai Jejer, alur nasabnya hingga ke KRT Sumodiningrat adalah: Kyai Jejer : → Ki Bagus Sangat/Adipati Singaranu → Nyai Ageng Kriyan → Demang Puspatruna/Demang Jawinata/Tumenggung Gajah Mada/Tumenggung Gajah Gede → Tumenggung Jawinata/Tumenggung Gajah Cilik → Adipati Jayaningrat/Gajah Tlena → Tumenggung Jayaningrat Manten/KRT Jayaningrat → KRT Sumodiningrat (Serat Salasilah 1899, 163–64 & 201–8).

Dari jalur Kyai Juru Kiting, alur nasabnya hingga ke KRT Sumodiningrat adalah: Kyai Juru Kiting → Raden Riyo Wirokusumo → Raden Ayu Jayawinata Gajah Gede → Tumenggung Jawinata/Tumenggung Gajah Cilik → Adipati Jayaningrat/Gajah Tlena → Tumenggung Jayaningrat Manten/KRT Jayaningrat → KRT Sumodiningrat (Serat Salasilah 1899, 163–64 & 201–8).


Perkawinan

KRT Sumodiningrat menikah dengan GKR Bendara, putri Sultan Hamengkubuwono II Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Sumodiningrat dengan GKR Kedaton (Mandoyokusumo 1988, 16; Sejarah Ratu, 80 & 123; Serat Salasilah 1899, 208). Sedangkan GKR Kedaton adalah anak Tumenggung Purwodiningrat, Bupati Magetan (Mandoyokusumo 1988, 15), atau Bupati Kertosono setelah Perang Giyanti (1746-1757) sebagaimana termaktub di dalam catatan Lucien Adam, seorang Residen Madiun 1938-1938, pada 1940 (Reinhart 2021, 242). Silsilah Tumenggung Purwodiningrat ke atas masih terhubung dengan keluarga besar para priyagung Madura.

Perkawinan KRT Sumodiningrat dengan GKR Bendara tidak membuahkan keturunan. Dari istri lain, ia memiliki anak bernama Tumenggung Sumonegoro, yang kelak menjadi Wedana Distrik Maosan Dalem Pengasih hingga Nanggulan (Serat Salasilah 1899, 208). Baik KRT Sumodiningrat maupun anaknya, Tumenggung Sumonegoro, sama-sama dimakamkan di Jejeran, Wonokromo, Pleret, Bantul, Yogyakarta.

Kewafatan

Kewafatan KRT Sumodiningrat terjadi pada pagi hari terakhir Perang Sepehi, 20 Juni 1812. Peristiwa kewafatan ini diceritakan di dalam Babad Sepehi di Pupuh III, Padha I-VII. Babad Sepehi adalah karya sejarah yang ditulis oleh Pangeran Mangkudiningrat, anak Sultan Hamengkubuwono II, yang memang langsung berada di tengah-tengah pertempuran (Mangkudiningrat; 2018, 65–66). Jadi, Babad Sepehi merupakan sumber primer sejarah yang ditulis oleh pelaku sejarah, Pangeran Mangkudiningrat, pada Selasa, 20 Rabi’ul Awal 1228 H tahun Ehe atau bertepatan dengan 23 Maret 1813. Dengan kata lain, naskah ini “lahir” hanya sekira setahun setelah Perang Sepehi.

Diceritakan di dalam Babad Sepehi bahwa KRT Sumodiningrat bertempur di sisi barat Kali Code dan menjaga pos pertahanan bagian tenggara Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat bersama dengan Tumenggung Wiryawinata, adiknya sendiri. Peristiwa pertempuran pasukan Sepehi dengan KRT Sumodiningrat diceritakan di dalam tembang bermetrum Durma, Pupuh II, mulai Padha atau bait ke-6 dan ke-7 (Mangkudiningrat; 2018, 55–56)


Kutipan Tesis dari : M. YASER ARAFAT

KRT Sumadiningrat adalah menantu Sultan Hamengkubuwana II. Ayahnya, Ia merupakan anak tertua KRT Jayaningrat I yang menikah dengan Raden Ayu Jayaningrat binti Sultan HB I. Makam KRT Sumadiningrat berada di Jejeran, Wonokromo, Bantul, Yogyakarta. Tepatnya di dalam sebuah cungkup di sisi barat Masjid Mi’rajul Muttaqinallah. Di dalam tatanan pemerintahan Sultan HB II, KRT Sumadiningrat menjabat sebagai bupati jaba kedua pada 1794, wedana jero pertama pada 1797 (P. Carey 2008, 188; P. B. R. Carey 1980, 191).


Kesimpulan

  1. KRT Sumadiningrat BUKAN Habib Hasan bin Thoha Bin Yahya.
  2. KRT Sumadiningrat yang tercatat sebagai menantu Sultan Hamengkubuwana II adalah tokoh yang juga sekaligus cucu Sultan Hamengkubuwana I. Tokoh ini pula yang dalam berita kolonial dan babad tradisional di Jawa disebut singo barong, BUKAN Habib Hasan bin Thoha Bin Yahya.
  3. Ayah KRT Sumadiningrat adalah KRT Jayaningrat I. Siapa KRT Jayaningrat I?
  4. KRT Jayaningrat I adalah menantu Sultan Hamengkubuwana I yang menikah dengan Raden Ayu Jayaningrat (Mandoyokusumo 1988, 10). Raden Ayu Jayaningrat adalah anak keempat Sulan HB I (Dajapertama and Dirdjasoebrata n.d., 13).
  5. Urutan nasab KRT Sumadiningrat dari atas sebagai berikut (Serat Salasilah Para Loeloehoer Kadanoeredjan 1899, 163–64 & 201–8): Kyai Ageng Ngerang I → Kyai Ageng Ngerang II (Kyai Bodo Pajang) → Kyai Ageng Ngerang III (Ki Buyut Pati) → Kyai Ageng Panjawi (Kyai Ageng Pati) → Adipati Pragolapati I → Adipati Pragolapati II → Kyai Wonokriyo (Bagus Jaka Kriya/Kyai Kriyan) → Demang Puspatruna/Demang Jawinata/Tumenggung Gajah Mada/Tumenggung Gajah Gede → Tumenggung Jawinata/Tumenggung Gajah Cilik → Adipati Jayaningrat/Gajah Tlena → Tumenggung Jayaningrat Manten/KRT Jayaningrat I → KRT Sumadiningrat [Jejeran].
  6. KRT Sumadiningrat memiliki 4 orang adik, yaitu; RT Wiryawinata [Jejeran]; RT Janingrat [Jejeran]; Raden Ayu Rangga Madiun; RT Wiryadiningrat (Serat Salasilah Para Loeloehoer Kadanoeredjan 1899, 207).
  7. KRT Sumadiningrat menikah dengan GKR Bendara, putri Sultan Hamengkubuwana II dari hasil pernikahannya dengan GKR Kedaton (Mandoyokusumo 1988, 16; #Sejarah Ratu n.d., 80 & 123; Agustriyanto 2018; Serat Salasilah Para Loeloehoer Kadanoeredjan 1899, 208).
  8. KRT Sumadiningrat gugur akibat keganasan serangan Inggris ke Yogyakarta pada peristiwa Geger Sepehi. Peristiwa ini diceritakan di dalam Babad Sepehi di Pupuh III, Pada I-VII. Babad Sepehi bercerita tentang peristiwa Geger Sepehi. Karya ini ditulis oleh Pangeran Mangkudiningrat, anak Sultan HB II, yang memang langsung berada di tengahtengah pertempuran (Irawan 2018, 65–66).
  9. Setelah gugur dalam Geger Sepehi, jenazah KRT Sumadiningrat dibawa untuk dimakamkan di Jejeran pada jam sepuluh malam. Makam KRT Sumadiningrat berada di tanah pamutihan yang memang merupakan haknya di Pasarean Astana Gedong, Jejeran, Wonokromo, Bantul, Yogyakarta. Tepat di sisi barat Masjid Kagungan Dalem Mi’rajul Muttaqinallah. Dulu masjid ini disebut Masjid Sumadiningratan (Serat Salasilah Para Loeloehoer Kadanoeredjan 1899, 208).
  10. Makam KRT Sumadiningrat berada di dalam sebuah cungkup khusus di sisi selatan cungkup makam Kyai Kriyan (Kyai Wonokriyo), seorang ulama besar Mataram Islam pada zaman Sultan Agung hingga Amangkurat I yang tiada lain merupakan leluhurnya sendiri.
  11. Menjadi maklum bila KRT Sumadiningrat dimakamkan tepat di bawah atau di sisi selatan cungkup makam Kyai Kriyan yang merupakan punjer atau leluhurnya. Memang beginilah adat atau budaya pemakaman di Jawa. Tokoh tertentu akan dikuburkan di sebuah lahan yang sama dengan para leluhurnya.
  12. Sedangkan makam KRT Jayaningrat I juga berada di pasarean ini. Tepatnya di dalam cungkup khusus di sisi selatan pengimaman masjid.
  13. Perkawinan KRT Sumadiningrat dengan GKR Bendara tidak membuahkan keturunan.
  14. Hanya saja, di luar cungkup makam KRT Sumadiningrat ada makam KRT Sumanegara. Tokoh ini adalah anak KRT Sumadiningrat dari istri lain. Sayangnya Serat Salasilah hanya menyebutkan nama sang anak, bukan nama sang ibu atau sang istri lain itu.
  15. KRT Sumanegara adalah bupati wedana distrik maosan dalem Pengasih hingga Nanggulan. Selain itu ada pula makam keponakannya, KRT Tirtanegara bin KRT Janingrat. KRT Tirtanegara merupakan bupati maosan Kalibawang (Serat Salasilah Para Loeloehoer Kadanoeredjan 1899, 208).
  16. Belakangan makam KRT Sumadiningrat di Jejeran, oleh Majelis Taklim Darul Hasyimi Yogyakarta, juga disebut sebagai sebagai makam Sayyid Ahmad bin Thoha bin Yahya. Silahkan dicek narasi Sulistyo Eko Cahyono di dalam link YouTube di atas. Cek juga tautan ini: https://fb.watch/l1x33-0pBM/?mibextid=5Ufylb.
  17. Narasi penyebutan makam KRT Sumadiningrat di Jejeran sebagai makam Sayyid Ahmad bin Thoha Bin Yahya adalah sebagai berikut: a).Dalam narasi Sulistyo Eko Cahyono disebutkan di menit ke 2:42:13 bahwa ketika terjadi penyerangan oleh Legiun Inggris yang bertujuan untuk mencari Habib Hasan, kediaman Habib Hasan di Jejeran, Bantul, didatangi. Pada saat itu Habib Hasan melakukan koordinasi di ndalem Keraton Ngayogyakarta; b). Di menit ke 2:43:20, Sulistyo Eko Cahyono mengatakan bahwa Habib Ahmad yang tinggal di Suronatan sedang ada di Jejeran ketika legiun Inggris datang. Pasukan Inggris mengepung rumah Habib Hasan. Habib Ahmad lalu mengaku sebagai Habib Hasan kepada Inggris. Alasannya karena Habib Hasan diperlukan strategi dan kesatriaanya oleh keraton. Atas alasan itu Habib Ahmad mengaku menjadi Habib Hasan; c). Di menit ke 2:45:00, Sulistyo Eko Cahyono mengatakan bahwa keluarga Habib Hasan (termasuk Habib Ahmad dan putra puterinya) ditahan dan meninggal. Ini terjadi pada 1812 M. Habib Ahmad dimakamkan di Jejeran dan dikenal dengan nama KRT Sumodiningrat. Sebagai pengalihan agar pencarian Habib Hasan mengendor. Makam Jejeran dimitoskan angker. Sehingga Inggris tidak tertarik untuk mencari tahu siapa yang dimakamkan.
  18. Berdasarkan analisis atas data istri Habib Hasan bin Thoha Bin Yahya yang bertentangan dengan data historis di atas, cerita tentang Habib Ahmad yang dikatakan mengaku sebagai KRT Sumadiningrat yang disebut dimakamkan di Jejeran ini meragukan. Babad Sepehi menceritakan secara rinci di mana posisi KRT Sumadiningrat saat itu hingga ia dibunuh. Diceritakan juga di sana bagaimana KRT Sumadiningrat menjaga pos pertahanan bagian tenggara Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat bersama dengan KRT Wiryawinata, adiknya sendiri.
  19. Makam Jejeran di barat Masjid Mi’rajul Muttaqinallah adalah pemakaman anak-turun Kyai Kriyan (Kyai Wonokriyo). KRT Sumadiningrat adalah cucu-buyut Kyai Kriyan. Sekali lagi, menjadi maklum bila jenazahnya dimakamkan di sana. Sebab memang itu pemakaman leluhurnya. Sangat ganjil jika dikatakan bahwa makam KRT Sumadiningrat di Jejeran merupakan makam Sayyid Ahmad bin Thoha Bin Yahya.
  20. Berdasarkan semua analisis di atas, jelas sekali bahwa KRT Sumadiningrat yang disebut menantu Sultan HB II dan menjabat sejumlah jabatan penting di Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat hingga meninggal pada 1812 BUKANlah Habib Hasan bin Thoha Bin Yahya dan bukan pula Sayyid Ahmad bin Thoha Bin Yahya.
  21. Makam KRT Sumadiningrat berada di Jejeran, Wonokromo, Bantul, Yogyakarta, tepat di sisi barat Masjid Mi’rajul Muttaqinallah. BUKAN di Semarang.
  22. Makam KRT Sumadiningrat dan seluruh leluhur hingga anak-keturunannya di Jejeran, Wonokromo, Bantul, Yogyakarta harus dijaga dan dirawat oleh terutama anak-turun Kyai Kriyan, Sultan HB I, Sultan HB II, dan seluruh kawula Mataram.

415/8 <33+6> Raden Kanjeng Ayu Suyati / Raden Ayu Notokusumo [Mangkunegara II] 436/8 <35> 1. Nyai Sontoyudo [Kerajaan Bima]

sejarah cikal bakal daerah nganjuk

Sejarah pemerintahan kabupaten pace sangat sulit diungkapkan

Karena kurangnya data yang dapat menjelaskan keberadaannya. Demikian pula halnya dengan mata rantai hubungan antara kabupaten pace dengan kabupaten berbek. Sehubungan dengan hal tersebut maka pembahasan tentang sejarah pemerintahan kabupaten nganjuk dimulai dari keberadaan kabupaten berbek

Berdasarkan peta jawa tengah dan jawa timur pada permulaan tahun 1811 yang terdapat dalam buku tulisan Peter Carey yang berjudul :”Orang jawa dan masyarakat Cina (1755-1825)”,penerbit pustaka Azet, Jakarta,1986;diperoleh gambaran yang agak jelas tentang daerah nganjuk.apabila dicermati peta tersebut ternyata daerah nganjuk terbagi dalam 4(empat)daerah ,yaitu Berbek ,Godean dan Kertosono.dengan catatan , bahwa Berbek,Godean,Nganjuk dan Kertosono merupakan daerah yang dikuasai belanda dan kasultanan Yogyakarta,sedangkan daerah nganjuk merupakan mancanegara kasunanan Surakarta

Timbul pertanyaan, apakah keempat daerah tersebut mempunyai status sebagai daaerah kabupaten yang dipimpin oleh seorang bupati (Raden Tumenggung) atau berstatus lain? Dari silsilah keturunan raja negeri bima, silsilah Ngarso Dalem Sampean Dalem ingkang Sinuwun Kanjeng Sulatan Hamengkubuwono1 atau asal usul Raden Tumenggung Sosrodi-Ningrat Bupati Nayoko Wedono Lebet Gedong Tengen Rajekwesi dapat diperoleh kesimpulan bahwa memang benar daerah-daerah tersebut pada waktu itu merupakan daerah kabupaten. Adaoun penguasa daerah Berbek dan Godean dapat dijelaskan sebagai berikut:

1, Raja bima mempunyai seoarang putra, yaitu: Haji Datuk Sulaeman, yang kawin dengan putri Kyai Wiroyudo dan berputra 4(empat) orang yaitu;

1. Nyai Sontoyudo

2.Nyai Honggoyudo

3.Kyai Derpoyudo

4.Nyai Damis Rembang

2. Nyai Honggoyudo berputra:

1. Raden Ayu Rongso Sepuh

2. Raden Ayu Tumenggung Sosronegoro

3. Raden Ngabei Kertoprojo

4. Mas Ajeng Kertowijoyo

3. Raden Tumenggung Sosronegoro I,Bupati Grobongan, mempunyai putra sebanyak 30(tiga puluh) orang, antara lain:

1. Raden Tumenggung Sosrodiningrat I (putra I)

2. Reden Tumenggung Sosrokoesoemo I (putra VII)

3. Raden Tumenggung Sosrodirjo (putra ke XXIII)

4. Raden Tumenggung Sosrokoesoemo I adalah Bupati Berbek (sebelaum pecah dengan Godean) Berputra sebanyak 19(sembilan belas) orang ,antara lain :

1. RMT Sosronegoro II(putra ke-2)

2. RT. Sosrokoesoemo II (putra ke-11).

Menurut pengamatan penulis, ketika RT Sosrokoesoemo I meninggal dunia, telah digantikan adiknya, yakni RT Sosrodirdjo sebagai Bupati Berbek. Setelah itu Berbek di pecah menjadi dua daerah, yaitu berbek dan godean. RT. Sosrodirdjo tetap memimpin daerah Berbek, sedangkan Godean dipimpin oleh keponakannya yaitu RMT.Sosronegoro II (putra kedua dari RT Sosrokoesoemo I). selanjutnya, menurut perkiraan, setelah kedua bupati tersebut surut/pension, kabupaten Berbek yang dipimpin oleh RT.Sosrokoesoemo II (Putra ke-11 dari RT.Sosrokoesoemo I).

Tentang kabupaten Nganjuk dan Kertosono belum dapat diungkapkan lebih kauh, karena dalam perkembangan selanjutnya kedua daerah tersebut bergabung manjadi satu dengan daerah Berbek, yang diperkirakan terjadi sebelum tahun 1852. Adapun bupati Nganjuk sekitar tahun 1830 adalah RT.Brotodikoro, sedangkan bupati Kertosono adalah RT.Soemodipoero.
447/8 <35> 2. Nyai Honggoyudo [Kerajaan Bima]
468/8 <35> 4. Nyai Damis Rembang [Kerajaan Bima]
479/8 <37> Kyai Abdul Jalal I [Brawijaya V]
Lambang Kesultanan Bima
Lambang Kesultanan Bima
4810/8 <34+?> Penghulu Ibrahim (Ayahnya Penghulub Pekih Ibrahim) [Kesultanan Bima]
4911/8 <37> Somenggolo [Brawijaya V]
5012/8 <37> Nyai Karto Taruno [Brawijaya V] 5113/8 <37> Nyai Surotaruno [Brawijaya V]
5214/8 <37> Nyai Resosetiko [Brawijaya V]
5315/8 <37> Ψ Ismail [Brawijaya V]
5416/8 <37> Ψ Niti Menggolo II (Laweyan) [Brawijaya V]
5517/8 <37> Somodrono [Brawijaya V]
5618/8 <37> Kamdani [Brawijaya V]
5719/8 <38+50!> Abu Bakar [Brawijaya V]
5820/8 <38+50!> Abdul Kadir [Brawijaya V]
5921/8 <38+50!> H. Mochammad Korib (Bagus Murtojo - Murtedjo) [Brawijaya V]
6022/8 <38+50!> Surodrono [Brawijaya V]
6123/8 <38+50!> Ψ Zakaria I [Brawijaya V]
6224/8 <38+50!> Ψ Mustahal [Brawijaya V]
6325/8 <38+50!> Abdul Rochman [Brawijaya V]
6426/8 <37> Nuryodi [Brawijaya V]
6527/8 <39> Lord (Raden) Mertawijaya [Mertawijaya]
6828/8 <36+5> 2. Tumenggung Wiryawinata [Kyai Ageng Ngerang I]
6929/8 <36+5> 3. Tumenggung Jayaningrat [Kyai Ageng Ngerang I]
7030/8 <36+5> 4. Raden Ayu Rangga Madiun [Kyai Ageng Ngerang I]
7131/8 <36+5> 5. Tumenggung Wiryadiningrat [Kyai Ageng Ngerang I]