Ratu Aisiyah - Индекс потомака

Из пројекта Родовид

Особа:1012400
Generation of a large tree takes a lot of resources of our web server. Anonymous users can only see 7 generations of ancestors and 7 - of descendants on the full tree to decrease server loading by search engines. If you wish to see a full tree without registration, add text ?showfulltree=yes directly to the end of URL of this page. Please, don't use direct link to a full tree anywhere else.
11/1 Ratu Aisiyah [Kasultanan Banten]

2

LAMBANG  KESULTANAN  BANTEN
LAMBANG KESULTANAN BANTEN
21/2 <1+?> Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin [Kasultanan Banten]
Титуле : од 1808, Sultan Banten Ke XVII
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


Masa Raja / Sultan Penuh Banten ke-17

Dengan dibuangnya Sultan Banten Aliyuddin II, maka dari keluarga besar Trah Kesultanan Banten dilantiklah pewaris tahta putra Sultan Penuh Banten ke-14 sebagai Sultan Penuh Banten ke-17 dari garis ibu yang permaisuri (Ratu Aisiyah), kembali sesuai keutamaan pakem pewaris tahta kesultanan Banten, dengan gelar Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin. Beliau adalah saudara sepupu Sultan Penuh Banten ke-15 dan ke-16. Beliaulah yang merupakan Sultan Penuh Terakhir Banten Berdaulat dari garis keturunan pewaris tahta resmi Kesultanan Banten.

Dikarenakan dianggap belum dewasa dan masih dalam tahap pendidikan dan persiapan kepemimpinan sebagai Sultan maka secara administratif diangkatlah care take Sultan Wakil Pangeran Suramenggala yang menjabat tahun 1808-1809.

Dalam sebagian penulisan sejarah Kesultanan Banten yang menyertakan para care taker Sultan Wakil sebagai Sultan Banten; care taker Sultan Wakil Pangeran Suramenggala kerap ditulis sebagai Sultan Banten ke-19, sebelumnya Sultan Penuh Banten ke-16 diurutkan sebagai Sultan Banten ke-18 dan Sultan Penuh Banten ke-17 kerap ditulis sebagai Sultan Banten ke-20.

Ketika telah dewasa Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin menikah dengan Ratu Putri Fatimah binti Pangeran Ahmad bin Sultan Aliyuddin I (Sultan Penuh Banten ke-13) sebagai penanda pengakuan keluarga dari keturunan Sultan Aliyuddin I atas hak dan sahnya Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin sebagai pewaris tunggal Kesultanan Banten.

Dikarenakan ketidak puasan rakyat terhadap Belanda yang menindas, sering terjadi perlawanan kepada Belanda, untuk melemahkan perlawanan rakyat, Banten dibagi kedalam tiga daerah yang statusnya sama dengan kabupaten yakni : Banten Hulu, Banten Hilir, dan Anyer. Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin kala itu ditunjuk Belanda untuk memimpin Banten Hulu. Sedangkan untuk kepentingan politis, Belanda juga menunjuk suami dari bibi Sultan Shafiuddin, yakni Joyo Miharjo dari Rembang suami Ratu Arsiyah bibi Sultan Shafiuddin sebagai, sebagai Bupati Banten Hilir dengan gelar Sultan Tituler Bupati Muhammad Rafiuddin.

Hal ini membuat beberapa kesalahan dalam penulisan sejarah Kesultanan Banten bahwa Sultan Terakhir Kesultanan Banten adalah Sultan Rafiuddin yang disalah kira sebagai anak Sultan Shafiuddin. Padahal Rafiuddin bukan pewaris sah keturunan para Sultan Banten melainkan orang Rembang yang diberikan pangkat (Tituler) oleh Belanda sebagai Bupati dengan Gelar Sultan Bupati.

Adapun anak-anak dari Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin adalah :

a. Pangeran Surya Kumolo

b. Pangeran Surya Kusumo

c. Ratu Ayu Kunthi

d. Pangeran Timoer Soerjaatmadja

Anak-anak Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin sempat disalah kira dalam beberapa penulisan sebagai anak dari Sultan Tituler Bupati Rafiuddin. Hal ini dikarenakan masyhur dikenal bahwa merekalah anak-anak Sultan Terakhir Banten namun terjadi kesalah fahaman mengenai Sultan Terakhir Banten yang resmi dari trah Kesultanan Banten yang semestinya pada Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin, bukan pada nama Rafiuddin dari Rembang yang sekedar Sultan Tituler Bupati diangkat Belanda dan bukan dari keturunan para Sultan Banten.

Semenjak tahun 1809, Wilayah Banten sudah banyak diotak-atik penjajah Asing dengan pembagian-pembagian wilayah yang meminimalisir kekuatan pengaruh Kesultanan Banten dan untuk memperlemah perlawanan Rakyat Banten yang seringkali terus melawan. Pada saat terjadi peralihan kekuasaan di Nusantara dari Belanda kepada Inggris, diakibatkan kekalahan Napoleon Perancis kepada Inggris. Gubernur Thomas Stanford Rafles dari pemerintahan Inggris tahun 1813 membagi wilayah Banten menjadi 4 Kabupaten yakni Banten Lor (Banten Utara kelak menjadi Kabupaten Serang), Banten Kidul (Banten Selatan kelak menjadi Kabupaten Caringin yang pada tahun 1907 masuk kedalam Kabupaten Pandeglang), Banten Tengah (Kelak menjadi Kabupaten Pandeglang) dan Banten Kulon (Banten Barat kelak menjadi Kabupaten Lebak). Pada tahun 1816 kekuasaan dikembalikan dari Inggris kepada Belanda.

Pada tahun 1832 dikarenakan adanya perlawanan dari rakyat Banten yang terus menerus kepada pemerintah Hindia Belanda, terutama dengan adanya Bajak Laut Selat Sunda. Pemerintah Belanda menganggap adanya bantuan Kesultanan Banten dalam perlawanan tersebut, sehingga pada tahun tersebut Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin dan keluarga dibuang Belanda ke Surabaya hingga wafatnya di tahun 1899 dan dimakamkan di Pemakaman Boto Putih Surabaya di seberang pemakaman Sunan Ampel.

Masa awal Kevakuman Kesultanan Banten

Pada masa Kevakuman Kesultan Banten, rakyat Banten di bawah pimpinan para Ulama Banten secara seporadis kerap melakukan perlawanan kepada pemerintah Hindia Belanda. Banyak perjuangan yang menyuarakan spirit perjuangan kembali memperjuangkan spirit perjuangan kesultanan Banten dan keislaman, yang paling menonjol adalah peristiwa Geger Cilegon tahun 1888.

Sultan Penuh Terakhir Banten yang dibuang ke Surabaya, yakni Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin merasa kecewa terhadap perlakuan pihak penjaja asing dari Eropa serta melarang keturunannya untuk menikah dengan kalangan bule, hal ini dilanggar oleh Pangeran Surya Kumala sehingga hak pewarisan tahta Kesultanan Banten dialihkan kepada Pangeran Timur Soerjaatmadja.

3

LAMBANG  KESULTANAN  BANTEN
LAMBANG KESULTANAN BANTEN
31/3 <2> 1. Pangeran Surya Kumolo [Kasultanan Banten]
Титуле : од 1832, Sultan Banten Ke XVIII
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang Sultan Penuh Terakhir Banten yang dibuang ke Surabaya, yakni Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin merasa kecewa terhadap perlakuan pihak penjaja asing dari Eropa serta melarang keturunannya untuk menikah dengan kalangan bule, hal ini dilanggar oleh Pangeran Surya Kumala sehingga hak pewarisan tahta Kesultanan Banten dialihkan kepada Pangeran Timur Soerjaatmadja.
LAMBANG  KESULTANAN  BANTEN
LAMBANG KESULTANAN BANTEN
62/3 <2> 4. Pangeran Timoer Soerjaatmadja [Kasultanan Banten]
Титуле : од 1888, Sultan Banten Ke XIX
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


Masa awal Kevakuman Kesultanan Banten

Pada masa Kevakuman Kesultan Banten, rakyat Banten di bawah pimpinan para Ulama Banten secara seporadis kerap melakukan perlawanan kepada pemerintah Hindia Belanda. Banyak perjuangan yang menyuarakan spirit perjuangan kembali memperjuangkan spirit perjuangan kesultanan Banten dan keislaman, yang paling menonjol adalah peristiwa Geger Cilegon tahun 1888.

Sultan Penuh Terakhir Banten yang dibuang ke Surabaya, yakni Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin merasa kecewa terhadap perlakuan pihak penjaja asing dari Eropa serta melarang keturunannya untuk menikah dengan kalangan bule, hal ini dilanggar oleh Pangeran Surya Kumala sehingga hak pewarisan tahta Kesultanan Banten dialihkan kepada Pangeran Timur Soerjaatmadja.
43/3 <2> 2. Pangeran Surya Kusumo [Kasultanan Banten]
54/3 <2> 3. Ratu Ayu Kunthi [Gunung Jati]

4

LAMBANG  KESULTANAN  BANTEN
LAMBANG KESULTANAN BANTEN
71/4 <6> 1. Rtb Marjono Soerjaatmadja [Kasultanan Banten]
Титуле : 1946, Sultan Banten Ke XX
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


Masa Awal Kemerdekaan Republik Indonesia

Pada masa awal kemerdekaan RI sekitar tahun 1946-1948, di Yogyakarta terjadi pertemuan antara pewaris tahta Kesultanan Banten Rtb Marjono Soerjaatmadja bin Pangeran Timur Soerjaatmadja bin Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin, Presiden Sukarno, Sultan Hamengkubuwono 9, resident Banten KH.Tb. Ahmad Chotib ayah ulama Banten KH Tb Fathu Adzim. Pada pertemuan tersebut selepas Belanda meninggalkan Indonesia, Sukarno mempersilahkan pewaris tahta kesultanan Banten untuk memimpin wilayah Banten kembali, namun pewaris tahta dikarenakan tanggung jawab mengurusi perekonomian rakyat sebagi Direktur BRI (kini setingkat Gubernur BI) menitipkan kepemimpinan Banten termasuk penjagaan dan mengurus aset keluarga besar Kesultanan Banten kepada KH. TB Achmad Chotib selaku Resident Banten sampai saat bilamana anak atau cucu beliau kembali ke Banten. Adapun cucu beliau lah Bapak RTB Hendra Bambang Wisanggeni bin RTB Abdul Mughni bin Rtb Marjono pada masa kini kembali ke Banten untuk membawa kemaslahatan bagi Banten.

Mulai dari saat penitipan tersebut kepengurusan aset Keluarga Besar Kesultanan Banten mencakup kepengurusan masjid dan makam, secara turun temurun sampai sekarang diurus oleh keluarga Besar dan kerabat KH Tb Achmad Chotib dari Bani Wasi’ keturunan Sultan Banten ke-4 Sultan Abul Mufakhir Mahmud Abdul Qodir. (Para pengurus makam dan masjid agung Banten lama, bergantian adalah dari pihak keponakan, cucu keponakan dan anak KH Tb Achmad Chotib).

5

LAMBANG  KESULTANAN  BANTEN
LAMBANG KESULTANAN BANTEN
81/5 <7> 1. RTB Hendra Bambang Wisanggeni [Kasultanan Banten]
Титуле : од 1948, Sultan Banten Ke XXI
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


Masa Awal Kemerdekaan Republik Indonesia

Pada masa awal kemerdekaan RI sekitar tahun 1946-1948, di Yogyakarta terjadi pertemuan antara pewaris tahta Kesultanan Banten Rtb Marjono Soerjaatmadja bin Pangeran Timur Soerjaatmadja bin Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin, Presiden Sukarno, Sultan Hamengkubuwono 9, resident Banten KH.Tb. Ahmad Chotib ayah ulama Banten KH Tb Fathu Adzim. Pada pertemuan tersebut selepas Belanda meninggalkan Indonesia, Sukarno mempersilahkan pewaris tahta kesultanan Banten untuk memimpin wilayah Banten kembali, namun pewaris tahta dikarenakan tanggung jawab mengurusi perekonomian rakyat sebagi Direktur BRI (kini setingkat Gubernur BI) menitipkan kepemimpinan Banten termasuk penjagaan dan mengurus aset keluarga besar Kesultanan Banten kepada KH. TB Achmad Chotib selaku Resident Banten sampai saat bilamana anak atau cucu beliau kembali ke Banten. Adapun cucu beliau lah Bapak RTB Hendra Bambang Wisanggeni bin RTB Abdul Mughni bin Rtb Marjono pada masa kini kembali ke Banten untuk membawa kemaslahatan bagi Banten.

Mulai dari saat penitipan tersebut kepengurusan aset Keluarga Besar Kesultanan Banten mencakup kepengurusan masjid dan makam, secara turun temurun sampai sekarang diurus oleh keluarga Besar dan kerabat KH Tb Achmad Chotib dari Bani Wasi’ keturunan Sultan Banten ke-4 Sultan Abul Mufakhir Mahmud Abdul Qodir. (Para pengurus makam dan masjid agung Banten lama, bergantian adalah dari pihak keponakan, cucu keponakan dan anak KH Tb Achmad Chotib).