I Tajibarani Daeng Marompa Karaeng Data Tunibatte - Индекс потомака

Из пројекта Родовид

Особа:1005977
Generation of a large tree takes a lot of resources of our web server. Anonymous users can only see 7 generations of ancestors and 7 - of descendants on the full tree to decrease server loading by search engines. If you wish to see a full tree without registration, add text ?showfulltree=yes directly to the end of URL of this page. Please, don't use direct link to a full tree anywhere else.
11/1 <?> I Tajibarani Daeng Marompa Karaeng Data Tunibatte [Raja Gowa]
Титуле : Raja Gowa Ke 11

2

21/2 <1> I Manggorai Daeng Mameta Karaeng Bontolangkasa Tunijallo [Raja Gowa]
Титуле : од 1565, Raja Gowa Ke 12

3

31/3 <2> I Tepukaraeng Daeng Parabbung Tuni Pasulu [Raja Gowa]
Титуле : од 1590, Raja Gowa Ke 13

4

41/4 <3> Puteri Tunggal Halimah [Raja Gowa]

5

51/5 <4+?> I Mangari Daeng Manrabbia Sultan Alauddin Tuminanga ri Gaukanna [Raja Gowa]
Титуле : Sultan Gowa Islam Ke1
Титуле : од 1593, Raja Gowa Ke 14
62/5 <4> Abdullah Khaidir [Raja Gowa]

6

71/6 <5> I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiyung Sultan Malikussaid Tuminanga ri Papang Batuna [Raja Gowa]
Рођење: 11 децембар 1605
Титуле : од 1639, Sultan Gowa Islam Ke2, Raja Gowa Ke 15
Смрт: 6 новембар 1653
82/6 <6+?> Syekh Yusuf Abul Mahasin Tajul Khalwati Al-Makasari Al-Bantani / Muhammad Yusuf [Raja Gowa]
Рођење: 3 јул 1626, Moncongloe, Gowa
Свадба: <1> 29. Ratu Ayu / Siti Khafifah (Karaeng Pane) [Kasultanan Banten]
Смрт: 23 мај 1699, Kramat Of Sheikh Yusuf Al-Makassari, Cape Town, Afrika Selatan
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


Yusuf Al-Makassari

Syekh Yusuf Abul Mahasin Tajul Khalwati Al-Makasari Al-Bantani (lahir di Gowa, Sulawesi Selatan, 3 Juli 1626 – meninggal di Cape Town, Afrika Selatan, 23 Mei 1699 pada umur 72 tahun) adalah salah seorang pahlawan nasional Indonesia.[1] Ia juga digelari Tuanta Salamaka ri Gowa ("tuan guru penyelamat kita dari Gowa") oleh pendukungnya di kalangan rakyat Sulawesi Selatan.


Masa muda dan pendidikan

Syekh Yusuf lahir dari pasangan Abdullah dengan Aminah. Ketika lahir ia dinamakan Muhammad Yusuf, suatu nama yang diberikan oleh Sultan Alauddin (Berkuasa sejak 1593 - wafat 15 Juni 1639, penguasa Gowa pertama yang muslim), raja Gowa, yang juga adalah kerabat ibu Syekh Yusuf. Pendidikan agama diperolehnya sejak berusia 15 tahun di Cikoang dari Daeng Ri Tassamang, guru kerajaan Gowa. Syekh Yusuf juga berguru pada Sayyid Ba-Alawi bin Abdul Al-Allamah Attahir dan Sayyid Jalaludin Al-Aidid.[butuh rujukan]

Kembali dari Cikoang, Syekh Yusuf menikah dengan putri Sultan Gowa, lalu pada usia 18 tahun, Syekh Yusuf pergi ke Banten dan Aceh. Di Banten ia bersahabat dengan Pangeran Surya (Sultan Ageng Tirtayasa), yang kelak menjadikannya mufti Kesultanan Banten. Di Aceh, Syekh Yusuf berguru pada Syekh Nuruddin Ar-Raniri dan mendalami tarekat Qadiriyah.[butuh rujukan]

Pada tahun 1644, Syech Yusuf menunaikan ibadah haji dan tinggal di Mekkah untuk beberapa lama, dimana Ia belajar kepada ulama terkemuka di Mekkah dan Madina [2] Syekh Yusuf juga sempat mencari ilmu ke Yaman, berguru pada Syekh Abdullah Muhammad bin Abd Al-Baqi, dan ke Damaskus untuk berguru pada Syekh Abu Al-Barakat Ayyub bin Ahmad bin Ayyub Al-Khalwati Al-Quraisyi. Syech Yusuf mempelajari Islam sekitar 20 tahun di Timur Tengah.[3]

Masa perjuangan

Ketika Kesultanan Gowa mengalami kalah perang terhadap Belanda, Syekh Yusuf pindah ke Banten dan diangkat menjadi mufti di sana. Pada periode ini Kesultanan Banten menjadi pusat pendidikan agama Islam, dan Syekh Yusuf memiliki murid dari berbagai daerah, termasuk 400 orang asal Makassar yang dipimpin oleh Ali Karaeng Bisai.[butuh rujukan]

Ketika pasukan Sultan Ageng dikalahkan Belanda tahun 1682, Syekh Yusuf ditangkap dan diasingkan ke Srilanka pada bulan September 1684.[butuh rujukan]

Masa pembuangan

Sri Lanka

Di Sri Lanka, Syekh Yusuf tetap aktif menyebarkan agama Islam, sehingga memiliki murid ratusan, yang umumnya berasal dari India Selatan.[butuh rujukan] Salah satu ulama besar India, Syekh Ibrahim ibn Mi'an, termasuk mereka yang berguru pada Syekh Yusuf.[butuh rujukan]

Melalui jamaah haji yang singgah ke Sri Lanka, Syekh Yusuf masih dapat berkomunikasi dengan para pengikutnya di Nusantara, sehingga akhirnya oleh Belanda, ia diasingkan ke lokasi lain yang lebih jauh, Afrika Selatan, pada bulan Juli 1693.

Afrika Selatan

Makam Syekh Yusuf di Cape Town

Di Afrika Selatan, Syekh Yusuf tetap berdakwah, dan memiliki banyak pengikut. Ketika ia wafat pada tanggal 23 Mei 1699, pengikutnya menjadikan hari wafatnya sebagai hari peringatan. Bahkan, Nelson Mandela, mantan presiden Afrika Selatan, menyebutnya sebagai 'Salah Seorang Putra Afrika Terbaik'.

Makam & Gelar Pahlawan Nasional

Jenazah Syekh Yusuf Tajul Khalwati dibawa ke Gowa atas permintaan Sultan Abdul Jalil (1677-1709) dan dimakamkan kembali di Lakiung, pada April 1705. Kemudian Syekh Yusuf Allahu yarham dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Soeharto dengan SK Presiden : Keppres No. 071/TK/1995, Tgl. 7 Agustus 1995.[4] Pada tahun 2009, Syech Yusuf dianugerahi penghargaan Oliver Thambo yaitu penghargaan sebagai Pahlawan Nasional Afrika Selatan oleh Presiden Afrika Selatan Thabo Mbeki kepada ahli warisnya yang disaksikan oleh Wapres RI. M. Yusuf Kalla di Pretoria Afrika Selatan.[5][6]

Syech Yusuf menulis beberapa risalah sufisme berbahasa Arab dan Lontar.[3][7]

Referensi

  1. ^ Syekh Yusuf Tajul Khalwati Pahlawan Nasional urutan ke-102 dari situs Kemensos: https://www.kemsos.go.id/modules.php?name=Pahlawan&opsi=mulai-2/ Diakses tgl 11 Juni 2016
  2. ^ http://maktabah.org/blog/?p=2989
  3. ^ a b http://www.awqafsa.org.za/a-tribute-to-shaykh-yusuf-of-macassar/
  4. ^ Biografi Syekh Yusuf Allahu yarham dari: https://www.pahlawanindonesia.com/biografi-syekh-yusuf-tajul-khalwati/ diakses 11 Juni 2016
  5. ^ http://m.voa-islam.com/news/liberalism/2013/12/09/28034/syekh-yusuf-almakasari-inspirator-perlawanan-apartheid-nelson-mandela/
  6. ^ http://m.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/khazanah/09/02/25/34110-meneladani-perjuangan-syekh-yusuf-almakassari-albantani
  7. ^ http://www.nu.or.id/post/read/68823/sufisme-syekh-yusuf-al-makassari

Pranala luar

  1. (Indonesia) "Perjuangannya tak Kenal Surut", Republika
  2. Genealogy Bone
  3. buginese.com
  4. Menengok Kampung Macassar di Cape Town

7

101/7 <7> I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape Sultan Hasanuddin Tuminanga ri Balla'pangkana [Raja Gowa]
Рођење: 12 јун 1631
Титуле : од 1653, Sultan/Raja Gowa Ke 16
Смрт: 12 јун 1670
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang



KARIER DAN SEJARAH KEPAHLAWANAN

Sultan Hasanuddin (lahir di Gowa, Sulawesi Selatan, 12 Januari 1631 – meninggal di Gowa, Sulawesi Selatan, 12 Juni 1670 pada umur 39 tahun) adalah Raja Gowa ke-16 dan pahlawan nasional Indonesia yang terlahir dengan nama I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape sebagai nama pemberian dari Qadi Islam Kesultanan Gowa yakni Syeikh Sayyid Jalaludin bin Ahmad Bafaqih Al-Aidid, seorang mursyid tarekat Baharunnur Baalwy Sulawesi Selatan sekaligus guru tarekat dari Syeikh Yusuf dan Sultan Hasanuddin. Setelah menaiki Tahta sebagai Sultan, ia mendapat tambahan gelar Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Balla Pangkana, hanya saja lebih dikenal dengan Sultan Hasanuddin saja. Karena keberaniannya, ia dijuluki De Haantjes van Het Osten oleh Belanda yang artinya Ayam Jantan/Jago dari Timur. Ia dimakamkan di Katangka, Kabupaten Gowa. Ia diangkat sebagai Pahlawan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden No. 087/TK/1973, tanggal 6 November 1973.[1]

Sultan Hasanuddin lahir di Gowa, merupakan putera I Manuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiyung Sultan Malikulsaid, Raja Gowa ke-15. Sultan Hasanuddin memerintah Kerajaan Gowa, ketika Belanda yang diwakili Kompeni sedang berusaha menguasai perdagangan rempah-rempah. Kerajaan Gowa. Gowa merupakan kerajaan besar di wilayah timur Indonesia yang menguasai jalur perdagangan.

Pada tahun 1666, di bawah pimpinan Cornelis Speelman, Kompeni berusaha menundukkan kerajaan-kerajaan kecil, tetapi belum berhasil menundukkan Kerajaan Gowa. Di lain pihak, setelah Sultan Hasanuddin naik takhta, ia berusaha menggabungkan kekuatan kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia bagian timur untuk melawan Kompeni.

Pertempuran terus berlangsung, Kompeni menambah kekuatan pasukannya hingga pada akhirnya Kerajaan Gowa. Gowa wa terdesak dan semakin lemah sehingga pada tanggal 18 November 1667 bersedia mengadakan Perdamaian Bungaya di Bungaya. Gowa merasa dirugikan, karena itu Sultan Hasanuddin mengadakan perlawanan lagi. Akhirnya pihak Kompeni minta bantuan tentara ke. Batavia. Pertempuran kembali pecah di berbagai tempat. Sultan Hasanuddin memberikan perlawanan sengit. Bantuan tentara dari luar menambah kekuatan pasukan Kompeni, hingga akhirnya Kompeni berhasil menerobos benteng terkuat Gowa yaitu Benteng Sombaopu pada tanggal 12 Juni 1669. Sultan Hasanuddin kemudian mengundurkan diri dari takhta kerajaan dan wafat pada tanggal 12 Juni 1670.


SILISLAH KELUARGA

Pada tahun 1411 [Orang:359642|Sayyid Husain Jamaluddin Jumadil Kubra] menikah dengan Putri Raja Batara Gowa Tuminanga ri Paralakkenna (Raja Gowa Sulawesi Selatan), dan melahirkan beberapa anak, yaitu :

  1. Sayyid Hasan Jumadil Kubra lahir tahun1413 M (Menjadi Syekh Mufti Kesultanan Gowa, tahun 1453 M, bertepatan dengan wafatnya Sayyid Husain Jamaluddin Jumadil Kubra, dan wafat tahun 1591 M,berusia 138 tahun).
  2. Sayyid Husain Jumadil Kubra Al-Asghar, lahir tahun 1443M.
  • Sayyid Hasan Jumadil Kubra bin Sayyid HusainJamaluddin Jumadil Kubra, menikah dengan Sepupunya yaitu Puteri TunggalHalimah binti I Tepukaraeng Daeng Parabbung Tuni Pasulu (Raja Gowa, berkuasa1590 -1593), melahirkan:
  1. Sultan Gowa Islam Pertama (I Mangari Daeng Manrabbia Sultan Alauddin Tuminanga ri Gaukanna), kemudian ia melahirkan putera bernama:
    1. Sultan Gowa Islam Kedua (I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiyung Sultan Malikussaid Tuminanga ri Papang Batuna), kemudian ia melahirkan putera bernama:
      1. Sultan Gowa Islam Ketiga (I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape Sultan Hasanuddin Tuminanga ri Balla'pangkana), bergelar SULTAN HASANUDDIN alias AYAM JANTAN DARI TIMUR, (PAHLAWAN NASIONAL).Dan keturunannya sampai sekarang terdata di Kitab Al-Mausu'ah Li Ansabi Al-ImamAl-Husaini.
  • Adapun Sayyid Husain Jumadil Kubra Al-Asghar,lahir tahun 1443 M, Pada tahun 1473 M menikah dengan Puteri Wajo binti LaTadampare Puangrimaggalatung (Raja Wajo), pada tahun 1483 M melahirkan putera bernama Sulaiman alias Dato Sulaiman (Qadhi & Mufti Kesultanan WajoPertama). Dato Sulaiman ini keturunannya banyak di Wajo dan di Pasuruan dan Bangil, Jawa timur.


Referensi

^ Peranginangin, Marlon dkk; Buku Pintar Pahlawan Nasional. Banten: Scientific Press, 2007.
92/7 <7> Daeng Melu / Daeng Sikontu (Putri Karaeng Kasuarang) [Raja Gowa]

8

Lambang Kesultanan Bima
Lambang Kesultanan Bima
111/8 <9+?> 2. Sultan Abdul Khair Sirajuddin / Ruma Mantau Uma Jati / La Mbila / I Ambela [Kesultanan Bima]
Рођење: април 1627, Sultan Bima II (1640 M)
Смрт: 22 јул 1682
132/8 <10> Dato' Tonggara / Dato' Tenggara [Raja Gowa]
Рођење: 1658изр, Nasab Ke 30
==Asal-Usul Dato' Tonggara==

Dalam beberapa literatur yang ada, disebutkan bahwa Dato' Tonggara berasal dari Sulawesi Selatan. Kemudian dari daerah mana Sulawesi Selatannya ? Kami berpendapat bahwa Dato' Tonggara adalah putera Raja Gowa / Sultan Gowa yang tidak menjadi penerus Raja, alias Puang (Kalau di Jawa, Pangeran). Puang yang berprofesi di bidang Agama (Islam), menggunakan Gelar "Dato'/Datoek". Sebagai contoh, Sayyid Husain Jumadil Kubra Al-Asghar putra ke 19 Asy Syaikh Sayyid Husain Jamaluddin Akbar Jumadil Kubra yang menikah dengan Puteri Raja Wajo ke 4 LaTadampare Puangrimaggalatung, memiliki putra yang bernama Dato' Sulaeman.

Pada tahun 1666, di bawah pimpinan Cornelis Speelman, Kompeni berusaha menundukkan kerajaan-kerajaan kecil, tetapi belum berhasil menundukkan Kerajaan Gowa. Di lain pihak, setelah Sultan Hasanuddin naik takhta, ia berusaha menggabungkan kekuatan kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia bagian timur untuk melawan Kompeni. Pertempuran terus berlangsung, Kompeni menambah kekuatan pasukannya hingga pada akhirnya Kerajaan Gowa. Gowa wa terdesak dan semakin lemah sehingga pada tanggal 18 November 1667 bersedia mengadakan Perdamaian Bungaya di Bungaya. Gowa merasa dirugikan, karena itu Sultan Hasanuddin mengadakan perlawanan lagi. Akhirnya pihak Kompeni minta bantuan tentara ke. Batavia. Pertempuran kembali pecah di berbagai tempat. Sultan Hasanuddin memberikan perlawanan sengit. Bantuan tentara dari luar menambah kekuatan pasukan Kompeni, hingga akhirnya Kompeni berhasil menerobos benteng terkuat Gowa yaitu Benteng Sombaopu pada tanggal 12 Juni 1669. Sultan Hasanuddin kemudian mengundurkan diri dari takhta kerajaan dan wafat pada tanggal 12 Juni 1670.

Sepeninggal Sultan Hasanuddin, Belanda melakukan kriminalisasi terhadap Kesultanan Gowa dengan cara mengasingkan keluarga dekat Sultan Hasanuddin termasuk putera-puteranya ke Batavia. Di Batavia, antara tahun 1673-1686 VOC membuat perkampungan baru bekas hutan Jati yang kemudian dinamakan Kampung Makasar. Disamping keluarga dan kerabat Sultan Hasanudin juga ditempatkan mantan pasukan tempur Kerajaan Gowa dijadikan budak untuk membantu VOC di Pulau Jawa, dan mereka juga di tempatkan di perkampungan lain dekat Batavia, seperti Depok, Cimanggis dan tempat-tempat lainnya.

Sultan Hasanuddin lahir pada tahun 1631, wafat tahun 1670, tahta Kesultaan Gowa pada tahun 1669 dilanjutkan oleh Putranya yang bernama I Mappasomba Daeng Nguraga Sultan Amir Hamzah Tuminanga ri Allu' yang lahir pada tahun 1656. Sedangkan Dato Tonggara lahir pada tahun 1658, diperkirakan ia adalah putera ke 2 Sultan Hasanudin yang berprofesi dibidang keagamaan (Qadhi & Mufti Kesultanan Gowa). Kemudian Dato-Dato lainnya sepeti : Dato Tanjung Kait, Kumpo Datuk Depok, Dato Ibrahim Condet, dan Dato Biru Rawabangke, juga masih putera-putera Sultan Hasanudin, kakak-beradik dengan Dato Tonggara, yang menjadi korban kriminalisasi VOC.
123/8 <10> I Mappasomba Daeng Nguraga Sultan Amir Hamzah Tuminanga ri Allu' Lahir 31 Maret 1656, Berkuasa Mulai Tahun 1669 Hingga 1674, dan Wafat 7 Mei 1681. [Raja Gowa]