MA. Salmun Rakyadikaria b. 23 април 1903 d. 10 фебруар 1972 - Индекс потомака
Из пројекта Родовид
Смрт: 10 фебруар 1972, Bogor (Blender-Kebon Pedes)
Oleh : R. Endang Suhendar Diponegoro (Idang), generasi ke 7 Pangeran Diponegoro
Садржај |
SIAPAKAH DIA ?
Pujangga yang dikenal dengan nama M.A. Salmun lengkapnya adalah Mas Atje Salmun Rakyadikaria lahir di Rangkasbitung pada tanggal 23 April 1903 dan wafat di Bogor pada tanggal 10 Pebruari 1972, dimakamkan dipemakanan Blender Kebon Pedes Kecamatan Tanah Sareal Bogor. Salmun lahir dari Ayah seorang asisten wedana Pabyosongan Kabupaten Serang, Banten, bernama Mas Abusa'id Rakyadikaria. Ayah Salmun terkenal penari ulung dan penulis sandiwara yang dahulu dikenal dengan istilah" Kamidi", Sedangkan Ibu Salmun bernama Nyi Mas Samayi, yang masih keturunan bangsawan Lebak. Sang Ibu, secara otodidak pandai membaca bahasa Latin, Jawa, Sunda, dan Arab. Pada zamannya Ibu Salmun dianggap sebagai ahli bahasa, karena mahir berbahasa Sunda, Jawa, Kawi, serta lancar berbahasa Melayu. Disamping itu dapat pula sedikit-sedikit berbahasa Belanda Arab dan Tionghoa. Selain itu Ibu Salmun pun faham pula berbagai pustaka Klasik, sehingga sering menjadi tempat bertanya sarjana-sarjana Belanda.
MA. Salmun menikah dengan R. ANONG KRAMA ATMADJA generasi ke 6 dari Pangeran Diponegoro. Dari perkawinannya dikaruniai 8 orang anak, 3 putra dan 5 putri.
BUAH KARYA ?
Karya perdana Salmun dalam bentuk dangding dan cerita pendek yang muncul dalam penerbitan Volksalmanak Soenda dan Majalah Parahiangan terbitan Balai Poestaka. Kemudian menulis wawacan, gending karesmen, bahasan (essay), roman, sajak-sajak dan yang lainnya.
Setamat HIS (setara SD 6 tahun sekarang) bekerja di Kantor Pos dan Telepon-Telegrap (PTT) Rangkasbitung, kemudian dipindah ke Tanjung Karang dan selanjutnya ke Cianjur. Sewaktu dinas di Tanjung Karang, Salmun mulai mengarang serius dan senantiasa mengirim tulisan-tulisan ke Balai Poestaka. Namun bukunya yang pertama berjudul Moro Julang Ngaleupaskeun Peusing (1923) dan Sungkeman Gelung (1928) terbit bukan oleh Balai Poestaka.
Tahun 1938 Salmun ditarik ke Sidang Pengarang Soenda, Balai Poestaka. Pada waktu itu banyak menerbitkan wawacan antara lain, Ciung Wanara (1939), Mundinglaya (1940), Ekalaya Palastra (1940), Asmarandhana (1942), Goda Rancana (1942). Tahun 1943 Salmun keluar dari Balai Poestaka, kemudian menjadi pegawai tinggi Pamong Praja di Banten, tapi kemudian kembali lagi (1948-1951).
Setelah kembali ke Balai Poestaka Salmun menerbitkan buku Padalangan Pasundan (1949), menyunting Mahabharata (1950), Wawangsalan Jeung Sisindiran Karya Mas Adiwinata dan Raden Bratakusumah menjadi Sisindiran pada tahun 1950 dan Gogoda Ka Nu Ngarora (1951).
Keluar dari Balai Peostaka menjadi pegawai tinggi di Departemen Sosial sampai pensiun. Ketika Fakultas Sastra Universitas Indonesia Jakarta membuka Kuliah Bahasa Sunda, Salmun diminta menjadi Dosen luar biasa tahun 1951. Ia juga aktif dalam Konperensi Basa Sunda di Bandung pada tahun 1952. Konperensi ini melahirkan Lembaga Bahasa dan Sastra Sunda (LBSS). Dalam setiap kongres yang diselenggarakan oleh LBSS, Salmun sering memberikan prasaran tentang bahasa dan sastra sunda, perkembangan dan tantangannya.
M.A. Salmun termasuk yang ikut membangun dan menerbitkan Majalah Sunda Tjandra di Bogor pada tahun 1954. Berturut-turut tahun 1957 Majalah Panglipur Mangle dan Majalah Sari pada tahun 1963. Hingga saat ini, tahun 2006, Majalah Mangle masih terbit dengan teratur dan semakin menarik seiring dengan perkembangan teknologi Informatika. Di dalam setiap majalah yang diasuhnya, Salmun senantiasa menulis cerita bersambung dan bahasan tentang sastra. Beberapa cerita bersambung banyak yang dibukukan antara lain, Budah Cikapundung (1965), Angeun Haseum (1965), Villa Bati Nyeri (1966), Neangan Bapa (1966). Selain itu apabila menengok ke belakang, Salmun banyak menulis naskah Gending Karesmen seperti Mundinglaya (1933), Kelenting Kuning (1933), Lenggang Kancana yang kemudian disadur oleh sastrawan Armijn Pane dalam Bahasa Indonesia pada 1934. Pada masa sesudah perang, Salmun menulis Gending Karesmen Arya Jalak Harupat riwayat Otto Iskandardinata pada tahun 1954.
Karya-karya yang jumlahnya ratusan itu sayang hingga saat ini belum seluruhnya terkumpul dengan baik dan lengkap. Masih banyak karangan yang terbenam dalam media yang memuatnya seperti Volksalmanak Soenda, Parahiangan, Surat Kabar Sipatahoenan, Majalah Sunda, Candra, Sari, Mangle dan yang lainnya. Kecuali karya kreaatif baik dangding, sajak, roman dan Gending Karesmen, Salmun banyak menulis artikel tentang sastra wayang dan Padalangan. Bukunya tentang sastra sunda berjudul Kandaga Sastra Sunda yang terbit 1957 di Bandung. Kandaga Sastra Sunda adalah buku yang sifatnya berseri, isinya menelaah tentang sastra dan tata bahasa sunda. Di dalam buku ini pula diguar aspek-aspek bahasa yang lengkap mulai dari ejaan, perbendaharaan, dan fenomena-fenomena kebahasaan yang ditelaah secara mendalam.
Salmun tak hanya mahir menulis dalam bahasa Sunda ia pun sanggup dengan baik menulis di dalam bahasa Indonesia. Gaya menulisan dan bahasa Salmun selain penuh humor, ia pun secara serius sering memaparkan tentang filsafat, etika kehidupan dan agama. Sebagai seorang yang mendalami sastra wayang dan pedalangan karya-karya tulis Salmun tentang wayang dan pedalangan tersebut penuh dengan nasihat, petuah dan filsafat kemanusiaan.
Tahun 1971 dengan kondisi mata yang 80% yang tidak melihat, Salmun berhasil menyelesaikan naskah Paribasa Sunda yang dikirimnya ke penerbit Sumur Bandung. Karya terakhir Salmun yang beripa naskah tentang pribahasa Sunda tersebut pada tahun 1971 beberapa bulan sebelum akhir hayatnya.
Hasil karya Salmun tercatat dan terkumpulkan sebanyak 480 judul, termasuk karya-karyanya yang ditulis dalam bahasa Indinesia. Ke-480 judul tersebut adalah terbitan tahun 1929 sampai 1967, terdiri dari : guguritan 122 judul, wawacan 6 judul, sanjak 25 judul, cerita pendek 103 judul, roman 7 judul, anekdot 26 judul, drama dangding dan gending karesmen 5 judul, bahasan 172 judul, pengetahuan bacaan umum 6 judul, buku pelajaran
ANUGRAH ?
Pemerintah Anugerahkan Penghargaan Kepada Tiga Budayawan dan Seniman Kota Bogor
Koranbogor.com, Bogor – Pemerintah Kota Bogor menganugrahkan pengharagan kepada tiga tokoh budayawan dan seniman yang telah berkiprah memberikan pengabdian, sumbangsih, prestasi karya nyata dalam bidangnya masing-masing.
Tiga tokoh yang dianugrahi penghargaan adalah alm Uka Tjadrasasmita (arkeolog), alm M A Salmun (Budayawan), dan alm Entah Lirayana (dalang).
MA Salmun nama lengkapnya adalah Mas Atje Salmun Rakyadikaria lahir di Rangkasbitung pada tanggal 23 April 1903 dan wafat di Bogor pada tanggal 10 Pebruari 1972. Salmun dimakamkan TPU Blender Kebon Pedes Kecamatan Tanah Sareal. Semasa hidupnya Salmun dikenal sebagai sastrawan generasi tahun 1920 an yang paling produktif sejak masa muda hingga akhir hayatnya. Meskipun penglihatannya terganggu dan nyaris tidak melihat, ia tetap menulis. Indra mata adalah organ terpenting di dalam upaya tulis menulis khususnya bagi seorang pujangga sekaliber Salmun.
Karya Salmun semula dalam bentuk dangding dan cerita pendek yang muncul dalam penerbitan Volksalmanak Soenda dan Majalah Parahiyangan terbitan Balai Poestaka. Kemudian menulis wawacan, gending karesmen, bahasan (essay), roman, sajak-sajak dan yang lainnya.
SUMBER :
http://www.mail-archive.com/urangsunda@yahoogroups.com/msg63730.html