Kiai Gerob - Индекс потомака

Из пројекта Родовид

Особа:444119
Generation of a large tree takes a lot of resources of our web server. Anonymous users can only see 7 generations of ancestors and 7 - of descendants on the full tree to decrease server loading by search engines. If you wish to see a full tree without registration, add text ?showfulltree=yes directly to the end of URL of this page. Please, don't use direct link to a full tree anywhere else.
11/1 <?> Kiai Gerob [Arya Damar]

2

21/2 <1> Kiai Tempel [Arya Damar]

3

31/3 <2> Kiai Eloes [Arya Damar]

4

41/4 <3> Kiai Moeroek [Arya Damar]

5

51/5 <4> Kiai Kemis [Arya Damar]

6

61/6 <5+?> Bagus Lanang Poespodiwongso (KT Poesponegoro (Bupati/Adipati Gresik, 1686-...)) [Poesponegoro (Gresik)]
Sejarah Poesponegoro (Gresik)

Raden Tumenggung Harya Naladika (Bupati Gresik) terbunuh dalam pertempuran di Pasuruan pada 1686. Sepeninggal Raden Tumenggung Harya Naladika, kompeni Belanda tidak serta merta menunjuk penggantinya. Sebab Bagus Puspadiwangsa yang sudah dikenal sebagai “orang kuat” kedua di Gresik setelah Umbul Gresik, dalam catatan kompeni Belanda terindikasi berkomplot dengan pemberontak Madura dan Makasar yang diperkuat oleh fakta yang menunjuk bahwa isteri kedua Bagus Puspadiwangsa (Kyayi Tumenggung Poesponegoro) yang bernama Nyai Podi adalah puteri seorang pemberontak Makasar asal Bugis. Sementara istri ketiganya Nyai Uju adalah puteri bungsu pangeran Kertanegara putera pangeran Mas Winata yang dianggap musuh oleh sunan Amangkurat II.

Hanya atas pertimbangan kekeluargaan dan terbatasnya informasi tentang Gresik, Sunan Amangkurat II kemudian menunjuk Bagus Puspadiwangsa menjadi Umbul Gresik menggantikan kedudukan Raden Tumenggung Harya Naladika. Bagus Poespadiwangsa dianugerahi gelar Kyayi Tumenggung Poesponegoro. Kyayi Tumenggung Poesponegoro diperintahkan untuk melindungi warga Gresik dari musuh, menegakkan keamanan wilayah, meneguhkan tertib hukum, membawa kemakmuran bagi seluruh warga Gresik dan tentu saja memperkukuh kesetiaan kepada Sunan Amangkurat II.

Dalam upaya menjalankan amanat Sunan Amangkurat II, Kyayi Tumenggung Poesponegoro sadar bahwa langkah utama yang harus ditempuhnya adalah memanfaatkan tali kekerabatan dengan tokoh-tokoh yang memiliki pengikut besar dan kuat. Melalui Nyai Uju, puteri bungsu Pangeran Kertanegara (putera Pangeran Mas Winata (Panembahan Giri)). Kyayi Tumenggung Poesponegoro mendapat dukungan dari sentana Giri Gajah. Melalui pernikahan dengan Nyai Padi (putri Arung Wasya (tokoh asal Bugis)) Kyayi Tumenggung Poesponegoro mendapat dukungan dari para pelaut Bugis dan Makasar yang menguasai jalur perniagaan laut. Melalui pernikahan dengan puteri Tumenggung Yudanegara Madura, Kyayi Tumenggung Poesponegoro mendapat dukungan dari bangsawan-bangsawan Madura. Sementara dari permaisurinya, Rara Teleng (puteri Tumenggung Naladika), Kyayi Tumenggung Poesponegoro mendapat dukungan dari keluarga Umbul Naladika. Dengan dukungan dari kerabat Giri Gajah, Bugis, Madura dan Umbul Gresik, Kyayi Tumenggung Poesponegoro dalam waktu singkat berhasil menciptakan keamanan di Gresik.

Kyayi Tumenggung Poesponegoro menciptakan keamanan dan membangun kembali kota Gresik dari reruntuhan melalui kebijakan yang memprioritaskan pembangunan pelabuhan, pasar, masjid, dan gedung pengadilan, Kyayi Tumenggung Poesponegoro dapat menarik kembali penduduk untuk mau tinggal di daerah yang sudah aman dan menjanjikan kemakmuran.

Dalam tempo dua tahun memerintah kota Gresik dan wilayah sekitarnya telah dikenal menjadi daerah yang aman dan makmur. Semua perusuh yang ingin mengacau Gresik dapat dihalau sebelum melakukan aksinya. Demikianlah suasana aman yang tercipta itu berangsur-angsur menghidupkan kembali kehidupan rakyat Gresik yang sudah porak poranda akibat kerusuhan-kerusuhan dan perang yang berlarut-larut.

Kesengsaraan rakyat Gresik selama bertahun-tahun berangsur berubah menjadi kemakmuran. Karena dianggap berhasil memimpin Gresik dan menjalankan amanat Sunan Amangkurat II, pada tahun 1688, Gubernur Jenderal Johannes Camphuijs, pemimpin tertinggi kompeni di Batavia mengeluarkan peluit pengangkatan Kyayi Tumenggung Poesponegoro sebagai kepala daerah dengan jabatan Bupati.

Segera setelah dilantik menjadi bupati Gresik, Kyayi Tumenggung Poesponegoro memprioritaskan pembangunan masjid agung, kantor kejaksaan, pasar, pelabuhan dan membangun kembali pabrik meriam yang hancur akibat perang. Langkah itu diambil sebagai kelanjutan kebijakannya dalam menjalankan amanat dari Sunan Amangkurat II. Sebab telah terbukti, bahwa melalui perikat dengan keluarga Giri Gajah, Bugis, Madura dan Gresik, Kyayi Tumenggung Poesponegoro dapat menciptakan ketertiban dan keamanan sebagai syarat utama sebuah pembangunan.

Demikianlah melalui masjid agung, Kyayi Tumenggung Poesponegoro tidak saja dapat membangun kompleks kabupaten Gresik sesuai tatanan baku pemerintahan Jawa, tetapi dapat pula mempersatukan warga muslim Gresik yang berasal dari beragam etnis dan bangsa. Melalui kejaksaan (pengadilan), Kyayi Tumenggung Poesponegoro tidak saja dapat membangun tertib hukum di Gresik melainkan dapat pula menegakkan lambang keadilan dan pengayoman bagi penduduk. Melalui pasar dan pelabuhan, Kyayi Tumenggung Poesponegoro tidak saja dapat membuka jalur distribusi barang, jasa dan uang melainkan dapat pula memberikan iklim berusaha yang sehat bagi dunia usaha yang akan membawa kemakmuran bagi rakyat.

Sementara melalui pabrik Meriam, Kyayi Tumenggung Poesponegoro tidak saja dapat membawa Kabupaten Gresik ke dalam perniagaan senjata yang sangat dibutuhkan sehingga meraup keuntungan besar karena harga meriam yang sangat mahal melainkan dapat menimbulkan rasa takut kepada siapa saja yang ingin membuat kerusuhan di Gresik. Sebab di bawah Kyayi Tumenggung Poesponegoro kabupaten Gresik memiliki satu detasemen pasukan meriam Sarageni yang menggunakan meriam-meriam bikinan sendiri.

Yang paling besar ukurannya, ditempatkan di alun-alun kota menghadap ke pantai. Meriam raksasa itu dikenal dengan nama Kyayi Kalantaka (waktu kematian). Di samping pasukan meriam, Kabupaten Gresik juga dilengkapi pasukan penembak senapan. Ngabehi Jayanegara, putera Kyayi Tumenggung Poesponegoro dikenal sebagai seorang sniper termasyhur yang ditakuti lawan.

Sejarah Gresik mencatat, dengan saudara-saudara dan beberapa belas orang pasukan senapan. Ngabehi Jaya negara dengan kemahirannya sebagai penembak sniper pernah menghalau serangan lebih dari 10.000 orang pasukan Madura yang dipimpin oleh Demang Jewaraga. Sejak saat itu bupati-bupati Gresik sampai tahun 1926 adalah berasal dari keturunan Kyayi Tumenggung Poesponegoro. Selain menurunkan bupati-bupati Gresik, Kyayi Tumenggung Poesponegoro juga menurunkan bupati-bupati Surabaya, Lamongan, Bangil, Pasuruan, Mojokerto, Malang, Trenggalek, Jepara, Demak, Semarang dan Pati.

Pada abad 18 situasi Gresik belum menentu, meski secara politik Giri sudah hancur pada tahun 1680 (ketika Amangkurat II menghabisi Wangsa Giri) sampai menjelang pertengahan abad ke 18 Giri masih disegani oleh kawan dan lawan pada perkembangannya intrik-intrik intern di dalam kadipaten Gresik. Juga mulai muncul pada tahun 1740-an, berupa kemelut segitiga antara Joyonegoro (Bupati Kasepuhan), Poesponegoro II (Bupati Kanoman), dan Pangeran Singasari (penguasa spiritual di Giri) yang berakhir dengan penyatuan Giri ke dalam Kadipaten Gresik, dan hancurnya posisi Poesponegoro II, karena setelah diketahui ternyata ia berada di balik kemelut segitiga itu.

Namun Gresik selalu berada pada posisi yang berjarak dengan lingkaran kekisruhan perang. Hal itu terjadi karna kecerdikan Kyayi Tumenggung Poesponegoro dalam menyiasati semua permasalahan sehingga menjauhkan Gresik dari pusaran politik kekuasaan, baik dari kepentingan pihak Belanda maupun Mataram. Kyayi Tumenggung Poesponegoro dikenal sebagai tokoh yang cerdas, cerdik, berpengetahuan luas, arif, dan selalu dapat memecahkan persoalan dengan cara-cara yang sering tak terpikirkan orang lain. Sunan Amangkurat II dan penggantinya, diketahui sering meminta pandangan dan pendapat Kyayi Tumenggung Poesponegoro dalam memecahkan masalah yang terkait dalam pemerintahan. Bahkan satu ketika Sunan Amangkurat II terkejut sewaktu mendapati Kyayi Tumenggung Poesponegoro berhasil memecahkan masalah rumit tanpa bergeser dari tempat duduknya.

Demikianlah dengan kecerdikan, keadilan, dan kebijaksanaannya Kyayi Tumengung Poesponegoro dapat menciptakan tatanan baru kehidupan di Gresik yang sebelumnya kacau balau menjadi adil dan makmur. Pangeran Mas Witana yang sudah tua dibawa ke Mataram dan tak lama kemudian di hukum mati (seda kalawe). Setelah Giri jatuh, Amangkurat II mengangkat Pangeran Sedha Kemlathen, seorang bangsawan asal Jipang menjadi penguasa Giri.

Sementara itu pangeran Kertawegara, putera Pangeran Mas Witana, beserta keempat orang puteranya, yaitu Raden Mas Kedaton, Raden Mas Tumpang. Raden Mas Kendayu, dan Nyai Uju bersembunyi di bawah lindungan mantri Nayaka Gresik, Bagus Puspadiwangsa, kakak ipar Umbul Gresik Raden Tumenggung Harya Naladika. Belakangan diketahui, Nyai Uju diperistri sebagai selir ketiga oleh Bagus Puspadiwangsa. Gresik juga berusaha bangkit dari reruntuhan akibat perang, ternyata harus menghadapi kemalangan lanjutan. Sebab di tengah usaha membangun kembali kota dan mengembangkan perniagaan, pada pertengahan 1686 terjadi kerusuhan besar akibat pecahnya pemberontakan Surapati yang mengangkat diri menjadi raja di Pasuruan, Malang, dan Lumajang dengan gelar Mas Tumenggung Wiranagara. Umbul Gresik Raden Tumenggung Harya Naladika pun berangkat ke Pasuruan memimpin pasukan Gresik. Namun dalam sebuah pertempuran sengit di barat kota Pasuruan, Raden Tumenggung Harya Naladika terbunuh dalam pertempuran melawan pasukan Tumenggung Wiranagaran.

Sepeninggal Raden Tumenggung Harya Naladiko, Belanda tidak serta merta menunjuk penggantinya. Sebab Bagus Puspadiwangsa yang sudah dikenal sebagai "orang kuat" kedua di Gresik setelah umbul Gresik. Atas pertimbangan kekeluargaan dan terbatasnya informasi tentang Gresik Sunan Amangkurat II kemudian menunjuk Bagus Puspadiwangsa menjadi Umbul Gresik menggantikan kedudukan Raden Tumenggung Harya Naladika. Bagus puspadiwangsa dianugerahi gelar Kyayi Tumenggung Poesponegoro.

Kyayi Tumenggung Poesponegoro diperintahkan untuk melindungi warga Gresik dari musuh, menegakkan keamanan wilayah, meneguhkan tertib hukum,membawa kemakmurqan bagi seluruh warga Gresik, dan tentu saja memperkukuh kesetiaan kepada Sunan Amangkurat II. Dalam upaya menjalankan amanat Sunan Amangkurat II, Kyayi Tumenggung Poesponegoro sadar bahwa langkah utama yang harus ditempuhnya adalah memanfaatkan tali kekerabatan dengan tokoh-tokoh yang memiliki pengikut besar dan kuat.

Melalui Nyai Uju puteri bungsu Pangeran Mas Witana Panembahan Giri,Kyayi Tumenggung Poesponegoro mendapat dukungan dari sentana Giri Gajah. Melalui pernikahan dari Nyai Podi putri Arung Wasya tokoh asal Bugis,Kyayi Tumenggung Poesponegoro mendapat dukungan dari para pelaut Bugis dan Makasar yang menguasai jalur perniagaan laut. Melalui pernikahan dengan putri Tumenggung Yudanegara Madura Kyayi Tumenggung Poesponegoro mendapat dukungan dari bangsawan-bangsawan Madura. Sementara dari permaisurinya,Rara Teleng,Putri Tumenggung Naladika, Kyayi Tumenggung Poesponegoro mendapat dukungan dari keluarga umbul Naladika. Dengan dukungan dari kerabat Giri Gajah, Bugis,Madura,dan Umbul Gresik Kyayi Tumenggung Poesponegoro dalam waktu singkat berhasil menciptakan keamanan di Gresik. Semua perusuh yang ingin mengacau Gresik dapat dihalau sebelum melakukan aksinya.

Sumber : Pemerintahan Poesponegoro Bupati Pertama Dan Pengaruhnya Dalam Penyiaran Islam Di Gresik (1688 - 1718), Skripsi , Oleh : Ida Nur Aissyyah , A02304001 , Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel, Fakultas Adab Jurusan Sejarah Dan Peradaban Islam Surabaya 2009

7

71/7 <6+?> Yoedonegoro, K.Ng bin Poesponegoro, KT ((Kepala Perang Kadipaten Gresik)) [Poesponegoro (Gresik)]

8

81/8 <7> Wongsoredjo, KT bin Yoedonegoro K.Ng ((Bupati Lamongan)) [Poesponegoro (Gresik)]